"Bitter Sugar."

By : Amanda Lactis

Pair : Sasuke x Female!Naruto

Summary : Kenapa sih semua siswi tergila-gila pada Sasuke? Naruto gagal paham sampai berpikir jika lelaki dingin itu hanyalah orang yang suka pamer wajah. Sasuke beda lagi, dia tidak mengerti kenapa Naruto begitu benci akan kehadirannya. Mereka jauh lebih aneh. Sama-sama memperhatikan tapi dengan perasaan yang berbeda. "Jangan terlalu benci, nanti jatuh cinta." "Tutup mulutmu, Kiba!" SasuFem!Naru. Three-shoot. Mind to mampir?

.

.

.

Pagi itu terasa menyebalkan untuk Naruto, yang tertimpa kesialan berupa seruan sang ibu yang menyuruhnya untuk segera bangun ketika jam menunjukkan pukul enam lebih empat puluh lima menit pagi. Naruto mengutuk, dia adalah murid pindahan di semester dua, sekolah yang mau menampungnya bernama Konohagakuen, yang secara kebetulan milik neneknya, Uzumaki Tsunade. Kushina mati-matian meminta Naruto untuk tidak membuat masalah, terkait masa lalu putrinya yang terkenal brutal dan suka mencari gara-gara. Naruto patuh, tapi tidak berjanji akan menjalani masa sekolahnya dengan damai.

Minato, selaku ayahnya yang kini sudah berusia empat puluh dua tahun, tidak segalak apalagi sekejam Kushina. Minato termasuk ayah idaman bagi sejuta orang. Baik dan pengertian. Tapi jika emosinya sudah sampai di ubun-ubun, bahkan Kyuubi tidak mau berurusan dengan sang ayah.

"Iya, aku mengerti ya Tuhan, Kaa-san! Aku sudah tujuh belas tahun!" Naruto menyahuti omelan Kushina.

Kushina melotot. "Diam! Kau itu sama seperti kakakmu! Suka sekali membuat kami kerepotan, awas saja kalau Kaa-san dengar kau macam-macam!" Ia menghardik Naruto kasar. Sejujurnya Kushina terbilang baik dan memang pada dasarnya temperamental, hanya saja, sikap putrinya bisa menaikkan tekanan darahnya secara tiba-tiba.

Baiklah, Kushina mau menceritakan sebuah kisah dimana Naruto yang saat itu masih berusia empat belas tahun, bersikap sok jagoan membela kawannya dan berakhir adu jotos dengan empat lelaki teman sekelasnya. Kushina juga tak mengerti kenapa Naruto harus ikut campur terhadap masalah seseorang. Tapi yang namanya Naruto, dia menolak untuk menyerah dan terus mengatakan hal yang sama,

"Kalau semua orang tidak mau jadi pahlawan, biar aku saja!"

Kushina paham karena Naruto sedang mengalami masa transisi, dan mencoba maklum. Namun sebulan kemudian putri manisnya kembali membuat masalah dengan melempar batu ke jendela sekolah diiringi alasan konyol berupa,

"Teman-temanku terlalu berisik, jadi aku memecahkan jendela agar mereka diam. Aku benar kan, Kaa-san?"

Kyuubi bilang Naruto gila.

Jiwanya diganggu setan.

Kushina jelas marah dan memukul kepala putra sulungnya menggunakan kamus setebal seribu halaman. Naruto berbeda. Jelas. Saat para gadis sibuk mempercantik diri, kalian akan menemukan Naruto memutari lapangan sambil berteriak riang bersama kawanan lelaki seusianya. Saat kebanyakan perempuan mulai menunjukkan ketertarikan terhadap lawan jenis, maka Naruto dengan mudahnya berbaur di tengah murid laki-laki di sekolahnya.

Kushina khawatir. Dia takut Naruto menyimpang orientasi seksualnya. Tapi tidak. Naruto juga bisa jatuh cinta. Ah, kalau tidak salah Naruto baru menginjak usia enam belas tahun untuk merasakan pedihnya sakit hati. Kyuubi tertawa selama dua jam saat Naruto menceritakan kisah cintanya yang berakhir tragis. Kyuubi juga tak terlihat kasihan pada adiknya, dia malah memukul kepala Naruto dan menyuruhnya untuk segera tidur. Bukan, ini bukanlah kisah kakak tiri yang suka menyiksa adiknya. Kyuubi memang sejak dulu tidak senang dengan konsep 'Memanjakan sang adik'. Dia ingin Naruto menjadi wanita tangguh yang terus bangkit, yang tidak lembek dan sedikit-sedikit minta di hibur.

Back to story.

Naruto bergegas menuju meja makan dan mengambil sepotong roti tawar sesudah meminum segelas susu. Kyuubi menertawakan sikap bodoh Naruto yang terlalu bersemangat sampai insomnia semalam. Berbeda dengan Naruto, Kyuubi sudah menjadi mahasiswa jurusan Psikologi setahun yang lalu, sekarang dia semester tiga. Naruto menatap Kyuubi tajam dalam hati mendoakan kakaknya mendapat balasan yang setimpal.

"Kaa-san, Tou-san, Naru berangkat! Ittekimasu!" Naruto membanting pintu rumahnya dan berlari menuju halte, mendapat gelengan maklum dari Minato dan helaan nafas panjang dari Kushina. Kyuubi juga menyusul Naruto lima menit kemudian ketika ia ingat jadwal kuliahnya dimulai sebentar lagi.

.

.

.

Konohagakuen.

"Jadi, Naruto akan memulai sekolah hari ini." Tsunade bisa membayangkan raut wajah Kushina yang begitu sedih ketika mengantar Naruto untuk mengurus kepindahannya seminggu lalu. Tsunade tertawa kecil, cucunya itu pasti gemar sekali menghebohkan keluarga harmonis yang dibangun kedua orang tuanya.

"Benar, Uzumaki-sama, apa ada yang bisa saya kerjakan?" Kakashi bertanya sopan.

Tsunade memeriksa berkas kepindahan Naruto. Ia berniat mengubah marga gadis itu agar meminimalkan skandal di kalangan murid dan guru. Tidak lucu kan bila banyak yang mengira Naruto masuk ke Konohagakuen atas dasar hubungan keluarga sementara gadis itu sendiri memang memiliki kepintaran di atas rata-rata.

"Ubah namanya menjadi Namikaze Naruto, jangan sampai ada yang tahu." Titah Tsunade tegas. Kakashi mengangguk, ia keluar ruangan diikuti suara derit pintu yang tertutup sempurna.

"Nah Naruto, selamat menjalani kehidupan baru di sini, sayang." Tsunade meraih figura berisi foto Naruto lima tahun lalu, saat gadis nakal itu belum berubah separah ini. Sebelum Naruto merasakan sesuatu yang harusnya tidak dia rasakan. Ya, Naruto terlalu cepat jatuh cinta, dan terlalu dini untuk merasakan sakit hati.

.

.

.

"Apa-apaan, sekolah ini dua kali lebih besar ketimbang saat aku di Iwagakuen. Baa-chan kaya sekali~" Naruto tak berhenti mengagumi bangunan yang kini resmi menjadi tempat ia menempuh pendidikan tiga tahun kedepan. Konohagakuen termasuk sekolah berkelas, semua siswi dan siswanya punya kecerdasan dan segudang prestasi. Kalau tidak masuk lewat jalur test tulis, ya menyetorkan minimal lima medali emas dibidang perlombaan akademik maupun non akademik. Naruto? Dia memang sempat diragukan, tapi otaknya tidak sedangkal yang dinilai banyak orang. Dia pernah mengikuti beberapa lomba Bahasa dan tentu saja di bidang Olah Raga. Aku lupa bilang, Naruto jago main basket. Satu-satunya hal yang disyukuri Kushina karena Naruto lebih memilih bermain basket dari pagi sampai sore dari pada ribut bersama teman wanitanya.

"Nona Naruto?"

Naruto menghentikan langkahnya dan mengamati siapa pemanggil namanya. Lelaki, kira-kira usianya dua puluhan akhir, rambutnya abu-abu, memakai masker dan mencurigakan sekali tingkahnya.

"Saya Hatake Kakashi, wali kelas sekaligus orang kepercayaan Tsunade-sama."

Naruto menganggukkan kepala tanda ia mengerti. Sebenarnya dia tidak begitu peduli, dia masih ingin mengeksplorasi sekolah ini tanpa diganggu siapapun.

"Selama bersekolah di sini, nama mu akan berganti menjadi Namikaze Naruto itu adalah permintaan Tsunade-sama untuk melindungi anda, Nona."

Hening.

Naruto kembali berpikir jika neneknya berlebihan.

Kakashi menunggu respon Naruto dan yang ia dapatkan adalah kernyitan tanda gadis pirang itu tidak paham. Sepertinya Kakashi harus menyediakan kesabaran extra untuk menghadapi cucu kesayangan Kepala Sekolah.

"Itu saja? Kalau iya aku mau jalan-jalan lagi, atau aku langsung memulai pelajaran?" tanya Naruto kelewat polos. Kakashi sedikit menyesal karena mengira jika Naruto adalah gadis baik yang menipu banyak orang dengan wajah manisnya. Sejak kapan sekolah menjadi media jalan-jalan? Kakashi ingin menjedotkan kepalanya mendengar pertanyaan tidak masuk akal terlontar dari mulut Naruto.

"Namikaze-san, anda harus segera memasuki ruang kelas di lantai dua, tepatnya kelas 1-3, mari saya antarkan." Kakashi tetap bersikap professional, menyisakan secuil kewarasan untuk tidak menelantarkan Naruto yang masih terdiam di tempatnya, dan ia memilih berjalan mengikuti Kakashi, beriringan namun tiada suara menyahuti.

'Sekali lihat juga dia tipe pembuat onar, kenapa Tsunade-sama bisa memiliki cucu sepertinya?' batin Kakashi heran. Naruto unik, karena beberapa kali menghentikan langkah kakinya demi, ya demi menghitung jumlah coretan pada dinding dekat loker penyimpanan sepatu. Atau ketika Kakashi menaiki tangga menuju lantai dua, Naruto memintanya menunggu sebentar untuk memastikan jika ia mengawali pijakan anak tangga dengan kaki kanan. Kakashi bisa stress jika terlalu lama bersama Naruto.

.

.

.

Kelas 1-3

Suasa kelas terdengar ricuh, ada teriakan dan beberapa umpatan kecil mengiringi. Kakashi wali kelas nya, salahkan dia bila anak muridnya tidak bisa menjaga ketertiban. Naruto melongokkan kepalanya, mengintip suasana kelasnya selama beberapa tahun kedepan. Ada beragam siswa dan siswi. Ada yang terlihat kalem, ada yang tukang rusuh atau yang hobi tidur di pojok ruangan.

"Ehem, minna-san, harap tenang."

Masih ramai. Bahkan lebih parah.

"Minna-san…." Kakashi mengatur nafasnya, takut emosinya memuncak. Tapi sama saja, suasana kelas belum ada titik terang. Semua murid seolah mengabaikan ucapannya.

BRAKKKK!

Suara meja digebrak berhasil membungkan mulut tiga puluh enam siswa lainnya. Mereka kaku, menghentikan kegiatan masing-masing dan kembali ke tempat duduk mereka. Kakashi tersenyum, dan hal itu ditanggapi takjub oleh Naruto yang kini mengacungkan kedua jempolnya.

"Ada murid baru hari ini, kenalkan dirimu, Namikaze-san."

Naruto mengangguk antusias, ia berdiri di depan kelas dengan penuh percaya diri.

"Hajimemashite! Namaku Namikaze Naruto! Yoroshiku, minna-san~"

Diam beberapa detik.

"Salam kenal dan selamat datang di kelas ini, Naru-chan!" seru beberapa murid bergender pria, beberapa lagi tersenyum kearahnya dan ada satu orang yang merasa tidak perlu menyambutnya, lelaki beraura kelam yang duduk di deretan paling belakang. Rambutnya aneh, mencuat ke atas dan tatapannya dialihkan ke arah jendela. Naruto tidak peduli, dia berjalan sesuai intruksi Kakashi dan duduk di samping siswa bersurai cokelat yang manis, namanya Inuzuka Kiba.

"Halo! Karena kau belum memiliki buku, ini aku pinjamkan, jangan sungkan padaku, ya!" Kiba menjabat tangan Naruto, disambut senyuman lebar dari si gadis. Mereka berteman dengan cepat. Seorang lagi ikut bergabung bersama mereka, namanya Suigetsu, dan Naruto juga pintar berbaur. Tapi sayangnya, beberapa siswi memandang hal itu sebagai tindak caper alias cari perhatian. Naruto belum merasakan ganasnya seorang wanita yang sedang cemburu.

"Jadi kau berasal dari Iwagakuen ya? Suka main basket?"

"Suka sekali! Nanti ayo kita main basket sepulang sekolah~!"

"Naru-chan kau ini unik ya, tidak seperti gadis kebanyakan, aku suka, hahaha!"

Naruto menerima candaan dan tingkah konyol empat pria di sekitarnya. Suigetsu dan Kiba berhasil menjadikan Naruto sebagai bagian dari kelompok mereka. Shikamaru tidak keberatan asal Naruto tidak menjadi gadis merepotkan yang suka mencari sensasi. Sisanya tinggal satu orang, ya, satu orang yang sedari tadi terlihat apatis terhadap lingkungan sekitarnya.

"Hei, Sasuke ayo berkenalan dengan Naru-chan. Dia gadis yang keren tau!" Kiba menepuk pundak siswa lelaki yang bernama Sasuke tersebut. Naruto memasang senyum terbaiknya sebelum respon selanjutnya membuat ia kesal setengah mati! Bagaimana tidak? Sasuke hanya meliriknya sekilas dan bangkit lalu meninggalkan kelas bersamaan dengan bel istirahat yang berdering. Naruto mengerjap, dia kesal setengah mati atas kelakuan Sasuke! Sombong sekali, batinnya emosi.

"Sudah biarkan saja Naru, dia itu memang begitu, paling juga rindu Sakura."

"Sakura?"

"Iya, mantan pacarnya, mereka pernah berhubungan selama dua bulan tapi putus tanpa info lebih lanjut."

Tunggu.

Sejak kapan Kiba jadi suka menggosip begini? Dia berceloteh mengenai hubungan Sasuke dan Sakura seolah itu adalah berita yang harus Naruto ketahui. Terus kalau Sasuke rindu dengan Sakura apa pedulinya?

"Ke kantin saja bagaimana?" tawar Suigetsu yang diiyakan oleh ketiga orang lainnya. Naruto berjalan di apit Kiba dan Shikamaru sedangkan Suigetu berjalan di belakangnya. Sudah seperti di kawal bodyguard saja. Tapi, ada saja yang berbisik sinis melihat kedatangan Naruto.

'Bagus, aku baru dua jam di sini dan hatersku sudah terkumpul sebanyak ini. Nanti minta Kyuu-nii untuk dibuatkan banner agar hatersku bisa ikut berbahagia.' Naruto berujar dalam hati. Suigetsu dan Kiba bertugas memesan makanan, Naruto dan Shikamaru yang harus menjaga meja mereka agar tidak direbut murid lain. naruto menurut saja toh Shikamaru juga tidak terlalu suka berbincang.

"Aku ini hebat ya, sukar disukai tapi sekali dibenci banyak sekali haters bertebaran." Naruto bermonolog sambil mengunyah roti pemberian Kiba setelah mengantri selama sepuluh menit. Suigetsu tergelak. Ia menepuk keras punggung Naruto dan menganggap ucapan gadis itu kelewat lucu.

"Kau ini, sudah jangan dipikirkan. Tidak banyak siswi yang bisa bergaul bersama kami tahu. Mereka itu sukanya mengoceh di belakang giliran di tegur diam seribu bahasa." Ujar Suigetsu santai. Kiba mengangguk menyetujui, ia menyeruput susu kotak rasa pisang dan membuangnya asal. "Siswi kelas kami paling ganas karena Sasuke masih belum bisa move on dari Sakura. Jangan bilang siapa-siapa ya, Naru?"

DUAGH!

"Hei kenapa kau memukulku sih, Shika? Ada dendam ya denganku?!"

Shikamaru menguap bosan. "Tanpa kau rahasiakan semua juga tahu, Sasuke tidak benar-benar melepaskan Sakura. Bodohmu itu keterlaluan, Kiba." Sahutnya malas. Maniknya menatap datar pada Kiba yang justru terpancing emosi dan menunjuk wajahnya.

"Kau itu sinis sekali denganku! Dasar nanas! Aku benci denganmu!"

"Ya ya, aku juga mencintaimu, Kiba. Sudah, makan rotimu."

Naruto menganga selama beberapa detik, ia melirik Suigetsu yang sepertinya terbiasa dengan interaksi dua orang di depannya.

"Apa mereka selalu seperti itu?" tanya Naruto.

Suigetsu tertawa dan mengiyakan. "Justru kalau mereka saling diam itu bahaya, mereka semakin sering bertengkar semakin akrab. Itu tanda persahabatan mereka." Balasnya jenaka. Naruto menaikkan alisnya sambil menggeleng, setengah geli akan pertemanan Kiba dan Shikamaru.

"Lucu ya?" Naruto dan Suigetsu tertawa diam-diam. Di sisi lain, ada segerombol siswi tengah memandang Naruto sangat tajam, seolah ingin mengulitinya sampai tewas. Ada empat orang siswi, dengan gaya rambut berbeda-beda.

"Lihat dia, menjijikkan sekali!"

"Kita harus laporkan pada Sakura-san! Caper sekali murid baru itu!"

"Ugh, menjengkelkan!"

Sepertinya kehidupan Naruto tidaklah seindah manga yang dibaca Kyuubi. Karena sebentar lagi, badai akan datang.

.

.

.

"Sakura."

"Hei Sasuke-kun, ku dengar ada murid baru di kelasmu. Dia cantik ya? Siapa namanya?"

"Kau tidak perlu tahu, Sakura."

"Memangnya kenapa? Aku ingin berteman dengannya."

"Kau bisa menyakitinya, Sakura."


Note : Hai! Jadi ini udah seminggu sejak saya masuk kuliah, wow cuman bisa shock pas dapet tugas yang gak tanggung-tanggung jumlahnya. Yah matkulnya masih dikit, cuman jam kuliah saya yang padat. Trus kenapa bisa publish cerita baru? Karena ide tiba-tiba ngalir. Dapet ide dari mana? Pas dosen nerangin mengenai bagian sel di depan kelas *plak* jangan tiru ini ya. Fanfic ini rencananya tiga chapter langsung tamat, jadi konfliknya gak seberapa berat. Untuk cover selalu saya buat terlebih dahulu baru ngetik fanfic nya *jduak* well itu aja, sampai jumpa di next chapter! Oh yang tanya kabar fanfic multichap yang lain hm sabar ya :") alurnya masih saya atur.

Regards,

Amanda Lactis