Uji Nyali Pembawa Petaka
BAB I: Rumah Mewah
by Takatsuki Zhen
KnB belongs to Tadatoshi Fujimaki
Brother Complex!AkaKuro, GoM
Horror, Mystery, Angst.
WARNING!
Dialog sengaja dibuat nonbaku.
Mungkin akan ada beberapa scene yaoi sedikit dan humor garing.
.
.
Bunyi bel menggema. Sorak anak autis pun mengiringinya. Gemuruh langkah cepat berbondong-bondong meninggalkan kelas mereka. Meskipun usia beranjak remaja, otak mereka tetaplah anak-anak yang mengagungkan jam pulang sekolah.
Namun, tidak untuk anak-anak yang terlihat sok dewasa. Mereka dengan santainya memasukan perlengkapan belajar ke dalam ransel, ada yang membaca majalah dan buku dengan hikmat, melahap Maiubo, dengan khusyuk men-tapping jari-jarinya, bahkan ada yang berlagak bossy duduk di atas meja sambil ucang-ucang kaki menunggu teman-temanya yang bertingkah absurd.
"Aku dengar dari Nijimura-senpai tentang rumah angker beberapa blok dari sini-ssu. Ada yang tertarik uji nyali?" Remaja surai kuning memulai percakapan, membunuh keheningan yang beberapa waktu lalu mengelilingi mereka. Dengan santai ia menggendong ranselnya di salah satu pundaknya, menyenderkan bokong sintalnya ke sisi meja tak berniat beranjak.
"Ngomong sama siapa?" Pemuda lain pun menanggapinya acuh tak acuh. Orang itu sedari tadi tidak beranjak dari tempatnya. Matanya tak luput dari majalah ber-cover wanita cantik berbikini dengan tonjolan besar di dada.
"Huah... Hidoi-ssu!"
Tak ada yang menanggapinya lagi, semua tetap bergeming, seakan kesunyian tengah menertawai dirinya yang diacuhkan.
"Oi, dengar gak sih?" Remaja tadi, Kise Ryouta, mengacak helaian kuningnya frustasi.
"Hahaha... Santai dong Kise," ucap remaja lain yang duduk di meja seperti raja.
"Cih! Ganggu aja. Apa serunya uji nyali? Situ 'kan penakut." Dada besar di-cover majalah itu pun turun perlahan, memperlihatkan sepasang mata—biru dongker—tajam mengintip dari balik buku hot-nya.
"Fitnah-ssu! Emangnya Aominecchi mau di situ terus sambil mandangin cewek dua dimensi yang gak bisa dipegang-pegang?" Hawa pun mulai memanas disusul kilatan-kilatan listrik dari bola mata dua remaja yang sedang adu pelototan seperti berada dalam Zone.
Manik kuning bertemu manik biru dongker. Perbedaan warna yang mencolok dari aura imajiner yang keluar di sekitar dua pemuda itu, seketika suasana menjadi suram.
Akhirnya sebuah suara menutuskan kontak mata cinta mereka. "Heeehh... Boleh juga. Hm, tapi lebih asyik kalo ada tantangannya." Murasakibara Atsushi,—remaja ungu tukang makan—mengambil Maiubo dari kardusnya, membuka bungkusnya, lalu melahapnya sangat santai.
"Tantangan?" Tanya remaja lain ikut buka suara. Pemuda bernama lengkap Midorima Shintaro, meneliti jari-jarinya setelah di-tapping.
"Hoo... Menarik." Kagami Taiga, remaja alis cabang yang sedari tadi ucang-ucang kaki duduk di atas meja. Kagami sangat antusias dengan tantangan, motonya adalah "Hidup itu, memang untuk menghadapi tantangan! Apa asyiknya hidup, kalau tidak ada orang yang bisa diajak bersaing."
"Siapa takut! Bukan berati aku mau ikut nanodayo," ucap Midorima seraya membenarkan letak kacamatanya yang memang sudah benar.
Kagami mendelik, seringainya mengembang menambah keangkeran pada wajahnya. "Tantangannya, siapa yang menjerit ketakutan dialah yang kalah. Dan yang kalah harus menuruti semua perintah yang menang."
"Boleh juga." Sekali lagi dada di cover majalah itupun turun perlahan. Aomine Daiki, memperlihatkan sorot mata menantang, menyapu ekspresi teman-temannya.
"Oke, awas aja kalo ada yang kabur-ssu," ucap Kise seraya matanya membalas lirikan remaja yang sedari tadi memegang majalah R18. Aomine, seakan terpancing oleh ucapan Kise, ia pun berdiri, menggulung majalahnya dan menunjuk ke arah pemuda kuning. "Kise! Nantangin? Boleh aja—"
"—Kalo kau kabur, pulang telanjang!" Aomine menyeringai modus.
"Sebaiknya kalian berfikir dua kali," celetuk remaja surai sky blue yang sedari tadi hanya mendengarkan teman-temannya yang absurd membicarakan hal yang tidak penting sambil khusyuk membaca light novel kesukaannya.
"HEEEEHH!" Serentak semua anak ayam warna-warni pun kaget ketika menyadari keberadaan si biru langit.
"Haha... Kelas kita aja udah serem ya -ssu. Aku sampe gak sadar dari tadi Kurokocchi ada di situ."
"Kuroko! Jangan ngangetin gitu!"
"Kuro-chin... Aku akan menghancurkanmu loh."
"Sumimasen. Tapi sebaiknya kalian batalkan niat kalian." Remaja biru langit, Kuroko Tetsuya kembali berujar.
"Jangan bilang kau takut, Tetsu? Bukannya hantu tidak takut hantu?"
"Aku hanya merasa tidak enak, Aomine-kun. Dan aku bukan hantu."
"Gak enak apa takut?" Goda Kagami, mencoma memprovokasi Kuroko. Namun, yang digoda justru menghiraukannya.
Merasa kesal, Kagami mencoba memprovokasi lebih kejam. "Cih, aku akan menjemputmu nanti, Kuroko. Jangan lupa pake popok gambar Pororo dari rumah, siapa tau nanti ngompol." Namun, si remaja biru tidak juga terpancing. Ekspresi wajahnya tetap datar sedatar oppai Riko-senpai.
Habis sudah kesabaran Kagami hingga alis cabangnya berkedut-kedut. Kagami berlalu menuju pintu keluar meninggalkan teman-temannya. Sesampainya di ambang pintu, dengan seringaian Kagami berucap, "Kalian juga, jangan lupa pake popok." Tatapan mengintimidasi menyapu satu per satu dari mereka. Entah mengapa ucapan itu justru memprovokasi mereka semua yang langsung memasang ekspresi kesal dengan tonjolan urat di dahi masing-masing, memperlihatkan perempatan imajiner.
Seperti biasa, mereka berjalan pulang beriringan sambil berceloteh ria, dengan mengobrolkan topik random yang absurd. Mereka sepakat pukul tujuh malam harus sudah sampai di TKP.
..
Di kediaman Kise, pemuda kuning itu tengah mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawanya untuk uji nyali seperti senter, minuman dan makanan ringan, handycame, serta pisau lipat untuk berjaga-jaga. Ia melirik jam dinding yang menunjukan angka 06.30 sore, tiba-tiba ia merasa suatu yang buruk akan terjadi.
"Kenapa perasaanku gak enak ya-ssu?"
Tok! Tok! Tok!
Pintu kamar diketuk, Kise berjanjak untuk membukakan pintu. "Kaa-san."
Nyonya Kise masuk ke kamar anaknya, di wajahnya tersirat kekhawatiran. "Kau yakin akan pergi ke rumah itu, Ryouta?"
"Sebenarnya aku yang ngajak mereka-ssu—" terdiam sejenak, Kise menyadari sesuatu. "—are? Kaa-san, tau rumah itu?"
"Sebaiknya batalkan niatmu mengunjungi rumah itu, Ryouta. Rumah itu kebakaran hebat 8 tahun lalu yang menewaskan seluruh penghuninya. Dan rumah itu milik—" sebelum Nyonya Kise menyelesaikan ceritanya, bel kediaman Kise berdering menandakan ada tamu yang datang. "Sebentar, Kaa-san lihat dulu siapa yang datang."
'Milik siapa-ssu Tanyanya dalam hati seraya memiringkan kepalanya.
"Ryouta, Aomine datang," ujar Nyonya Kise berjalan ke kamar Kise dan dibuntuti oleh Aomine.
"Buset, banyak banget! Mau uji nyali apa piknik?" Celetuk Aomine melihat ransel yang Kise bawa.
"Urusai-ssu! Ayo berangkat."
"Kalau kalian memang benar-benar ingin pergi jangan sampai kalian terpisah, teruslah bersama. Ini jimat peninggalan dari kakekmu, peganglah ini. Jika sampai jam 9 malam kamu tidak menghubungi Kaa-san, Kaa-san akan langsung menyusulmu ke tempat itu."
Kise memandangin kantung mungil berwarna merah motif bunga sakura itu dengan seksama. Dirematnya erat lalu tersenyum seraya memasukan jimat itu ke kantung fabrik katun jeans hitamnya. "Arigatou, Kaa-san."
"Ittekimasu." Ucap Kise dan Aomine bersamaan. Aomine lekas menunggangi mesin bertenaga kuda roda dua lalu Kise nemplok di belakangnya. Meskipun mereka selalu terlihat berseteru, terlepas dari itu sebenarnya mereka cukup akrab.
"Itterasai." Balas Nonya Kise. Merekapun berlalu.
..
Pukul tujuh malam tepat, telah berdiri Midorima dan Murasakibara di depan bangunan mewah bergaya eropa klasik dengan dekorasi yang sangat apik dan berkelas. Namun dilihat dari sisi manapun rumah itu tampak sangat menyeramkan. Ilalang meninggi di perkarangan rumah yang luas, patung-patung usang tampak seperti mengangawasi pergerakan mereka, lumut hijau menempel di dinding putih yang menghitam, noda-noda lumpur serta coret-coretan pun tak absen menghiasi dinding luar rumah mewah tersebut.
"Woah, sugoi-ssu!" Seru Kise kagum setelah sampai, lalu ia turun dari motor Aomine yang terparkir tepat di depan gerbang rumah mewah tersebut.
"Pasti banyak yang like dan komen-ssu." Lanjutnya seraya berfoto selfie di depan rumah itu lalu menguploadnya di media sosial.
"Sugoi!" Kagami yang juga baru sampai terkagum-kagum melihat siluet horror rumah mewah yang diterpa cahaya bulan. Matanya berhasrat tak sabar untuk menjelajahi isi rumah mewah tersebut. Bercengkrama dengan andrenalin yang mendidihkan darahnya.
"Mana Kuroko?" Tanya Aomine.
"Lah, tadi ada di sini." Jawab Kagami celingukan mencari teman birunya yang memiliki hawa keberadaan tipis.
Deg!
"Rumah ini..." tubuh Kuroko menegang. Manik aquamarine-nya membelalak.
Perhatian teman-temannya pun terlaihkan padanya yang tiba-tiba muncul di depan gerbang, tangannya menggenggam erat fabrik besi dingin gerbang yang terlihat kokoh.
"HEEEEHH!" Lagi-lagi, serentak mereka berteriak kaget akan kemunculan Kuroko secara tiba-tiba.
Si empunya nama Kuroko Tetsuya hanya bergeming, perlahan menoleh ke arah teman-temannya memperlihatkan ekspresi yang tak pernah ia perlihatkan sebelumnya.
Kesedihan yang mendalam.
-To Be Continued-
RnR?
Sebenarnya fik ini sudah sangat lama dan sudah tamat. Saya menamatkan cerita ini di grup FB saya yaitu, Horror Creepypasta Indonesia. Saya juga menulis beberapa cerita horror original di sana, kalau kalian pecinta horror maupun creepypasta, ayo gabung di grup kami.Semoga suka, ya. Dan terimakasih banyak.
