.
.
.
Midnight
.
.
.
Pair: Haehyuk
Rate: T
Warning: BL/OS/Fantasy/Romance
Summary: Hyukjae sama sekali tak menduga jika setetes darahnnya sanggup memanggil satu jiwa dari neraka.
.
.
.
.
.
Iblis, vampir, werewolf, penyihir, dan mahkluk malam lainnya hidup ditengah manusia sejak ribuan tahun silam. Sebagian membaur dengan manusia sebagian lagi bersembunyi di gelapnya hutan. Mereka sangat kuat, berbahaya, dan mengancam hidup ratusan mahkhluh fana yang memiliki keterbatasan seperti manusia. Mereka hampir tak bisa dilawan.
Bertahun-tahun manusia mencoba melawan, mempertahankan jenis mereka dari pembataian serta pembunuhan dengan alasan tak berdasar. Alasan tak berdasar hanya karena mereka yang terlemah. Yang paling mudah dihabisi dari pada yang lainnya.
Tapi pada kenyataannya selemah apapun manusia mereka adalah mahkluk yang paling diberkati. Mereka semakin lama semakin cerdas, perlahan tahu bagaimana menjajarkan diri setara dengan para mahkhluk terkutuk itu. Mereka belajar kelemahan musuhnya, belajar melawan mereka dengan cara yang paling fatal. Tak memerlukan waktu ribuan tahun untuk akhirnya manusia mengetahui kelemahan terbesar para mahkhluk ini.
Kelemahan terbesar dimana para mahkhluk malam ini tak mudah memperbanyak jenisnya.
Tak ada yang abadi didunia ini, dan hal itu berlaku untuk semua mahkhluk tak terkecuali mereka. Mereka tak bisa melakukannya segampang cara manusia dengan menikah lalu memiliki anak, tidak semudah itu. Mereka bukan manusia yang begitu diberkati, keberadaan mereka merupakan kutukan.
Hal itu membuat para mahkhuk malam ini melakukan segalanya. Ada yang harus menghisap darah korbannya, ada yang harus mengigit korbannya, dan ada pula yang melontarkan kutukan hitam. Semua hanya dengan tujuan merubah manusia menjadi salah satu dari mereka. Memperbanyak kaum mereka dengan mencuri dari kaun mayoritas. Masalah terpecahkan meski dengan cara yang menjijikan.
Lalu bagaimana dengan iblis?
Bagaimana cara mereka mempertahankan eksistensi mereka?
Iblis merupakan jiwa-jiwa murni yang berasal dari neraka. Mereka adalah sumber segala kejahatan didunia ini. Mereka disebut-sebut sebagai yang terkuat tapi disaat bersamaan mereka juga adalah yang terlemah. Mereka tak bisa menjadikan seorang manusia menjadi salah satu dari mereka. Karena darah mereka murni dari alam baka. Saat jiwa seorang iblis mulai terkikis oleh dunia fana maka ia harus memanggil penerusnya dari neraka.
Iblis perlu membuat jembatan yang menyeberangi dunia baka dengan dunia fana, perlu membuat jalan agar satu jiwa dari neraka mampu menyebrang kedunia nyata. Dan semua itu memerlukan ritual yang panjang.
Untuk memanggil satu jiwa diperlukan ratusan mantra yang menyentuh tanah.
Perlu kobaran api yang menyala begitu merah.
Dan harus dilakukan saat bulan bersinar di puncaknnya tepat ditengah malam.
Semuanya harus tepat tanpa sedikitpun kesalahan.
Tapi dari semua itu unsur yang paling penting sebagai langkah terakhir pemanggilan berasal dari pemilik asli dunia fana ini. Ya, manusia.
Kunci terpenting adalah darah manusia. Darah manusia sebagai pilar utama jembatan yang dibuat.
Cukup setetes saja darah manusia, dan lahirlah satu iblis dengan jiwa gelap yang berasal dari neraka.
.
.
.
Kereta itu berhenti distasiun terakhir. Hyukjae segera berdiri, memakai ranselnya dan menarik kopernya sebelum keluar dari kereta. Tepat saat kakinya menginjak lantai benton stasiun, ia terdiam. Iris hitamnnya mengedar melihat sekitar. Melihat jajaran hutan diperbukitan yang mengelilingi tempat ini. Udaranya pun lembab dan dingin khas pegunungan.
Menarik nafas dalam-dalam, Hyukjae segera berjalan mendekati gerbong tempat anjingnya ditempatkan. Dengan kerepotan laki-laki itu berjalan keluar stasiun karena harus membawa keranjang anjingnya juga. Dengan mudah ia menemukan halte bus di sekitar stasiun. Saat akhirnya ia duduk didalam bus dan mengamankan barang-barangnnya, Hyukjae bisa bernafas lega.
Bus mulai berjalan, membuatnya termangu sejenak melihat pemandangan diluar sebelum ia merogoh saku jaketnya. Membuka beberapa lipatan kertas bertuliskan alamat, rute jalan, serta foto hitam putih sebuah bangunan besar. Ia kembali membaca rute jalan untuk memastikan ia ada dijalur yang benar. Dia hanya perlu turun dihalte terakhir. Hyukjae mencoba bersandar nyaman di tempat duduknya.
Ingatannya kembali pada kejadian baru-baru ini. Ia baru saja kehilangan ayahnya, satu-satunya keluarganya yang tersisa beberapa minggu yang lalu. Membuatnya kini hidup sebatang kara. Membuatnya memutuskan pergi dari kehidupan lamanya dan datang ketempat ini. Ia juga tak yakin dengan keputusannya, tapi mungkin akan lebih baik dari pada terus mengingat ayahnya ditempat tinggalnya yang lama. Ia tak ingin terus bersedih.
"Kau sudah dengar kejadian di pinggir kota?"
"Kejadian apa?"
"Ada penyihir ditemukan disana, menyekap anak-anak yang hilang beberapa hari belakangan ini."
"Benarkah?! Apa para pemburu membunuhnya?"
"Tentu saja."
"Wah, ini menakutkan. Terakhir kali kota ini diserang vampir sepuluh tahun lalu dan sekarang tiba-tiba ada penyihir."
Hyukjae tak meneruskan menguping pembicaraan dua pria yang duduk didepannya. Ia tak menyangka kota kecil seperti ini pun tak luput dari serangan para mahkhluk malam itu. Dikota besar tempat tinggal Hyukjae yang dulu sering terjadi hal-hal seperti itu. Vampir, werewolf, penyihir, adalah makanan sehari-hari mereka, namun jumlah pemburu yang banyak mampu mengimbangi mereka dan membuat kota lebih aman. Ia tak tahu jika di kota ini, tapi kemungkinan besar jumlah pemburu jauh lebih sedikit.
Perlahan para penumpang bus itu berkurang hingga menyisakan Hyukjae seorang saat sampai di halte terakhir. Dahinya mengernyit, daerah ini sepi penuh pepohonan disekitarnya. Tak ada rumah penduduk disekitar tempat ini. Hyukjae kembali melihat catatan ditangannya. Ia hanya perlu menemukan jalan masuk menghadap utara.
Tak sulit menemukannya karena itu satu-satunya jalan masuk didaerah itu. Hyukjae mulai berjalan menyusuri jalan berkerikil itu, cukup lebar dan mungkin muat untuk dilewati satu mobil. Hyukjae yakin ini masih tengah hari dan matahari membumbung tinggi dilangit tapi pohon-pohon besar yang berjajar di kanan kiri membuat tempat ini terasa gelap dan sangat dingin.
Cukup jauh Hyukjae berjalan, dan bebannya yang banyak membuatnya sangat lelah. Jadi saat ia melihat pintu gerbang besi tak jauh didepannya, senyumnya terukir. Pintu besi itu berkarat dengan tanaman menjulur yang mengelilinginya. Gemboknya terbuka dan lumut disekitarnya menandakan berapa lama benda itu tak tersentuh. Hyukjae mengeluarkan ponselnya, membuka GPS untuk memastikan dia ditempat yang benar.
"Mwoya, tidak ada sinyal sama sekali." Gerutunya saat menemukan tak ada tanda garis di ponselnya.
Hyukjae memutuskan untuk segera masuk saja. Suara besi yang bergesekan terdengar saat Hyukjae membuka gerbang besar itu. Langkahnnya begitu berisik karena sepatunya menginjak dedaunan kering yang tersebar di tempat itu.
Hyukjae memasuki tempat itu hingga iris hitamnnya menangkap bangunan besar bergaya eropa didepan matanya. Ia terdiam ditempatnya dengan mulut menganga. Dengan cepat ia mengeluarkan foto hitam putih disakunya. Membandingkan bangunan mansion tua didalam gambar dan kenyataan. Jauh lebih besar dari dugaannya, dan jauh terlihat lebih tua.
Tak sulit bagi Hyukjae membuka pintu kayu besar itu karena ia memiliki kuncinya. Udara pengap penuh akan kelembapan dan bau-bau aneh segera menyapanya. Ia melihat sekitanya, penuh debu dan lumut. Seluruh perabotannya begitu tua, beberapa diselimuti kain putih yang begitu usang dan lainnya dibiarkan mengkeropos tak terurus. Kaca-kaca jendelanya bahkan terlapisi debu hingga menghalangi cahaya matahari masuk. Choco, anjingnya langsung menggonggong dalam keranjangnya.
"Yah, aku tahu apa isi pikiranmu. Tapi untuk sekarang kita harus bertahan dengan keadaan ini." Ucapnya sembari mengeluarkan anjingnya dari keranjang.
Hyukjae mulai menelusuri beberapa ruangan. Hanya ruangan-ruangan besar saja. Ia juga naik ketangga besar bercabang di tengah ruangan untuk mencapai lantai atas. Ada puluhan pintu, saat Hyukjae membuka salah satunya ia menemukan kamar.
Tidak terlalu buruk. Meski kotor dan berdebu tapi tak ada lumut disini membuat kamarnya cukup hangat. Ia menarik kain putih yang menutupi ranjang besar itu. Terbatuk-batuk karena tebalnya debu, Hyukjae terkejut saat menyentuh ranjang yang empuk. Ia mencoba mendudukinya, Hyukjae tersenyum saat merasakan kenyamanan. Iris hitamnnya melihat sekeliling kamar. Hari ini ia hanya harus membersihkan kamar ini saja.
Hyukjae segera keluar kamar, menuruni tangga dan mulai memindahkan barang-barang yang ia bawa. Choco mengikutinya bolak-balik naik turun tangga, sesekali mengongong seperti menyemangati membuat Hyukjae tersenyum. Selesai memindahkan barang, Hyukjae lekas mulai membersihkan kamar itu. Ia membawa keluar barang-barang yang sekiranya tak berguna dan usang. Membuka jendela membiarkan sinar matahari masuk. Membersihkan debu sebisanya karena tak ada sapu yang ia temukan.
Cukup lama sampai akhirnya kamar itu cukup layak untuk ditempati. Setelah itu Hyukjae memeriksa fungsi-fungsi fital dirumah itu. Ia memeriksa air di kamar mandi yang ajaibnya mengalirkan air bersih. Ia lalu memeriksa listrik tempat itu, menyalakan saklar lampu namun tak ada reaksi apapun. Menghela nafas, Hyukjae segera berjalan menuju keluar. Ia harus menyalakan saklar utamannya terlebih dahulu. Perlu memutari mansion itu hingga ia menemukan saklar utamannya. Ia sempat mengernyit saat melihat betapa kuno benda itu. Menarik tuasnya sekuat tenaga akhirnya Hyukjae berhasil menyalakan saklar utama.
Matahari akhirnya tenggelam tepat saat Hyukjae menyelesaikan semuannya. Ia bahkan berhasil menemukan kain bersih di dalam lemari untuk menyelimuti ranjang. Lampu kamarnya pun tak terlalu buruk, menyala kuning tapi cukup menerangi seluruh ruangan. Kamar mandinya pun berfungsi dengan baik meski airnya begitu dingin, yang paling penting Hyukjae berhasil mandi hari ini.
Dengan nyaman Hyukjae menjatuhkan diri dikasur. Tubuhnya telah berbalut pakaian hangat berlapis-lapis. Tak ada selimut bersih ditempat ini, jadi malam ini ia terpaksa bergelung pakaian sebelum besok membeli selimut. Choco ikut naik ke ranjang tepat saat Hyukjae membuka buku, bergelung nyaman pada tuannya mencari kehangatan.
Hyukjae mulai membuka halaman terakhir yang ia baca sebelumnya. Ini bukan novel percintaan, hanya sebuah novel keluarga. Tentang kasih sayang, tentang ikatan. Setiap kata dirangkai sederhana, namun mendalam. Setiap perasaan yang tertuang menyatu pada pembaca hingga Hyukjae tertidur tanpa sadar.
SRAK.
Hyukjae mulai mengerjap. Ia terbangun karena suara-suara yang mengganggunya.
SRAK.
SRAK.
Kali ini matanya membulat saat tersadar bahwa apa yang ia dengar bukanlah hal yang wajar. Ketakutan mulai menjalar ditubuhnya saat ia bangun terduduk dan ingatannya kembali pada pembicaraan dua lelaki di bus yang ia tumpangi siang tadi. Bukan hal lucu jika ada penyihir muncul. Perlahan ia mendekati jendela, dengan takut-takut melihat kebawah memastikan apa yang ia dengar.
Ia hanya melihat sesuatu masuk kedalam hutan lalu mengilang. Reflek Hyukjae berlari keranjangnya memeluk anjingnnya sembari mencoba menahan ketakutannya. Jika ia keluar sekarang tak ada yang menjamin keselamatannya. Jadi yang bisa ia lakukan adalah diam disini hingga keadaan aman.
.
.
.
"Srigala?"
Polisi itu mengangguk lalu menunjuk bekas melingkar yang menyapu dedaunan di belakang mension. Hyukjae memang langsung pergi kota saat matahari terbit. Mencari pos polisi lalu melaporkan apa yang ia dengar semalam.
"Ini pertengahan tahun, memang para serigala sering turun kepemukiman penduduk musim-musim ini."
"Kau yakin itu bukan werewolf?" Mendengarnya, tangan polisi itu memungut sejumput bulu ditanah.
"Tak ada werewolf berbulu abu-abu."
Ah ya, Hyukjae baru ingat. Semua werewolf berwarna hitam.
"Lagi pula jika benar itu werewolf kau pasti sudah mati semalam, nak. Seperti yang kukatakan, tak perlu ada pemburu yang datang."
Gerutuan Hyukjae terdengar, polisi ini menyindir saat tadi Hyukjae besikeras memanggil pemburu saat dikantor polisi. Hei! Hyukjae hanya takut, jadi wajar bukan untuk antisipasi yang terburuk. Setelah kepergian polisi itu Hyukjae memutuskan kembali kekota. Berbelanja, membeli selimut dan peralatan masak sederhana seperti pisau, teflon, dan kompor kecil. Ia juga membeli beberapa bahan makanan.
Namun sekembalinya ke mansion tua itu, ia menghela nafas. Tempat itu akan memakan separuh hidupnya untuk membersihkannya. Untuk saat ini Hyukjae hanya akan memeriksa semua jendela dan pintu, memastikan semua tertutup dan terkunci dengan benar. Mansion ini memang hanya terdiri dari dua lantai, tapi luasnya cukup membuat kaki Hyukjae pegal saat mengitarinya.
"Oh?" Hyukjae terkejut saat membuka pintu salah satu ruangan di lantai satu.
"Perpustakaan?" Gumannya saat melihat jejeran rak penuh buku ditempat ini.
Perpustakaan itu cukup besar, bahkan lebih besar dari ruang utama mansion ini. Jumlah bukunya mungkin ribuan meski tempat ini juga minim cahaya karena tebalnya kotoran di kaca jendelannya. Tapi nyatanya sarang laba-laba serta debu tebal yang menyelimuti tempat itu tak menyurutkan antusias Hyukjae tentang ruangan itu. Hyukjae gemar membaca, dan melihat jumlah buku tempat ini ia sepertinya tak perlu khawatir kekurangan bacaan. Bahkan tempat ini dilengkapi perapian.
Duk
Hyukjae hampir terjatuh saat berjalan akan mendekati salah satu rak buku, kakinya menabrak sesuatu. Ia melihat kebawah, matanya menyipit memastikan apa yang ia lihat. Laki-laki itu berjongkok.
Tanah? Kenapa ada gudukan tanah ditempat ini.
Bukan gundukan tanah yang tinggi, mungkin berdiamater satu piring makan. Iris hitam itu menangkap sesuatu hal lain disekitarnya. Hyukjae membersihkan debu yang menutup lantai kayu dan menemukan hal aneh terukir disana. Ia membersihnnya, mengikuti pola terukir itu. Semakin lama semakin luas hingga Hyukjae dapat melihat keseluruhan lantai.
Hyukjae terkejut saat dapat melihat keseluruhan ukiran. Ukiran itu membentuk ratusan lambang seperti tulisan yang melingkar semakin luas hingga mengelilingi lantai kayu ruangan itu. Beberapa bahkan membentuk simbol yang aneh. Semua itu mengelilingi gundukan tanah yang berada tempat di tengah. Seakan menjadi pusatnya.
"Apa ini?"
Kembali mendekati gundukan tanah itu, Hyukjae dengan ragu mulai mengaisnya. Mencari-cari sesuatu yang dapat menjawab rasa penasarannya.
"Ah!"
Darah menetes membasahi tanah itu.
Hyukjae menarik tangannya. Melihat bagaimana telunjuknnya tergores cukup dalam dengan darah yang mengalir dari sana. Hyukjae melihat kebawah dan melihat sesuatu mengkilap terkubur digundukan tanah itu. Kakinya mencoba mendorong benda itu hanya untuk menemukan bahwa benda yang melukainya itu adalah sebuah pisau.
Sebuah pisau perak karena tak ada karat yang mengikisnya, tetap tajam mengkilap meski terkubur ditanah bertahun-tahun silam. Merasakan perih dan darah yang mengucur tak berhenti, Hyukjae segera keluar dari tempat itu. Ia perlu menutup lukanya.
Meninggalkan tetesan darahnya yang kini tengah terserap oleh tanah.
.
.
.
Tangan itu terentang dengan telunjuk yang diberban. Hyukjae mendapatkan jahitan dijarinya oleh klinik terdekat yang ia temukan. Cukup mengejutkan saat tahu lukannya lebih dalam dari yang terlihat, pantas darahnya tak berhenti mengalir saat itu. Tangan pucat itu menaikan selimut, memastikan tubuhnya hangat sebelum menutup mata mencoba tidur.
Hawa dingin serta suasana yang begitu sunyi membuat Hyukjae cepat terbawa mimpi.
BLUARR.
Dengan begitu terkejut Hyukjae terbangun olah suara dentuman besar. Dengan kebingungan ia melihat sekitarnya. Detak jantunganya yang meningkat otomatis menghilangkan rasa kantuknya. Ketakutan mulai membayanginya, menjalar hampir diseluruh persendiannya.
Suara apa tadi?
Mencoba mengumpulkan keberaniannya, Hyukjae akhirnya keluar dari kamarnya dengan membawa senter. Hidungnya langsung mencium sesuatu diudara. Bau sesuatu yang terbakar. Dengan perlahan ia menyusuri lorong, mengendus mencoba menemukan sumber bau hingga kakinya membawanya ke depan pintu perpustakaan.
Ia yakin baunya berasal dari dalam.
Perlahan Hyukjae membuka pintu dan bau asap langsung tajam menyerang hidungnnya. begitu memasuki ruangan itu matanya terbelalak akan apa yang ia lihat.
Seluruh lambang dan tulisan itu mengaga bagai bara seperti tengah terbakar sebelumnya. Tanah yang menggunduk ditengahnya kini tersebar berceceran dilantai seperti sesuatu tengah meledakkannya. Bekas hitam terlihat di pusat lambang serta tulisan itu.
Apa yang terjadi?
Belum sempat Hyukjae mencerna semua yang ia lihat, telinganya menangkap suara tepat di jajaran rak-rak buku. Membuatnya begitu terkejut sembari menyenteri sekitarnya. Ketakutan mulai menjalar keseluruh tubuhnya. Ia berjalan mencoba mendekat sembari tangan tetap memegang senter. Iris hitamnnya terfokus bada sudut gelap di antara jajaran rak-rak buku.
Hyukjae menelan ludahnnya. Setiap langkah yang ia ambil membuat detak jantungnnya semakin meningkat. Matanya menyipit saat menangkap sesuatu di sana. Saat hal yang ada diujung gelap itu mulai terlihat, mata itu melebar dan seternya jatuh begitu saja menghantam lantai.
.
.
.
"... a-aku mendengar ledakan lalu aku melihatnya! I-itu bukan manusia, ada sesuatu dipunggunya. Sangat mengerikan! Cepat panggil pemburu! Hanya mereka yang bisa menanganinya."
Polisi itu hanya menatap Hyukjae sembari mendengar cerita anak ini yang begitu berantakan. Polisi ini ingat Hyukjae adalah anak yang tinggal di mansion kaki bukit yang melaporkan srigala kemarin. Dengan datar polisi itu mengehela nafas melihat anak muda gemetaran didepannya.
"Kau yakin bukan srigala yang kau lihat seperti kemarin?"
"Tidak! Aku yakin itu bukan serigala!"
"Lalu apa?"
Hyukjae terdiam mendengarnya.
"Aku tidak tahu."
Tepat saat itu terlihat dua polisi yang datang. Mereka baru saja kembali memeriksa mansion tempat Hyukjae tinggal dan mengatakan tak ada apa-apa disana.
"Perpustakaan, kalian harus memeriksa perpustakaannya! Kubilang panggil pemburu untuk memeriksannya!"
"Nak, dengarkan aku. Kami tau kabar tentang adanya penyihir di kota ini membuat teror diantara kalian, tapi kami tak bisa memanggil pemburu tanpa adanya bukti. Mereka tak akan datang hanya dengan cerita tak jelas yang kau katakan."
Cerita tak jelas? Hyukjae tak mengerti pikiran orang-orang ini. Ia jelas melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
"Lagi pula sangat berbahaya tinggal sendirian ditempat seperti itu. Lebih baik pindahlah ke pusat kota yang lebih aman. Malam ini kau bisa menginap disini dulu, kami punya beberapa ruang kosong dikantor polisi ini."
Setelah mengatakannya polisi itu meninggalkan Hyukjae yang duduk diam di tempatnya. Tangannya mencengkaram dan giginya saling menekan kuat. Polisi itu kembali sembari membawakan kopi panas, namun saat ia mencari Hyukjae anak itu sudah menghilang dari sana.
Suara langkah kai Hyukjae terdengar berisik ditengah pepohonan tinggi. Ia berjalan memasuki pagar dan kembali memasuki mansion itu. Polisi itu ingin bukti bukan? Hyukjae akan membuktikannya. Ia tahu apa yang ia lihat. Dan itu bukan mengada-ada.
Hanya ada kesunyian saat ia memasuki mansion itu. Dimana-mana gelap hanya diterangi oleh sinar bulan purnama dari luar. Ia begitu terkejut saat mendengar sayup-sayup gongongan. Dengan cepat ia berjalan menuju perpustakaan, menemukan choco yang begitu galak mengonggongi pintu masuk perpustakaan.
Hyukjae semakin yakin ada sesuatu didalam sana.
Menekan semua ketakutannya, Hyukjae akhinya membuka pintu besar itu dan masuk kedalam. Bisa ia lihat sinar bulan masuk samar-samar melewati jendela, membuat tempat ini lebih gelap dari yang lainnya. Hyukjae melihat bagian gelap di jajaran rak-rak buku raksasa.
"Aku tahu kau disana, keluar!"
Sunyi.
Hyukjae melangkah mendekat disudut gelap itu.
"KELUAR!"
Hyukjae begitu terkejut saat mendengar geraman setelahnya. Ia terbelelak saat melihat sesuatu yang bergerak dikegelapan itu. Dengan cepat ia siap berbalik keluar dari sana namun semua terlambat. Tubuh Hyukjae terlanjur jatuh menghantam lantai saat sesuatu menubruknnya keras. Mencengkram tubuhnya begitu kuat. Saat iris hitam itu terbuka, Hyukjae mematung ditempat. Wajahnya berubah pucat.
Tepat didepan matanya, Hyukjae dapat melihat mata hitam menyeluruh yang begitu mengerikan, taring yang begitu tajam, serta desisan yang seakan menyerap energinya. Sayap berbulu hitam itu terbentang lebar dan kuat seakan menunjukan otoritasnnya.
Ketakutan luar biasa yang dirasakan Hyukjae membuatnya bahkan tak bisa mengatakan apapun. Tak bisa bernafas. Mahkhluk itu tepat ada diatas tubuhnya, membuatnya tak bisa kemanapun. Membuatnya dengan mudah dimangsa kapan saja. Air matanya mengalir tanpa sadar karena tak bisa menahan ketakutannya. Keputusasaannya.
Geraman itu kembali terdengar sebelum secara tiba-tiba mahkhluk itu menjauh dan kembali kedalam kegelapan disudut perpustakaan itu. Meninggalkan Hyukjae yang kesulitan bernafas dengan air mata yang mengalir deras. Dengan tenaga yang tersisa, laki-laki itu mencoba bangun. Menyeret tubuhnya sebelum mencoba berdiri.
Ia harus keluar dari sini! Keluar dari tempat ini!
Namun sebelum ia bisa berdiri dengan benar, Hyukjae merasakan tubuhnya kebas hingga akhirnya kembali jatuh menghantam lantai. Ia kehilangan kesadarannya.
.
.
.
Bias sinar matahari itu masuk kedalam perpustakaan. Membuat kelopak mata itu bergerak sebelum perlahan terbuka. Pertama kali yang ia lihat adalah langit-langit dengan lamat dan sarang laba-laba sebelum ia kembali disadarkan akan kejadian sebelum ia kehilangan kesadaran.
Hyukjae segera bangun dengan susah payah, tak dipedulikan tubuhnya yang lemah. Ia berlari keluar mansion menapaki jalan kerikil menuju jalan utama. ia bahkan tak menengok ke belakang. Namun semakin lama langkahnnya perlahan memelan dan berhenti. Ia terdiam.
Hyukjae mengangkat tangannya. Iris hitamnnya mengamatinya dengan pandangan tak percaya. Otaknnya menangkap dengan benar semua yang ada dihadapannya.
Kenapa ia tak terluka?
Bukankah seharusnya mahkhluk itu sudah membunuhnya?
Perlahan Hyukjae menegok kebelakang. Melihat pada pagar mansion yang terlihat dari kejauhan. Hyukjae tak tahu apa yang ia pikirkan, tapi tubuhnya berbalik arah dan akhirnya kembali berjalan menuju mansion.
Katakan ia bodoh.
Idiot karena mendekati kembali maut yang mengancamnnya bukannya berlari sejauh-jauhnya. Tapi ia tak bisa mencegahnya, kenyataan tubuhnya yang tak terluka membuat pikirannya kabur.
Akhirnya disinilah dirinya. Kembali berdiri didepan pintu perpustakaan mansion itu. Ia tahu ia mengambil resiko besar jika masuk kedalam. Ia tahu ia akan mempertaruhkan nyawanya, tapi Hyukjae merasa harus melakukannya.
Menekan seluruh ketakutannya, laki-laki itu kembali masuk kedalam. Tak seperti sebelumnya tempat itu lebih terang meski sudut rak-rak besar itu masih gelap tak tersentuh cahaya. Perlahan Hyukjae berjalan mendekatinya dan begitu terkejut saat tak sengaja menendang senternya yang semalam terjatuh.
SRAK
Hyukjae mematung. Ia jelas melihat pergerakan itu. Ia semakin mendekat dengan tubuh bergetar menahan takut. Menyalakan senter dan dengan ragu-ragu menyinari sudut kegelapan itu. Dan saat ia menangkap seseorang yang sedang mengigiti buku-buku, Hyukjae reflek jatuh terduduk dilantai. Seperti sama terkejutnya dengan Hyukjae, mahkhluk itu juga reflek menjauh.
Keduanya saling melihat dengan waspada, sebelum Hyukjae akhirnya menyadari sesuatu. Ia melihat mahkhluk itu yang merapat dikegelapan seakan Hyukjae akan melakukan hal buruk padanya.
Mahkhluk ini takut padanya?
Iris hitam itu melihat buku-buku berantakan disekitarnya. Ingatannya kembali pada bagaimana mahkhluk ini mengigitinya. Hyukjae dengan cepat merogohi saku jaketnya, mengeluarkan sebatang cokelat yang ia beli kemarin. Ia membuka bungkusnya lalu kembali melihat mahkhluk didepannya.
Melihat bagaimana mahkhluk itu tersentak saat Hyukjae bengkit dan bergerak menaruh cokelat itu diantara mereka. Hyukjae menunggu setelahnya, namun mahkhluk ini tak juga bergerak. Tetap waspada melihatnya. Hyukjae kembali mengambil coklatnya. Kali ini membaginya menjadi dua lalu menaruh setengahnnya di antara mereka.
Perlahan Hyukjae mengigit cokelat ditangannya, mengunyahnnya perlahan. Saat gigitan berikutnya Hyukjae melihat bergerakan mahkhluk itu. Ia mencengkram tangannya dan mencoba menahan keinginan untuk lari dari tempat itu saat mahkhluk itu merangkak mendekat. Keluar dari kegelapan hingga akhirnya perlahan terkena cahaya.
Hyukjae terdiam saat melihat iris cokelat didepannya. Tangan besar mahkhluk itu dengan cepat mengambil cokelat dilantai kayu lalu memakannya dengan rakus, tak sadar pandangan manusia didepannya.
Mahkhluk ini seperti manusia, dengan rambut hitam dan bibir tipis. Tubuhnya telanjang dengan sepasang sayap hitam yang begitu besar dipungungnnya. Untuk sejenak Hyukjae tak bisa berfikir apa-apa saat melihatnya.
Mahkhluk ini bukan sesuatu yang pernah ia lihat sebelumnya. Ia jelas bukan vampir, bukan juga werewolf, dan tidak mungkin juga penyihir. Iris hitamnnya mengamati bagaimana sisa-sisa cokelat itu mengotori sekitar mulut mahkhluk ini. Melihat bagaimana mahkhluk itu menjilati jemarinya untuk mendapat sisa-sisa cokelat ditangannya.
Hyukjae mengernyit mengamati tingkah lakunya.
"Seperti anak kecil?" Gumannya pelan.
Perlahan tangan Hyukjae terulur, ingin menyentuhnya. Menyadari pergerakan Hyukjae, mahkhluk itu menedesis padanya lalu kembali mundur kedalam kegelapan di sudut perpustakaan.
.
.
.
Langkah kakinya berhenti saat mendapat bilik komputer yang kosong di antara jajaran bilik yang ada ditempat persewaan komputer itu. Satu-satunya tempat dikota ini dimana Hyukjae bisa mendapatkan akses internet. Hyukjae perlu menggali banyak informasi tentang mahkhluk aneh di mansion.
Yang pertama, ia harus mengetahui mahkhluk apa itu. Dengan cepat ia mengetikkan ciri-ciri yang ia ingat. Puluhan pencarian segera muncul dan Hyukjae mulai membukanya satu-persatu dan membacanya satu persatu-satu. Raut wajahnya berubah serius saat ia membaca seluruh kesimpulan artikel yang ia baca. Semuanya hanya mengarahkan pada satu hal.
Iblis.
Mahkhluk yang ada di masion itu adalah iblis.
Ya Tuhan.
Hyukjae segera mengetikkan beberapa kata kunci lagi. Ia tak mengerti tentang keberadaan iblis dimansion itu. Cukup lama ia mencari sampai ia menemukan gambar yang tak asing disalah satu situs. Sebuah gambar ukiran lambang dan tulisan yang mengitari gundukan tanah. Hyukjae pernah melihatnya di perpustakaan.
Ia menelusuri gambar itu hingga terpampang judul yang mengejutkan.
Ritual pemanggilan jiwa iblis dari neraka.
Disana tertulis bahwa ritual ini dilakukan saat seorang iblis memanggil jiwa dari neraka sebagai penerusnya. Diperlukan mantra yang menyentuh tanah. Api yang menyala merah. Bulan purnama pada tengah malam. Dan darah manusia.
Pandangan Hyukjae bergeser pada jarinya yang diperban. Ia ingat pisau perak yang membuatnya terluka. Membuat darahnnya mengucur membasahi gundukan tanah itu. Hyukjae semakin pucat. Ia menelan ludahnya penuh kecemasan.
Tunggu dulu, disini dikatakan jika hanya iblis yang bisa melakukan ritualnnya. Sedangkan Hyukjae hanya manusia biasa, bagaimana bisa? Hyukjae tersentak setelahnya.
Hyukjae memang tak bisa memanggil jiwa dari neraka, kecuali satu hal.
Ritual itu telah dilakukan oleh seorang iblis jauh sebelumnya. Seluruh mantra tetap hidup hingga tepat hari sebelum purnama Hyukjae menyempurnakan ritualnnya dengan memberikan darahnya secara tak sengaja. Memberikan kunci terpenting memanggil jiwa dari alam baka.
Hyukjae membungkam mulutnya dengan tangan saat menyadari situasinya. Situasi dimana dialah penyebab semua ini.
Dialah yang membuat iblis itu terlahir didunia ini.
.
.
.
Wanita itu berlari ditengah hujan lebat yang mengguyur seluruh kota utama. Ia berlari di gang-gang antara gedung-gedung tinggi terbengkalai itu. Nafasnya terengah dan mantelnya telah basah oleh air hujan. Tapi ia harus terus berlari karena para pemburu itu mengejarnya.
Langkahnya terhenti mendadak saat melihat sosok yang sudah mengahadangnya di ujung sana, ia akan berbalik namun sosok lain ada di ujung lainnya. Ia terjebak. Dapat ia lihat keduanya mulai berjalan kearahnya. Pendang perak mereka berkilau seakan sebagai peringatan bisa menebasnya kapan saja.
Ia tak bunya pilihan.
Wanita itu mulai merapalkan mantrannya, membuat para pemburu itu siap menghunus pedangnnya. Tubuh wanita itu bergerak janggal, suara tulangnnya gemeretak seperti patah dan kulitnya semakin membiru. Wajah cantik sebelumnnya menghilang dan tubuhnya berubah lebih besar.
Monster. Wanita itu berubah menjadi monster mengerikan.
Mengeram mengerikan, monster itu mengincar satu pemburu terdekat. Dengan brutal siap melahap manusia didepannya.
Sring.
Begitu cepat. Gerakan itu begitu cepat hingga tubuh monster itu terbelah menjadi dua bahkan sebelum ia menyentuh pemburu itu. Siwon melihat rekannya yang membunuh penyihir yang akan melahapnya. Ia berjalan mendekati penyihir itu lalu memungut kantung kecil itu. Ia membukannya.
Bola mata anak-anak.
"Akhir-akhir ini aktifitas penyihir meningkat. Ada sekitar 34 kasus dalam pekan ini. Dan banyak kasus di kota-kota kecil."
Kyuhyun yang kembali menyarungkan pedangnnya, melihat pada rekannya.
"Sudah jelas mereka merencanakan sesuatu."
"Ya kau benar. Aku hanya berharap kita bisa mencegah mereka sebelum terlambat."
Keduanya merapatkan jubah mereka kembali. Membuat plakat pemburu berpangkat letnan itu terlihat sebelum akhirnya meninggalkan tubuh penyihir itu melebur dengan air hujan.
.
.
.
Menarik nafas, iris hitamnnya melihat pintu perpustakaan. Tangan pucat itu mencengkram piring dengan roti isi danging diatasnya. Meski ketakutannya sudah berkurang tapi masih cukup menyurutkan nyalinya. Hyukjae mengeleng-geleng mencoba menghapus semua pikiran buruknya.
Tidak! Dia harus melakukannya!
Hyukjae memasuki perpustakaan. Begitu sunyi tapi Hyukjae tahu iblis itu ada disana, ia dapat merasakannya. Tepat di sudut gelap di antara rak-rak buku. Perlahan Hyukjae menaruh piring dengan roti isi danging itu di lantai kayu sebelum menjauh memberi jarak. Hyukjae duduk dilantai menunggu.
Suara desissan serta hembusan angin akibat kepakan sayap membuat Hyukjae mencengkram kedua tangannya. Sekuat tenaga menekan keinginan melarikan diri saat melihat pergerakan yang mendekatinya. Tak sadar ia menahan nafasnya saat akhirnya sosok iblis itu kembali terlihat. Merangkak mendekati piring sembari melihat Hyukjae dengan waspada.
Seperti sebelumnya, iblis itu mengambil makanan diatas piring dengan cepat lalu mengunyahnya rakus. Hyukjae melihatnya dengan penuh perhatian, rasa takutnya berangsur menghilang saat melihat iblis ini memakan roti isi buatannya. Hyukjae coba mendekatinya, menggeser duduknya hingga berhadapan dengan iblis itu.
"Kau menyukainya?" Iblis itu langsung melihat Hyukjae saat mendengarnya, masih mengunyah.
Tidak ada jawaban dari iblis itu. Hanya kerjapan mata dari iris cokelatnya. Tatapan Hyukjae beralih pada sayap hitam yang tertangkup di belakang iblis itu. Entah keberanian dari mana tangan pucat itu terulur, Hyukjae ingin menyentuhnya. Perlahan Hyukjae mendekat saat tak ada penolakan dari iblis didepannya. Dengan hati-hati jemarinya menyentuh bulu-bulu hitam itu.
Hyukjae seketika terpesona. Merasakan betapa lembut helaian bulu hitam itu dijemarinya. Ia sama sekali tak mengira bahwa mahkhluk paling ditakuti manusia ini memiliki sepasang sayap yang begitu indah. Dan Hyukjae masih sulit percaya bahwa sekarang ia sedang menyentuhnya. Hyukjae tersadar saat menagkap iris cokelat yang menatapnya, manusia itu segera menjauhkan tangannya.
Iblis itu sudah menghabiskan makanannya. Membuatnya hanya diam melihat manusia didepannya. Ada yang berubah pada tatapan iblis itu padanya. Tak ada lagi ancaman di iris coklat itu seperti saat mereka pertama kali bertatapan, Hyukjae memiringkan kepalanya saat kembali melihat bola mata beriris coklat itu.
Pikirannya yang sudah tak normal, atau memang iblis ini menatapnya penuh kepolosan?
Seakan terlihat begitu murni dan tak berdosa.
.
.
.
Orang lain mungkin akan menganggap Hyukjae sudah gila, tidak waras, sinting, dan istilah lainnya. Ia tahu seharusnya ia menyerahkan iblis itu pada para pemburu bukannya membiarkan tinggal di mansion dengannya. Ia tahu ia harusnya lari dari tempat ini bukannya malah memberikan makanan pada iblis ini sehari dua kali. Ia seharusnya bertindak seperti orang kebanyakan saat berhadapan dengan mahkhluk malam bukannya hidup nyaman berdampingan. Melawannya atau melarikan diri sebisanya adalah yang seharusnya ia lakukan.
Tapi Hyukjae tak bisa melakukannya.
Ia memiliki kasus yang berbeda disini.
Entah pikiran ini bermula dari apa, tapi ia tahu iblis ini tak akan menyakitinya. Jangankan untuk menyakitinya, bicarapun ia tak bisa. Yang bisa iblis itu lakukan sejauh Hyukjae tahu hanyalah mengeram dan mengunyah. Ia akan memakan apapun yang Hyukjae berikan padanya. Membiarkan manusia itu didekatnya dan sesekali menyentuh sayapnnya yang memiliki bulu hitam gelap yang begitu halus.
Ketakutan Hyukjae pun sirnah seketika. Tak ada lagi keraguan saat mendekati iblis ini. Ia tahu ini terdengar gila, tapi menurutnya iblis ini tak berbahaya. Mereka bahkan cukup dekat sekarang, dekat dalam artian terbiasa dengan kehadiran satu sama lain. Tak merasa terancam dengan satu sama lain.
Pintu perpustakaan itu terbuka lebar. Hyukjae segera menengok kebelakang, pada mahkhluk malam yang masih bersembunyi dalam perpustakaan.
"Hei, ayolah! Tak apa."
Tak ada pergerakan.
"Donghae?"
Yap, Hyukjae bahkan memberi iblis itu nama agar mudah memanggilnya. Terdengar kurang sopan jika ia memanggilnya dengan iblis begitu saja. Lalu kenapa Donghae? Dari sejuta nama yang ada kenapa ia memilih Donghae?
Donghae adalah nama adik laki-laki Hyukjae yang lebih muda tiga tahun darinya. Dia sangat ceria, periang, dan baik hati. Terkadang memang sedikit nakal tapi sifat kekanakannya membuat orang lain tersenyum saat melihatnya. Hyukjae sangat menyayanginya, namun nasip sepertinya berkata lain. Adiknnya itu tak pernah menginjak umur lima tahun, dan Hyukjae tak ingin mengingat bagaimana keluarganya direnggut darinya.
"Donghae, ayo keluar dari sana! Kita benar-benar perlu membersihkan tubuhmu dan ..." Hyukjae melihat tubuh telanjang iblis itu.
" ... memakaikanmu baju kurasa."
Cukup lama Hyukjae menunggu sebelum akhirnya iblis itu bergerak mendekatinya didepan pintu. Masih dengan tubuhnya yang telanjang bulat meski sayap hitamnnya menghilang dari punggungnya. Hyukjae juga baru mengetahuinya pagi ini, para iblis sepertinya bisa menyembunyikan sayapnnya sesuka hati.
"Ayo ikuti aku."
Hyukjae mulai berjalan perlahan sembari menunggu Donghae yang melangkah dibelakangnya. Setiap iblis itu mengehentikan langkahnnya, maka Hyukjae akan melambai sembari memanggilnya. Cara berjalan Donghae sangat aneh, antara akan berjalan dan merangkak.
Mereka menaiki tangga hingga sampai di kamar Hyukjae. Manusia itu segera masuk kekamar mandi menyalakan keran air. Ia perlu memandikan iblis ini sebelum memberikannya pakaian.
"Kemarilah."
Donghae menurut, ia memasuki ruang kecil itu sembari memandang sekitar dengan waspada. Ia sama sekali tak menduga saat Hyukjae secara tiba-tiba mengguyurnya dengan air. Mengejutkannya setengah mati.
Bukannya merasa bersalah Hyukjae malah terkekeh geli. Ini seperti memandikan kucing liar yang pertama kali menyentuh air. Awalnya Donghae mengeram tak suka tapi lama-kelamaan iblis ini diam saat dimandikan. Hyukjae menuang sabun cair lalu membuatnya berbusa sebelum mengusapkanya pada tubuh Donghae. Dengan sabar dan teliti Hyukjae membersihkan tubuh iblis itu hingga tangannya sampai di area pribadi. Ia terdiam. Pipinya memerah seketika.
Apa yang kau pikirkan Hyukjae! Dia laki-laki seperti dirimu! Makinya dalam hati meski nyatanya ia memalingkan wajahnya saat membersikan bagian itu.
Setelah membilas tubuhnya hingga bersih, Hyukjae melilit tubuh Donghae dengan handuk sebelum keluar kamar mandi untuk memilih baju yang cocok untuk Donghae. Ukuran tubuh mereka tak jauh berbeda, lupakan otot-tot yang tercetak jelas di tubuh Donghae.
Dan proses memakaikan Donghae baju adalah yang paling sulit dan menjengkelkan. Iblis itu bahkan beberapa kali berteriak karena terbelit kain. Perlu kesabaran dan tenaga ekstra bagi Hyukjae hingga akhirnya iblis ini memakai pakaiannya dengan benar. Hyukjae segera mengajak Donghae turun menuju dapur.
Ia hanya tersenyum saat melihat Donghae mengaruk-garuk pakaiannya karena merasa tak nyaman. Setelah Hyukjae berhasil mendudukan Donghae di kursi depan konter dapur, manusia itu berdiri tepat didepan iblis itu. Dari seluruh bagian dapur mansion ini Hyukjae hanya berhasil membersihkan sebagian. Kursi dan meja makan masih penuh debu dan kotor, jadi mereka akan makan dimeja dapur saja.
"Apa kau lapar? Aku akan memasakkanmu makanan."
Ajaib. Kata makanan selalu bisa mengambil perhatian Donghae sepenuhnya. Iblis ini begitu suka mengunyah. Tingkah lakunya sangat lucu terkadang. Persis seperti anak-anak.
Awalnya Hyukjae juga heran dengan tingkah laku Donghae, ia tak seperti mahkhluk malam kebanyakan. Sangat janggal dan aneh. Namun menurut sumber yang ia baca ia bisa menyimpulkan keadaan iblis ini.
Disana tertulis saat iblis berhasil memanggil jiwa dari neraka maka mereka akan mentransfer dan menanamkan ingatannya kepada jiwa baru itu. Alasannya karena jiwa itu akan menjadi iblis selanjutnya. Penerusnya. Jadi meski raga dan jiwa yang berbeda, namun tujuan serta idiologi mereka akan tetap sama. Mereka akan meneruskan apa yang ingin dicapai oleh iblis yang memanggilnya.
Membuat mereka sejahat dan sekejam iblis yang sebelumnnya.
Dan untuk kasus Donghae, tak ada iblis yang menanamkan ingatan padanya. Ia terlahir hanya dengan Hyukjae di dekatnya, seorang manusia biasa. Semuanya masih bersih selayaknnya bayi yang baru lahir. Tubuhnya mungkin sudah dewasa tapi pikiran Donghae selayaknnya anak-anak. Ia tak tahu apapun mengenai dunia ini, tak tahu apa-apa tentang sekitarnya.
Bisa dikatakan Donghae masih murni.
Tak perlu menunggu terlalu lama bagi Hyukjae menyiapkan nasi goreng kimci untuk mereka. Ia bisa melihat Donghae yang melongo melihatnya, seperti melihat emas batangan pertama kalinya. Tepat saat piring penuh makanan itu tersaji didepannya, dengan cepat tangannya mengaisnya lalu measukannya kedalam mulut. Membuat Hyukjae terkejut melihatnya.
"Tidak, Donghae! Bukan begitu!"
Hyukjae segera menghentikan acara makan Donghae yang sangat brutal. Dengan telaten manusia itu membersihkan telapak tangan Donghae dengan tisu sebelum memberikan cendok padanya.
"Begini cara makannya."
Hyukjae menyendok nasi goreng dari piringnnya lalu memasukannya dalam mulut sebelum mengunyahnnya. Ia mengulanginya lagi membuat Donghae menyipitkan matanya. Perlahan iblis itu menggenggam sendoknya, mengambil nasi dipiring lalu memasukannya dalam mulutnya seperti yang dicontohkan Hyukjae.
Hyukjae tersenyum saat melihat Donghae mulai makan dengan sendoknnya. Meski masih berantakan dan berceceran dimana-mana, tapi setidaknnya iblis ini belajar.
Yah, Hyukjae bukanlah iblis yang bisa menanamkan ingatan pada Donghae. Membuat Donghae mengetahui segala hal hanya dengan menjentikan jari. Hyukjae hanya manusia biasa. Ia hanya bisa mengajarkan hal-hal pada Donghae dengan cara manual. Bertahap dan perlahan-lahan.
"Woof woof!" Gonggongan tiba-tiba itu mengagetkan Donghae.
Iblis itu terjatuh terjengkang kebelakang dan reflek sayapnnya muncul tiba-tiba saking terkejutnya. Pakaiannya sobek tanpa bisa dicegah. Ia mengeram marah pada choco yang terus mengongonginya meski tubuhnya menghindar seperti ketakutan akan anjing kecil berbulu cokelat itu.
Hyukjae segera menjadi penengah. Meraih anjingnya dan menenangkannya. Insting hewan, mereka tak pernah menyukai aura gelap dari para mahkhluk malam. Iris hitamnya melihat Donghae yang masih waspada. Melihat anjing ditangannya seperti itu adalah sesuatu yang paling berbahaya di dunia ini.
Manusia itu terkekeh geli, merasa hal yang dilihatnya sangat lucu. Demi Tuhan, didepannya adalah seorang iblis. Mahkhluk malam yang disebut-sebut yang terkuat, tapi takut dengan anjing sekecil ini? Sulit dipercaya. Namun tawa Hyukjae menghilang saat melihat apa yang dilakukan Donghae selanjutnya. Manusia itu terbengong, melihat dengan tatapan tak percaya pada iblis didepannya.
Telinganya yang tak beres atau memang Hyukjae baru saja mendengar Donghae mengonggong?
.
.
.
Mereka berjalan menuruni tangga bawah tanah hingga sampai di lorong bekas jalan kereta bawah tanah yang sudah tak digunakan. Dengan waspada melihat sekitar sebelum masuk kedalam salah satu lorong gelap disana. Langkah mereka terhenti saat sampai di ujung lorong, jalan buntu. Namun satu dari tiga penyihir itu mulai merapalkan mantrannya, membuat perlahan dinding beton itu terbuka.
Didalam sana para penyihir lainnya telah menunggu.
"Kalian mendapatkannya?"
Satu dari mereka memberikan kantung kecil itu pada pemimpin mereka. Tangan kehitaman dengan kuku hitam itu membuka kantung. Mengeluarkannya isi didalamnnya, senyum mengerikannya terkembang.
Sebuah jantung.
Jantung istimewa. Milik manusia yang terlahir saat gerhana.
Bibir hitam itu berguman mantra, membuat seluruh penyihir disana mengikutinya. Mantra itu terus mengalun diucapkan dengan bersamaan oleh para penyihir. Membangun jiwa sepotong demi sepotong.
Deg
Mantra terhenti. Mata perak itu melihat jantung ditangannya.
Deg
Deg
Ia tersenyum sebelum berjalan menuju tungku raksasa yang mendidihkan ramuan hitam didalamnnya. Tangannya terulur dengan jantung hidup yang berada tempat diatas didihan.
"Dengan ini, akan menjadi akhir para pemburu dan... "
Jantung itu terlepas, jatuh kedalam cairan hitam mendidih didalam tungku. Tenggelam perlahan menyatu dengan ramuan mereka.
" ... para manusia."
.
.
.
"Ini tidak berat!"
Berteriak seperti itupun, Hyukjae terlihat setengah mati mengayunkan kapaknnya hanya untuk menancap di kayu yang ingin ia belah. Ya, menancap. Dan sekarang ia kesusahan melepasnya. Udara semakin dingin tapi ia baru berhasil membelah dua buah kayu. Salahkan tubuhnya yang kurus. Salahkan juga tenaganya yang terbatas.
Hyukjae hampir terpelanting kebelakang saat berhasil melepaskan kapaknnya yang menancap. Dengan terengah ia tersenyum pada Donghae yang duduk bersila di tanah tak jauh darinya. Iblis itu sedari tadi melihatnya dengan ekpresi kebingungan sembari berfikir. Entah bingung dengan apa yang dilakukan Hyukjae, atau bingung karena kayu didepan Hyukjae tak juga terbelah. Entahlah, Hyukjae juga tidak tahu.
Namun ekspresi itu menghilang saat terdengar gonggongan choco di balik pintu mansion yang sengaja Hyukjae tutup. Anjing itu sudah bangun rupannya. Telinga Hyukjae segera menangkap geraman dari iblis didepannya. Raut wajah Donghae berubah waspada. Matanya menajam melihat pintu mansion yang tertutup seperti ada sesuatu hal paling berbahaya disana, bukannya hanya seekor anjing kecil yang beratnya tak lebih dari 13 kilogram.
Hal berikutnya membuat Hyukjae berkacak pinggang. Donghae kembali mengongong. Membalas setiap gongongan choco seperti mereka sedang berdebat dalam bahasa anjing. Kalau tak ingat sosok didepannya ini adalah iblis yang baru lahir, Hyukjae pasti sudah menyeret Donghae kerumah sakit jiwa sekarang.
"Donghae!"
Mendengar teriakan Hyukjae membuat Donghae berhenti mengonggong.
"Harus berapa kali kukatakan, jangan lakukan hal itu lagi! Jangan pernah 'worf worf' seperti itu lagi! Tidak boleh!" Hyukjae menyilangkan tangannya.
Seakan mengerti iblis itu langsung diam dan menunduk, sesekali iris cokelatnya melirik Hyukjae. Tingkah lakunya seperti bocah yang dimarahi ibunya karena berbuat nakal. Hyukjae menghela nafas. Kau tahu, mengurus iblis tak segampang mengurus anak-anak. Yang satu ini bahkan memiliki wujud sepantaran dengan Hyukjae.
Donghae tak bisa mengatakan apapun selain mengeram, berteriak, dan mengongong. Butuh satu minggu agar iblis ini faham bahwa ia bernama Donghae. Butuh kesabaran luar biasa untuk membuatnya diam berbaring disebelah Hyukjae saat malam hari. Butuh acara kejar-kejaran dulu saat Hyukjae akan memandikannya, dan Hyukjae akan berteriak tak terima jika Donghae mulai mengeluarkan sayapnnya.
Ini mungkin terdengar gila, namun segala tentang iblis ini dimata Hyukjae sekarang terlihat normal. Tak terkejut dengan sayap hitam itu lagi, tak terkejut dengan taring tajam itu lagi, dan tak terkejut dengan embel-embel jenis sosok yang hidup dengannya kini. Seorang iblis. Manusia ini bisa membiasakan diri dengannya.
"Lebih baik, kau bantu aku. Ambil beberapa kayu di belakang sana dan bawa kemari. Kayu, yang seperti ini." Hyukjae menepuk satu bongkah kayu didepannya.
Melihat kernyitan Donghae, Hyukjae lalu menunjuk pohon-pohon disekitar mereka.
"Yang seperti itu tapi yang sudah dipotong-potong seperti ini." Kembali Hyukjae menunjuk bongkahan kayu di dekatnya.
Desahan nafas leganya terdengar saat iris hitamnnya melihat iblis itu berjalan kebelakang mansion itu. Meski langkahnya terlihat ragu dan sesekali melihat Hyukjae dengan tatapan bingung.
"Yah setidaknnya cara berjalanannya lebih normal sekarang." Guman Hyukjae kembali mengayunkan kapaknnya.
Belum juga kapak Hyukjae menyentuh kayu, suara gedebuk yang begitu keras mengagetkannya, seperti sesuatu tengah tumbang. Dengan cepat manusia itu berlari menyusul Donghae dibelakang mansion hanya untuk menganga tak percaya.
Pohon pinus itu terkapar tak berdaya di tanah. Tepat disebelahnnya sesosok iblis mengerjap tanpa dosa. Jika dugaannya benar, Donghae baru saja merobohkan pohon setinggi lebih dari dua puluh meter dengan tangan kosong.
Demi Tuhan, tangan kosong?!
Yah, setidaknnya Hyukjae tak perlu cemas dengan persedian kayu saat musim dingin nanti.
.
.
.
Hyukjae tak tahu ini terjadi sejak kapan, tapi mengurus Donghae menjadi sesuatu yang menyenangkan. Tingkah lakunya yang lugu terlihat lucu dan manis. Iblis ini juga cepat sekali belajar, segala yang ada disekitarnya terproses dengan cepat di pikirannya. Ia bahkan bisa menebak trik-trik yang Hyukjae lakukan untuk menyeretnya kekamar mandi sekarang. Seperti tadi, Hyukjae gagal memancing iblis ini masuk kekamar mandi dengan menggunakan makanan. Donghae sudah melarikan diri bahkan sebelum naik kelantai atas.
Manusia itu tak punya pilihan lain. Jika Donghae tak mau kekamar mandi, maka Hyukjae membawakan kamar mandinya untuk iblis itu. Maksudnya, Hyukjae membawa seember air sebelum mengguyur Donghae begitu saja diruang tengah. Sedikit kejam memang, tapi niat Hyukjae baik.
"Diam."
Pisau cukur itu dengan perlahan menyapu busa cukur di dagu Donghae. Hyukjae dengan hati-hati melakukan pekarjaannya, membantu iblis ini bercukur. Setiap Donghae bergerak sedikit saja maka dengat mata tajam Hyukjae memarahinya, membuat iblis itu diam kembali.
Iris cokelat itu melihat betapa seriusnnya raut wajah Hyukjae didepannya. Melihat bagaimana sepasang kelerengan hitam itu bergerak. Iblis itu mendekat pada Hyukjae.
"Ya! Donghae diam dulu!"
Hyukjae terdiam saat merasakan hembusan nafas dilehernya dan tangan kuat itu memegang pinggangnnya seakan agar ia tak pergi kemana-mana. Dahi Hyukjae mengernyit saat merasakan pergerakan Donghae.
Iblis ini mengendusnya?
Dapat manusia ini rasakan ujung hidung Donghae yang sesekali menyentuh leher dan tulang selangkannya. Seperti mencari-cari karena begitu haus dengan aromannya. Tangan pucat itu mencoba mendorong tubuh iblis itu menjauh darinya namun rengkuhannya justru semakin kuat hingga dada mereka menempel erat. Bahkan hidung itu semakin dalam mengendusinya.
Hyukjae menghela nafas.
"Donghae... aku ini belum mandi."
.
.
.
Bukanlah sebuah candaan saat Hyukjae mengatakan membutuhkan setengah hidupnya untuk membersihkan mansion ini. Hinggga saat ini lewat berhari-hari ia datang kemari, ia baru bisa membersihkan beberapa sudut ruangan saja.
"Uhuk-uhuk!"Manusia itu terbatuk-batuk karena debu dan abu yang bercampur di perapian.
"Pegang ini."
Donghae dengan patuh menerima sapu dari Hyukjae. Melongokkan kepalanya kedalam perapian, Hyukjae segera mendongak melihat cerobong asapnnya.
"Kurasa masih bisa digunakan."
Mereka berusaha membersihkan perpustakaan karena Hyukjae merasa sayang jika buku-buku ditempat ini terbengkalai. Tempai ini juga memiliki perapian dan sofa panjang yang nyaman. Yang perlu dilakukan hanya membersihkan semua kotoran ditempat itu.
"Wow wow! Donghae turunkan itu!" Seruan panik itu terdengar saat melihat iblis itu mengangkat rak buku.
Hyukjae bersumpah rak buku itu sangat besar dengan puluhan buku disana tapi Donghae mengakatnya begitu enteng seperti tak ada bobotnya. Perlahan rak itu kembali menyetuh lantai kayu membuat Hyukjae bernafas lega. Hyukjae menyuruhnnya memindahkan buku-buku dirak tapi iblis ini justru ingin memindahkannya sekalian dengan rak bukunnya.
Kelebihan mahkhluk malam, mereka memiliki kekuatan diatas manusia. Sejauh yang Hyukjae lihat selain dua sayap dan tenaga diatas normal, Donghae tak menunjukan apa-apa. Hyukjae sudah membaca apa kelebihan seorang iblis, dan dari semua daftar keseluruhan kekuatan mereka tak satupun yang ingin Hyukjae lihat.
Hyukjae lebih suka Donghae yang seperti ini saja.
Donghae yang murni.
Desahan lega itu terdengar saat Hyukjae berbaring dilantai kayu yang selesai ia bersihkan. Merasakan tulang punggungnnya terenggang dengan nyaman dipermukaan datar. Mereka berhasil membersihkan hampir setengahnya. Hyukjae membuka matanya saat merasakan kehadiran orang lain. Donghae ikut duduk disebelahnnya sebelum membaringkan diri meniru Hyukjae.
Hyukjae merentangkan tangannya, Donghae mengikutinya. Hyukjae menedang-nendang udara, Donghae juga mengikutinya. Manusia itu tertawa karena Donghae melakukan semua itu dengan wajahnya yang datar. Memiringkan tubuhnya, Hyukjae menjadikan satu lengannya menjadi bantal. Otomatis Donghae mengikutinya, membuat mereka berbaring berhadapan. Membuat keduanya bisa melihat bayangan mereka dikedua iris lainnya.
Membuat Hyukjae merasa jiwanya tersesat di iris cokelat didepannya.
Tangan pucat itu terulur, perlahan menyingkirkan helaian rambut hitam itu dari kening Donghae. Sentuhannya terhenti di pipi iblis itu, melihat bagaimana mata sendu itu begitu serasi dengan hidung serta bibir tipis disana. Bagaimana segala proposinya begitu mempesona. Sangat rupawan.
Seorang iblis yang rupawan.
Hyukjae menarik tangannya. Tersenyum pada Donghae.
"Aku tahu ini mungkin terdengar mustahil untukmu. Tapi aku tak ingin kau menyakiti orang lain. Aku ingin kau menjalani hidupmu dengan baik."
Seluruh manusia mungkin akan menganggap apa yang Hyukjae katakan adalah omong kosong. Sebuah keyakinan yang tak berarti. Sekali seorang iblis maka selamanya adalah seorang iblis.
Tapi Hyukjae tak peduli. Iblis ini sebatang kara, seperti dirinya. Sesuatu yang tak bisa Hyukjae abaikan begitu saja. Perlahan Hyukjae menutup matanya, menyamankan diri untuk beristirahat.
"Aku akan selalu disini, Donghae. Tepat disisimu."
Itu hanya sebuah bisikan pelan, namun terdengar jelas ditelingannya. Iris cokelat itu melihat bagaimana nafas Hyukjae yang berangsur teratur. Menandakan manusia itu tengah tertidur tenang. Iblis itu mendekat pada kehangatan didekatnya, pada harum tubuh yang begitu dikenalnya. Satu-satunya yang dikenalnnya. Donghae meringkuk begitu dekat pada Hyukjae sebelum ikut memejamkan matanya. Merasakan keheningan disekitar mereka.
Begitu tenang dan aman.
.
.
.
Gerimis itu mengguyur kota. Langit menghitam membuat hari itu lebih gelap dari biasannya. Laki-laki itu megerakkan setirnya membuat mobilnya berbelok di jalanan sepi dengan pepohonan di kanan kiri.
"... iya semua sudah dilakukan. Baik saya mengerti ... tentu saja ..."
Satu tangannya memegang ponsel sembari matanya awas meliahat jalanan didepannya yang begitu sepi. Ia akan menambah kecepatannya kalau saja tidak dengan tiba-tiba pohon besar itu tumbang didepannya. Mengagetkannya yang reflek menginjak rem mobil.
Laki-laki itu keluar dari mobil hanya untuk melihat sebatang pohon yang tepat mengahalangi jalannya. Ia yakin tak ada petir yang menyambar, atau angin besar yang dapat menumbangkan pohon, jadi bagaimana pohon ini tumbang begitu saja tanpa sebab?
Perhatiannya teralih saat melihat seseorang berdiri ditengah jalan. Ia menyipitkan matanya karena jarak mereka yang cukup jauh, mencoba memanggil namun tak ada sahutan. Laki-laki itu perlahan mendekat, hanya untuk melihat orang itu memakai jubah hitam yang sudah basah oleh air hujan. Matanya terbelalak saat melihat tangan hitam berkuku tajam sosok itu.
Bukan manusia.
Dengan cepat laki-laki itu berbalik namun semuanya terlambat saat tiba-tiba saja tubuhnya tertarik kebelakang secara misterius. Ia bisa merasakan nafasnya yang mulai sesak seiring tubuhnya membiru dan akhirnya tak bergerak. Mati seketika.
Sosok berjubah itu menyeringai. Perlahan terlihat sosok-sosok berjubah lain dibelakangnnya. Mata peraknya melihat jalanan beraspal menuju kota.
Mereka akan membumihanguskan segalanya, dan semuannya akan mereka mulai dari kota ini.
Kawanan burung yang terbang menyebar secara bersamaan mengagetkan Hyukjae yang sedang menutup lubang jendela dengan kayu. Dapat ia lihat kawanan burung itu terbang menjauhi kota melewati mereka yang tepat ada dibawah. Manusia itu langsung melihat Donghae disampingnnya saat mendengar geraman.
Donghae diam di tempat namun terlihat begitu tegang. Matanya menatap tajam di gerbang mansion dengan kawaspadaan begitu tinggi. Iblis itu merasakan bahaya disekitarnya, dan Hyukjae tahu ini bukan hal sepele melihat betapa keras tatapan Donghae.
Hyukjae yakin telah terjadi sesuatu dikota.
Dengan cepat ia menyeret Donghae masuk kedalam mansion, menggiring iblis itu masuk ke perpustakaan dan mendudukannya disudut tergelap tempat itu. Ia segera membawa anjingnnya juga masuk dengan cepat sebelum kembali menghampiri Donghae.
"Dengarkan aku. Aku akan melihat keadaan diluar sana dan selama aku pergi tetaplah bersembunyi. Jangan pernah muncul jika bukan aku yang datang!" Hyukjae mencengkaram kedua pundak Donghae.
"Ingat itu Donghae, jangan keluar apapun yang terjadi sampai aku kembali."
Dengan itu Hyukjae berjalan keluar dari tempat itu. Dengan cepat menyambar mantel sebelum keluar dari lingkungan mansion. Ia berjalan memalui jalan sepi menuju kota, akan memakan waktu lebih lama jika ia menunggu bus.
Langkah Hyukjae terhenti, matanya terbelalak saat melihat bus yang harusnnya beroprasi dijalan ini justru terbalik didepannya. Ia bisa melihat pecahan kaca bercampur darah yang berhampuran. Asap dari mesin yang terbakar menandakan kejadiannya baru saja terjadi. Ini jelas bukan sebuah kecelakaan, semuannya terlihat seakan sesuatu telah membalikannya.
"ARRKKK!"
Teriakan itu mengajutkan Hyukjae, ia tahu tak jauh darinya ada seseorang yang telah diserang. Hyukjae tak berani melanjutkan langkahnnya menuju kota. Ia tahu sesuatu yang berbahaya telah menungunya disana. Dengan cepat ia berbalik, berlari secepat yang ia bisa menuju kembali ke arah mansion.
Betapa terkejutnya ia saat melihat pintu mansion itu telah terjeplak dengan satu daun pintu yang roboh. Detak jantung Hyukjae bertambah cepat saat ketakutan menjalar di tubuhnya.
"Donghae." Hanya satu nama itu yang ia ingat. Alasan yang membuatnya mengambil resiko dengan masuk kedalam mansion.
"Donghae!" Teriaknya mememeriksa perpustakaan, ia semakin panik saat tak menemukan iblis itu disana.
Dengan cemas setengah mati ia mulai mencari. Langkahnya membuatnya kembali keruang utama, berniat keluar mencari iblis itu di luar. Namun semuannya tak terjadi saat melihat sosok lain berdiri tepat didepan pintu mansion yang sudah rusak itu.
Berjubah hitam, beraura menakutkan, dan saat sosok itu berbalik Hyukjae dapat melihat bola mata peraknnya yang bersinar dikegelapan. Hyukjae merasa nafasnya berubah sesak dan tubuhnnya tegang.
Penyihir. Sosok didepannya ini adalah menyihir.
Iris hitam itu dapat melihat seringaian wanita berjubah didepannya. Bisa mendengar alunan mantra yang tak dimengerti itu sebelum secara tiba-tiba tubuhnya melayang menghantam jendela hingga kacannya hancur. Tubuh itu jatuh dilantai tak berdaya. Manusia itu mengerang kesakitan. Ingin berdiri dan berlaripun, Hyukjae tak bisa. Ada bongkahan kaca yang menancap di pergelangan kakinya. Membuat darahnnya mengucur membasahi sekitar.
"Manusia ..." Tawa mengerikan itu bagai teror di telinga Hyukjae.
"... bodoh dan lemah."
Penyihir itu sudah akan mengalunkan mantrannya kalau saja tak ada seekor anjing yang tiba-tiba menggigit jubahnnya. Dengan sekali hempasan tangan, anjing berbulu cokelat itu terlempar menghantam langit-langit dan jatuh dilantai tak bergerak.
"Choco!"
Sudah tak terdengar lagi langkah pelan penyihir itu saat iris hitam itu melihat choco yang terbaring tak bergerak. Anggota keluargannya. Ia bahkan tak menyadari saat penyihir itu kembali mengalunkan mantrannya.
Senyum liciknnya terukir. Ia akan membunuh manusia laknat ini bagai hama yang menganggu, bagai sampah yang harus dibuang. Kematian rendah yang pantas mereka dapatkan. Tangannya terulur akan menyentak mantranya kalau saja tubuhnya tidak secara tiba-tiba terlempar keudara lalu mengahantam tembok dengan keras.
Hyukjae melihat sosok yang berdiri didepannya.
"Donghae ..." Bisiknnya pelan.
Penyihir itu mencoba berdiri dengan susah payah, mulutnya memuntahkan darah karena hantaman keras yang ia terima. Ia melihat tajam sosok beraura gelap didepannya. Sebuah kegelapan yang tak biasa. Seorang iblis.
Dengan cepat ia merapalkan mantra, mencoba mengahantam iblis didepannya dengan gelombang sihir hitamnnya. Namun semuanya sia-sia, sosok itu tak bergeming sedikitpun, justru perlahan berjalan mendekatinnya hingga penyihir itu tak bisa menghindar. Ia tak berdaya saat tangan kuat itu menyambar lehernya, mencekiknnya hingga kakinya tak lagi menyentuh tanah.
Mengeliat sekuat tenaga, tubuh lemah itu mencoba melarikan diri dari cengkraman iblis sebelum ia tiba-tiba saja membeku. Membeku saat bola mata peraknnya bertemu dengan mata hitam menyeluruh yang begitu gelap. Mata dari mahkhluk penguasa neraka.
Penguasa kegelapan.
Aura kehidupannya perlahan menghilang, membuat tubuhnya perlahan menyusut hingga tersisa tulang dan mati pada akhirnya. Bahkan iris hitam manusia itu melihat dengan jelas bagaimana tubuh penyihir itu terjatuh dilantai bak tulang belulang. Melihat punggung Donghae yang membelakanginya.
Sejenak pikirannya berteriak akan siapa Donghae sebenarnya. Disadarkan seberapa berbahayanya iblis ini untuknnya. Hyukjae hanya manusia lemah yang punya keterbatasan, tak akan berarti apa-apa untuk mahkhluk malam ini. Akan dengan mudah digilas dan dihancurkan.
Hyukjae tersentak saat iblis itu berbalik kepadanya. Ia perlahan mundur saat iblis itu berjalan mendekatinya. Namun segala alaram bahaya Hyukjae terhenti saat melihat iris cokelat itu kembali. Melihat tatapan polos yang begitu tak berdosa. Tatapan yang menemani hari-harinya ditempat ini.
Tatapan yang dimiliki oleh Donghae.
Donghae yang hidup bersamannya.
Donghae yang murni.
.
.
.
Seluruh kota dilanda kepanikan. Penyerbuan mendadak oleh para penyihir membuat semua orang dilanda ketakutan. Jumlah mereka yang banyak menyapukan mantra mereka membunuh manusia yang dilihatnya. Para pemburu dikerahkan namun jumlah yang sedikit membuat mereka tak bisa mengimbanginnya.
"Pastikan kita menahan mereka sampai orang-orang keluar dari tempat ini! Priyoritas utama kita sekarang adalah keselamatan semua orang."
"Baik Letnan."
Yesung, Letnan pemimpin pemburu kota ini menghunus padangnnya. Ia tahu keadaan tak berpihak pada mereka tapi mereka harus bertahan dan melawan. Tak ada banyak pilihan yang ditawarkan. Dengan cepat ia ikut menebas penyihir yang dihadapi para anak buahnnya. Membuat penyihir ketiga yang mereka temui itu tergeletak tak bernyawa.
"Letnan! Ini buruk!"
"Apa maksudmu?"
Anak buahnnya yang baru datang itu terengah-engah.
"Mereka memantrai seluruh kota, membuat dinding yang tak bisa dilewati siapapun. Kita terjebak."
Genggaman Letnan itu pada pedangnnya mengerat. Suara raungan dan teriakan orang-orang mengalihkan perhatian para pemburu itu. Getaran tanah yang mereka rasakan bukanlah pertanda yang bagus. Mata mereka terbelalak melihat sesuatu didepan mereka.
Itu bukan mahkhluk biasa. Tingginya lebih dari tiga meter dengan tubuh bagai batu yang terselimuti cairan hitam menjijikan. Rupanya begitu buruk dengan taring raksasa.
Monster. Didepan mereka adalah monster.
Monster ciptaan para penyihir yang kini tersenyum mengerikan pada para manusia.
.
.
.
Tangan pucat itu menghapus lelehan air matannya yang mengalir tanpa bisa dicegah tak peduli jika tangannya penuh akan tanah. Hyukjae mengubur anjingnnya sembari menangis dalam diam digelapnya malam. Memupuk tanah itu hingga membentuk gundukan. Manusia itu terdiam setelahnya. Menarik nafas, mencoba menenangkan diri.
"Kita harus segera pergi dari tempat ini."
Setelah mengucapkan itu, Hyukjae melambai pada Donghae untuk membantunya berdiri karena luka dikakinya membuatnnya tak bisa berjalan untuk sementara. Perlahan mengarahkan Donghae agar menggendongnya dipungung. Iblis itu berjalan meninggalkan mansion itu menuju jalan utama dengan Hyukjae dipunggungnya.
Hyukjae menyandarkan kepalannya di pundak Donghae saat angin malam menyapa kulit mereka. Kedua lengannya memeluk leher iblis itu erat takut terlepas.
"Adik dan ibuku mati karena serangan werewolf."
Langkah itu sejenak berhenti, Donghae melirik Hyukjae sejenak sebelum kembali berjalan.
"Saat itu adalah hari ulang tahunku, mereka berniat membelikanku kue ulang tahun di pusat kota namun insiden penyerangan di stasiun kereta membuat mereka ikut terbunuh. Bukannya hadiah yang kudapat saat itu tapi justru kabar kematian keluargaku."
Rasa sakit yang akrab itu kembali Hyukjae rasakan. Rasa sakit saat keluarganya direnggut darinya. Rasa sakit bagaimana satu-persatu orang yang ia cintai meninggalkannya. Menyisakan dirinya seorang. Cengkaraman itu semakin erat.
Luka itu mengaga tanpa seorang pun bisa mengobatinya.
"Berjanjilah kau tak akan meninggalkanku, Donghae." Kata-kata itu berupa lirihan sebelum disusul dengan isakan.
"Berjanjilah bahwa kau akan selalu berasamaku."
Hyukjae menangis. Menangis dibalik punggung seorang iblis. Seorang iblis yang sayangnnya satu-satunya yang ia miliki. Satu-satunya yang tersisa untuk ia kasihi. Hanya satu-satunya.
Mereka berjalan menuju keluar kota. Hyukjae tahu arah kota sangat berbahaya bagi mereka. Jadi mereka akan mencoba keluar dari tempat ini secepatnya. Suara langkah kaki beruntun yang mendekati mereka membuat langkah Donghae terhenti sebelum pedang-pedang perak itu terhunus didepan mereka.
"Manusia! Mereka manusia!"
Pemburu. Tapi Hyukjae tak bisa bernafas lega. Donghae adalah Iblis, jika mereka mengetahuinya maka habislah sudah. Hyukjae mendekati telinga Donghae, berbisik agar iblis itu mengikuti apa yang orang-orang ini katakan. Manusia tak bisa mendeteksi aura hitam para mahkhluk malam, asalkan Donghae tak memperlihatkan kedua sayap serta kekuatannya maka mereka tak akan curiga.
Mereka membawa keduannya di sebuah tempat agak tersembunyi di pinggir kota. Disana terlihat banyak sekali orang-orang yang mengungsi dan ketakutan. Banyak diantara mereka juga terluka. Seorang Dokter segera menghampiri keduanya, mencoba membantu membawa Hyukjae. Namun Donghae justru menjauhkan tubuh Hyukjae digendongannya dari dokter itu. Menatapnya tajam dan memberi peringatan. Ia tak ingin ada yang menyentuh Hyukjae.
"Tidak apa-apa." Bisikan menenangkan itu akhirnya membuat Donghae menurunkan Hyukjae dari gendongannya, membiarkan dokter itu mengobati luka manusia ini.
"Kenapa semua orang berdiam diri ditempat ini? Bukankah kita semua harusnya meninggalkan kota ini segera?"
"Kau tidak tahu?"
Hyukjae menggeleng. Dokter itu mengehela nafas sembari melilitkan perban bersih di pergelangan kaki Hyukjae yang terluka.
"Para penyihir memantrai seluruh kota. Membuat benteng tak terlihat yang membuat siapapun tak bisa masuk ataupun keluar dari kota ini. Intinya kita semua terjebak."
"Bagaimana dengan kereta bawah tanah? Seharusnnya mantra mereka tak bisa menembus tanah dan semua orang bisa keluar dari tempat ini dengan melewati jalurnnya."
"Seluruh pusat kota dikuasahi para penyihir, bahkan kabarnya ada moster mengerikan diantara mereka. Sangat mustahil masuk kekota sekarang."
Hyukjae terdiam, tak menyangka keadaan lebih buruk dari yang ia kira. Lalu bagaimana nasip mereka sekarang? Tangannya menggenggam erat tangan hangat iblis disampingnya, mempertemukan iris keduanya dalam katakutan.
Bagaimana nasibnya dan Donghae?
Haruskah ia menunggu para pemburu ini menghunus pedang mereka pada iblis ini? Atau justru menunggu para penyihir itu melontarkan mantra padanya? Tidak! Hyukjae tak akan membiarkannya.
.
.
.
Malam semakin larut dan Hyukjae masih diam duduk ditempatnya. Melihat para pemburu begitu sibuk datang dan pergi. Semua orang terlihat begitu sibuk untuk peduli saat Donghae kembali menggendong Hyukjae dan menyelinap pergi dari tempat itu.
Hyukjae memiliki rencana. Rencana gila sebenarnya, tapi lebih baik dari pada diam ditempat ini dengan kemungkinan bahwa kapan saja para pemburu itu mengetahui jati diri Donghae cepat atau lambat. Mereka akan ke pusat kota, ke stasiun kereta bawah tanah untuk bisa keluar dari tempat ini secepatnya.
Ia tahu ini penuh resiko dan bisa kapan saja mereka bertemu penyihir yang berbahaya, tapi tak banyak pilihan yang mereka miliki saat ini. Menghadapi penyihir terdengar lebih baik sekarang ketimbang menghadapi para pemburu. Jika penyihir cenderung tak peduli dengan sesama para mahkhluk malam maka berbeda dengan para pemburu, sekali mereka mengenali Donghae sebagai iblis maka seluruh pemburu didunia ini akan mengincarnya.
Donghae berjalan cepat menapaki jalanan sepi dengan bangunan-bangunan yang porak poranda disekitarnya. Bulu kuduk Hyukjae merinding saat merasakan betapa kelam aura ditempat ini sekarang. Menandakan para penyihir itu berkeliaran disekitar mereka sekarang.
"Cepat Donghae sebelum mereka menemukan kita."
Tiba-tiba saja Donghae berhenti mendadak, Hyukjae terkejut saat sebongkah beton raksasa itu terlepar kearah mereka. Hampir mengenai mereka kalau saja respon Donghae tak cepat.
"Apa yang kutemukan disini? ... seorang iblis."
Iris hitam itu menemukan sosok berjubah tak jauh dari mereka. Matanya perak dengan sinar yang berbeda dari yang sebelumnnya, membuat Hyukjae yakin satu ini jauh lebih berbahaya dari penyihir sebelumnnya. Hyukjae tersentak saat penyihir laki-laki itu meliriknya.
"Manusia dan iblis? Menarik."
Semua bongkahan bangunan itu melayang dengan begitu menakutkan. Namun belum sempat penyir itu menyerang, para pemburu datang dengan menghunuskan pedangnnya.
"Semuannya incar jantungnnya!" Seru Yesung lalu mulai berlari siap menebas kepala penyihir itu kalau saja gelombang sihir dasyat itu tak menghantamnya dan semua pemburu.
Mereka terlempar dan menghantam kerasnya beton disekitar, terkapar tak berdaya. Penyihir ini terlalu kuat. Sangat kuat. Iris perak itu kembali melihat Donghae, dengan matrannya ia membuat Donghae terkapar ditanah tak berdaya. Membuat grafitasi disekitar iblis itu berjuta-juta kali lebih berat, membuat Donghae tetap diam menempel ditanah.
"Cara tercepat untuk membunuh seorang iblis adalah dengan menusuk jantungnya hingga mati. Tapi jantung itu bisa berarti apa saja dan ... siapa saja."
Mantra itu mengalun membuat pedang perak salah satu pemburu itu melayang diudara. Mengarah lurus tepat kearah Hyukjae. Seringaian itu terukir saat melihat bagaimana iblis itu bereaksi.
Manusia ini adalah jantungnnya.
"Kau akan mati, dan iblis ini akan mengikuti jiwamu ke alam baka."
Dan tak ada yang bisa mencegahnnya. Hyukjae menutup matanya saat pedang perak itu terbang meluncur kearahnnya sangat cepat.
Tapi tak ada rasa sakit. Ia justru merasakan sesuatu mengucur membasahi tubuhnnya. Hyukjae membuka matanya, begitu terkejut saat tubuh Donghae tepat ada dihadapannya. Menghalau pedang perak yang kini justru menembus tubuhnnya. Darah hitam itu mengucur membasahi kedua tangan Hyukjae. Manusia itu menatap iblis didepannya dengan tak percaya.
"Do-Donghae ... tidak ..."
Tapi Donghae tak merespon, iblis itu justru berdiri. Menatap tajam penyihir itu. Mata perak itu melihat bagaimana iblis itu mencabut pedang perak ditubuhnnya dengan mudah. Melihat bagaimana luka itu menutup begitu cepat.
Darah hitam itu perlahan merambat di besi perak itu, menutupnya hingga pedang itu berubah hitam kelam. Kedua sayap berbulu hitam itu membentang dan iris cokelat itu telah berubah hitam sepenuhnya.
Yesung melihat hal itu dengan tak percaya. Selama ia menjadi pemburu ini adalah pertama kalinya ia melihat iblis secara langsung. Dapat ia rasakan udara disekitar menjadi lebih pekat, seakan kegelapan sang iblis menutup seluruh cahaya yang ada. Makhluk paling gelap. Jiwa dari neraka.
Suara tawa itu mengelegar saat penyihir itu melihat bagaimana wujud sesunguhnya dari iblis itu. Dengan mantrannya ia memanggil mahkhluk besar itu. Monster mengerikan yang mengaung dengan suara menggelegar pada Sang iblis.
Dengan langkahnnya yang menggema dan menggetarkan tanah, monster itu menerjang Donghae tanpa ampun membuat senyum penyihir itu terukir. tak ada yang bisa mengalahkan ciptannya, bahkan iblis sekalipun.
CRASH
Pedang hitam itu menembus tubuh monster, membuat ujung pedang itu terlihat sebelum iblis itu menariknnya keatas membelahnnya. Dan dalam sekejap mata monster itu berubah menjadi potongan-potongan kecil yang tak berguna. Tak ingin menyerah, penyihir itu mulai menyusun mantrannya mengarahkan kutukannya.
Cklak
"AARRGGH!" Suara kesakitan itu terdengar saat penyihir itu merasa tulang tubuhnnya patah
Tangan Donghae terulur, jemarinnya perlahan mulai mencengkram dengan mata hitam yang menatap lurus penyihir jauh disana. Seperti sedang diperas, tubuh penyihir itu menyusut dengan darah terciprat dimana-mana. Saat tangan Donghae tercengkram sempurna, penyihir itu sudah hancur memadat menjadi bulatan bagai sampah.
Hyukjae melihat semua itu dengan jelas, ia melihat Donghae membunuh penyihir itu semudah meremukan kaleng minuman. Semuanya seakan semakin menegaskan padannya, bahwa Donghae adalah seorang iblis.
Sebuah jiwa yang berasal dari neraka.
Yang tak memiliki nurani dan perasaan.
Iris hitam itu melihat bagaimana iblis itu berbalik kearahnya. Perlahan darah yang menyelimuti pedang ditangannya menghilang dan membiarkan logam perak itu jatuh menghantam tanah. Semakin langkahnnya mendekati manusia itu sayapnya perlahan tertangkup dan menghilang. Dan saat ia telah berlutut didepan Hyukjae, iris cokelat itu telah kembali.
Kembali dengan seluruh kemurniannya.
Kemurnian yang sejenak begitu Hyukjae rindukan.
Dengan cepat tangan kurus itu merengkuh Donghae. Air mata Hyukjae mengalir seiring betapa putus asanya dia mendekap Donghae. Seiring betapa putus asannya dia akan kehadiran sosoknnya. Seiring dengan ketakutannya tak akan menemukan Donghaennya kembali.
Donghaenya, satu-satunya yang ia miliki.
.
.
.
Iris kelam pemburu itu mengamati sekitarnya, melihat potongan-potongan tubuh monster yang tersebar ditempat itu.
"Mereka mengatakan seluruh penyihir yang tersisa tengah diburu." Siwon mengatakan pada rekannya yang kini masih begitu fokus melihat bekas-bekas pertempuran.
"Ini bukan pemburu."
"Apa?"
Kyuhyun menunjuk sisa-sisa potongan danging didepannya.
"Yang melakukan semua ini bukan para pemburu seperti yang mereka katakan. Ada sesuatu yang lain, tapi aku tak tahu apa itu."
"Menurutmu sesuatu ini berbahaya?"
"Tentu saja, ini lebih kuat dari penyihir paling berbahaya sekalipun."
.
.
.
"Kenapa kau tidak mengatakan pada mereka?"
Yesung melihat salah satu rekannya yang sedang diobati lukannya sama seperti dirinnya.
"Apa maksudmu?"
"Iblis itu, kau tidak mengataknya pada para pemburu yang datang dari pusat."
Pemburu itu terdiam, sebelum tersenyum ringan pada rekannya.
"Anggap saja balas budi."
Yesung membiarkan mereka pergi untuk membalas budi, ia akan tutup mulut juga untuk membalas budi. Kali ini ia melepaskannya, tapi ia berjanji pada dirinnya sendiri jika ia melihat iblis itu lagi maka ia akan bertindak selayaknnya pemburu.
"Kau tahu seberapa jauh kekuatan seorang iblis?" Rekannya itu menggelang pelan.
"Hampir tak terbatas."
Ingatannya kembali pada laki-laki muda yang bersama iblis itu.
"Dan jika ada manusia yang bisa menaklukkan seorang iblis, maka ia bisa menaruh dunia ini dibawah kakinya."
.
.
.
Iblis adalah jiwa gelap yang berasal dari neraka. Mereka mewakili seluruh kejahatan didunia ini. Mereka begitu terkutuk dan dilaknat selamanya. Keberadaan mereka begitu dilarang dan eksistensi mereka adalah bencana.
"Kita istirahat disini."
Hyukjae perlahan turun dari gendongan Donghae lalu duduk di batang kayu yang tumbang itu. Manusia itu segera meminta Donghae mengisi botol air minum mereka saat melihat sungai tak jauh dari mereka.
Keduanya sedang berusaha untuk menemukan halte terdekat, membelah hutan setelah berhasil keluar dari kota demi menghindari para pemburu. Mereka akan menuju kota lain, mencari tempat tinggal murah dan terbengkalai seperti bagaimana Hyukjae mendapatkan mansion sebelumnnya.
Mereka akan menata hidup mereka kembali.
Donghae tidak hanya kembali dengan botol yang sudah terisi penuh oleh air bersih, namun membawa sesuatu hal lain. Hal lain yang tak sengaja ia temukan didekat sungai saat mengambil air. Hyukjae mengernyit melihat tingkah lakunya.
"Apa yang kau bawa Donghae?"
Iblis itu menyembunyikan sesuatu dibalik punggungnnya. Melirik sekali lagi pada manusia didepannya, Donghae akhirnya mengulurkan benda ditangannya pada Hyukjae.
Manusia itu terdiam.
Setangkai mawar, berwarna sangat merah dan mekar sempurna. Begitu cantik dan sangat indah.
Perlahan tangan pucat itu mengambil mawar itu dari Donghae. Warna merahnnya begitu kontras dengan kulitnya yang pucat. Iris hitam itu melihat Donghae penuh akan kelembutan sebelum tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya.
Sebuah senyum bahagia.
Sebuah senyum bahagia yang perlahan membuat bibir tipis iblis itu ikut tertarik membentuk senyuman tipis.
Bagaimana kasih sayang itu tergambar jelas disana.
Namun terkadang segalanya tak seperti yang tak terlihat. Tanpa keduanya sendiri sadari bentuk kasih sayang sederhana itu berarti segalanya. Bagaimana kegelapan didalam jiwa itu akan selalu ada, terkunci rapat dibalik kepolosan serta kemurniannya. Bagaimana otoritasnnya terbangun tanpa ia sendiri menyadarinnya. Membuatnya tak akan melepas manusia ini.
Hyukjae merupakan miliknya, untuknnya.
Donghae tak akan membiarkan apapun merenggut Hyukjae dari sisinya. Bibir tipis itu perlahan terbuka.
"Hyuk..."
Manusia itu terkejut melihat iblis didepannya. Mendengar sepatah nama itu terdengar untuk pertama kalinya.
"Hyukjae."
.
.
.
END
Aku gak peduli, aku akan buat sequel ff ini! Oh ayolah, Hae baru ketemu penyihir doang. Aku ingin mempertemukannya dg vampir, werewolf atau iblis yg lainnnya. Tapi blum tau mo buat kapan lanjutannya hahahaha
Ff ini untuk mengisi waktu luang kalian meski bosenin karena kepanjangan, mianhae.
See u next story
