My Untold Story

Disclaimer : J.K. Rowling, absolutely

Summary : My love story not as smooth as what I dream. And it become perfectly hurt when you come, leave, and never really leave me well.

Warning : DIHARAPKAN DENGAN SANGAT UNTUK MELUPAKAN SEGALA STATUS, HUBUNGAN, DAN SEGALA MACAM TETEK BENGEK YANG KALIAN HAFAL DILUAR KEPALA SETIAP KARAKTER YANG SAYA GUNAKAN DISINI. SEMI AU, TYPO(S), DAN SEGALA MACAM KEKURANGAN LAINNYA

Cerita ini terinspirasi dari kehidupan pribadi yang kemudian dikembangkan dengan absurd di kepala saya

Timeline : Anggap saja 2020


Perancis terasa lebih dingin dari biasanya. Ku eratkan pelukan snow coatku, fiuh, dingin sekali. Sepatu bootku pun seperti terendam didalam es. Salju di pinggir jalan nampak lebih tebal dari biasanya.

Aku terus berjalan, menyusuri jalan yang sudah kuhafal hitungan langkahnya diluar kepala. Memang beda tampaknya dari yang dahulu ku ingat. Hm, setahun ternyata bukan waktu yang singkat.

Terdengar alunan lagu Dear God yang dibawakan oleh Avenged Sevenfold, salah satu band favoritku. Tak ku sangka lagu ini masih digemari. Ku senandungkan sembari menyusuri jalan. Jalan kenangan, lagu kenangan, perpaduan yang sangat tepat untuk membuat hati ini terasa gundah gulana di hawa sedingin ini.

"While I recall all the word you spoke to me. . ."

Aku masih hafal, disetiap huruf-huruf yang terangkai menjadi kata-kata yg merangkai kalimat itu dan menjadi sebuah kesatuan lagu yang indah itu. Takkan pernah ku lupa, bahkan tinggi rendahnya nada itu, walau perbedaannya hanya satu oktaf pun, bahkan lolongan-lolongan didalamnya. Kau tau, itu lagu kenangan ku dengannya.

Aku hampir sampai ditempat itu, sudah terlihat kursi taman yang dahulu sering ku singgahi ketika ku merindukannya, dulu, ketika aku disini, yang sekarang menjadi tempat pertemuanku dengan seseorang.

Ku kibaskan coatku dari salju, ku lipat kakiku dan menoleh, berharap seseorang yang kutunggu itu datang.

Tapi nyatanya, BELUM.

Dengan setia aku menunggu, playlist pada iPodku tengah menyenandungkan When You're Gone milik Avril yang tak pernah gagal menarikku ke kesedihan yang teramat dalam. Oh Avril, you can change my mood easily, you can touch my heart perfectly.

Air mata tak mampu kubendung lagi, ku biarkan jatuh mengalir dipelupuk mataku. Ketika lagu berakhir, ku buka kedua mataku, ku usap air mataku, dan ku amati arlojiku. Sudah hampir setengah jam aku menantang maut dengan membekukan diriku disini. Tapi aku masih tetap menunggu, karena ku tau, ia takkan ingkar janji.

Ku eratkan lagi snow coatku, ku gesekkan kedua telapak tanganku, mencari kehangatan. Kini aku menyesal, seharusnya aku menggunakan 3 lapis baju hangat lagi tadi. Udara dingin ini begitu menusuk.

Ku lihat anak-anak sudah mulai keluar bermain salju, berarti hari sudah mau siang. Mau tak mau, aku memperhatikan anak-anak yang tengah bermain dengan riang gembira itu, dan aku terbawa oleh suasana mereka.

Kurasa aku hampir melupakan waktu melihat keceriaan anak-anak itu bermain, karena sekarang, playlistku kembali pada lagu Remember When milik Avril, mengingat setidaknya ada hampir 100 list lagu di iPodku.

Benar saja, arlojiku menunjukkan pukul 11.00 a.m. Aku berdiri, dan mulai berfikir. Mungkin saja dia lupa, atau memang sedang sibuk sehingga tak sempat datang dan menemuiku, sesuai janjinya.

Ok, aku akan pergi meminum kopi saja. Musim salju selalu menuntutku menyumbangkan sebagian uangku kepada beberapa kafe yang kusinggahi untuk minum kopi, untuk menghangatkan diri.

Ketika aku akan melangkah, ada sesuatu yang menahanku. Haha, guess what, aku melihat seorang gadis yang terlihat sangat manja disamping seorang pria dengan seragam SMP, tetapi tiba-tiba saja datang wanita lain yang langsung digandeng oleh pria itu dan gadis itu terlihat kecewa. Well, sepertinya aku tau kelanjutan dan awal ceritanya. Ya, pasti hampir sama dengan ceritaku.

Tiba-tiba saja otakku memproyeksikan kenangan-kenangan masa lalu itu, kenangan yang sudanh lama ingin kulenyapkan hingga tak berjejak dan tak berbekas, tapi nyatanya, ia hanya bersembunyi dibalik kenangan-kenanganku yang lain. Air mataku mulai menetes. Oh tidak, kumohon jangan sekarang.

Ku putuskan untuk kembali duduk karena akan tampak sangat bodoh bila aku menangis sambil berdiri seperti ini. Kubiarkan air mata kembali membasahi wajahku. Kubiarkan air mata mengalir dipipiku.

Kutenangkan diriku, dan kukembalikan jiwaku ke kesadaran. Aku mulai beranjak, berjalan, mencoba mencari kafe terdekat untuk menghangatkan diri. Frapuccino Mint terdengar sangat lezat.

Baru saja aku melangkahkan beberapa langkah, tiba-tiba. . .

"Mione!" kudengar seseorang memanggilku.

Aku menoleh, memastikan bahwa memang dia, memang dia yang aku tunggu. Dan ternyata benar, itu benar dia, dia datang, dia ada disini, didepanku!

Aku berlari menghampirinya, ia juga berlari menghampiriku, dan seutas senyum merekah dibibirku. Aku memeluknya dan ia balas memeluk juga juga.

"Kau, ku ku fikir kau takkan datang," kataku.

"Tak mungkin aku takkan datang, aku hanya bangun terlambat dan jalanan sangat macet." jawabnya.

Aku melihat lagi dirinya, tak banyak yang berubah darinya, masih seperti yang ku ingat 9 tahun yang lalu saat dia keluar dari sekolah, saat ia meninggalkanku sendirian, mengguratkan luka dan kepedihan yang dalam di hatiku, walau karena itu, aku mendapat nilai A+ karena menulis puisi tentang kepergiannya. Yah, dia adalah. . .

"Harry," ya, Harry Potter, sahabatku sejak SMP. "Kau tak banyak berubah ya?" tanyaku.

"Ehm, Mione, bagaimana kalau kita lanjutkan di kafe saja? aku tak mau mati kedinginan." usul Harry. Aku mengangguk setuju dan berjalan beriringan disampingnya. Dan Keheningan melanda kami berdua.

"Apa kau tak pernah merindukan barangmu yang hilang?" tanyanya tiba-tiba saat kita berjalan.

"Barangku? Entahlah, aku bukan tipe pengingat yang handal, kau tau itu kan?" jawabku.

Lalu sepi merajai keadaan lagi sampai akhirnya kami tiba di kafe terdekat. Well, harus ku akui, 9 tahun tak bertemu membuat suasana pertemuan terasa canggung, walau ada banyak hal yang ingin diungkapkan, tentu saja.

Akhirnya, kami sampai pada sebuah kafe, 'Coffee and Crowd Bread', sebuah kafe yg cukup terkenal disana. Kami mengambil kursi dekat jendela. Aku memesan Hot Mint Frapuccino with Chocochip dan Garlic Bread, sedangkan Harry memesan Hot Caramel Coffee.

Sejenak keheningan melanda diantara kami lagi. Sibuk memikirkan hal yang ingin dikatakan, karena terlalu banyak yang inging diungkapkan. Lalu Harry membuka percakapan.

"Jadi, kemana saja kau selama ini?"

"Kau sudah tau kan? Aku melanjutkan sekolah di Hogwarts Senior High Schooll." jawabku lalu menyeruput Frapuccino-ku yang baru saja diantarkan pelayan.

Harry menggelengkan kepalanya heran. "Aku sudah tau, lalu kau melanjutkan sekolahmu di Hogwarts University di Perancis karena mendapat beasiswa. Ya aku tau itu! Kita semua tau! Tapi," nadanya memelas "Kemana saja kau selama 1 tahun ini, Mione? bahkan kau suruh orang tuamu merahasiakannya dari kita!" cecar Harry.

Aku yang tengah menikmati Garlic Breadku nyaris tersedak mendengarkan ucapan Harry barusan. Cepat-cepat aku menyeruput Frapuccino-ku.

"Itu bukan sesuatu yang harus kalian ketahui, kurasa." jawabku. Dan aku yakin Harry sedang menahan emosinya. Terlihat jelas guratan di wajahnya.

"Oke, oke, abaikan itu. Lalu apa kau sdh berhasil?" tanyanya lagi.

"Berhasil?" tanyaku menyelidik. Oh demi Merlin, aku rasa aku tau akan kemana arah pembicaraan ini.

"Oh, ayolah, Mione. Jangan berpura-pura hilang ingatan!" perintah Harry

Oke oke, aku mengalah. "Well, Harry, itu bukan maksud tujuanku pergi dari kalian." jelasku

"Lalu?" tanya Harry menyelidik

"Kurasa aku sudah katakan padamu, itu bukan sesuatu yg harus kau, dan yang lainnya ketahui." jawabku dan melanjutkan makan Garlic Breadku.

Oke, sepertinya kali ini aku berhasil membuatnya lelah bertanya.

"Terserah kau sajalah." lanjutnya dan menyeruput Caramelnya. Yippie, dia memang telah mengalah sekarang. Aku akan gila bila perbincangan ini dilanjutkan.

"Jangan bahagia dulu, Mione," selanya dalam perayaan kemenanganku. Oh tidak, pasti akan terjadi hal yang buruk.

"Aku membawa sesuatu dalam tasku," katanya sambil menepuk-nepuk tasnya, "yang akan membuatmu menyesal tak mengatakannya, kau tau?", aku mulai menggigit bibir bawahku, mencengkram erat coatku, "karna cepat atau lambat kau akan mengingat segalanya kembali, aku tau, kau masih belum benar-benar melupakannya." ujarnya sambil menyeringai jahat.

Oh tidak, perasaanku tak enak. Aku mencoba menutupinya dengan memakan Garlic Breadku lagi dan menegak Frapuccino-ku sampai habis.

Baru saja aku mau bangkit berdiri dan pulang, Harry menahanku.

"Jangan pulang dulu, Mione, masih ada yang harus kita bicarakan." cegah Harry.

Aku lalu kembali duduk dan memesan Frapuccino lagi, kali ini yang dingin.

"Kapan kau akan pulang?" tanyanya sambil menegak Caramel Coffeenya yang sudah mendingin.

"As soon as possible I get the ticket." jawabku sambil menegak Frapuccino-ku.

"Sudah kuduga, aku sudah membelikanmu tiket. Besok jam 8 akan kujemput kau di depan Hogwarts University." tawarnya.

Merlin tengah baik padaku, kupikir, tak ada salahnya pulang lebih awal dari rencana. Toh tak ada lagi yang harus kuselesaikan disini. Setidaknya aku tak perlu keluar uang banyak untuk membeli tiket. Aku mengiyakannya.

"Baiklah, dan anak-anak akan mengadakan reuni minggu depan, dan, oh, ini," seraya menyerahkan secarik kertas dari kantongnya, "Ini nomor anak-anak, hubungilah mereka, beritau mereka keadaanmu, mereka merindukanmu." katanya.

Aku hanya mengangguk. Reuni? Oh tidak, ide yang buruk untuk pesta penyambutanku kembali ke London, kawan-kawan.

"Baiklah, sampai jumpa besok." Lalu kamipun berpisah.

Ketika sampai di apartment, aku baru sadar bahwa barang yang Harry katakan tadi belum ia berikan padaku. Dasar payah. Kini aku yakin mungkin dia hanya ingin menakut-nakutiku saja.

Selesai mandi dan istirahat sebentar, ku bereskan seluruh barang-barangku. Kumasukan ke koperku. Oke selesai.

Hoam, waktu berlalu begitu cepat. Aku lelah sekarang, lebih baik aku tidur. Besok aku harus bangun pagi, kan?

…~…

Aku terbangun pukul 5.00 a.m, sama seperti kemarin saat aku akan bertemu dengan Harry. Ku cek lagi semua barangku, berharap tak kan ada satupun yang tertinggal dan, done!

Aku bergegas mandi dan menyiapkan sarapan. Selama di Perancis, aku terbiasa sarapan Roti dengan selai coklat dan segelas coklat mint hangat, hm, nikmat.

Kali ini aku hanya menggunakan 3 lapis baju hangat dan snow coatku yang lebih tipis dari kemarin. Oh yang benar saja, aku takkan bertindak bodoh dengan memakai berlapis-lapis baju tebal dan snow coat tebal. Toh aku tak akan menunggu seperti kemarin lagi.

Tepat pukul 7.15 aku berangkat dari apartmentku. Perjalanan dari sini ke Hogwarts University memakan waktu setengah jam. Aku sampai tepat pukul 7.50, ternyata ia belum datang, terlalu tepat waktu!

Tak sampai 10 menit aku menunggu akhirnya datang taksi yang menepi, haha, jemputan kawan-kawan!

…~…

"Ini, sesuai permintaanmu, tidak di tengah tepi" sambil menyerahkan Boarding Passnya padaku. Aku hanya tertawa, well, aku tak suka duduk di daerah tengah tepi pesawat, sangat bising mendengar mesinnya.

Kami akhirnya berjalan memasuki Gate 9, menunggu pesawat kami, tak kusangka, aku harus menunggu setengah jam lagi untuk ini. Harry langsung saja mengambil tempat duduk dekat kaca dan memasang earphone lalu tidur. Daripada aku mati kebosanan, kukeluarkan saja headphone dan iPodku, ku setel Jet Lag, lagu yang dinyanyikan oleh Simple Plan dan Natasha, haha, cocok seperti yang akan kurasakan, bukan?

Tak terasa, kami sudah dipanggil untuk menaikki pesawat, here we goooo!

…~…

Aku duduk termenung di dalam kamarku. Ya, aku telah sampai di London 2 jam yang lalu, kini aku sedang merenung. Sebuah buku hitam besar layaknya buku agenda sedang dalam pangkuanku. Aku terdiam terpaku, menerawang.

Flashback On

Kini aku telah sampai di London. Kurasa sudah banyak yang berubah dari bandara ini, 9 tahun memang bukan waktu yang singkat!

"Hei, Hermione, kau tak bingung kan?" tanyanya, aku tetap memandang sekeliling. "Well, bandara London telah berubah hampir 180 derajat, kau tau!" katanya. Aku mengangguk mengerti dan mengikuti langkahnya keluar dari bandara.

"Goodbye, Harry." Pamitku. Tapi Harry berlari menghampiriku, seakan ingat sesuatu. Ia kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan buku hitam besar layaknya agenda.

"Ini, aku sudah bilangkan, aku akan memberikan ini," katanya. "Coba kau ingat-ingat, apa ini, goodbye, Mione!" pamit Harry dengan seringaian di wajahnya.

Aku mulai bergidik ngeri dan masuk ke dalam taksi. Karena penasaran aku pun membukannya, dan, oh tidak!

Flashback Off

Dengan ngeri, aku membuka kembali buku ini. Sampulnya terbuat dari kulit berwarna hitam pekat, dan masih terlihat baru, tak ku sangka ia merawatnya sedemikian rupa. Bentuknya lebar dan panjang, besar. Memang sekilas tampa seperti buku agenda biasa, tapi kau tak tau kan, kalau buku menakutkan ini sebenarnya adalah. . .

.

.

.

.

DIARY..!


Haiiii.. *pasang wajah unyu XD

Ini FF multichap terbaru akoooo.. XD

(yang bener aja, yang kemaren aja belon selese, sepi lagi..! u,u)

Ya gpp dink, gpp kan, iia kan..? XD

Btw, utk segmen Dramione'a akn d'mulai dari next chapter..

Aku mau minta maaf diawal nih kalo seandainya next chapter keluarnya lama..

Lagi masa" OWL sih..

Reviewnya yak.. :D