Always Connected by naminazeela
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pair : Naruto x Hinata, Sasuke x Sakura, and other
Genre : Friendship and Romance
Warning : AU, typo mungkin, penempatan tanda baca tidak sesuai, OOC mungkin, mainstream, terlalu banyak percakapan dan kekurangan lainnya.
Summary :
Setelah setahun bersama di kelas 1-1, kini mereka harus berpisah kelas di tahun kedua mereka. Akankah persahabatan mereka tetap terjalin?/Kita akan tetap saling terhubung,'kan?
My First Fic
Enjoy~ :)
~Grade 2-1~
"Gaara! Neji! Bisakah kalian tunjukkan semangat kalian?! Kalian yang seperti ini terlihat seperti Kakashi-sensei!"
Neji dan Gaara hanya bisa menghela nafas pasrah. Kenapa dari sekian banyak murid kelas 1-1 dulu mereka harus kembali sekelas dengan makhluk mangkuk ini?
"Lebih baik daripada seperti Guy-sensei." Ucap Gaara datar.
Neji mendelik ke arah Gaara. Berani sekali Gaara berkata seperti itu di hadapan 'anak'nya Guy-sensei sendiri. "Kalau kau berkata seperti itu, sama saja seperti meledek Chouji gendut." Neji berbisik pada Gaara yang duduk di samping kanannya, berusaha agar Chouji tidak mendengar, tersinggung, lalu minta ditraktir Shikamaru.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Tanya Gaara.
Manik lavender Neji mendapati Lee yang sudah mengepalkan tangannya dengan mata yang berapi-api dan aura hitam yang mengelilinginya. Neji menatapnya datar lalu kembali menoleh ke arah Gaara. "Menutup telingamu."
Gaara mengikuti apa yang Neji katakan. Untungnya dia langsung menutup telinganya. Karena satu detik setelah itu Lee sudah berkobar-kobar di depan kelas yang pasti merutuki Gaara yang sudah seenaknya menghina –menurut Lee– guru kesayangannya itu.
Neji dan Gaara kembali menghela nafasnya. Ini sudah dipastikan menjadi kegiatan baru mereka selama masih sekelas dengan Lee. Kedua orang berparas tampan itu merutuki nasib buruknya.
Oh, ayolah. Apa tidak ada yang lebih menyenangkan yang mampu membuat mereka betah di sini?
"Apa kalian mau keripik kentang? Aku kenyang." Well, sebuah keajaiban Chouji bisa kenyang.
Tapi lumayan bukan bisa menghemat uang saku, eh, Gaara? Neji?
"Tentu saja aku mau!" Dan kemudian keripik kentang itu sudah tidak selamat akibat Lee berhasil memakannya dengan semangat masa mudanya.
~Grade 2-2~
"Aku tidak bisa membayangkan kalau tidak ada kau, Tamaki-chan." Tenten menghela nafas pasrah persis seperti yang dilakukan Neji dan Gaara. Tenten hanya sedang merutuki nasibnya yang harus kembali sekelas dengan duo Kiba-Shino. Sebenarnya Shino bukan masalah, serangganyalah yang menjadi masalah. Karena menurut Tenten hanya Shinolah satu-satunya orang yang selalu membawa serangganya saat sekolah.
Tamaki yang mendengarnya hanya tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Terlihat sangat lembut dan anggun. 'Oh, sangat disayangkan kenapa gadis seanggunnya bisa menjalin hubungan dengan manusia pencinta anjing itu.' Batin Tenten. Tenten hanya harus berpikir keras tentang ini. Sasuke bahkan belum punya kekasih, kalau kau mengerti maksudnya.
"Kenapa kalau tidak ada Tamaki-chan?" Tanya Kiba ketus, tidak pakai teriak pula. Ia yakin ini ada hubungannya dengan dirinya.
"Tentu saja kau tidak akan melakukan aksi gilamu! Kau pasti akan menjaga image-mu di depan Tamaki-chan." Jelas Tenten.
"Ano…menurutku bukan karena itu, Tenten-chan. Kiba-kun pasti kesepian karena tidak ada Naruto. Makanya dia jadi pendiam. Hihihi…" Tamaki memberi pendapat. Setelah dipikir-pikir mungkin benar, karena tahun lalu saat mereka semua sekelas Kiba sangatlah berisik bersama Naruto walaupun di depan Tamaki.
"Souka? Jadi karena tidak ada Naruto?" Gumam Tenten. Tenten pasti akan mengucapkan banyak terimakasih bagi guru siapapun yang memisahkan Kiba dengan Naruto.
"GYAA! SHINO! Apa yang kau taruh di kolong mejaku?!"
Tapi kalau setiap hari seperti ini, tetap saja Tenten harus menutup telinganya.
~Grade 2-3~
"Berpisah kelas dengan Dobe adalah sesuatu yang dapat dibanggakan." Uchiha berparas tampan itu menelungkupkan wajahnya di lipatan kedua tangannya. Sebuah keberuntungan dia tidak sekelas dengan Naruto, walaupun dia sekarang sekelas dengan Shikamaru yang tidak begitu dekat dengannya.
"Kukira kau lebih menginginkan sekelas dengan sahabat sejatimu itu, heh?" Shikamaru tersenyum miring. Dia juga sebenarnya sedikit merasa lega saat tahu tidak sekelas lagi dengan Chouji yang selalu menempel dengannya. Tapi ada rasa sedikit rindu juga sih, ciah.
Sasuke tertawa pelan, benar juga. Rasanya mungkin aneh tidak ada yang menganggunya setiap waktu seperti Naruto. Tapi kapan lagi dia bisa menikmati hidup tanpa suara cempreng khas si kuning jabrik itu?
"Apa kelas ini kelas unggulan?"
Temari menggumam pelan. Pasalnya di kelas ini ada duo Nara -Uchiha, si jenius dari kelas 1-1 dulu. Tapi kalau memang kelas unggulan harusnya ada Neji dan beberapa murid pintar lainnya.
"Tidak mungkin Temari-chan. Di sekolah ini tidak ada yang namanya kelas unggulan, semua kelas disama ratakan." Sahut Matsuri tidak setuju, lihat saja di kelas 2-1 ada Neji dan Gaara, contohnya.
"Daripada dibilang kelas unggulan, lebih cocok disebut kelas paling normal." Shikamaru yang baru saja bangkit dari alam bawah sadarnya –telungkupan wajahnya– berceletuk membuat Temari dan Matsuri bingung dibuatnya.
"Kenapa begitu?" Tanya Matsuri.
"Kuberi contoh, di kelas 2-1 ada Lee, di kelas 2-2 ada Kiba. Di sini, Sasuke si pangeran dingin itu tidak akan banyak bicara, aku juga begitu. Kalian, walaupun Temari agak bawel…" Temari menunjukkan deathglare terbaiknya membuat Shikamaru bergidik ngeri. "…ya, ya, aku hanya memberi contoh. Setidaknya kalian tidak seheboh duo penggemar sejati Sasuke itu…"
~Grade 2-4~
"Ini pasti salah! Salah! Aku pasti harusnya ada di kelas 2-3, oh, tidak mungkin!" Sakura memekik dramatis.
Ia melirik dengan mata sesipit mungkin ke arah Sai yang duduk di belakangnya dengan posisi badan menyamping. 'Kenapa?! Kenapa harus dengan makhluk tak berperasaan ini lagi?!' Batin Sakura yang juga dramatis. Terlalu banyak nonton drama negara sebelah, katanya.
Ia lalu melirik seseorang di sebelah Sai –di sini satu meja satu siswa– masih dengan mata menyipit dan bibir mengernyit lucu. Di sana ada Naruto ternyata. 'Kenapa juga harus dengan pirang bodoh itu lagi?!'
"Terima saja nasibmu, jidat. Kau memang tidak ditakdirkan dengan Sasuke-kun sepertinya." Sakura melirik lagi seseorang di depan Naruto. Ino, sahabatnya sedari kecil yang tidak pernah sependapat dengannya. Entahlah itu bisa disebut sahabat atau tidak.
"Sayangnya kau juga senasib denganku, gendut." Ujar Sakura sinis. Tidak peduli dengan aura di sekitar Ino yang mulai menggelap. Siapa yang berani melawan Sakura?
"Jadi kau bilang aku gendut, begitu?!"
"Ya, dan orang gendut sepertimu tidak akan mendapatkan Sasuke-kun!"
"Aku ini tidak gendut! Kau juga, orang yang memiliki jidat selebarmu mana mungkin dipilih Sasuke-kun!"
"Jidat lebarku ini seksi, tahu!"
Naruto hanya bisa menatap kedua orang itu jengah. Sekilas ia melirik ke arah Sai yang masih sibuk dengan kertas gambar dan pensilnya. Lalu kembali melirik ke arah dua orang yang sedang mendebatkan siapa-yang-pantas-mendapatkan-Sasuke itu. 'Kenapa mereka berdua harus sekelas lagi?'
Naruto menoleh ke arah kirinya. Orang yang selama ini diam-diam diperhatikannya. Hyuuga Hinata namanya, orang yang bisa mengalihkan perhatiannya dari Sakura. Ah, wajahnya itu. Mata bulannya yang indah, bulu matanya yang lebat, surai indigonya yang halus dan harum, hidung mungil nan mancung, kedua belah pipi yang selalu merona, dan jangan lupakan kedua belah bibir yang semerah delima itu.
"Naruto-kun?" Hinata memiringkan kepalanya saat melihat Naruto sedang memperhatikannya intens.
"Hm?" Naruto hanya menjawab dengan deheman, masih terus menatap Hinata.
"A-apa ada yang salah dengan wajahku?" Hinata menutup wajahnya dengan kedua tangannya, malu kalau saja ada sesuatu yang aneh di wajah cantik itu.
"Tidak ada, kok. Masih sama seperti kemarin." Hinata mengerutkan keningnya bingung. Naruto nyengir. "Masih sama manis, sama cantiknya."
Kelas seketika serasa hening. Ino dan Sakura yang sedari tadi masih berdebat menengok ke belakang. Sai yang sedang menggambar juga ikut menoleh. Murid-murid yang lain entah kemana. Hinata menundukkan wajahnya yang merona sambil tersenyum malu-malu.
"Gombalanmu basi, Naruto." Sai berkomentar dengan senyum palsu menawannya menghiasi wajahnya.
Naruto langsung menoleh ke arah Sai. "Urusai!" Naruto berteriak kencang di depan wajah Sai. Kenapa juga harus sekelas dengan orang yang selalu menyakitkan hati seperti dia? Pikir Naruto miris.
'Naruto sudah mulai sadar, ya?' Sakura tersenyum dalam hati. Akhirnya Naruto sedikit menunjukkan sikapnya terhadap Hinata. Karena selama ini Sakura tahu kalau Hinata suka dengan Naruto, hanya memang dasarnya dari lahir Naruto itu tidak peka. Ino juga tersenyum senang.
'Hinata akan segera mendapatkan pangerannya kurasa.'
TBC
Aku author baru di sini masih newbie banget, hanya mencoba membuat fanfic tentang Naruhina dan lainnya, hehe. Ini baru chapter pertama, atau disebutnya prologue, ya? Jadi kalau banyak yang tertarik aku lanjut, kalau nggak aku delete deh jadi, mind to review?:)
