Uta no Prince-Sama © Broccoli.
-Kaoru/Natsuki/Syo-
((Love is...))
[ Karena perasaan cinta seorang Kurusu Syo hanya akan menjadi satu rahasia kecil, tersimpan dan terkubur dalam-dalam bersama jasadnya. ]
Aku tidak percaya bahwa hari ini akan tiba. Maksudku, aku sudah tahu bahwa cepat atau lambat saat ini pasti akan datang, tapi aku belum siap. Aku mungkin tidak akan pernah siap jika harus melepasnya. Aku selalu menikmati hari-hari bersamanya, menghabiskan waktu mengejar dan memeluknya.
Orang lain tak akan mengira bahwa tubuh mungilnya itu sebetulnya rapuh. Seseorang yang mengenalnya dua-tiga tahun belakangan tak akan mengira bahwa sosok berapi-api itu pernah mengalami titik terlemahnya dan depresi sepanjang malam akibat vonis penyakitnya. Aku tak tahu, tapi aku yakin, bahkan Hyuuga-sensei pun tidak pernah tahu bagaima penggemarnya itu sudah melewati banyak perjuangan untuk meraih impian menjadi seorang idola.
Seluruh emosi dan perasaannya dapat terbaca jelas di wajahnya. Aku tahu jika dia sedang depresi walau dia diam saja. Aku tahu ia ingin menangis walau ia hanya duduk dan memandang kosong keluar jendela. Aku tahu dia sedang kesal padaku jika kupeluk. Aku tahu dia tidak pernah membenciku walaupun nada suaranya selalu tinggi jika berhadapan denganku. Tapi Aku tidak pernah tahu bagaimana perasaannya padaku.
Aku selalu menyukainya, bahkan sejak kami bertemu pertama kali. Aku jatuh cinta pada semangatnya, bagaimana ia pantang menyerah pada kehidupan. Bagaimana ia tetap bertahan dengan tubuh ringkihnya. Aku menyukai semua perubahannya, hingga tanpa sadar aku selalu mendukungnya lewat permainan musik. Melodi yang kualunkan untuknya adalah yang paling jujur dan ia tidak pernah tahu bagaimana aku berterima kasih atas kehadirannya dalam nada-nada biolaku.
Tanpa sadar aku dan dia menjadi semakin dekat. Hingga perasaan itu terus tumbuh bagai kecambah yang disirami. Tak ada yang lebih menggemaskan dibanding racauannya. Dia mungil dan lucu, serta ramah dan hangat, sama seperti adiknya. Dia dan adik kembarnya amat penting bagiku. Kami selalu main bertiga ketika kecil dan rasa itu terus tumbuh untuknya. Satu-satunya hanya untuknya.
Aku tak pernah mengerti mengapa ia terus menghindar. Dia menolak bertatapan denganku. Dia menolak pelukanku. Seolah menganggap seluruh afeksiku hanya omong kosong. Aku tak pernah tahu apakah dia hanya menganggapku sebatas teman? Atau malah membenciku?
"Kaoru-kun," lirihku, masih tak mampu untuk mengangkat kepalaku. Lorong rumah sakit seolah begitu pengap tanpa udara. Mencekik dan membuatku tersiksa, melenyapkan seluruh tenagaku. "Boleh aku memelukmu?"
Aku tidak pernah tahu bagaimana perasaannya padaku.
Sampai akhirnya dia kolaps setelah acara talk show selesai dan dibawa ke ruangan dingin di ujung sana. Dia tak pernah keluar lagi. Dia tak akan siuman dan menyapaku lagi. Aku tidak akan tahu bagaimana perasaannya terhadapku. Aku tidak tahu. Tidak akan pernah tahu.
—Shinomiya Natsuki.
Aku tak mampu bicara lagi ketika melihat sosok Natsuki. Dia duduk lemas dan membenamkan kepalanya di dadaku. Dia tak berkata apapun, tapi aku tahu kalau dia sedang menahan tangis. Tangannya yang memeluk punggungku gemetar, sesekali mencengkram bajuku.
Hatiku sama tersayatnya denganmu. Aku tak percaya bahwa hari ini akan tiba.
Aku masih tak percaya saat kau meneleponku tadi sore. Kakakku jatuh dan tak sadarkan diri. Kautahu, aku langsung membanting pensilku dan hengkang dari kelas. Aku tak peduli guruku memanggil-manggil, yang ada di kepalaku hanya Syo-chan.
Natsuki, kuharap kau bercanda saat meneleponku dan bilang ini hanya kejutan sebuah acara televisi yang kalian hadiri. Aku tak bisa membayangkan kalau kakak yang sangat kusayangi, belahan nyawaku akan pergi secepat ini, padahal aku bahkan belum lulus dari sekolah kedokteran. Aku masih ingat, motivasiku menjadi dokter adalah Syo-chan.
Aku sama denganmu, Natsuki. Aku tak punya tenaga lagi, bahkan untuk sekadar menyangkal kenyataan.
Aku tahu bagaimana perasaan sedihmu, Natsuki. Seberapa besar perasaan itu dan seberapa pedih hatimu tersayat.
Aku paham, seluruh hatimu hanya untuk Syo-chan dan akan tetap begitu. Aku selalu memerhatikanmu. melihat senyummu, kebaikanmu dan seluruh yang ada pada dirimu. Aku bisa tersenyum melihat bagaimana caramu memperlakukan kakakku, begitu manis dan hangat. Aku juga bisa bersedih saat luka lamamu terbuka dan kepribadian lainmu akan mengamuk tak tentu.
Tapi satu hal yang pasti, aku mencintaimu, walau mungkin tak akan bisa menandingi dalamnya cintamu pada Syo-chan.
Aku di sini. Memelukmu, mengusap lembut punggungmu, mencoba menjadi sandaranmu, berusaha menghapus airmatamu, membalas pelukanmu setegar mungkin, walau aku sendiri ingin histeris hingga pita suaraku robek. Aku berharap ini semua hanya mimpi buruk.
Hei, jangan menyiksaku. Jangan membuat hatiku hancur lebur dengan menangisi Syo-chan di depan mataku. Kakak yang kusayang telah pergi dan orang yang kucintai menangisinya. Ada yang lebih buruk dari ini, Natsuki? Tak adakah sepotong hatimu yang dapat kumiliki? Sepotong saja, untuk menjadi penghiburan bagiku yang telah kehilangan sepotong hati dalam hidupku?
—Kurusu Kaoru.
Aku tak pernah menyangka bahwa hari ini akan datang begitu cepat. Waktu benar-benar berlalu bagai laju anak panah. Rasanya baru kemarin aku terkulai lemas dan menangis tengah malam karena mendengar putusan dokter mengenai jantungku. Rasanya baru beberapa waktu lalu aku bertemu Hyuuga-sensei dan menjadi penggemar setianya. Rasanya…. Entahlah.
Rasanya baru kemarin aku berjanji akan menemani Natsuki dalam proses pemotretannya di majalah. Kautahu, dia sangat menawan dalam sosoknya sebagai Gravure Idol. Siapapun tak akan menyangka bahwa dia memiliki kegemaran pada sesuatu yang imut.
Maaf. Aku mengingkari janji itu.
Kupikir aku hanya kelelahan biasa dan akan pulih setelah beristirahat semalam di rumah sakit. Rupanya aku salah. Sepertinya jantungku sudah mencapai batasnya dan aku sudah harus pergi, memenuhi janjiku di umur dua belas tahun untuk mati.
Hei, kalian tahu? Aku juga ingin menangis melihat airmata kalian. Angkat kepalamu, Natsuki. Usap airmatamu, Kaoru. Aku tak suka melihat kalian begitu muram. Hei, kalian tahu, aku di sini, merasa cukup bahagia melihat kalian berdua berpelukan. Melihat adik dan orang yang kucinta berpelukan membuatku merasa lebih baik.
Memori tentang kalian tak akan lekang begitu saja. Semua tersimpan dalam-dalam. Aku masih ingat saat bermain, memakan kue dan bertengkar dengan Kaoru. Kau adik yang benar-benar dapat diandalkan, ah, mungkin seharusnya aku yang jadi adikmu. Kau bisa menentukan sendiri masa depanmu, bahkan lebih dulu dariku sebelum menemukan mimpi untuk menjadi seorang idola. Kau menjagaku, mencegahku untuk melakukan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuhku,
Kaoru, aku tidak akan dapat membalas semua kasih sayangmu, kautahu? Aku tidak akan sanggup memberikan hal sepadan dengan pemberianmu, walau seluruh kekayaan laut sudah kukuras habis.
Tidak ada yang dapat kuberikan padamu, namun ada satu yang dapat kujaga dan kuserahkan. Kuharap itu cukup untuk mengobati luka hatimu.
Natsuki. Shinomiya Natsuki. Kau pasti familiar dengan nama itu bukan? Nama yang selalu menggantung dalam pikiranmu jika kusebutkan satu judul lagu romantis?
Kurasa kau pasti masih ingat bagaimana kita bertemu dengannya.
Aku masih ingat ketika cahaya mulai tampak dari kedua bola mata Natsuki. Sejak saat itu, kita selalu main bertiga. Dia tidak pernah bercerita kenapa dan apa yang terjadi padanya di masa lalu sampai keadaannya jadi kacau, seperti seseorang yang gangguan jiwa. Aku tidak pernah tahu, sampai akhirnya kacamata itu terlepas dari wajahnya. Kamu hampir saja dicekik, Kaoru. Aku mencoba menolongmu dan memukul Natsuki, walau akhirnya gagal dan aku pingsan. Esok harinya, orangtua Natsuki meminta maaf pada keluarga kita dan menceritakan semuanya. Tentang Natsuki. Tentang cinta pertamanya. Tentang Sebuah Pengkhianatan. Tentang lagu dan karya-karyanya. Tentang Satsuki. Tentang luka hatinya yang menganga.
Dan aku tak pernah menyangka bahwa bertahun-tahun di masa depan, diriku akan datang, memberinya sebuah harapan. Menawarkan hatiku. Menawarkan cinta yang sama padanya.
Itu berarti sebuah pengkhianatan yang sama.
Kaoru, aku menyadari perasaanmu pada Natsuki dari cara bicaramu, bagaimana kau memilah kalimat untuk menggambarkan Natsuki. Bagaimana kau bercerita tentang si jangkung itu. Aku menyadarinya dan aku sama sekali tidak cemburu. Jujur, aku benar-benar tidak cemburu.
Kaoru, aku menutup rapat-rapat perasaan itu, menimbunnya sedalam mungkin agar tak muncul ke permukaan. Biarlah seperti ini. Biarlah tetap begini. Aku aku tak sanggup melihatnya kembali terluka. Karena kebahagiaannya, adalah kebahagiaanku juga.
Biarlah itu menjadi satu rahasia pasti. Tak akan ada yang tahu bahwa seorang Kurusu Syo mencintai Shinomiya Natsuki. Aku harus terus menjaga jarak, menjaga hubungan kami tetap aman. Menjaga Natsuki dari orang lain yang mencoba mengambil hatinya, karena yang memiliki Natsuki pada akhirnya hanya Kaoru. Aku hanya akan menyerahkan Natsuki pada Kaoru, bukan orang lain.
Ketika akhirnya detak jantungku berhenti, kurasa aku sudah berhasil menjaganya. Sesuatu yang bisa kuserahkan pada Kaoru. Sebuah cinta yang bersambut antara dua orang yang kusayangi. Aku mencintai kalian berdua.
Bukankah ini ending yang terbaik?
—Kurusu Syo.
End.
Jadi… judulnya gak mutu sih iya ... aku lagi ga ngerti cara kasih judul gimana hshshs. Ini dari event nulis random yang menjelma menjadi fanfic, juga gegara saya kesentil feels di TL fesbuk XDD kuharap penulisanku meningkat :x
~Aya.
