WARNING: Gaje, OOC, ga nyambung, typos, AU, All humans, de el el
DISCLAIMER:
Rumiko Takahashi-sensei owns InuYasha
Author's note: Ini fanfic pertama saya yang saya usahain bakal jadi multichapter :'D semoga aja nyambung dan ga ngebosenin yak. Makasih buat yang mau baca, pengisian kotak review betul-betul direkomendasikan lho ^^
Summary: Seorang murid yang menyukai gurunya sendiri. Namun sang guru tahu, bahwa ia tak pantas untuk menjalin sebuah hubungan tertentu bersama si murid yang notabene terpaut dua belas tahun lebih muda dari dirinya. Membuatnya harus mengalihkan sekian perhatian kepada sang mantan masa silam yang dulunya tak sempat ia lupakan...
.
"Sunset Rain"
"Ah—aku tidak percaya! Tunggu aku, Inuyasha. Perlambat sedikit langkahmu!" pekik seorang gadis SMA yang berusaha memperbesar langkahnya untuk menyusul laki-laki yang sudah jauh berjalan mendahuluinya.
"Dasar kaki pendek." Cibir Inuyasha tetap bertahan pada lajunya.
Kagome mendengus. Kemudian berlari mengejar orang itu dengan tergopoh-gopoh.
.
-oOo-
.
"Kikyo... aku—masih mencintaimu."
Pada akhirnya suara bariton itu mengucapkan kekata yang telah sekian lama ia timbun dalam-dalam. Mendengar semuanya, sang gadis memaku. Terdiam di antara keremangan gulita yang menelan. Tubuhnya seketika beku. Lidahnya kelu. Tak ada yang dapat ia dengar selain detak jantungnya sendiri. Seorang pria di hadapannya masih menatapnya begitu lurus. Bertitik pada sepasang mata yang kemudian melahirkan buliran hangat nan bening. Ia merasa tak lagi sanggup untuk terus menahannya—
Pria itu meraih kepala Kikyo. Merangkulnya begitu erat ke dalam dada bidangnya dan lengannya yang kokoh. Membuat kristal-kristal jernih itu semakin tumpah ruah. "Sesshomaru... maafkan aku." Isak sang gadis. "Maafkan aku selama ini..."
Di sisi lain, seorang lelaki masih mematut diri di ujung sana. Terdiam. Mengamati kedua sosok yang terbalut gulita malam. Ia rasakan dadanya terdesak. Dengan susah payah ia mengendalikan pacu jantungnya. Iris matanya memandang nanar. Secepat mungkin ia alihkan perhatiannya dan segera berlalu.
Mimpikah? Tidak. Ini semua nyata.
"Inuyasha, tunggu sebentar—eh?" Gadis berusia enam belas tahun itu memperlambat lajunya. Tak sengaja menyaksikan sebuah pertunjukkan yang cukup mengejutkan. Ia bungkam mulutnya dengan tangannya sendiri. Lantas, sepasang manik coklatnya kembali tertuju pada lelaki yang terlebih dahulu berlalu, membuat kakinya meneruskan langkah yang sempat terhenti. Ia tahu. Kagome tahu—tapi, untuk saat ini ia harus bersikap seolah-olah tidak tahu.
"Hey, Inuyasha." Ujarnya seraya menghadang lelaki itu. "Kau mau pergi makan?" Kagome berusaha keras terlihat ceria untuk mengalihkan sekian perasaan yang terhambur karena 'pertunjukkan' tadi.
"Minggir."
"Hm—aku sangat lapar. Kau temani aku makan, ya."
"Aku bilang minggir." Iris emas milik Inuyasha tiba-tiba menatap gadis itu dingin.
Kagome terdiam sebentar. Merasakan luka yang menyeruak dari balik pupil tajam itu. "K-kau pasti sudah tahu semua ini akan terjadi, bukan?" Untuk saat ini ia harus berterus terang. Ia harus mengatakan apa yang selama ini kian menghuni di benaknya. "Inuyasha, kau pikir—dengan terus menyukainya seperti ini, Kikyo akan benar-benar melihatmu suatu hari nanti?"
"... apa kau ini menyukaiku?" Inuyasha balik bertanya. Namun nadanya benar-benar terdengar begitu beku.
"Apa...?"
"Bertingkah seperti ini, apa kau pikir dengan berkata begitu—aku akan mulai menyukaimu?"
"Inuyasha..."
"Kau sedang menyukai seseorang atau tidak, itu sama sekali bukan urusanku. Aku tidak peduli. Jadi—berhenti memperdulikanku." Pungkas lelaki bersurai perak itu sinikal. Kemudian kembali berlalu meninggalkan Kagome yang tampak masih membatu.
Sekuat tenaga ia tahan dinding-dinding air yang hampir roboh melalui pelupuk matanya. Kagome masih berdiri, memperhatikan punggung Inuyasha yang makin menjauh. Tatapan sinis itu—beku dan asing. Gadis itu benar-benar tidak mengerti. Mengapa harus seperti ini? Mungkin benar... ia sudah terlanjur menyukai Inuyasha.
Tapi—
Inuyasha sendiri tak mampu lepas dari bayang-bayang Kikyo. Haruskah ia berhenti memperdulikan Inuyasha?
Kagome menghela nafas berat. "Da-dasar idiot!"
"Inuyasha. Jangan ganggu aku lagi."
Inuyasha duduk termangu di emperan toko. Rahangnya mengeras. Dadanya tak juga terasa ringan. Seolah sesuatu yang kokoh dengan hebatnya menghimpit paru-paru—membuatnya sukar bernafas. Tangannya terasa gemetar.
"Jangan pernah datang menemuiku lagi. Aku tidak punya waktu untuk terus bermain-main dengan anak kecil."
"Anak kecil?"
"Ya—"
"... katakan, kapan kau bisa menerimaku—"
"Apa?"
"Apakah saat usiaku dua puluh? Tiga puluh?!"
"Inuyasha. Yang kubutuhkan adalah pria. Bukan anak kecil. Jadi sebaiknya carilah gadis yang seusia denganmu..."
"Kikyo—" Inuyasha mengepalkan tinjunya begitu ketat. "Jadi yang kau maksud pria itu... Sesshomaru?" Ia bangkit lantas melemparkan tinjunya ke dinding. "Bagaimana bisa—bagaimana bisa kau menerima si brengsek itu?!" cairan merah kental terlihat mengalir dari balik tinjunya.
Namun untuk kesekian kalinya. Luka di balik batinnya lebih terasa perih dibanding luka manapun. Hatinya yang remuk lebur. Berserakan menjadi reruntuhan lapuk yang tersebar.
Betul-betul hancur.
"Inuyasha bodoh! Bodoh! Bodoh!" pekik Kagome sekaligus menghentak-hentakkan kakinya ke bumi. Sekuat apapun dirinya, tetap saja tangisnya terpecah. Ia tak menyangka Inuyasha tega berkata begitu padanya. Bagaimana bisa dirinya malah ikut terkena imbasnya?
"Pantas saja Kikyo menolakmu—kau itu cengeng. Mana ada seorang pria tiba-tiba berkata dingin hanya karena perasaannya yang hancur. Bodoh!"
Kagome merapatkan sepasang kelopak matanya. Ia dekap guling yang tadinya masih berada di sisinya. Lagi-lagi ia merasakan rongga dadanya menyempit. Sepasang iris mata yang dingin tadi terus terbayang olehnya. Tak lekas luput dari ingatannya.
'Apakah aku menyukainya? Menyukai Inuyasha... lalu, kenapa—?'
Ia sentuh dadanya perlahan. Merasakan detak jantung yang makin tak stabil. "Sakitkah?" gumamnya pada diri sendiri.
"Tidak! Tidak! Mana mungkin aku menyukai laki-laki kasar sepertinya!"
Dengan gontai gadis bersurai hitam pekat melangkah hendak menaikki tangga sekolah. Tampaknya ia tak sudahnya membatin. Wajahnya yang ayu terlihat ditekuk. 'Dasar Inuyasha! Seenaknya bicara seperti itu lalu meninggalkanku sendirian malam tadi. Lihat saja nanti!' dengus Kagome dari dalam hati.
"Hey, Kikyo-saiyo-"
Telinga Kagome tak sengaja menangkap sebuah suara yang baginya begitu familiar. Buru-buru ia menghentikan lajunya. Mengintip dari balik sekat tangga.
Inuyasha...
Dan Kikyo.
"Aku bilang jangan ganggu aku lagi—"
Inuyasha menyunggingkan senyuman miring. Tubuhnya bersandar di dinding gedung dengan sepasang manik amber yang melirik melalui sudut matanya. "Jadi, yang kau maksud seorang pria itu Sesshomaru? Si brengsek keparat itu?"
"Ya!" Tanpa ragu Kikyo menyahut dengan kepala tegak. Menatap Inuyasha sedemikian menusuk.
"Keh, sulit dipercaya—"
"Katakan padaku, Inuyasha. Apa yang kau sukai dari diriku? Apa yang menyebabkanmu enggan melepaskanku?"
"Aku menyukai semuanya, Kikyo! Semua tentangmu—tak peduli berapa usiamu, aku akan selalu menyukaimu..."
DEG.
Mendengar itu, lagi-lagi Kagome rasakan jantungnya mencelos. Sepasang permata legamnya seketika melebar. "Pe-perasaan apa lagi ini? Kenapa tiba-tiba muncul kembali?"
Kikyo mengulas senyum tipis. Menunjukkan ekspresi penuh kepuasan. "Begitu juga aku, Inuyasha. Aku menyukai segala hal tentang Sesshomaru. Semuanya... jadi kumohon, menyerahlah." Pungkasnya kemudian kembali melangkah menjauhi lelaki bersurai perak panjang itu.
"Jadi, kau ingin aku melupakanmu? Baiklah, Bu Guru. Akan kulakukan apa yang kau perintahkan. Jika ini maumu, akan kubuang semuanya."
Kikyo terdiam sejenak mendengar apa yang meluncur dari bibir Inuyasha. Ia menghela nafas. Seharusnya ia senang. "Bagus jika kau mengerti." ujarnya lagi lantas benar-benar meninggalkan Inuyasha.
Sejurus Kikyo berlalu, Kagome turut melangkah pergi. Berlari dengan seribu mata pedang yang siap mengiris hatinya pelan-pelan.
"Aku menyukai semuanya, Kikyo! Semua tentangmu—tak peduli berapa usiamu, aku akan selalu menyukaimu..."
"Bodoh. Bukannya Inuyasha sudah bilang tidak usah memperdulikannya lagi?" lirih Kagome bergetar.
Lantas, kenapa...
Kenapa hatinya tetap tak bisa merelakan itu semua?
-To Be Continued-
Plisss saya butuh komentar anda semua :'3 jadi mohon kritik dan sarannya, apakah fanfic ini patut dilanjutkan atau cukup ngegantung di sini aja :''D arigato gozaimashita~
