The Grim Reaper and Reincarnation
Katekyo Hitman Reborn © Amano Akira
Pair : 6927, D18 ( chap selanjutnya)
Warnings: AU, OCC, Gaje, Aneh, Alur kecepatan atau lambat, Shounen-ai, Typo, Membingungkan, Susah di cerna otak maupun pencernaan(?) jika anda membaca fic ini sambil makan, Dll.
A/n : Cerita ini diambil dari salah satu doujin Hetalia, untuk chap-chap selanjutnya mungkin berbeda.
+++++++++++++++++~ Please Enjoy For Reading ~++++++++++++++++
Matahari sedang berada di atas kepala para manusia yang sedang berjalan hilir mudik, kesana-kemari di jalanan kota Namimori. Bersinar dengan teriknya sampai membuat manusia yang ada dalam ruang ber-AC berkeringat dengan deras. Ada beberapa yang bekerja,bermain dan bersantai. Yang bekerja di perkantoran, bergulat dengan kertas kerja yang menumpuk. Ada yang menata rangkaian bunga di toko bunga. Anak-anak tertawa di lapangan sekolah, bermain kejar-kejaran. Ada beberapa orang tua lansia yang bersantai di bawah pohon sambil menikmati makan siang dan melihat anak-anak kecil yang bermain, layaknya pedofil. Ah abaikan kata-kata yang terakhir, itu membuat author teringat dengan duo nanas semangka. Dari pada itu lebih baik kita langsung menuju ke tempat yang akan kita gunakan untuk becerita.
Di salah satu rumah sakit yang cukup terkenal di kota Namimori itu, lebih tepatnya di pohon yang cukup besar di taman rumah sakit Namimori yang menghadap salah satu ruang perawatan. Duduklah sebuah makhluk, maksudnya manusia. Ah, bukan seorang manusia hanya saja fisiknya terlihat seperti manusia pada umumnya. Kecuali sabit berganggang panjang yang ia bawa. Tidak mungkinkan seorang manusia biasa membawa sabit kemana-kemana, di kira gila nanti.
Manusia itu menggunakan kemeja, dasi, dan celana panjang hitam, menggunakan sepatu boots kelabu setinggi lutut, dan jubah hitam panjang. Tudung jubahnya di turunkan menampakkan wajahnya yang tampan-manis. Rambut coklat jabriknya bergerak perlahan mengikuti gerak angin, mata coklat lembutnya menatap pada pasien yang sedang berbicara sesuatu yang ada di majalah dengan seorang gadis di dalam ruang pasiennya.
" Bolos kerja lagi, hnn.. Sawada Tsunayoshi?" Ujar seseorang dari puncak pohon. " Hie.. Hibari-san aku tidak membolos. Lihat jiwa orang itu, jiwanya sudah transparan." Ujar Tsuna sambil menunjuk pasien yang telah selesai berbicara dengan gadis tadi dan menatap mereka dengan tatapan bersemangat. Hibari turun ke bawah dan berdiri di sebelah Tsuna. Hibari menggunakan pakaian yang sama dengan Tsuna hanya saja kemejanya berwarna merah tua.
Tangan pucat Hibari membuka buku tebal yang bersampul hardcover berwarna coklat tua. " Hnn.. Kamu benar. Rokudo Mukuro, umur 15 tahun." Hibari diam sesaat. " Memang ada ya, orang tua yang memberikan nama untuk anaknya yang artinya mayat? Aneh..." Lanjut Hibari. Dilihatnya pasien itu sudah sendirian, gadis yang tadi sudah meninggalakan ruangan itu. Pasien itu memakai baju putih khusus pasien rumah sakit, rambutnya berwarna biru tua dengan model rambut nanas tanpa poni, dan matanya heterochrome yang berwarna merah dan biru tua. Ke dua mata itu menatap Hibari dan Tsuna dengan bersemangat.
" Apakah kalian malaikat?" Tanya pasien itu sambil melambaikan tangan pada mereka dan membuka jendela yang memisahkan mereka. " Dia bisa melihat kita. Hidupnya tidak lama lagi." Ujar Hibari. " Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Tsuna sambil menatap mata hitam Hibari. " Mana aku tahu. Sudah dulu ya, aku mau kembali pada tugasku." Ujar Hibari dengan datar sambil memakai tudung kepalanya dan terbang pergi.
Tsuna menghela nafas mendengar jawaban Hibari, sudah biasa ia mendengar jawaban seperti itu darinya. Tsuna mengambil sabitnya dan terbang mendekati pasien yang menunggunya. " Kau salah, aku bukan malaikat. Aku adalah grim reaper. Maaf jika ini menyinggung perasaanmu, tapi sebentar lagi kau akan mening–.."
" Ah.. Jadi aku akan meninggal." Potong si pasien dengan tampang bosan. " Apakah kau tak terkejut?" Tanya Tsuna dengan wajah cengo. " Tidak. Dari dulu tubuhku sudah lemah. Jadi aku tak akan hidup lama. Dan sepertinya kau yang terkejut bukan aku." Jawab si pasien. Tsuna hanya diam, tak bisa mengomentari perkataan si pasien. " Hey, Grim Reaper-kun," Tsuna menoleh ke arah si pasien dan menatapnya heran. " Siapa namamu?" Tanya si pasien. " T- Tsuna. Tsunayoshi Sawada." Jawab Tsuna. " Salam kenal Tsunayoshi-kun. Namaku Rokudo Mukuro." Itulah awal pertemuanku dengan pasien nanas-aneh, bernama Mukuro.
Keesokan harinya Tsuna melihat Mukuro sedang berjalan di koridor sambil mendorong tempat infus, jarum infus menancap di tangan kiri. Tsuna menghampirinya, " Hey Mukuro. Kau sedang berlatih berjalan?" Mukuro menoleh dan langsung tersenyum melihat Tsuna. " Hai, Tsunayoshi-kun. Hnn.. Kamu bisa mengatakan ini terapi. Paling tidak aku ingin bisa berjalan sendiri ke toilet." Ujar Mukuro. " Kau tau, kau terlihat memaksakan dirimu. Jangan paksakan dirimu Mukuro." Nasehat Tsuna. " Aku tau. Tapi aku manusia. Ketika aku akan mati, aku tak bisa duduk bersantai sambil menunggu kematian itu." Balas Mukuro. " Hmnn.." Tanggap Tsuna. ' Manusia memang aneh.' Pikir Tsuna.
" Mukuro onii-sama." Panggil seorang gadis yang kemarin berada di kamar pasien Mukuro. Warna dan model rambutnya sama dengan Mukuro dan matanya berwarna ungu tua sedangkan mata kanannya tertutup eyepatch bergambar tengkorak. Tsuna yang mendengar suara orang lain langsung bersembunyi di balik punggung Mukuro. Mukuro memandanginya dengan bingung sesaat, lalu menatap orang yang di depannya. " Bagaimana terapimu, Mukuro onii-sama?" Tanya adik Mukuro. " Umm.. Terapiku berjalan dengan baik, my dear Chrome." Jawab Mukuro. " Senang mendengarnya Mukuro onii-sama." Ujar Chrome dengan tersenyum lembut. ' Ah, itu adik Mukuro. Cantik juga, dan aku lupa hanya orang yang akan meninggal yang dapat melihatku.' Pikir Tsuna.
Keesokan harinya lagi Tsuna melihat Mukuro sedang berjalan-jalan di taman rumah sakit. Tsuna menghampirinya dan langsung menyodorkan setangkai semanggi, berdaun 4 dengan warna yang berbeda. " Itu untukmu." Ujar Tsuna. " Wah, daun semanggi. Warnanya berbeda-beda lagi. Terima kasih Tsunayoshi-kun. Aku akan menjaganya." Ujar Mukuro dengan tersenyum cerah.
" Sepertinya kau sedang bahagia Mukuro?" Tanya Tsuna. " Ah, benarkah? Mungkin karena terapiku sudah selesai. Tapi sepertinya kau tidak bahagia Tsunayoshi-kun. Ada yang mengganggumu?" Tanya Mukuro dengan khawatir. " Patah hati? Mungkin." Jawab Tsuna dengan raut wajah sedih dan senyum pahit terukir di wajahnya. " Hoo.. Jadi grim reaper tidak bisa patah hati?" Tanya Mukuro. " Yaaa, mungkin karena orang lain tidak bisa melihatku. Sudahlah itu tak penting." Ujar Tsuna. " Ak.. Aku bisa melihatmu." Balas Mukuro dengan sedikit semburat kemerahan di pipinya. Tsuna tertegun sesaat mendengar jawaban Mukuro. " Pfftt.. Ya, aku tahu itu Mukuro." Ujar Tsuna sambil menahan tawa karena melihat ekspresi Mukuro. Beberapa detik kemudian Tsuna tak dapat menahan tawanya dan meledaklah tawanya. Wajah Mukuro memerah malu karena di tertawakan Tsuna, " Jangan menertawaiku!" Teriak Mukuro. Chrome yang pada saat itu sedang melintas taman langsung memasang wajah bingung. Karenanya kakaknya marah-marah sendiri.
Esoknya Tsuna datang lagi, di lihatnya Mukuro sedang berbaring di kasur wajahnya memerah karena sakit dan nafasnya pendek-pendek. " Hai Tsunayoshi-kun, kau datang lagi. Maafnya, aku sedang sedikit sakit. Jadi hari ini aku tak bisa kemana-mana." Ujar Mukuro. " Kemaren kau terlihat sehat-sehat saja. Kenapa sekarang kau sakit?" Ucap Tsuna tanpa sadar. " Ahaha.. Entahlah, besok aku akan sembuh. Semoga saja besok cuaca cerah, dan kita akan berjalan-jalan lagi di taman. Aku berjanji" Ujar Mukuro.
Esok harinya Tsuna datang lagi bersama Hibari. Dilihatnya Mukuro terbaring di kasur, ia menggunakan peralatan bantuan pernafasan yang menutupi hidup dan mulutnya, dan di sekitarnya banyak orang yang tak lain adalah dokter, suster, dan Chrome-adiknya. " Tinggal beberapa menit lagi." Ujar Hibari. " Benarkah?" Tanya Tsuna sambil berbalik dan menatap Mukuro. " Aku akan mengambil jiwanya. Aku sudah menunggu saat-saat ini." Ujar Tsuna dengan menundukkan kepalanya dan suaranya bergetar. " Dan katakan bahwa bukan aku yang akan mengambil jiwanya." Lanjut Tsuna dengan air mata yang sudah mengalir di pipi pucatnya. " Apa maksudmu, Sa– " . " Aku adalah grim reaper." Potong Tsuna sambil mengangkat wajahnya dan memandang Mukuro.
" Tsu... na.. Kau... datang.. lagi.." Panggil Mukuro dengan terputus-putus. " Aku senang... Aku bisa... melihatmu untuk tera..." Tangan Mukuro mengambil sesuatu yang ada di kantungnya, lalu menaruhnya ke atas kasur.
" Mukuro-san, tolong bertahan." " Onii-sama tolong, jangan tinggalkan aku,Ken dan Chikusa." Suara dokter dan Chrome terdengar bersahut-sahutan
" Aku.. Aku selalu.. mencintaimu... Ti.. Amo... Grazie..."
BEEP...-
" Tidak. Mukuro, bangun!" " Onii-sama! Onii-sama!"
" Kau tahu Mukuro kau sudah pernah mengatakannya." Ujar Tsuna dengan air matanya yang semakin deras mengalir di pipinya.
Beberapa menit atau jam, entahlah Tsuna tak menghitung waktu yang dia habiskan dengan berdiri memandangi kasur yang tadinya ada Mukuro terbaring di sana. Pintu ruangan terbuka, yang membukanya adalah Chrome. Gadis itu berjalan masuk dan berhenti di depan kasur. " Hai, teman khayalan Mukuro onii-sama. Entah kau mendengarku atau tidak, tapi biarkan aku berbicara padamu. Aku hanya ingin mengatakan..." Chrome mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. " Aku tak pernah melihat Mukuro onii-sama senang berada di sekeliling orang, selama hidupku. Dan terima kasih sudah mau menemani onii-sama sampai ajal menjemputnya. Jika kau mencintai onii-sama sama dengan dia mencintai kamu. Tolong, ambilah daun semanggi ini. Aku tak akan mendengar jawabanmu dan aku tak akan kembali lagi ke ruangan ini." Ujar Chrome lalu ia menaruh daun semanggi yang sudah terbungkus plastik bening dengan rapi.
Ia tersenyum lembut lalu berbalik dan meninggalkan ruangan itu. Sebelum ia menutup pintunya, angin berhembus cukup kencang dari jendela. Ia menutup matanya agar terhindar dari kotoran debu yang masuk. Dan ketika ia membuka matanya lagi di lihatnya daun semanggi itu telah hilang. Wajahnya menampakkan keterkejutan beberapa saat, lalu tersenyum lembut sekali lagi. Kemudian menutup pintunya dan berjalan menjauhi ruangan itu dengan tenang.
" Yang akan mati selanjutnya, Dino Cavallone, umur 22 tahun." Ujar Hibari sambil duduk bersila di atas tiang listrik. Kalau saja dia terlihat pasti warga kota sudah ribut, di kiranya Hibari mau bunuh diri mungkin. " Ah, ini tidak menyenangkan! Aku harus menunggu selama sebulan untuk mengambil jiwanya." Lanjut Hibari sambil menguap.
Di saat yang bersamaan ada seseorang yang sedang berjalan dekat tiang listrik itu. " Aku melihat malaikat!" Ujar orang itu dengan semangat dan mata yang berkilau-kilau kesenangan melihat Hibari di atas tiang listrik.
.
.
.
########################### ~ TBC ~ ###########################
A/n:
Akhirnya saya bisa membuat cerita lagi. Setelah sekian lama rintangan yang hadir. Dari mulai tugas numpuk untuk naikin nilai yang anjlok, ujian kenaikan kelas, dan di suruh buat 2 cerita tanpa unsur yaoi maupun shounen-ai. Semua itu terasa seperti neraka. Selama sebulan lebih kayak gitu lagi, lebih dari sebuah neraka. Tapi surga..*PLAK! Maaf saya salah.
Oke, lupakan bulan kemaren dan ucapkan selamat datang pada liburan! Hahaha, akhirnya setelah perjuangan panjang saya bebas. Untuk merayakannya mari kita membuat fic, membaca buku, dan menonton anime. Dan saya gag kecewa belajar pagi siang malam. Karena nilai rapot saya cukup memuaskan, tapi rankingnya sumpah nyesek. Kenapa saya gag bisa 5 besar. Padahal tinggal sedikit aja, ranking 6 loe nyesek banget.
Oke, maafkan saya karena menulis curhatan gaje di author note.
Dan untuk chap ini D18 nya sangat sedikit, chap ini 6927 dulu. Chap selanjutnya D18. Dan judulnya gag cocok sama isi ceritanya. Saya paling gag bisa sama judul. Ah dan saya punya fic multi chap yang lain judulnya Blue Angel *bukan bermaksud untuk promosi!, maaf belum bisa melanjutkan, karena kekurangan ide. Secara buatnya aja waktu selesai garap ujian, jadi keputus-putus. Maafkan saya. Yaa, saya yakin juga gag ada yang nungguin cerita selanjutnya. Kalau ini saya sudah buat kelanjutannya.
Jadi bagaimana dengan cerita ini? Alur kecepatan kah atau mungkin kelambatan? Ada typo? Menurut para readers gimana? Ada yang mau nentuin cara mati Dino? Atau Dino nya mau hidup saja?
Saran, komentar,kritik, diterima di review. Flame di perbolehkan asalkan tidak menyangkut karena tidak suka authornya atau ceritanya. Dan cerita ini akan di lanjutkan jika ada beberapa review, kalau tidak ada. Ya terpaksa tidak di lanjutkan.
Oke readers, review and RnR, please?
Karena review anda sangat berarti dan membuat semangat author!
.
.
.
