The Purple Polar 01 : Prolog
.
.
.
Matahari dari Konoha, Matahari Mengamuk, Landak Beracun, Landak Seribu Bayang. Bagi Uzumaki Naruto, semua itu adalah julukan yang keren, walaupun Konohamaru dengan tegas menentangnya dan menyebut semua itu julukan yang norak, Naruto tidak peduli. Julukan itu benar-benar sangat keren baginya yang telah mengalahkan Banci-suke selama beberapa kali. Tentu saja, Naruto tidak menang mutlak melawan Banci-suke, si Ayam Sipilis itu beberapa kali menang darinya, tapi jika mendengar julukan yang orang lain berikan pada Naruto itu sudah lebih dari cukup membuatnya besar kepala.
"Mereka menunggu dimana?" tanya Gaara yang sudah tidak sabar bertemu dengan musuh bebuyutannya.
"Setahuku mereka menunggu di Gedung kosong di belakang Stasiun Ohta." jawab Kiba yang menggeram saat mengingat pertempuran terakhirnya dengan Sasori.
"Kenapa mereka tidak bisa menamai gedung dengan spesifik sih?" protes Shikamaru, si pecinta kedamaian sejati.
"Ayo kita kesana." ujar Naruto tegas. "Aku tidak mau membuat Banci-suke menunggu."
Naruto bangkit dan diikuti 4 anggota gengnya. Mereka meluncur ke sebuah gedung kosong di belakang stasiun Ohta sesuai dengan perjanjiannya dengan sang musuh bebuyutan. Hati Naruto mendidih saat memasuki sebuah gedung tua yang berbau pengap kala melihat seseorang berambut raven dengan mata sewarna obsidian memandang tajam dirinya. Itu si Banci-suke!
"Kau masih punya nyali datang kesini, Naru-gay?" ejek pemuda raven itu.
"Dasar kau Banci-suke! Kau tidak puas-puasnya menantangku berkelahi!"
"Sasuke!" panggil seseorang di belakang pemuda raven itu dan pemuda bernama Sasuke itu menoleh.
"Ada apa, Pein?"
"Aku peringatkan, ada polisi yang sedang menggelar razia malam ini. Kita tidak…"
"Menumpaskan mereka pasti cepat, mengingat mereka kalah di pertemuran kemarin." ejek pemuda imut berambut merah di pihak Sasuke, Akasuna Sasori.
"Diam kau, dasar cowok boy band!" anggota geng Naruto yang termuda, Konohamaru, angkat bicara.
"Apa katamu?!" Sasori naik pitam.
"Sesungguhnya kami lebih baik daripada sekumpulan pemuda cap garam dapur seperti kalian yang masih setia tidur sambil menyusu pada ibunya, dan sesungguhnya…"
"Juugo, berhenti bicara." kata Sasuke dingin.
"Baik. Sumimasen." jawab Juugo.
"Banci-suke, sebaiknya kita selesaikan ini sebelum malam tiba. Aku tidak ingin kehilangan diskon bento di supermarket dan aku tidak ingin memakannya dengan babak belur!" tantang Naruto sambil mengarahkan tinjunya ke arah Sasuke.
Sasuke hanya tersenyum miring dan meludah ke samping.
"Pein, Juugo, Sasori, dan Sugeitsu, kalian tuntaskan yang lain. Aku akan mengurus si durian lepek satu ini." katanya.
"Damare kusso-omae!" bentak Naruto. "Jangan sok jagoan, dasar kau Banci-suke!"
Dan seperti yang sudah-sudah, pertarungan pemuda antar geng yang bersekolah di Konoha Gakuen itu pun dimulai. Persetan dengan anak buah mereka yang siapa-melawan-siapa, yang terpenting bos geng tersebut saling berhadapan satu sama lain.
Sasuke menangkis pergerakan Naruto dengan tangkas karena dia sudah terbiasa bertarung dengan si Nanas Kebon ini. Beberapa julukannya adalah 'Naga dari Timur', 'Raja Petir', 'Gagak Hitam', dan 'Titisan Dewa Petarung Ganas nan Sadis dan Haus Darah dari Laut Mizu Sebelah Barat Konoha'. Itu adalah sederet julukan sangar bagi Sasuke sebagai penguasa pertarungan legendaris dari Konoha Gakuen. Oke, julukan terakhir itu diberikan oleh Juugo –yang memiliki kadar kegatelan akut di mulutnya untuk tidak berhenti berbicara. Bahkan Sasuke yakin, salah satu anggota geng-nya itu memiliki jumlah kata jauh lebih banyak daripada jumlah bakteri di mulutnya.
"Kau pikir kau akan mudah mengalahkan aku setelah pertarungan kemarin?" kata Naruto sambil menarik pergelangan Sasuke dengan tangan kirinya, tangan kanannya menabrak dan mendorong bahu Sasuke, sedangkan kakinya melakukan kuncian yang seketika membuat Sasuke kehilangan keseimbangan dan jatuh terjungkal. Darah segar mengalir di pelipisnya karena berbenturan dengan lantai gedung yang keras.
"Aaargh…" Sasuke mengerang sambil memegang pelipis kirinya. Matanya mulai berkunang-kunang.
"Bangkitlah kau, Banci-suke!" Naruto memasang kuda-kuda untuk mengantisipasi serangan balasan dari Sasuke.
"KUSSO NARU-GAY…!" Sasuke berdiri dan seketika menerjang Naruto dengan pukulannya.
.
.
.
Jam 06.00 waktu Konoha. Jam segitu biasanya para murid masih terlena dan tidur di atas ranjang masing-masing. Tapi tidak dengan gadis berambut indigo bermata lavender bening ini. Hyuuga Hinata. Gadis kelas dua Konoha Gakuen ini selalu datang pukul 6 ke sekolah. Gadis itu membersihkan ruang kelas, menghapus papan tulis, membuang sampah, membersihkan loker, bangku, meja guru. Semua dilakukannya sendirian tanpa bantuan siapapun.
Hinata hanya mendesah kelelahan saat mengembalikan sapu dan alat pel ke gudang sekolah. Kegiatan bersih-bersih solonya telah berakhir. Sekarang sudah lumayan siang, pasti banyak murid yang sudah datang. Begitu pikirnya.
Begitu dia memasuki kelas, mata lavendernya terbelalak. Tasnya sudah terbuka dan beberapa murid tampak berebut buku catatan matematikanya sambil berteriak-teriak.
"A…ano…" sapa Hinata terbata-bata.
"Wah, Hinata!" Shion menepuk pundaknya. "Kami belum sempat mengerjakan PR Matematika karena kami sangat sibuk semalam. Benar kan teman-teman?"
"ITU BENAR SEKALI! TERIMA KASIH, HINATA!"
"Tapi kalian seharusnya izin terlebih dahulu jika mau membuka tasku…" kata Hinata lirih.
"Eh? Memangnya kenapa?" salah seorang teman Shion memojokkan Hinata. "Kau tidak suka dengan perlakuan kami?"
"Kau ini seharusnya berterima kasih karena kami sudah mau menjadi temanmu. Membagi contekan sedikit apa salahnya sih?!"
"Betul. Kami sangat sibuk. Kalau kau bisa menolong kami, apa salahnya?"
"Lagipula ini hanya catatan kecil kan?"
"Kami kan selalu baik padamu, tidak seperti teman-teman lain yang selalu mengerjaimu, Hinata!"
"Maa… Maa…" Shion menengahi. "Hinata tidak pernah keberatan saat kita mintai tolong kan? Ini kan cuma hal kecil."
Wajah Hinata merah padam.
"Kami mau mengerjakan PR dahulu sebelum bel berbunyi, Hina-chan. Oh ya, aku tadi masih menemukan sedikit debu di dekat bangkuku. Tolong ya acara bersih-bersihmu itu diulangi lagi." kata Shion sambil sedikit mendorong tubuh Hinata menjauhi dirinya.
Hinata termangu memandangi buku catatannya menjadi sasaran empuk Shion dan geng-nya. Padahal tadi malam dia begadang sampai subuh mengerjakan PR dari Kakashi-sensei. Sekarang mereka seenaknya sendiri menyalinnya tanpa repot-repot. Hinata hanya bisa berlalu ke gudang dan mengambil sapu untuk menyapu ulang ruangan kelas seperti yang diperintahkan Shion.
.
.
.
"SASUKE-KUN!"
Sasuke sedikit membuka matanya dengan malas. Siapa lagi pemilik suara manja yang sudah sangat akrab di telinganya ini kalau bukan Haruno Sakura?
"Hn?" jawab Sasuke malas.
"Kemana dirimu saat pelajaran pertama tadi? Sarutobi-sensei mencarimu tahu! Kalau kau begini terus kau akan dikeluarkan dari sekolah! Ya ampun… apa yang terjadi dengan pelipismu? Apa kau tawuran lagi dengan si Uzumaki itu? Sasuke-kun, kau ini sangat bandel! Kalau kau tetap seperti ini…"
"Aku lelah. Biarkan aku tidur, Sakura." Sasuke kembali menutup matanya dan mencari posisi seenak mungkin di atap sekolah Konoha Gakuen –tempat favoritnya.
"SASUKE-KUN!" Sakura sudah kehilangan kesabarannya menghadapi teman sejak kecilnya ini.
Melihat Sasuke tidak bergeming, Sakura mulai melancarkan serangan andalannya.
"Aku akan menelepon Itachi-nii!" ancam Sakura.
"Eh, jangan!" Otomatis badan Sasuke langsung bangkit berdiri dan segar bugar mendadak karena mendengar nama kakak kandungnya disebut Sakura.
"Kau selalu saja bandel dan tawuran terus!" protes Sakura bersungut-sungut. "Sekolahmu tidak terurus, kau selalu saja bolos kelas. Apa jadinya Fugaku-jiisan dan Mikoto-baasan mengetahui hal ini, hah?"
"Sakura kau sangat berisik…" Sasuke menutup kedua telinganya.
"Aku akan menelepon Itachi-nii…"
"SUDAH KUBILANG JANGAN!" teriak Sasuke. "Apa yang kau mau? Akan kubelikan Jelly-nata sebanyak apapun yang kau mau." Sasuke menawari makanan kesukaan Sakura di seantero jagad raya.
"Kau pikir aku bisa disuap dengan Jelly-nata?" Sakura tidak terima.
"Kau tidak mau?"
"Aku mau yang rasa jeruk!" bentak Sakura.
Hening.
"Wakatta… Wakatta…" Sasuke menghela nafas. Kelakuan sahabatnya kadang membuat pusing kepala.
"Aku akan menunggumu nanti sepulang sekolah. Awas ya kalau kabur!" ancam Sakura lalu bangkit berdiri meninggalkan Sasuke yang kembali tidur.
"JANGAN LUPA UNTUK MEMASUKI KELAS SETELAH INI, SASUKE-KUN!" Sakura memberi peringatan.
"WAKATTA YO!" teriak Sasuke kesal sambil menutup telinganya dan kembali melanjutkan tidur di atap sekolah. Peringatan Sakura nampaknya tidak mempan. Buktinya Sasuke tetap terlelap sampai jam sekolah berakhir.
.
.
.
Hyuuga Hinata sedang berkutat memasukkan botol-botol bekas minum ke kantong sampah plastik dan berjuang sekuat tenaga mengangkatnya ke gudang. Hari ini banyak sekali temannya yang meminta tolong untuk membersihkan sampah menjelang festival kebudayaan. Meminta tolong itu secara teori, namun pada kenyataannya Hinata-lah yang mengerjakan semuanya. Sampai sore hari ini pun, saat Konoha Gakuen sudah sangat sepi, hanya Hinata yang tersisa di kelas mereka dan masih berkutat membersihkan sampah yang entah darimana datangnya itu.
Seketika, tubuh Hinata limbung dan terantuk meja sebelum jatuh tersungkur. Dia mendongak dan menahan sakit di kakinya karena sengaja ditabrak dari belakang. Terlihatlah tiga orang gadis sebayanya sedang menertawakan Hinata.
"Ternyata ada Hyuuga-san ya?" kata salah seorang gadis bertubuh tinggi. "Maaf aku tidak melihatmu, jadi kau tertabrak olehku. Kau seperti tidak nampak."
"Orang sok pintar seperti kau memang harus dimusnahkan dari sekolah ini." kata teman gadis itu kasar.
"Ara-cchi, jangan kasar seperti pada Hyuuga-san… Kalau kau kasar pada Hyuuga-san, maka seperti inilah cara yang benar." salah seorang gadis itu menarik helaian rambut indigo Hinata, hingga Hinata menjerit pelan.
"Ap…apa yang kalian lakukan?" tanya Hinata menahan sakit.
"Kami sangat benci denganmu. Dasar orang aneh." bentak mereka.
"Rambutmu aneh, warna matamu aneh, kau sangat aneh. Segala sesuatu yang ada pada dirimu itu aneh!"
"Enyahlah dari sini, dasar aneh!" salah satu dari mereka menendang kantong plastik yang dibawa Hinata sehingga sampah yang didalamnya langsung berserakan keluar lagi.
"HEI!"
Mereka bertiga berhenti. Hinata juga kaget dengan suara lantang yang menghentikan mereka.
Ada seorang pemuda berkulit tan, memiliki mata sebiru safir, dan rambut berdiri berwarna serupa matahari. Pemuda itu berdiri tegak, menatap nyalang pada mereka bertiga. Ekspresinya seolah mengatakan, "Pergi dari sini, bitches."
Tiga orang gadis yang mem-bully Hinata langsung terdiam dan membeku di tempat. Setelahnya mereka langsung berlari ketakutan meninggalkan Hinata yang juga membeku di tempatnya.
"Kau ini bodoh atau apa sih?!" bentak Naruto membuat Hinata tersadar.
"Kalau kau dikerjai, kau harus melawan balik. Dasar bodoh. Bukan hanya diam menerima keadaan seperti itu."
Hinata hanya menunduk dan memunguti beberapa sampah dan memasukkan kembali ke dalam kantong plastiknya. Ternyata itu adalah Uzumaki Naruto, salah seorang teman sekelasnya yang terkenal keji dan suka bikin onar. Kabarnya dia bahkan sering tawuran melawan beberapa geng dari Konoha gakuen maupun sekolah lain.
"Kenapa kau malah diam saja?!" bentak Naruto. "DASAR ANEH." Naruto mendengus dan berlari pulang meninggalkan Hinata yang tetap membisu.
"Aku kan tidak melakukan apa-apa. Kenapa kalian semua menyalahkan aku? Menyebalkan…" kata Hinata lirih sambil berjalan terseok-seok mengangkat kantong plastik yang beratnya luar biasa itu.
.
.
.
"KYAAAA~."
"Sakura, hentikan jeritanmu itu!" Sasuke merengut kesal. Pemuda itu sedang menepati janjinya pada Sakura dan mentraktir sahabatnya selusin gelas Jelly-nata kesukaannya. Seperti biasa, Sakura selalu merengek untuk mampir ke toko buku favoritnya terlebih dahulu. Saat di toko komik, Sakura tak ubahnya seperti makhluk barbar yang menjerit setiap kali menjumpai komik yaoi favoritnya.
"Sasuke-kun, lihatlah mereka ini! Percintaan antara pemuda-pemuda greget ini…" Sakura mengacungkan salah satu komik yaoi bercover dua orang cowok berseragam SMA sedang berpelukan erat.
"Hentikan, Sakura! Itu menjijikkan!" semprot Sasuke.
"Bagaimana kau bilang ini menjijikan?! Apa kau tidak tahu kisah cinta romantis ala Boys Love yang sangat memesona ini? Lihat…lihat… para seme yang sangat posesif pada para uke-nya!" ujar Sakura bersemangat.
"Bagaimana kau bisa mengatakan itu memesona, hah?!" Sasuke tidak terima jika otak Sakura sudah tercuci dengan kisah cinta yang menurutnya sangat sadis itu. Bagaimana bisa seorang gadis dengan senang membaca cerita percintaan antar dua orang pria? Sasuke tidak habis pikir.
"Kyaa~ Ini sangat romantic, Goddamnit!" jerit Sakura. "AKU AKAN BELI SEPULUH!" lalu Sakura memborong sepuluh seri komik yaoi dan segera memborongnya di meja kasir. Sasuke hanya geleng-geleng kepala di pojokan toko komik.
.
.
.
"Sasuke-kun, ibuku menyuruhku kau datang sesekali untuk makan malam di rumah." kata Sakura saat mereka sudah di perjalanan pulang.
"Hn. Kapan-kapan aku akan mampir." kata Sasuke.
"Bagaimana rasanya tinggal sendirian di apartemen?" tanya Sakura penuh selidik. "Kau sering melihat video porno saat sendirian ya?" tuduh Sakura.
"Di apartemenku tidak ada televisi, bodoh." sangkal Sasuke.
"Benar juga." gumam Sakura. "Lalu bagaimana dengan makananmu? Kapan-kapan aku akan membawakan bekal padamu ya?"
"Hn."
"Sudah sampai nih. Terima kasih sudah mengantarku, Sasuke-kun." Sakura berbalik badan menghadap Sasuke saat mereka tiba di stasiun kota Konoha yang selalu didatangi Sakura untuk naik kereta api lokal Konoha agar tiba di rumahnya.
"Hn. Sampaikan salamku pada Mebuki-baasan." Sasuke menepuk kepala Sakura.
"Jaa ne, Sasuke-kun!"
"Jaa."
Sasuke memperhatikan punggung Sakura yang menghilang di balik pintu stasiun. Setelah memastikan bahwa sahabatnya itu menaiki kereta, Sasuke berbalik meninggalkan stasiun dan berjalan pelan menuju apartemennya.
.
Uchiha Sasuke dan Haruno Sakura. Mereka bertemu pertama kali saat masing-masing berumur 4 tahun. Saat itu, ayah Sasuke, Uchiha Fugaku, yang bekerja sebagai detektif swasta dipindahtugaskan ke Distrik Selatan Konoha. Fugaku membawa serta istrinya, Mikoto, dan kedua anak lelakinya, Itachi dan Sasuke, untuk menempati rumah baru mereka. Takdir membuat mereka memiliki rumah yang berlokasi persis di samping rumah keluarga Haruno. Keluarga Haruno terdiri dari sang kepala keluarga, Kizashi, dan sang istri, Mebuki, serta putri mereka, Sakura. Keluarga Haruno memiliki bisnis berupa apotek herbal yang terletak di lantai satu rumah mereka.
Sebagai tetangga yang baik, keluarga Uchiha dan Haruno selalu berbagi apapun. Makanan, buah-buahan, piknik bersama, dan segala hal yang menyenangkan. Sasuke dan Sakura. Mereka terbiasa melakukan apapun bersama-sama. Namun, lima tahun lalu Haruno Kizashi meninggal dunia karena suatu penyakit. Ibu Sakura kini yang menggantikan suaminya menjadi penjaga apotek, karena mereka tidak sanggup menggaji apoteker.
Dua tahun yang lalu, ayah Sasuke dipindahtugaskan lagi. Pada saat itu, kakak Sasuke, Itachi, sudah mendapat pekerjaan sebagai insinyur. Jadi, hanya Sasuke yang tinggal di rumah itu karena Sasuke tidak mau pindah mengikuti orang tuanya. Tepatnya, enam bulan lalu Sasuke memutuskan untuk menjual rumah dengan izin orang tuanya dan pindah ke apartemen kelas menengah kebawah di dekat Konoha Gakuen. Tentunya dengan sedikit bersitegang dengan Sakura yang mati-matian tidak menyuruhnya pindah karena Sakura tidak ingin berjauhan dari Sasuke. Namun Sasuke dapat meyakinkan Sakura bahwa dia akan sering-sering mampir ke rumah Sakura dan selalu menemani Sakura berjalan pulang ke stasiun. Seperti yang dilakukannya sore ini.
Sasuke memasuki pelataran apartemennya yang tampak seperti rumah burung merpati berukuran besar ini. Kesan pertama Sasuke akan gedung apartemen ini adalah seperti bangunan apartemen di film Kungfu Hustle favoritnya. Kamar Sasuke berada di lantai dua yang masing-masing lantai terdiri dari lima kamar, dua diantaranya masih kosong.
Sasuke mengeluarkan kunci kamarnya dan berhenti sejenak melihat begitu banyak kardus bertumpuk di depan pintu kamar tetangga sebelahnya. Kening Sasuke berkerut. Seingatnya kamar di sebelahnya kemarin masih kosong. Mungkin hari ini ada orang pindahan baru, pikirnya.
Sasuke batal memutar lubang kunci ketika mendengar tapak kaki seseorang yang menaiki tangga menuju lantai dua. Mata obsidiannya terbelalak demi mendapati seseorang yang sedang mengangkat sebuah kardus itu. Demikian juga orang tersebut, dirinya kaget dan terbelalak sampai kardus yang dibawanya terjatuh hingga membuat tumpukan sempak miliknya berserakan keluar dari kardus.
"Banci-suke?!"
"Naru-gay?!"
.
.
.
(bersambung)
Halo semuanya…! :D
Magnifiken kembali lagi nih dengan cerita kedua. Okay, jangan terlalu berharap dengan chapter ini, karena ini masih prolog. Wkwk. Ceritanya akan berkembang saat chapter dua nanti. Ngomong-ngomong cerita ini terinspirasi dari film The Boy Girl Things. Tapi sumvah samber gledek, ini bukan jiplak guys.
Film itu dikasih lihat sama temen satu kosku, si Yola. Bagi para pembaca fanfic pertamaku, Testosterone Attack, pasti tahu kan siapa si Yola itu? Wkwkwk. Itulah pokoknya.
Sekarang aku udah move on ke cerita kedua. I hope you will like it.
Jika ada yang perlu disampaikan tolong review ya, reader. Purple Polar 01 – Prolog, everybody! :D
Jangan lupa bahagia!
Kiss kiss.
Magnifiken.
