Gekkan Shoujo Nozaki-kun
©Izumi Tsubaki sensei
.
.
A/N: Humor is more difficult than romance. And romance ain't as easy as humor. General is little safe. Romance with a little bit humor, and overall it's general. Well, enjoy it.
.
.
—Hubungan Kita—
by shirenihime
.
Chapter 1
[ Status ]
.
.
.
Tubuh mungil yang serupa guling berputar bagaikan gasing. Sesekali ke sudut utara, sesekali ke selatan. Bahkan ranjang saja dibuat pusing oleh dirinya. Wajahnya kembali memanas, bukan karena pancaran matahari yang mulai menyapu wajah putihnya melainkan mengingat kata-kata Nozaki yang selalu bergema di gendang telinga. Ia tersenyum tipis tapi kemudian memasang wajah tegang. "Apa yang harus aku lakukan hari ini?"
Hari ini terasa lebih menakutkan dari sebelumnya. Sakura Chiyo tidak bisa tenang membayangkan sikap apa yang harus ditunjukkan kepada Nozaki. Apakah hubungan ini benar adanya? Atau hanya mimpi indah yang mampir sesaat dan menyakitkan ketika terbangun? Mana yang benar, Chiyo gamang. Namun kenyataan cukup membuat hatinya meledak-ledak seperti kembang api yang dilihatnya bersama Nozaki tadi malam.
.
.
.
Aku selalu... selalu... selalu...
"—menyukaimu."
Sing—suasana hening seketika. Kembang api yang berpijar kehilangan cahanya. Gemuruh nyanyian yang memekikkan telinga sirna sudah, menghantarkan kata singkat penuh makna dan ketakutan.
Sakura Chiyo bisa melihat garis wajah pria disisinya. Pria itu masih terdiam, matanya menatap gelapnya langit.
Gejolak gadis beryukata ungu itu naik turun tensinya. Berharap kata itu hanya sekilas mampir di telinga Nozaki Umetarou. Pria itu menoleh. Ia mengatakan sesuatu, kalimat yang cukup panjang. Tapi sayang, terpendam dalam rusuhnya tawuran kembang api. Sakura Chiyo tidak dapat mendegar setiap kata yang terucap dari bibir teman spesialnya.
"A—apa?", tanyanya dengan gugup.
Pria itu sedikit tersenyum. Mendekatkan kepalanya hingga mendebarkan hati Chiyo lebih dahsyat lagi.
"Aku juga suka—" Nozaki menjeda kalimatnya. Membuat banjir bandang siap menerjang hati Chiyo. "—hanabi." Lanjutnya. Kemudian ia kembali menarik kepalanya, menatap Chiyo sebentar dengan wajah datar dan berpaling pada cahaya yang mempercantik langit dilanjut dengan gemuruhnya.
"Ah..." lenguh Chiyo mencoba percaya. Hal ini lebih menyakitkan daripada ketidak pekaan Nozaki terhadap perasaannya. Wajah Chiyo menegang, ia mencoba menahan tanggul yang siap jebol dari kelopak matanya. Ia menarik napas cukup dalam, "Jika Nozaki-kun bilang menyukaiku. Itu sulit dipercaya."
Suaranya parau, ia memaksa tertawa. Namun, tawa itu semakin jelas dan keras. "Benar-benar Nozaki." Ia bergerak dari rasa sakit hatinya. Mencoba menerima hal bodoh yang sudah ia alami dari Nozaki. Mata tajam itu mengekor, menelisik tawa Chiyo yang parau.
"Aku juga menyukaimu, Sakura"
"E—?" tawa Chiyo terhenti. "Eeeeeee?"
Anak perempuan itu tidak bisa tenang dan tidak bisa lagi lebih percaya dari ini. Nozaki bisa melihat warna merah tua menutupi seluruh permukaan kulit wajah Chiyo. Kemudian tawa itu berpindah pada bibir tipis Nozaki. Bersamaan dengan nyanyian kembang api.
.
.
.
Mata ungu Sakura Chiyo menelisik setiap ujung koridor. Lalu menyapu nya dengan sangat cermat. Napas lega terdengar dari bibirnya. "Semoga hari ini tidak bertemu dengan Nozaki-kun." gumamnya sangat pelan.
Ketika kemarin ia sangat ingin bertemu dengan pujaan hatinya maka hari ini ia enggan untuk bertemu dengannya. Bahkan Chiyo berencana mangkir dari pekerjaan asistennya.
"Pagi, Sakura."
"Ah. Pagi, Nozaki-kun." seperti biasa Chiyo menunjukkan wajah ceria begitu bertemu Nozaki. "Eh?" ia memasukkan sepatunya ke loker.
"No—No—Nozaki-kun!"
Pria jangkung itu hanya menaikkan sebelah alisnya. Tubuhnya bergeming sesaat, lalu melempar sepatu dengan list merah ke lantai. Mengenakannya dengan santai. "Hm?" Nozaki mengeluarkan kalimatnya. Rencana Chiyo untuk mangkir, gagal total.
"Ayo." ajak Nozaki yang sudah memasukkan sepatunya ke loker. Sementara itu Chiyo masih belum menutup lokernya. Ia gamang. "Yang semalam itu... Nyata, kan?"
Chiyo berjalan disisi Nozaki. Tangannya mengenggam erat tali ransel. Ia ingin menanyakannya, memastikan bahwa itu bukanlah mimpi.
"No—nozaki-kun?" ia memulai.
"Ada apa, Sakura?" ia mengekorkan matanya. Nozaki dapat melihat ujung-ujung poni dan pita polkadot merah Chiyo bergoyang lembut. Kaki jenjang itu terus melangkah. Sementara Chiyo berusaha menyembunyikan rona merah yang akan mencuat begitu saja.
"Yang semalam..." Chiyo menahan kalimatnya. Nozaki masih mengekor dengan sesekali mengarah kedepan, menjaga langkahnya untuk tak menabrak. "...bisakah aku memastikan kebenarannya?"
Langkah Nozaki terhenti, membuat Chiyo unggul satu langkah. Ia menatap lekat mata besar gadis berambut oranye itu. Nozaki menggaruk kepala nya, lalu sapuannya turun ke tengkuk. Ia bingung harus berkata apa. Nyatanya, meski ia seorang mangaka shoujo manga ia tidak bisa bersikap seperti dalam shoujo manga yang mengutarakan cinta dengan gamblang.
"Ng. Tidak usah di pikirkan, Sakura."
Waktu seolah berhenti, menghentikan detak jantung Chiyo. Dunianya runtuh seketika. Air mukanya menegang. Bagaimana bisa ia tidak memikirkan semua itu. Ia mencoba tersenyum walau getir.
"Aku bingung bagaimana menjelaskannya. Tapi," Nozaki berpikir sesaat. "apa kau bisa menginap dirumahku malam ini, Sakura?"
"Eh?" Chiyo benar-benar kalut. Jantungnya menari-nari. "Menginap? Apa Nozaki-kun begitu merindukan ku? Jadi aku dan Nozaki-kun..." Ia menantikan hal ini setengah mati. Rasa malu dan gugupnya beradu menjadi satu kebahagian.
.
.
.
Sebuah langkah besar membawa tubuh tinggi menyusuri lorong kelas. Meskipun langkahnya besar, ia tidak tergesa. Sangat santai. Langkahnya terhenti begitu sampai di depan pintu bertuliskan 2-A. Mata hitam langsung menangkap pita besar berwarna merah dengan bintik putih.
"Sakura." panggilnya. Gadis itupun menoleh, menatap si jangkung dengan malu. Entah bagaimana dia tidak pernah melupakan apa yang telah terjadi semalam. Dan ajakan menginap malam ini, benar-benar membuatnya hampir mati.
"Hai!" katanya semangat seraya melakukan banzai. Chiyo mulai merapikan perlengkapan sekolahnya.
"Hei." interupsi seorang wanita disebelah bangkunya. "Kau itu selalu pulang bersama pria raksasa yang menghalangi jalan itu, ya?" lanjut Seo.
Chiyo melempar pandangannya pada sosok Nozaki yang masih berdiri di depan pintu. Benar-benar menghalangi jalan. "A... Yuzuki..."
"Jangan-jangan kalian pacaran."
"Ah. Itu." Chiyo tidak bisa menjawab dengan pasti. "Bagaimana memberitahunya kalau Nozaki-kun seorang mangaka, dan aku asistennya. Tapi ajakan menginap malam ini..." Chiyo membuang napasnya. "Aku duluan, Yuzuki. Dah!" Ia tak menggubris pernyataan Seo.
"Hei!" teriak perempuan berdada besar itu karena merasa di acuhkan. Ia merelakan sosok kecil itu berlari menggapai Nozaki. Seo Yuzuki melenguh. Ia memanggku kepalanya dengan tangan. "Ada apa sebenarnya?" Ia berdiri dengan cepat. "Terserah saja, aku mau ke klub."
.
.
.
Sepanjang perjalanan tidak ada kata terucap dari keduanya. Bibir mereka bergeming, terkunci dengan gembok bersandi. Tak ada yang memulai. Hampir setengah perjalanan kaki-kaki kecil Chiyo melangkah, kaki jenjang Nozaki menyamakan langkah. Ia tidak bisa jalan lebih cepat dari ini. Tubuh mungil itu tidak akan bisa menyamakan langkah kakinya yang besar.
Chiyo melirik beberapa pejalan kaki yang melewati atau dilewati mereka. Beberapa merupakan gadis dan pria, mereka saling berpegangan tangan. Membuat panas mata ungu Chiyo. Tanpa sengaja pandangannya beralih pada jemari panjang Nozaki yang tergantung bebas. Ada sesuatu dalam dirinya yang ingin menggapai jari itu. Sebelum ia mendaratkan telapak mungilnya, telapak lebih besar sudah menangkapnya lebih dulu. Nozaki menggenggam tangan Chiyo.
"Eh?" rona merah kembali mencuat dari pipi Chiyo. Dengan tiba-tiba Nozaki menarik dirinya hingga ke tepian jalan. Nozaki masih diam. Tidak menjelaskan apapun. Tidak lama, sebuah sepeda lewat menerjang jalan yang tadi dilewati Chiyo.
"Kenapa orang itu mengendarai sepedanya disini?" tanya Nozaki entah pada siapa. Ia melepaskan genggaman Chiyo. "Suzuki tidak akan melakukan hal itu."
"Ah... Nozaki-kun." lirih Chiyo.
.
.
Sakura Chiyo duduk di depan meja yang biasa digunakannya untuk bekerja. Wajahnya mematung tanpa ekspresi. Tumpukan kertas itu menjelaskan semuanya. "Jadi untuk ini kau mengajak ku menginap, Nozaki-kun?" tangannya terus bergerak melakukan beta pada lembar-lembar draft manga Nozaki.
"Tunggu dulu..." gumamnya pelan. Ia menghentikan rutinitasnya. Ia menatap sekeliling ruangan, tiba-tiba saja gong berbunyi dalam jantungnya. Menghentak-hentak tak karuan. Pipinya kembali memerah, "Itu artinya aku dan Nozaki-kun... semalaman... hanya berdua..." Chiyo semakin semangat dalam mengerjakan pekerjaanya.
"Ini, Sakura." Nozaki meletakkan secangkir teh di sisi lengan Chiyo. "Maaf merepotkanmu. Deadline nya benar-benar besok. Dan aku baru sadar banyak sekali halaman yang harus di beta."
Chiyo menoleh dengan senyuman sejuta pesona membuat Nozaki merasa lega. "Tenang saja, aku juga meminta Mikoshiba untuk membantu." imbuhnya mencoba meringankan pekerjaan Chiyo. Alih-alih membuat lebih senang gadis yang duduk dihadapannya itu malah memasang wajah dengan mata tajam dan bibir kaku, tidak lupa sedikit kedutan di ujungnya. Ia melenguh, lalu melanjutkan betanya. "Nozaki-kun banget!"
Nozaki berdiri dan duduk kembali di meja kerjanya. Dia masih harus membuat beberapa panel lagi untuk mengakhiri chapter ini. Pikirannya buntu, ia meletakkan pena di bawah hidungnya mengapitnya diantara bibir atas dan hidungnya yang agak mancung. Matanya sedikit mengekor, memperhatikan seorang gadis yang masih membeta. "Sakura?" panggilnya, dan gadis itu mengangkat kepalanya. "Istirahatlah dulu, tunggu sampai Mikoshiba datang."
"Baiklah." Chiyo meregangkan tangannya, mengapit jari-jari dari dua tangan. Cukup melelahkan melakukannya sendiri. "Hei, Nozaki-kun." panggil Chiyo. Pria itu masih bergeming menatapnya dari tadi. "Kenapa chapter kali ini banyak sekali?"
"Edisi spesial." jawabnya singkat. Chiyo tidak tahu harus bertanya apa lagi. Nozaki masih menatapnya, membuat dirinya serba salah. "A—apa?" tanya Chiyo gugup.
"Ng." Nozaki bangkit dari duduknya. Ia berjalan menghampiri Chiyo, kemudian duduk disisinya. Chiyo menatap heran Nozaki. Ia memerah. Nozaki mengambil selembar kertas dan melakukan beta. "Yang semalam," Nozaki menjeda kalimatnya, membuat Chiyo penasaran. "bagaimana menurutmu?"
"Ba—bagaimana apanya, Nozaki-kun?"
"..."
"No—nozaki,—kun?" Chiyo menegaskan.
Nozaki menghentikan betanya. Pandangannya beralih pada mata ungu Chiyo yang bergetar. Lengan kanan Nozaki bergerak pelan, bertemu permukaan kulit lengan mungil Chiyo. Punggung tangan mereka saling menyentuh. Chiyo mengekor hebat, matanya semakin bergetar. "Tersentuh! Lenganku dan lengan Nozaki-kun. Bersentuhan!"
Nozaki menarik napasnya. Kalimatnya sedikit tercekat di tenggorokan, "Rasanya aneh." katanya. Ia sedikit menoleh menatap tumpukan kertas. "Kau dan aku—"
"Hoi, Nozaki. Aku datang!" suara yang menggema itu berhasil memotong kalimat Nozaki. Chiyo menatap heran, mencoba menebak-nebak apa yang akan dikatakan Nozaki. Sementara itu Nozaki segera menarik lengannya, sebelum terlihat oleh Mikoshiba.
"Wah! Banyak sekali, Nozaki." seru pria berambut merah begitu melihat tumpukan kertas di meja. Belum ada setengahnya untuk di beta. "Kau juga menginap, Sakura-chan?"
Chiyo mengangguk lembut. "Pasti lebih menyenangkan jika menginapnya hanya berdua dengan Nozaki, iya kan?"
Perkataan Mikoshiba mewakili hatinya. Entah Nozaki akan percaya atau tidak.
"Mi—mikorin!"
"Hanya bercanda. Wah wah... kau sampai merah begitu. Apa ada yang terjadi? Hn?" Mikoshiba mendekatkan dudukannya pada Chiyo. Menggoda gadis itu untuk bicara.
"Ini." Nozaki memberikan kertas pada Mikoshiba. "...dan ini." selanjutnya sebuah pena tinta. "be—ta." tegas Nozaki.
"Baiklah. Baiklah." Mikoshiba pasrah. Ia melakukan beta bersama Chiyo dan, Nozaki kembali ke meja kerjanya.
Hati Chiyo terganjal dengan perkataan Nozaki. "Kau dan aku, apa?" Chiyo mengacak rambutnya. Mikoshiba yang melihat hal itu jadi ikut terheran. Dia ingin bertanya tapi pekerjaan mereka masih banyak. Ia bahkan tidak yakin akan menyelesaikan semuanya hari ini.
"Hei, Nozaki." yang dipanggil menoleh, yang memanggil membeta. "Kenapa kau buat banyak sekali beta dalam mangamu? Lalu, chapter ini lebih banyak dari biasanya, iya kan?"
"Ya. Chapter ini untuk edisi spesial. Jadi jumlah halamannya dua kali lipat. Tanpa kusadari ternyata banyak halaman tang harus di beta. Maaf merepotkanmu juga, Mikoshiba."
"Hn, ya. Tapi," Mikoshiba melirik kearah jendela. Langit sore sudah menjadi hitam dan pekat. "bagaimana dengan Sakura-chan? Memangnya tidak apa, Nozaki? Kau kan belum pernah di inapi anak perempuan."
Mata Chiyo menajam, ia berhenti membeta. Ditatapnya lekat sang pemilik mata hitam. Pria itu juga tengah menatapnya. Seolah mereka saling bicara. "Be—benarkah? Aku yang pertama, Nozaki-kun?"
"Tidak." jawabnya singkat. Ia meletakkan pena di kepalanya. Mencoba mengingat sesuatu. Dan, hati Chiyo hancur begitu saja.
"Siapa perempuan itu, Nozaki-kun!"
"Teman perempuan ku pernah ada yang menginap."
"Se—serius, Nozaki?!"
"Ya." Nozaki melipat tangannya. "Tetangga sebelah."
Chiyo mematung. Terlalu dekat, bagaimana bisa ia tidak mengetahui ini padahal ia sudah mengumpulkan semua informasi tentang Nozaki.
"Hei, bagaimana Sakura-chan?" bisik Mikoshiba. "Kau bukan yang pertama." lanjutnya berhasil membuat tegang tubuh Chiyo.
.
.
"Ah! Akhirnya!" Mikoshiba merentangkan tangannya. Ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Seragam putihnya sudah tidak terpasang lagi, ia hanya mengenakan kaos oblong berwarna merah. Meja kerja asisten sudah rapih dari kertas. Yang tersisa hanyalah piring-piring yang telah tandas dari lauk dan juga nasi. "Aku kenyang. Dan sekarang mengantuk." Mikosiba menguap lebar, buliran air tersisip di ujung kelopak matanya. "Kau tidak mengantuk, Sakura-chan?"
"Aku bingung."katanya. Ia melirik Nozaki yang sedang membawa piring kotor ke dapur. "Mau ku bantu, Nozaki-kun?"
"Hei! Kau tidak menjawab pertanyaanku, Sakura-chan."
"Iya. Aku juga mengantuk, Mikorin." ia meletakkan piring kotor di westafel. "Biar aku saja." tangannya merebut spons dari genggaman Nozaki.
"Jika kau mengantuk tidurlah, Sakura."
"Benar." sambar Mikoshiba. "Tidurlah, nanti saja menjadi istri yang baiknya."
Kedua pasang mata menatap pemilik rambut merah. Nozaki merasa ingin menggundulinya. Sementara Chiyo ingin mencucinya hingga warna merah itu luntur—walau tidak mungkin. Gadis rambut oranye mengacuhkan wajah ketakutan itu."Aku bingung harus tidur dimana, Nozaki-kun." ia tertawa sedikit. Wajar saja, mengingat ke dua orang yang ada diruangan ini adalah laki-laki. Ia tidak mungkin tidur sembarangan.
"Dikamar." jawab Nozaki singkat. Ia kembali ke meja kerjanya, meninggalkan Chiyo dalam kecanggungan. Ia menoleh pada Mikoshiba. Matanya berpijar bahagia.
"Kamar, katanya?"
"Jangan menatapku seperti itu!" Mikoshiba pun memerah dengan kesal. Sepertinya pria ini dendam dengan mereka berdua yang telah lancang memelototinya.
.
.
Lampu ruang tengah masih menyala. Kesunyian merelungi seisi ruangan. Telinga pria tinggi itu dapat mendengar suara detakan jam dinding. Bahkan dengungan nyamuk yang mampir ke tengkuknya. Ia melirik jam mejanya, sudah pukul tiga pagi. Dan ia baru selesai membuat gambar untuk lembar yang terakhir. Ia belum membetanya, dia juga sengaja untuk tidak membuat latar macam-macam. Meskipun kemampuan menggambar latarnya tidak sebaik Hori, tapi ia sudah cukup mengalami perkembangan. "Tinggal membeta." ia merebahkan tubuhnya pada kursi. Lehernya sedikit kaku karena terlalu lama menunduk. Ia menatap Mikoshiba yang tertidur pulas di futon. Lampu kamarnya sudah mati, itu tanda Chiyo juga sudah masuk kedalam mimpinya.
Nozaki menarik napas, ia segera bergerak untuk menyelesaikan deadline nya. Karena diruang tengah sudah di gelar futon ia terpaksa menyelesaikannya di meja kerja yang tidak terlalu luas.
"Kau belum tidur, Nozaki-kun?" Sakura Chiyo berjalan menghampiri Nozaki. Langkahnya di buat hati-hati begitu melewati Mikoshiba.
"Apa aku membangunkanmu, Sakura?" Nozaki melihat mata lelah di iris ungu Chiyo. Gadis itu menguap dengan tangan kecil dimulutnya. Ia menggeleng.
"Tidak. Aku hanya haus."
"Duduklah." Nozaki bangun dari duduknya. Ia memegang ujung sandaran kursi. "Akan ku ambilkan air untukmu."
"Ya. Terimakasih." balas Chiyo. Ia melihat-lihat beberapa lembar terakhir yang baru saja selesai di beri tone oleh Nozaki. Ia membaca setiap panel dengan serius, namun uap karbondioksida tetap memaksa keluar dari mulutnya.
"Ini." Nozaki menyodorkan air mineral. "Apa ada yang kau butuhkan lagi?" Chiyo menggeleng dengan lembut, takut kalau ia akan tersedak. Matanya melirik jauh keatas. "Kalau begitu, tidur lagi."
"Apa kau belum selesai juga?"
"Hanya tinggal melakukan beta." Nozaki melirik kertas-kertas di mejanya.
"Biar ku bantu."
"Tidak... tidak. Kau istirahat, saja."
"Aku sudah cukup istirahat, Nozaki-kun. Sekarang giliranmu."
Nozaki mengakui, ia juga sangat mengantuk. Terlebih kepala dan tengkuknya mulai sakit. Tapi, ia tidak bisa membiarkan Chiyo yang begadang. "Kau setengah, aku setengah." ia memberi solusi.
Mereka melakukan beta secara bersamaan. Berbagi meja kecil sebagai alas. Sesekali Chiyo menguap dan mengerjapkan matanya, namun selalu ia akhiri dengan senyuman manis yang dahsyat. "Kau, duduklah." pinta Nozaki. Ia kembali berdiri. Sedaritadi, Chiyo terus berdiri dan Nozaki yang duduk. Bukan karena tidak tahu diri dengan tubuh kecil itu tapi, akan sulit bagi tubuh tingginya untuk melakukan beta sambil berdiri.
"Tidak. Aku hampir selesai, Nozaki-kun."
"Tidak apa. Sekalian selesaikan punyaku juga."
"hii! Nozaki-kun!"
Kursi itu akhirnya diambil alih oleh Chiyo. Nozaki duduk bersandar pada tembok di sisi meja kerjanya. Ia menyandarkan kepala ke kaki meja, mencoba menahan kantuk. Lalu matanya teralih pada Mikoshiba tanpa sengaja, "Wajah Mikoshiba itu benar-benar bikin ngantuk." ujar Nozaki spontan. Chiyo yang membeta langsung melihat ke arah Mikoshiba.
"Habisnya Mikorin menenangkan, sih..." sambar Chiyo sedikit tertawa. Nozaki mengangguk tanda setuju.
"Sudah selesai?"
"Empat lembar lagi"
"Hn..." pandangan Nozaki lurus dari sandaran kepalanya. Ia bisa melihat sepasang kaki mungil tengah menari bebas di udara. "Tak ku sangka. Ternyata celana itu pas untukmu." guman Nozaki tat kala celana pendeknya saat masih smp membalut pinggang Chiyo hingga lutut.
"Hmm?" Chiyo melirik kebawah. Tepat ke pahanya. Dengan segera ia memutar tubuhnya kesisi lain yang tak bisa dijangkau oleh mata hitam Nozaki. "No—nozaki-kun!"
"Ah. Warui.. warui... aku tidak mengintipmu, Sakura. Hanya kebetulan terlihat."
"Yang kebetulan terlihat itu, apa? Apa, Nozaki-kun!"
Tiba-tiba suasana menjadi hening. Tidak ada suara yang lebih menggema dari detakan jam dinding yang sudah menyentuh pukul setengah empat. Chiyo membeta dengan debaran luar biasa di jantungnya. Ia sedikit mengekor pada Nozaki yang agak mengantuk. Kepalanya jatuh beberapa kali, lalu tersadar dan terjatuh lagi, begitu seterusnya sampai ia benar-benar tertidur.
"Nozaki-kun." Chiyo berusaha membangunkannya. Ia bisa melihat wajah lelah yang manis. "Aku sudah selesai. Tidurlah dengan benar." Nozaki mengerjapkan matanya beberapa kali. Hingga bisa melihat dengan jelas wajah Chiyo yang hampir kusut.
"Kau sudah selesai?" tanyanya. Chiyo mengangguk. Nozaki kembali melihat Mikoshiba yang tertidur sangat pulas. "Sakura." panggil Nozaki ketika Chiyo berdiri hendak kembali ke kamar Nozaki. Gadis itu belum sempat melangkahkan kakinya. "Tentang yang kemarin," Nozaki sedikit menguap. Ia kembali melirik Mikoshiba, memastikan ia benar-benar tidak terbangun.
"Kau dan aku. Sebaiknya bagaimana, Sakura?"
Chiyo agak mengantuk. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih. "Aku menyukaimu, kau menyukaiku. Kita sepasang kekasih, sekarang?" tanyanya spontan. Tanpa filter, tanpa pemikiran. Chiyo dalam keadaan normal akan berpikir berkali-kali untuk mengatakannya.
"Ya." jawab Nozaki singkat.
Chiyo bergeming. Otaknya sedang memproses sesuatu. Wajah datar dan tegas itu menatapnya statis. Perlahan tapi pasti wajah Chiyo memerah. Senyum tipis terumbar dari bibir Nozaki. "Kau tidak berpikir ya, Sakura?" ia tertawa lagi. Sementara Chiyo menenggelamkan wajahnya di telapak tangan.
"No—nozaki-kun!" suaranya teredam oleh telapak tangan.
.
.
.
"Baiklah, aku pulang Nozaki." Mikoshiba melemparkan lambaian tangannya. Ia pergi lebih dulu karena rumahnya tidak terlalu jauh, sedangkan Chiyo harus ke stasiun dengan Nozaki. Selama Nozaki yang meminta anak itu, maka ia yang bertanggungjawab mengantarnya—meski hanya sampai stasiun.
"Sakura. Tunggu sebentar, aku mau ambil kunci dulu."
Chiyo menunggu di depan pintu. Ia melihat seorang anak kecil yang baru saja keluar dari pintu ketiga dari apartemen Nozaki. Gadis itu memberi salam kepadanya. "Manisnya..." gumam Chiyo.
"Ada apa, Sakura?" Nozaki keluar dan mengunci pintunya. Ia melihat kearah mata ungu Chiyo menatap. "Oh." katanya. "Dia tetanggaku yang waktu itu menginap."
"E?" Chiyo melempar tatapannya pada Nozaki. "Eeeeeeeee!"
"Nozaki-kun!"
.
.
.
[ Chapter 1 ]
Status
[ End ]
.
Masih bersambung ...
