Disclaimer: Fujimaki Tadatoshi-senseei~ Kurokocchi kudasaai~
Oi, Kise! Ngapain kamu ikut-ikut nulis disclaimer? (Kise:Suimasen~!)
Konnichiwa! Kali ini boku mau menceritakan parodi alay dari Cinderella. Itung-itung bonus dari pertapaan boku selama di desa terpencil yang banyak rambutannya ini ^3^
Genre: parody, gender bender, humor, suspense(?)
Warning: Fem!Mido, Fem!Aka, Fem!Mura, OOC, alay, semua karakter hanya dipanggil dengan nama keluarga kecuali Kuroko
Jaa, happy reading!
Pada suatu hari, hiduplah seorang gadis cantik berambut hijau tua di sebuah rumah besar di sebuah pedesaan. Di depan rumah itu, terdapat plang bertuliskan 'Madam Akashi. Bisa melihat masa depan hanya dengan sebelah matanya. Kalau tidak menurut apa katanya, dia akan membunuhmu dalam sekejap mata. Telp: 0671SNIPSNIPSNIP'.
Yep, beberapa bulan kemudian setelah kematian ibu kandung dari gadis ini, ayahnya yang seorang pengusaha sukses, menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Seakan derita tak berhenti mendera gadis ini, sang ayahpun meninggal karena keselek bulu babi. Akhirnya, gadis ini tinggal bertiga dengan ibu tirinya yang notabene seorang peramal terkenal dan kakak tirinya yang pemalas.
Gadis berambut hijau ini bernama Midorima, nama yang sesuai dengan warna rambutnya yang terulur panjang sampai pundak. Ia menggunakan kacamata yang agak tebal dengan frame persegi panjang, membuatnya nampak cerdas untuk ukuran gadis seumurnya. Tetapi karena dia terkenal dengan ketsundere-annya pada orang lain, jadi ibu tirinya mengejeknya dengan panggilan 'Tsunderella'
Beberapa hari setelah kepindahan ibu dan kakak tiri Midorima ke rumahnya…
Midorima sedang berjalan menuju ruang tv untuk menonton program Oha Asa kesayangannya, tetapi langkahnya terhenti saat melihat kakak tirinya, Murasakibara, sedang menyapu lantai kamar.
"Onee-sama, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Midorima.
"Hee~ Aku kan sedang menyapu, Mido-chin bisa lihat sendiri kan?" jawab sang kakak.
"Nyapu apanya? Remah-remah kuenya masih berserakan di lantai!" protes Midorima sambil menatap lantai kamar Murasakibara yang kotor dengan remah-remah pocky, keripik dan kue lainnya.
Murasakibara bertubuh tinggi besar, cukup tinggi untuk seorang gadis, dan rambut ungunya hanya sepanjang tengkuk leher. Dia amat menyukai snack dan makanan manis. Anehnya, kakak perempuannya yang satu ini tidak kunjung gemuk walaupun dalam sehari, dia bisa makan 10 dus momogi, 10 dus pocky dan satu truk keripik.
"Sini sapunya! Huh, merepotkan saja…" Midorima merebut sapu dari tangan Murasakibara.
"Makasih Mido-chin~ aku mau nonton teletabis di tv dulu, daah~" ujar kakaknya melengos pergi dari kamar.
"…he? Tunggu! Aku mau lihat Oha Asa dulu!"
"Mido-chin bukannya mau nyapu kamarku?"
"Ugh…iya, iya!"
Gara-gara kejadian itu, akhirnya tugas bersih-bersih rumah dibebankan pada Midorima. Terutama karena kakak tirinya yang sangat payah dalam membersihkan rumah.
Lalu, penderitaan Midorimapun belum cukup sampai disitu.
"Kalian mau makan apa untuk malam ini?" tanya Akashi.
"Mm…ada bahan makanan apa saja di kulkas?" respon Midorima cuek, pikirannya fokus ke arah layar tv yang sedang menampilkan lucky itemnya hari ini, sikat wc.
Akashi membuka kulkas dan melihat-lihat isinya. "Hmm, cuma ada kalkun dari tetangga sebelah…dan sayur-sayuran. Bagaimana kalau kalkun panggang saja?"
"Itu saja deh, kaa-chin~" sahut Murasakibara malas.
Sang ibu tiri, Akashi, adalah seorang wanita berambut merah panjang lurus dengan badan yang cukup langsing dan tidak terlalu tinggi. Usianya sekarang sudah mendekati 40, namun kulitnya tetap kencang dan putih bersih, seperti gadis muda pada umumnya.
Banyak rumor yang menyebutkan, kalau ia menggunakan darah gadis muda untuk menjaga kulitnya dari keriput dan mewarnai rambut merahnya.
NNGGRRRNNNGGG! NNGGGRRRRNGGG!
STAB. STAB.
NNGGRRRRNNNNGG! NNGGRRRNNGGG!
"Mido-chin, kaa-chin masak apa sih?" tanya Murasakibara yang mulai terganggu dengan suara-suara aneh di dapur.
"Biar kulihat dulu," Midorima melangkah menuju dapur.
Saat Midorima menengokkan kepalanya ke dapur, dia melihat…
"OKAA-SAMAAAAA!"
"Hah?" Akashi cuma menatap polos anak tirinya itu. Di tangannya terdapat gergaji listrik, yang dari tadi ia pakai untuk memotong kalkun. Darah berceceran di tangan, pipi dan baju Akashi. Sampai-sampai meja dan lantai disekitar meja penuh dengan ceceran darah. Dan sang kalkun yang tak berdaya hancur berantakan digilas oleh tajamnya gergaji listrik.
"Okaa-sama, kalkun itu tidak usah dipotong! Apalagi dipotong pakai gergaji mesin! Masukkan saja sayurannya ke dalam kalkun!"
"Oh, begitu ya?" Akashi mengangkat alis.
"Haah…aku tak menyangka okaa-sama sangat payah dalam memasak. Sepertinya masakanku akan jauh lebih enak daripada….ups!" keceplosan, Midorima buru-buru menghentikan kalimatnya.
Akashi terdiam sejenak, lalu mengatakan, "Hmm…begitu ya…" sambil menyeringai jahat.
"Ma, maksudku akan lebih baik kita berdua bekerjasama untuk memasak, jadi-"
"Aku jadi tidak sabar untuk makan masakanmu yang ENAK itu, Tsunderella." potong Akashi, masih dengan senyuman yang bikin bulu kuduk Midorima berdiri.
Midorima melongo.
Pada akhirnya, Midorimapun bertanggung jawab untuk memasakkan makanan.
Jadi setiap hari, ia bekerja kasar di rumah, mencuci pakaian, mengepel lantai, menyetrika baju, memasakkan makanan sampai membersihkan seluruh isi rumah.
Pada suatu hari, beberapa bulan setelah kematian sang ayah…
TING TONG!
"Tsunderella, coba lihat siapa yang datang." perintah Akashi dari kamarnya.
"Okaa-sama, sudah kubilang jangan panggil aku Tsunderella. Aku benci nama itu!" ujar Midorima kesal.
"Oh ya? Menurutku, itu nama yang bagus kok. Ah sudahlah, cepat kau lihat siapa yang datang. Kalau yang datang nyonya Aida si tukang gosip itu, jangan dibuka pintunya ya, Tsunderella."
"Padahal sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu…dasar nenek sihir." gumam Midorima kesal. Untungnya Akashi sedang asyik luluran di kamarnya. Jadi Midorima tidak perlu menghadapi scissor attack dari Akashi.
Midorima membuka pintu. Terlihat sesosok pemuda tampan dengan rambut kuning mengkilat berdiri di depannya.
"Selamat pagi, nona cantik!" sapa si pemuda itu. "Namaku Kise. Aku datang kesini untuk berbagi cinta dan cerita dari…"
"Maaf, kami tidak menerima jasa host." Ucap Midorima seraya menutup pintu.
"Jahat! Aku bukan host! Aku utusan dari kerajaan Shutoku." Pemuda bernama Kise itu mulai nangis bombay.
Murasakibara muncul dari belakang Midorima, "Are? Kenapa cowok ini nangis di depan rumah orang? Mau minta sumbangan, ya? Nanti dibunuh kaa-chin loh~"
"Jahat! Aku juga bukan mau minta sumbangan! Aku datang untuk-" sebelum Kise melanjutkan kalimatnya, sebuah gunting melesat tepat di sebelah kepalanya.
Wajah Kise memucat. Namun wajahnya menjadi semakin pucat saat Midorima dan Murasakibara menengokkan kepala ke arah gunting itu berasal. Sosok Akashi yang sedang tersenyum menyeringai terlihat berdiri disana.
"Pasti kamu sales minyak gosok yang sedang digosipkan ibu-ibu sekitar sini, yang suka menggoda gadis-gadis supaya mereka mau beli minyak gosokmu yang terbuat dari ingus gajah itu."
Emangnya gajah punya ingus?
"Ahh…mou! Aku bukan host, bukan peminta sumbangan dan juga bukan sales, titik! Aku datang untuk memberikan undangan dari kerajaan Shutoku untuk keluarga tuan Kiyoshi!" jelas Kise panjang lebar. Batas kesabarannya sudah mencapai titik tertinggi.
"BILANG DARI TADI, KEK!" seru Midorima.
"Haa~" Kise menghela nafas panjang, lalu merogoh sakunya dan menyerahkan sebuah amplop putih pada Midorima. "Ini surat undangannya. Di kastil Shutoku, akan diadakan pesta dansa untuk merayakan ulang tahun pangeran yang ke-16."
Midorima membuka amplop tersebut, lalu Murasakibara dan Akashi mendekat dan ikut membaca.
"Ulang tahun? Woow~ pasti ada cake bertingkat yang besar disana." gumam Murasakibara.
"Itu sih cake untuk pernikahan, onee-sama." ujar Midorima sweatdrop.
Kise mengangkat alisnya, "Oh ya, di pesta ini juga akan dipilih gadis cantik yang cocok dengan pangeran untuk dijadikan tunangan."
"Hmm..tidak mungkin sebuah kerajaan tidak punya koneksi untuk mencarikan jodoh untuk pangerannya. Pasti si pangeran ini tidak laku diantara gadis-gadis bangsawan." komentar Akashi.
"Jangan bicara begitu, okaa-sama." Midorima mengernyitkan dahi.
"Kalau sudah tidak ada yang ditanyakan lagi, aku permisi dulu, nona-nona. Sore jaa!" sahut Kise riang, seraya mengangkat topinya.
"Ah, terima kasih sudah mengantarkan surat ini." kata Akashi basa-basi.
Kisepun membalikkan badan, berjalan meninggalkan rumah ketiga wanita tersebut.
"Jadi, apa kita akan ke pesta dansa itu?" tanya si gadis berambut ungu sambil membuka bungkus keripiknya.
"Aku tidak mau ikut merayakan ulang tahun pangeran cengengesan itu." Akashi menyilangkan kedua tangannya. "Jadi, kita tidak akan pergi kesana."
"Yaah~ sayang, padahal pasti disana banyak kuenya."
"Kalau kue kamu juga 'kan makan setiap hari." Akashi mengerutkan alis.
Akashi melirik kearah Midorima. Gadis berambut hijau itu termenung sambil menatap surat undangan yang ada di tangannya. Setelah beberapa saat, Midorima menaikkan kacamata kotaknya, lalu menyimpan surat itu di meja.
"Kamu ingin pergi kesana, ya, Tsunderella?" tanya Akashi.
Midorima kembali menaikkan kacamatanya, "Tidak, okaa-sama."
"Pasti kamu mau ikut pesta dansa itu,"
"Tidak,"
"Pasti iya,"
"Tidak."
"Mengaku sajalah, kamu ingin pergi kesana dan melihat sang pangeran 'kan?" Akashi mengeluarkan senyum liciknya. "Dan asal kau tahu, kata-kataku selalu benar."
Urat-urat kekesalan mulai muncul di kepala Midorima.
"Memangnya aneh kalau aku pergi ke pesta itu?" Midorima akhirnya menyerah. Tidak ada gunanya jika ia berdebat dengan seorang peramal handal macam Akashi.
Akashi tersenyum puas, "Sayang sekali, tapi kau tidak bisa pergi kesana."
"HAH?" kalimat dari Akashi sukses membuat mulut Midorima menganga, seakan-akan Akashi tiba-tiba berjoget oppan gangnam style.
"Pertama, kamu tidak punya gaun yang bagus untuk pergi kesana. Kecuali kalau kamu sudah tidak punya kemaluan untuk memakai gaun lusuh yang terbuat dari sekumpulan kain perca itu. Kedua, kamu tidak punya transportasi kesana. Kecuali kalau kamu mau jalan kaki dari sini ke istana, menempuh jarak 15 kilometer, dan pasti kakimu akan berdarah-darah atau minimal lecet-lecet. Lebih untung lagi kalau kamu tidak jatuh ke sawah atau nyebur ke kubangan. Ketiga, karena kami tidak pergi kesana, kamu tetap harus memasakkan makan malam, mencuci piring dan membersihkan rumah untuk kami. Keempat, perintahku adalah mutlak. Kalau berani melawan, kau akan kubunuh dengan gergaji listrik di kamarku. Selesai."
Krik. Krik. Krik.
"Mido-chin, barusan kaa-chin bilang apa?
"Dia memantraiku supaya tidak bisa pergi ke istana."
(- A -) TSUNDERELLA (- A -)
Haripun berganti malam, setelah memasakkan makan malam dan mencuci piring, Midorima mulai mengepel ruangan-ruangan di rumahnya, mulai dari ruang kerja Akashi.
Midorima yang malang dengan penuh kesabaran mengepel lantai itu sampai bersih tak bernoda. Sesekali, air mata, peluh dan ingus Midorima menetes ke lantai, seakan setiap gosokan lap itu bercampur dengan rasa kecewa dan sedihnya karena tidak bisa ikut ke pesta dansa tersebut.
"STOP! Paragraf barusan itu terlalu lebay dan OOC, jadi anggap saja tidak pernah ada!" teriak Midorima, masih dengan air mata yang mengalir dan hidung yang rada meler.
Yah, kita anggap saja paragraf barusan tidak ada.
Setelah menyelesaikan acara mengepelnya, Midorima memasukkan lap ke ember, lalu berdiri sambil mengangkat ember tersebut. "Biarlah, lagipula aku tidak terlalu ingin kesana juga, kok." Midorima mendengus sambil menaikkan kacamatanya.
"'Tidak terlalu ingin' itu berarti kamu ingin kesana juga, 'kan?"
Sebuah suara tiba-tiba muncul di ruangan yang gelap dan sepi itu. Midorima menoleh ke kiri dan kanan, tapi tidak ada siapapun disitu.
"Aku disini, nona." Kata suara itu lagi.
Midorima mulai panik. Dia mulai membayangkan kalau-kalau Akashi juga memelihara hantu di situ.
"Aku di depanmu, lho."
"GYAAAA!" Midorimapun mengeluarkan teriakannya yang tidak feminim saat melihat sesosok pemuda pendek dengan jubah hitam yang menjulur ke seluruh tubuhnya, tiba-tiba saja muncul di depannya.
"Sshh, tolong jangan berisik. Bagaimana kalau ibu tiri dan kakak tirimu bangun?" ujar pemuda itu sambil menaruh telunjuk di bibirnya.
"Si-siapa kamu? Apa kamu setan peliharaan nenek sihir itu? Kamu muncul darimana? Maumu apa?" Midorima yang masih kaget langsung mengeluarkan pertanyaan bertubi-tubi.
"Aku peri Kuroko, orang-orang biasa menyebutku peri bayangan karena sihirku berasal dari kekuatan kegelapan dan bayangan. Ah, tapi namaku Tetsuya. Salam kenal." kata pemuda itu seraya membungkukkan badan.
Midorima menghela nafas, lalu menaikkan kacamatanya yang merosot. "Jadi…Kuroko, ada perlu apa denganku?"
"Aku datang untuk membantumu supaya bisa datang ke pesta itu."
Midorima tersenyum mengejek. "Hmph, ternyata peri bayangan itu kurang kerjaan, ya."
Alis Kuroko mengkerut mendengar kata-kata Midorima. "Tolong jangan bicara seperti itu. Aku juga punya banyak orang yang harus kubantu dengan kekuatanku. Jadi, mau atau tidak?"
"Kalau kau memaksa seperti itu, baiklah, aku akan gunakan kekuatanmu itu."
Kuroko sweatdrop. "Aku tidak memaksa nona sama sekali, lho."
"Jadi…bagaimana caranya supaya kau bisa membantuku pergi ke pesta itu?"
"Pertama-tama, aku butuh benda-benda untuk kusihir menjadi kereta kuda."
"Sebentar, aku lihat dulu catatan dari Oha Asa pagi ini. Warna keberuntunganku hari ini adalah hijau muda, lucky item-ku hari ini adalah tengkorak manusia, benda penambah keberuntungan cintaku adalah bawang, dan benda penambah keuanganku adalah tikus got." Kata Midorima dengan mata yang tidak lepas dari sebuah notes yang entah dia keluarkan darimana.
"Baiklah, tolong bawakan semua benda-benda yang nona butuhkan itu."
Beberapa menit kemudian, Midorima datang dengan membawa satu buah tengkorak manusia, dua ekor tikus got dan satu bawang Bombay.
"Cepat sekali." decak Kuroko kagum, namun masih dengan wajah tanpa ekspresi.
"Yah, menemukan benda-benda ini tidak sulit kok. Bawang ada di dapur, tengkorak manusia aku temukan di dekat kamar ibu tiriku, sedangkan tikus got aku tangkap di sekitar kamar kakak tiriku."
"Kok bisa?"
"Ibu tiriku itu pada dasarnya psycho merangkap peramal, dan dia tidak segan-segan membunuh siapapun yang menentang perintahnya. Kalau kakak tiriku, dia itu super jorok dan super malas untuk membereskan kamarnya. Beberapa hari yang lalu saja aku lihat ada puluhan kecoa, tikus dan kadal(?) keluar dari kamarnya." Jelas Midorima.
"Begitu ya…"
Kuroko mengayunkan tongkat sihirnya dan merubah benda-benda itu menjadi kereta kuda beserta kuda dan pengendaranya dalam sekejap.
"Hmph, boleh juga." komentar Midorima sambil membetulkan posisi kacamatanya dengan canggung.
"Terimakasih." balas Kuroko.
"Apa kamu juga bisa menyihir bajuku yang lumutan dan bulukan menjadi bagus?"
"Tentu saja," Kuroko mengayunkan tongkat sihirnya lagi.
Dalam sekejap mata, baju Midorima berubah menjadi gaun berwarna hijau yang indah, dengan bolero tanpa lengan dan rok panjang yang mengembang. Sarung tangan putih tipis yang panjangnya menutupi tiga perempat lengan Midorima.
"Ini…tidak bisa dipercaya…" Midorima mengerutkan alisnya, heran dengan gaun indah yang tiba-tiba saja menempel di tubuhnya.
"Benarkah? Syukurlah kalau nona suka, cantik sekali lho." kata Kuroko sambil tersenyum tipis.
Wajah Midorima memerah seketika. "...tidak ada untungnya kalau kau merayuku."
"Tsundere-kko desu ne," komentar Kuroko. "Ah, sepatu nona juga terlihat usang dan jelek, akan segera kusihir jadi sepatu yang indah."
TRING! Sepatu Midorimapun berubah menjadi sepasang sepatu kaca yang indah.
"Selesai, dengan begini, nona bisa pergi ke pesta. Nah, silakan masuk." Sang peri berambut biru itupun mendekati kereta dan membukakan pintu untuk Midorima.
Midorima berjalan kearah pintu kereta itu, sambil membetulkan posisi kacamatanya untuk yang kesekian kalinya, ia bergumam, "….terimakasih, peri Kuroko."
"Sama-sama," Kuroko mengeluarkan secarik kertas putih dari jubahnya. "Ini jumlah biaya untuk menyihir kereta kuda dan pakaian nona. Total semuanya 5-PIIIIIIIIIIP-" *disensor karena dapat mengakibatkan sakit jantung dan stroke
"PERI KOK MINTA BAYARAN?" keluarlah teriakan stres dari Midorima.
"Tenang saja, aku janji tidak akan menyerahkan bonnya pada nona atau ibu tirimu, kalau nona jadi menikah dengan pangeran kerajaan Shutoku. Aku akan meminta pangeran membayarkannya."
Midorima terdiam sejenak, lalu berkata, "Bagaimana bisa kamu yakin kalau aku akan menikah dengan pangeran? Jangan berharap yang tidak-tidak. "
"Tentu saja karena aku percaya dengan kekuatan sihirku yang menjadikan nona secantik ini, dan pangeran pasti tidak akan berpikir dua kali untuk meminang nona."
"...jadi, karena itu kamu memujiku cantik, hah?" gumam Midorima kesal. Dia merasa dipermainkan karena mengira pujian Kuroko barusan benar-benar tulus.
"Ah, aku hampir lupa. Sihir ini akan menghilang pada jam 12, jadi tolong usahakan pulang sebelum jam 12."
"Aku sudah tahu, soalnya dimana-mana cerita Cinderella pasti seperti itu." Midorima masuk ke kereta kudanya.
Setelah Midorima naik, kereta kudapun berjalan.
"Hati-hati di jalan, nona." lambai Kuroko kearah kereta.
(- A -) TSUNDERELLA (- A -)
Sementara itu, di istana Shutoku
Raja Ootsubo dan ratu Miyaji sibuk memperhatikan putranya yang dikelilingi gadis-gadis di tengah ballroom. Alis ratu Miyaji berkerut melihat putra semata wayangnya itu.
"Sayangku, apa anak kita tidak aneh?" tanya Miyaji pada suaminya yang duduk di kursi sebelahnya.
"Aneh apanya? Anak kita memang selalu aneh kan?" jawab Ootsubo asal-asalan.
"Bukan begitu! Dari tadi dia cuma ngobrol sambil ketawa-ketiwi dengan gadis-gadis itu, tapi tak ada satupun yang ia ajak bicara secara privat. Itu artinya, dia belum menemukan gadis impiannya di pesta ini!"
"Kita lihat saja sebentar lagi, gadis cantik yang ada di pesta ini kan banyak, tidak mungkin bisa dia kenali satu-satu dalam sekejap."
"Betul juga sih...dan...melihat tawanya yang cengengesan seperti orang bodoh itu, aku jadi ingin melemparkan durian ke kepalanya, fufufu~"
Miyaji berdiri dari kursinya, lalu memberi isyarat pada sang pengawal untuk menarik sang pangeran dari kerumunan gadis-gadis tersebut.
Sang pengawal yang berambut merah, hanya mengangguk lesu sambil menggaruk-garuk kepalanya. Diapun melangkah menuju tengah ballroom.
"Ah..permisi nona-nona, ratu memerintahkanku untuk memanggil pangeran, jadi aku pinjam pangeran dulu." Ucapnya sambil menarik lengan pangeran keluar dari tengah-tengah kerumunan gadis tersebut.
"Eh? Ada apa Kagami?" tanya sang pangeran pada pengawal bernama Kagami itu.
"Pangeran Takao, sudah tiga jam anda mengobrol dengan gadis-gadis itu, dan anda BELUM JUGA mendapatkan gadis yang cocok! Anda disini bukan untuk berhaha-hihi dengan para gadis itu!" ujar Kagami marah-marah.
"Eh~ masalahnya mereka semua cantik-cantik dan ramah, tapi yah...belum ada tuh gadis yang menarik perhatianku." Takao tersenyum lebar sambil menggaruk-garuk kepala kayak orang utan.
"Pikirkanlah urusan pertunangan ini dengan serius! Maksudnya...tolong pikirkan dengan serius!"
Takao menepuk bahu kiri Kagami, "Tenang saja, aku akan menemukan tunanganku yang cantik, baik hati dan pintar masak dalam game online S*O yang sedang kugandrungi saat ini!" ...katanya sambil tertawa terkekeh.
Habislah tangki kesabaran Kagami, lalu dia berteriak, "TA...KA...OOOOOOO!"
Tamat deh, *author dibabat abis-abisan
Bohong kok, masih ada lanjutannya. Sebenernya ini oneshot, tapi karena kata salah seorang temen fanfic ini kepanjangan, jadinya boku potong jadi two-shot.
Kali ini, udah boku tulis ampe selesai, jadi reader yang penasaran tunggu aja ampe chapter 2 selesai di edit yah~
Kayaknya Midorima ga kerasa genderbend-nya, ya? Boku ga bisa bikin cewek feminim soalnya, jadi kurang bisa memasukkan unsur feminim ke MidoAkaMura. Tapi kalo mau tetep nganggap Midorima dkk cowok ga masalah sih...
Dan boku juga baru tau kalo ada fanfic Kurobas yang judulnya Tsunderella juga, tapi Tsunderella versi dia ama boku beda banget.
Gomen kalo fanfic ini gaje dan banyak kesalahan, toh boku cuma alien yang numpang idup di dunia ini *apasih
Thanks for reading!
