Warning: OOC, Childish-Rook, Baka-Rook, Hentai-Ted, rate T+ untuk suatu adegan :P

今日

=x=x=x=x=x=

Soune Taya © CAFFEIN

UTAUloid © Creator masing-masing

=x=x=x=x=x=

"Ah! Kyou desu!" seru Taya―yang baru selesai mengeringkan rambutnya dengan handuk―senang begitu melihat tanggal yang tertera di handphone-nya.

20 November.

Artinya, ia berulang tahun hari ini.

Dengan hati senang, Taya langsung menekan beberapa nomor di handphone-nya, hendak menghubungi teman-temannya. Ia akan mengadakan pesta di rumahnya. Dan tentu saja, orang pertama yang Taya hubungi adalah Ritsu, sang pacar. Dengan sabar, ia menunggu Ritsu mengangkat panggilannya.

"Moshi-moshi?" sapa suara di seberang sana.

"Ritsu-sa―Eto, Ritsu!" seru Taya, tersenyum lebar. "Ano ne, Ritsu~"

"Hoaahm… Taya-kun?"

"Eto… Anda tahu, hari ini hari apa?" tanya Taya penuh harap. Tentu saja Ritsu tahu. Tidak mungkin Ritsu melupakan hari ulang tahun pacarnya sendiri 'kan?

"Eh?" Terdengar jeda sementara. "Hari Sabtu 'kan?" Ritsu balik bertanya dengan bingungnya.

Krek!

Entah kenapa, Taya merasa dirinya membatu seketika.

"Chi-chigaimasu, Ritsu!" respon Taya. "Maksud saya―" Ucapan Taya terhenti begitu ia―tidak sengaja―melihat jam alarm-nya.

Jam tersebut menunjukkan pukul 5 pagi. Dan benar saja, di luar, langit masih gelap. Ritsu pasti masih mengantuk.

"… G-gomennasai, Ritsu," ujar Taya pelan. "Ma-maaf, maaf karena saya telah mengganggu." Setelah itu, Taya langsung menekan tombol merah di handphone-nya.

Pip!

"Hah…" Taya menghela nafas. "Mungkin karena masih mengantuk, Ritsu belum menyadarinya…" gumamnya pelan, berusaha menghibur dirinya sendiri.

Cowok berambut biru itu lalu menghubungi nomor yang lain. Kali ini, milik Haku, tetangganya yang baik hati. Biasanya, jam segini Haku juga sudah bangun.

"Mo-moshi-moshi?" sapa Haku.

"Moshi-moshi, Haku-san," ujar Taya. "Saya mau bertanya. Apa Haku-san tahu, hari ini―"

"Sabtu, bodoh!" seru suara di seberang sana tiba-tiba.

"E-eh?" Taya cengo. Barusan tadi bukan suara Haku. Dari nada suaranya yang kasar, Taya mengenali si pemilik suara itu. "D-Dell-san?"

"Kalendermu hilang ya? Huh?" tanya Dell lagi, kedengarannya ia makin kesal. "Mau apa kau menelepon Haku pagi-pagi begini? Heh! ?" bentaknya.

"De-Dell! Yamete kudasai!"

"Hei! Jawab aku, bodoh!"

"Dell!"

"Wa―G-gomennasai!" Taya pun segera mengakhiri pembicaraan itu. "Huff…" Taya lalu menghela nafas. Ia tahu, Dell dan Haku tinggal serumah―dengan alasan 'akan berbahaya kalau Haku tinggal sendirian'. Tapi ia tidak menyangka, kalau Dell sampai over-protective begitu padanya.

Bingung mau melakukan apa―ia tidak mau mengganggu teman-temannya yang lain dengan meneleponnya―Taya lalu memutuskan untuk jalan-jalan keluar. Mumpung masih pagi, bisa juga untuk menghirup udara segar.

Tap tap tap

Sesampainya di taman VocaUtau, Taya bertemu dengan Rook, Ruko, Tei, dan Teiru.

"Ohayou gozaimasu, Rook-san, Ruko-san, Tei-san, Teiru-san!" sapa Taya dengan ramah sambil berlari-lari kecil mengampiri keempat orang itu.

"Oh, ohayou, Taya-chan!"

"Ohayou, Taya!"

"Ohayou, Taya-kun~"

"Oha."

"…" Taya berpikir sebentar. Mungkin mereka mengingatnya. "Ne," Taya mulai berujar, tersenyum seramah mungkin. "Hari ini, saya―"

"Guk! Guk!"

"!"

Seekor anjing berwarna coklat berlari menghampiri Rook.

"Guk!" Anjing itu lalu menjilat tangan Rook dengan manja.

"Nice, Ruku!" seru Rook bangga yang kemudian mengelus-elus punggung anjing itu.

"Guk!"

"Ru-'Ruku'?" tanya Taya bingung. "Nama anjing Rook-san… 'Ruku'…?" tanyanya lagi, memastikan.

"Yap!" jawab Rook bangga. "'Ruku' (ルク, Ruku), mirip dengan namaku, 'Rook' (ルーク, Ruuku) 'kan? Hahaha!" Nyengir, Rook tertawa gaje sambil mengacungkan jari jempolnya.

"Guk!"

"Kenapa Rook-kun memberi nama itu?" tanya Tei heran, sweatdropped.

"Karena anjing ini pintar! Seperti aku! Hahaha~" jawab Rook dengan bangganya.

"Kaunya aja yang bego." ujar Ruko pelan, nancep di hati Rook.

"Guk!"

"Aku nggak bego! Kau yang bego! Kuaduin Ted nih, nanti!" balas Rook dengan childish-nya, sukses membuat yang lainnya ber-sweatdropped ria.

"Ah, ngomong-ngomong," Teiru menoleh pada Taya. "Apa yang tadi mau kau katakan?"

"Eh? Eto…" Senyum Taya mencerah sesaat, senang karena akhirnya ada yang memperhatikannya. "Kyou wa―"

Yokubu uzumaku kurayami no naka ni

"!"

Mendengar handphone-nya yang berbunyi, Taya buru-buru meminta maaf pada Teiru dan kemudian mengangkat panggilan masuk itu.

Sono mi o shizumete nani o motome

Pip!

"Moshi-moshi?" sapa Taya. "Teto-san?" Taya pun mulai berharap, agar ia meneleponnya untuk mengucapkan selamat ulang tahun padanya, atau―setidaknya―cewek itu mengingat hari ulang tahunnya.

"… Hah… Hah… T-Taya…?"

"?" Taya heran. Barusan tadi… Nafas Teto tersengal-sengal? "Teto-san? A-Anda baru selesai jogging?" tanyanya ragu.

"Hah… I-iie… Hah… Hah…" jawab Teto, masih dengan nafasnya yang tidak beraturan. "A-aku cuma―Ta-Taya… Hah… Ta-tasuke―"

"Teto~"

Ada suara lain lagi di seberang sana.

"Eh? Ted-san?"

"―Kyaaa! D-dame, Tecchan!" jerit Teto tiba-tiba.

"!" Mendengar jeritan Teto itu, wajah Taya mulai memerah.

"I-itte… Hah… Hah… Itte… Tecchan…"

"T-Teto-san?" panggil Taya, berusaha memastikan kalau tadi ia hanya salah dengar.

"Sedikit lagi, Teto… Bersabarlah…"

"I-iie! Dame! Tecchaaan! Aakh…!"

"Daijoubu yo…"

"T-Tecchan…! T-tasukete, Ta-Taya!"

Berbagai macam bayangan tentang apa yang sedang dilakukan Teto dan Ted pun memenuhi pikiran Taya. Butler Bishounen itu pun buru-buru menutup panggilan tersebut sambil berkata, "G-gomennasai!"

"Ng? Kenapa dengan Teto?" tanya Teiru bingung.

"Taya-kun, wajahmu merah loh~" kata Tei, memiringkan kepalanya dengan bingung.

"W-wa-waka-wakarimasu, T-Te-Tei-san, Te-Teiru-san…" respon Taya dengan gagap dan tubuh gemetar. "S-se-sepertinya, T-Teto-san se-sedang b-bertengkar de-dengan Ted-san…" jawabnya bohong.

"Oh~" respon Sukone bersaudara itu dengan polosnya, mempercayai ucapan Taya begitu saja.

"Oh ya, tadi kau mau ngomong apa?" tanya Teiru lagi.

"Ah!" Taya meninjukan kepalan tangannya ke telapak tangannya yang satu lagi, teringat tujuannya. "Saya―"

"Nggak! Aku lebih milih Taya-chan daripada kau! Bwee!" seru Rook yang memeluk Taya tiba-tiba dan menjulurkan lidahnya kepada Ruko.

"! ?"

"Wah~ Aku nggak nyangka, ternyata kabar dari Teto-chan kalau Rook-kun itu Yaoi-an sama Taya-kun benar ya~" ujar Tei dengan polosnya.

"Baka." gumam Teiru pelan.

"Guk!"

"Tuh 'kan! Aku juga nggak mau dengan cowok-pendek-jelek-sok-tinggi-sok-keren-maho-lagi kaya' kau!" balas Ruko, menunjuk Rook dengan kesal.

"Biarin! Dasar kacang panjang!"

"Daripada kau! Dasar toge!"

"Hermafrodit jelek!"

"Aku cewek tulen! Preman pasar!"

"R-Rook-san, yamete kudasai!" seru Taya, berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Rook.

"Rook-Yaoi, lepasin Taya-chi dong!" seru seseorang tiba-tiba.

Rook―yang sudah mengenali suara itu―pun menundukkan kepalanya sedikit―agar bisa melihat si 'tersangka' tadi―dan mengomelinya, "Kau diam saja, Miko no baka!"

"Rook-Yaoi no baka!" balas gadis kecil bernama Ooka Miko itu.

"Ooka Rook, bersikaplah lebih sopan kepada imouto-mu sendiri," ucap Riku yang berjalan di sebelah Miko. "Dia juga pacarku, bodoh." katanya lagi sambil menambahkan penekanan pada kata 'bodoh' tadi.

"Kau diam saja! Dasar cowok sok perlente!"

"Daripada cowok sok tinggi sepertimu." balas Riku dengan santainya, sukses membuat Rook pundung di tengah jalan.

"Hahaha! Mampus kau!" tawa Ruko.

"Guk!"

"Riku-san?"

"Oh, ohayou, Taya." sapa Riku yang baru menyadari keberadaan Taya.

"O-ohayou gozaimasu, Riku-san," sapa Taya balik. "Ano… Ritsu-sa―Eh, Ritsu tidak ikut?" tanya Taya. "Ma-maksud saya, Ritsu belum bangun?" ralatnya, mengingat biasanya jam segini―jam enam lewat―cewek cantik berambut merah itu sudah bangun.

"Oh?" Riku memiringkan kepalanya sebentar. "Ya, tadi dia sudah bangun," jawabnya seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Begitu selesai sarapan, dia langsung pergi. Ke rumah Teto-chan, katanya."

"Te―R-Ritsu pergi ke rumah Teto-san! ?" respon Taya kaget, membuat yang lainnya bingung. "Ga-gawat!" Ia pun buru-buru mengambil handphone-nya dan menghubungi Ritsu.

"?" Riku dan Miko heran. "Kenapa dengan Teto-chan?"

"Teto-san sedang―"

"Berantem dengan Ted-kun~" ujar Tei, menyela Taya dengan polosnya.

"B-bukan, Tei-sa―"

"Oh~" respon Riku dan Miko.

"Nggak masalah 'kan, Taya?" tanya Riku sambil menepuk pelan pundak Taya. "Kalau mereka bertengkar, toh, nanti juga akan damai sendiri."

"D-demo―"

"Iya, apalagi Ritsu datang ke sana," Ruko ikutan nimbrung. "Kalau masih bertengkar, Ted pasti dihajar Ritsu. Ritsu 'kan pembela kaum perempuan~ Ahaha~"

'Ga-gawat… Gara-gara saya berbohong, semuanya jadi mempercayainya…' batin Taya menyesal. 'Ritsu-sa―Eh, Ritsu… Gomennasaaai…' Taya lalu mengacak-acak rambutnya, pusing memikirkan hal itu.

"Taya-chaaan!" seru seseorang yang memeluk Taya dari belakang secara tiba-tiba.

"U-uwaaa! ?" jerit Taya kaget. "M-Mon-san, ya-yamete kudasai!" serunya―yang sudah mengenal suara itu―panik.

"Yo, Taya-chan." sapa dua orang lainnya, Imoko dan Kohana.

Cowok berambut hitam yang sekarang diketahui bernama Anchi Mon itu pun melepaskan pelukannya dari Taya. "Haha! Three Glasses sudah berkumpul!" serunya.

"T-'Three Glasses'?" Ruko cengo.

"I-itu… Itu nama kelompok kami, Ruko-san," Taya menjawab pertanyaan Ruko tadi. "Mon-san yang mengusulkan nama itu… Makanya―"

"Selera Mon memang aneh," ujar Kohana dengan santainya, tidak menyadari kalau ia telah menyela ucapan Taya. "Maklumi saja."

"Hei! Jangan sembarangan ngomong kau, Kohana!" omel Mon kesal.

"Oh ya," kata Imoko tiba-tiba, teringat sesuatu. Ia lalu menoleh pada Taya dan berkata, "Ta―"

"Imoko!" panggil Mon tiba-tiba.

"Apa?" Imoko pun menoleh pada Mon.

Bukannya menjawab, Mon malah menarik lengan Touya bersaudara itu dan mengajaknya pergi. "Kita ke mall yuk~ Kalian 'kan sudah janji mau menemaniku membeli kacamata baru~"

"Apa?" tanya Kohana heran, tampak bingung.

"Aku nggak―" Imoko baru saja mau menjitak Mon, tapi langsung menghentikan niatnya begitu Mon mengedipkan sebelah matanya penuh maksud. "Oh, aku ingat sekarang," cowok berambut oranye yang mirip Kurosaki Ichigo itu menoleh pada imouto-nya, menyuruhnya diam.

"…" Kohana mengangguk pelan.

Mon lalu tersenyum puas dan menoleh sebentar pada Taya dan Vipperloid lainnya. "Ja, mata ne, Taya-chan!" Setelah mengucapkan itu, Mon langsung cabut.

"Dasar aneh…" gumam Rook pelan, sweatdroppped.

"Yah… Begitulah mereka… A-ahaha…" Taya tertawa kecil, agak dipaksakan. 'Hah…' Taya menghela nafas, dalam hati. 'Kenapa mereka semua tidak menyadarinya?' batinnya sedih.

"Jangan berwajah muram begitu, Taya-kun~" hibur Tei sembari menepuk-nepuk pundak Taya. "Aku tahu, Taya-kun naksir Mon-kun. Tapi nggak usah sebegitunya dong~"

"! ?" Wajah Taya memerah, sementara yang lainnya malah tertawa. "Sa-saya tidak―D-dari mana Tei-san mendapatkan berita bohong seperti itu! ?" tanyanya.

"Defoko-chan yang memberitahuku~" jawab cewek berambut perak panjang itu dengan riangnya.

"T-tolong jangan mempercayai ucapan Uta-san lagi, Tei-san…" kata Taya dengan pasrah.

"Hai~"

"Oi, Tei, ayo pulang!" panggil Teiru yang sudah berada di luar taman sambil melambaikan tangannya.

"Eh? Sejak kapan Ru-kun ada di situ?" tanya Tei heran.

"Hn." Bukannya menjawab, cowok itu malah membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkannya.

"Ru-kun! Tunggu aku atau kubunuh kau!" Tei lalu berlari menyusul kakaknya―yang mungkin lebih tepat disebut sebagai 'koibito-nya'.

Tep

Teiru menghentikan langkahnya dan menoleh sebentar pada 'adik'nya sambil menjulurkan lidahnya dengan iseng dan berkata, "Coba saja kalau bisa, nenek sihir." Kemudian, cowok itu langsung berlari.

"Ru! Kembali kau!" seru Tei kesal. Di tangan kanannya sudah terdapat sebuah pisau yang diambilnya entah-dari-mana―mungkin selalu dibawanya.

Drap drap drap

"…" Yang lainnya sweatdropped.

"Biar begitu, mereka selalu akur ya~" ucap Riku pelan, masih sweatdropped.

"Iya."

Tap tap tap

"…" Taya berjalan meninggalkan taman itu dengan lesu, tanpa disadari yang lainnya. Maklum, keberadaannya suka dilupakan, seperti Matthew Williams a.k.a Canada. "Hah…" Taya menghela nafas, menatap langit. Tidak terasa, langit yang tadinya gelap, mulai berubah warna menjadi biru cerah dengan awan putih yang lembut. "Sepertinya… Semuanya tidak ingat ya…" gumamnya pelan. "Tapi tak apalah," ujarnya lagi, tersenyum kecil, berusaha menghibur dirinya sendiri. "Mempunyai sahabat-sahabat dan teman-teman seperti mereka semua… Sudah membuat saya bahagia."

Brugh!

Karena sambil terus berjalan tanpa melihat ke depan, Taya menabrak seseorang secara tidak sengaja. "Ah! G-gomennasai! Ho-hontou ni gomennasai!" Taya pun buru-buru membungkukkan tubuhnya.

"Ko-kochira koso―Eh?" Orang yang ditabrak Taya tampak kaget. "Taya!" serunya senang.

"A-are?"

"Uwaaah! Lama tidak bertemu, Taya!" seru cowok berambut coklat tua itu.

"Ah!" Taya akhirnya ingat siapa cowok itu. "Sen(Male)-san!"

"Ahaha!" Sen(Male) tertawa seperti biasanya dan kemudian mengelus-elus kepala Taya. "Kau tetap saja pendek seperti dulu ya~ Kawaii na~" ujarnya riang.

"Tolong berhenti mengatakan saya pendek, Sen(Male)-san," respon Taya, tertawa kecil. "Sen(Male)-san sendiri juga tetap tidak berubah. Masih saja memakai jepitan rambut itu." katanya lagi sambil tersenyum kecil.

"Hehe…" Sen(Male) nyengir. "Apa boleh buat," Ia lalu menunjuk jepit rambutnya yang berwarna hitam itu. "Ini hadiah dari Sen(Female)-chan sih. Lagipula, aku juga menyukainya. Jadi sayang kalau kubuang atau kulepas." Cowok itu tersenyum kecil mengingatnya. Dia memang sangat menyayangi adik kembarnya itu.

"Sou desu ka…" respon Taya, tersenyum kecil. "Hah…" Ia lalu menghela nafas, tersenyum sedih. 'Andai saja… Ritsu juga memberikan hadiah untuk saya…' batinnya, mengingat bahwa selama ini selalu saja Taya yang memberikan hadiah pada Ritsu.

"Hm? Kau kenapa, Taya?" tanya Sen(Male) heran begitu melihat ekspresi wajah Taya yang berubah tiba-tiba. "Eto… Kau menyukai Sen(Female)-chan? Tapi kau sudah berpacaran dengan Ritsu 'kan?" tebaknya.

"E-eh? Chi-chigaimasu!" kilah Taya. "Saya hanya…" 'Tidak ada yang mengingat ulang tahun saya' "Sedikit kelelahan…"

"Oh," respon Sen(Male) singkat. "Kalau kau kelelahan, istirahat saja."

"Ha-hai…" Taya mengangguk pelan.

"Rumahmu lumayan jauh dari sini 'kan? Mau kuantarkan pulang? Aku memarkir motorku di dekat sini." ujar Sen(Male) bertubi-tubi sambil menunjuk sebuah motor berwarna hitam di dekat sebuah konbini.

"Terima kasih, tapi tidak usah, Sen(Male)-san," Taya menolak dengan sopan. "Saya mau menikmati udara segar."

"Baiklah~" Sen(Male) menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan kemudian berjalan memasuki konbini tersebut. "Hati-hati ya. Jangan sampai pingsan di tengah jalan, Taya!"

"Hai!"

Tap tap tap

"Hah…" Taya menghela nafas lagi. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas hari ini. Ia tahu, tadi adalah kesempatan bagus untuk memberitahu Koumi Sen(Male) tentang hari ulang tahunnya. Tapi ia tidak jadi memberitahunya karena kesibukannya. Sen(Male) adalah seorang mahasiswa, sudah pasti ia sangat sibuk. Jarang-jarang ia bisa berjalan-jalan dengan santai.

Di perjalanan, Taya bertemu dengan beberapa teman-temannya. Ada Eiichi dan Eiji yang sedang bermain di halaman rumah mereka bersama Kagami-Usagi―kelinci peliharaan mereka. Lalu Makoto dan Mako yang sedang berlatih menggunakan katana dan shuriken. Ada juga Sai dan Sayu yang sedang memakan mochi bersama Mono dan Luna di sebuah kedai. Ia juga sempat menyapa Hibiki dan Ibuki yang sedang berjalan-jalan, serta Sora dan Sara.

Klek

"Tadaima…" ucap Taya pelan seraya membuka pintu rumahnya. Meskipun rumahnya bergaya ala Eropa dan besar, Taya tetap saja selalu merasa kesepian. Ia adalah anak tunggal, tidak mempunyai saudara. Kedua orang tuanya juga sudah meninggal. Kadang, ia merasa iri pada teman-temannya dan sahabat-sahabatnya. Mereka masih mempunyai keluarga yang selalu menemani mereka. Mungkin ia juga sudah mempunyai pacar―Namine Ritsu―tapi tetap saja ia merasa kesepian. Ritsu tetap lebih dekat dengan Riku, kakaknya sendiri.

"Ah, bodohnya," ujar Taya tiba-tiba, tersenyum pahit. "Meskipun saya pulang, tetap saja tidak akan ada yang menyambut saya. Ahaha…" Bishounen itu lalu tertawa. "Ahaha… Bodohnya… Haha… Bo-bodoh…" Tertawa sampai air mata mengalir membasahi kedua pipinya. "… Watashi wa hontou ni baka desu… Uuh…" Ia lalu melepaskan kacamatanya dan menghapus air matanya, lalu berjalan menaiki tangga―menuju kamarnya. "Baka desu…"

Brugh!

Taya merebahkan dirinya di atas kasurnya.

"Kimi wa jitsu ni baka dana~"

Taya lalu tertawa kecil. Kalau saja Teto ada di sini, cewek Cute Tsundere itu pasti akan berkata begitu padanya.

"Sudahlah. Jangan menangis, baka dana."

Bayangan wajah Ted terlintas di pikirannya.

"Taya-chan, siapa yang membuatmu menangis! ? Biar kuhajar orang itu!"

Lalu bayangan wajah Rook dan Mon dengan gaya mereka yang sok jago.

"Taya-chi, makan saja apel ini! Apel selalu bisa membuat Miko tersenyum kembali!"

Kemudian Miko…

"Jangan menangis, Taya. Kau laki-laki 'kan?"

Imoko dan Kohana…

"Ja-jangan menangis dong! Ga-gawat! Apa yang harus kulakukan! ?"

Kemudian Ruko…

"Sudahlah, nggak ada yang harus ditangisi 'kan? Bersemangatlah! Taya yang seperti ini, bukan seperti Taya yang kukenal!"

Teiru…

"Do-doushite, Taya-kun? Ah! Pisauku kena Taya-kun ya? Go-gomenna!"

Tei…

"Taya-kun Gomen ne?"

"!"

Taya langsung terbangun begitu bayangan wajah yang terakhir itu terlintas di pikirannya. "… Ritsu…" gumamnya pelan. Ia lalu beranjak dari tempat tidurnya dan memakai jaketnya―melihat cuaca yang mulai mendung. Kemudian, ia berlari keluar rumahnya, entah ke mana.

Drap drap drap

Berlari. Taya terus berlari mengikuti kata hatinya.

"Hah… Hah…"

Meskipun kakinya sudah capek untuk berlari, meskipun otaknya memerintahkannya untuk berhenti, Taya tetap terus berlari. Tujuannya masih jauh.

"Minna-san… Minna-san…!"

Drap drap drap

Zraaash…

Hujan mulai turun, membasahi bumi, tanah, gedung-gedung, pohon, semuanya. Tapi Taya tetap tidak mempedulikannya. Walaupun tubuhnya menggigil kedinginan, ia tetap terus berlari.

Drap drap drap

Akhirnya, Taya tiba di depan sebuah gedung tua yang tidak terpakai lagi. Entah kenapa, kata hatinya membawanya ke sini.

Tap tap tap

"…" Taya berjalan memasuki gedung itu, tidak peduli betapa bobroknya gedung itu. Sambil berjalan, cowok ber-ahoge itu melihat ke sekelilingnya. "Saya―Entah kenapa, saya pernah memasuki gedung ini… Tapi kapan?" gumamnya pelan.

"Ah!"

Beberapa buah coretan kecil di ujung ruangan dekat tangga menarik perhatian Taya. Ia pun membaca tulisan itu.

Suatu hari nanti, aku akan menjadi pengantin wanita Taya-kun!

Saya berjanji, suatu hari nanti, saya akan menjadi pengantin pria Ritsu-san!

"! ?"

Wajah Taya langsung memerah begitu membaca tulisan-tulisan itu. Tulisan yang pertama itu rapi, sepertinya ditulis oleh seorang anak perempuan. Tulisan yang kedua juga cukup rapi. Ada juga tulisan-tulisan lainnya.

Aku suka Ruko!

Aku mau jadi penyanyi yang hebat!

Aku pasti akan menjadi seorang pattisier yang handal.

Aku akan merindukan sekolah ini.

"!" Taya ingat sekarang. Gedung ini adalah gedung sekolahnya saat SD dulu. "Pantas saja…" Taya pun tersenyum kecil. Setelah itu, Taya kembali berjalan dan berjalan menaiki anak tangga di dekatnya.

Tap tap tap

Tidak lama kemudian, ia sudah tiba di depan sebuah pintu. Seingatnya, ruangan yang di dalamnya adalah ruang serba guna.

Klek!

Tanpa berpikir panjang lagi, Taya membuka pintu itu. Ada Ted yang sedang menghias sebuah kue tart, Torikon―Utanomiyatsuko Tsubame dan Akabane Karasu―yang sedang meributkan sesuatu, Makoto dan Mako yang sedang menata meja, Ruko dan Rook yang sedang menempelkan sesuatu di dinding, dan teman-temannya yang lain.

"Mi-minna-san…?"

"Ah!"

"Gawat!"

"Ta-Taya! ?"

Suara-suara ramai langsung memenuhi ruangan itu begitu Taya membuka pintunya.

"Taya! Kenapa kau datang ke sini! ?" tanya Riku yang langsung menghampiri Taya. "Ng-nggak ada apa-apa di sini! Kau pulang saja!"

"Terlambat, Riku. Dia sudah melihatnya." ujar Eiichi.

"Taya nii-chan payah~" ujar Eiji, menggembungkan kedua pipinya.

"Re-rencana kita…" sahut Yufu pelan.

"Hah… Jadi gagal 'kan…" Keine Ron menghela nafasnya seraya menepuk pelan pundak Yufu, pacarnya tersayang.

"Kimi wa jitsu ni baka dana!" seru Teto, berjalan mendekati Taya dan mem-poke dahinya.

"E-eh? Te-Teto-san?" Taya menatap Teto dengan heran, mengelus-elus dahinya.

"Hal yang kau dengar di handphone tadi, lupakan saja," ucap Ted yang masih sibuk menghias kue itu. "Jangan berpikir yang macam-macam."

"Eh? De-demo―"

"Ehehe~ Waktu itu, Tecchan cuma sedang mengobati lukaku kok~" kata Teto dengan polosnya, menunjukkan lututnya yang terluka.

"Nona Cute Tsundere ini terjatuh saat sedang mengambil stroberi di atas rak." timpal Tsubame yang tiba-tiba saja sudah merangkul bahu Teto.

"Lepaskan Teto-chan-ku, Tsubame no yaro!" seru Karasu seraya mendorong Tsubame menjauh dari Teto-chan-nya.

"Teto-san itu punya saya, Tuan kepala tulip!" balas Tsubame dengan death glare-nya.

"Apa katamu! ? Dasar kepala hitam!"

"Heh, kepala merah!"

"Gentleman mesum!"

"Preman Lolicon!"

"Biarkan saja mereka bertengkar sampai puas." ucap Shin, sweatdropped.

"Memangnya, tadi apa yang Taya pikirkan?" tanya Teto dengan polosnya.

"E-eh! ?" Wajah Taya kembali memerah. "I-itu―Sa-saya―Te-teto-san dan Ted-san―"

"Buh!" Wajah Ted memerah tiba-tiba, nosebleed.

"Gyaaa! ? Ted! ? Kau mimisaaan! ?" jerit Rook kaget dengan wajah memucat.

"Uwaaa! ? Ted-san, cake-nya!" jerit Sai panik.

"Dasar, Tekkun…" gumam Sora pelan.

"…" Di tengah-tengah keramaian itu, Taya melihat ke sekelilingnya, mencari seseorang yang ada di dalam pikirannya sejak tadi.

Tep

"Mencariku?" Ritsu menepuk pelan pundak Taya dari belakang sambil tersenyum kecil.

"Ri-Ritsu!" Spontan, wajah Taya memerah.

"Pesta ini, ideku loh," Ritsu memberitahu, menggandeng tangan kanan Taya.

"E-eh?"

"Apa boleh buat, sudah ketahuan," Sara menghela nafas. "Langsung saja ke intinya."

"Ya," Hibiki mengangguk pelan. "Maaf kalau telat ya, Taya?" Hibiki menoleh pada Taya, tertawa garing sebentar.

"Yosh!" seru Rook, mengepalkan tangan kanannya dengan semangat. "San! Ni! Ichi!"

"Otanjoubi omedetou, Soune Taya!"

"A-are?" Taya bingung. Perasaannya kini campur aduk―antara sedih, senang, bahagia, dan bingung.

"Jangan cuma 'Are?' aja dong!" seru Ibuki yang kemudian menepuk punggung Taya dari belakang sambil nyengir.

"Kenapa, Taya-kun?" tanya Tei. "Nggak suka ya?"

"Wa-watashi wa…" Taya mulai berujar, tersenyum kecil. "Watashi wa minna-san ga suki desu!" serunya. "Arigatou! Hontou ni arigatou, minna-san!" Taya lalu membungkukkan tubuhnya. Entah apa yang harus ia ucapkan sebagai ucapan terima kasih yang mendalam dari hatinya.

"Su-sudahlah, nggak usah sebegitunya," ucap Makoto. "Ted, sudah sele―Maksudku, daijoubu desu ka?" tanyanya yang kemudian langsung meralat ucapannya begitu melihat kondisi Ted.

"Da-daijoubu yo…" jawab Ted pelan yang masih menutupi hidungnya dengan beberapa lembar tisu. "Kuenya sudah siap. Tinggal ditambahkan lilinnya."

"H-hai!" Haku lalu menancapkan beberapa batang lilin berwarna biru di atas strawberry cake itu.

"Hn," Dell mengeluarkan pemantiknya dan menyalakan lilin-lilin itu. "Silahkan." ucapnya singkat, menatap Taya sebentar.

"E-eh?"

"… Kau benar-benar bodoh ya."

"Dell!"

"Tiup lilinnya, Taya-kun." Sayu tersenyum manis pada Taya. "Sebelum itu, ucapkan permohonan dulu ya." katanya lagi sambil mengacungkan jari telunjuknya.

"Cuma anak kecil yang akan melakukan itu, Sayu." sahut Defoko monotone.

"T-tapi… Tapi aku juga…"

"Jangan begitu, Defo-chan!" ujar Momo, berniat memarahi sahabat baiknya itu.

"Ah, hai!" Taya pun langsung berjalan mendekati cake itu. Ia lalu memejamkan kedua matanya, mengucapkan sebuah permohonan, sebelum akhirnya meniup lilin itu. "Fuh!"

"Wah… Benar-benar dilakukan…" gumam Defosuke pelan.

Gyut!

Ritsu memeluk Taya tiba-tiba dan mencium hidungnya. "Otanjoubi omedetou ne, Taya-kun," ucapnya sambil tersenyum manis. Cewek berambut flaming red itu lalu membisikkan sesuatu di teinga sang pacar, "Suatu hari nanti, aku akan menjadi pengantin wanita Taya-kun."

"E-eh! ?" Wajah Taya memerah. Spontan saja, ia melepakan pelukan Ritsu.

"Janji itu, hadiah dariku!" ujar Ritsu, mengacungkan jari kelingkingnya. "Yakusoku ka?"

Taya tersenyum kecil dan mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Ritsu. "Hai, yakusoku desu!"

"Ngomong-ngomong, apa permintaan Taya-kun tadi?" tanya Ritsu, menatap Taya penuh harap.

"Ah, sore wa…" Taya tersenyum kecil penuh maksud dan kemudian mencium dahi Ritsu dengan lembut. "Himitsu desu."

Wajah Ritsu memerah. "Taya-kun!"

"Ahaha…"

"Yosh! Ayo, kita bersenang-senang!" seru Rook.

"Yosh!"

.

.

"Saya berjanji, suatu hari nanti, saya akan menjadi pengantin pria Ritsu!"

.

.

-Owari-

Cukup panjang ya =w=' -Readers: Kepanjangan, bego!-

Otan-ome -?-, Ta-kun! XD
Niatnya sih, bikin Humor/Friendship. Malah melenceng jadi Hurt/Comfort/Friendship/Romancegaje gini deh =3=' -begosih-

Tentang Sen(Male) dan Sen(Female) itu, mereka adalah Koumi bersaudara. Koumi Sen(Male) aniki-nya, dan Koumi Sen(Female) imouto-nya. Karena nama mereka sama, Sei kasih keterangan Male dan Female-nya. Di Wiki, ada lambang Male dan Female di belakang nama mereka. Karena FFn payah, nggak bisa masukin simbol, jadi Sei kasih keterangan =3=
Koumi Sen yang ada di sini beda lagi denga Kaiga Sen. Sen-chan itu aneki-nya Shicchi a.k.a Kaiga Shin '==a

Lagu yang di handphone Ta-kun itu lagu original-nya loh! Judulnya 'Sadness Call' -terjemahan dari Om Gugel ==a-

Adakah yang berpikir macam-macem seperti Ta-kun saat adegan TedTeto tadi? XD -gebuked-