Fullmetal Alchemist by Hiromu Arakawa
Fanfiction by BlackKiss'Valentine
Warning : Jangan tonjok monitormu, dia tidak bersalah!
A/N : Settingnya ketika Ed kembali ke Resembool dan bertemu dengan HohenHeim, ayahnya. A/N ini bisa lebih pendek kalo aku inget chapter, volume, ato episode ke berapa kejadian ini berlangsung.
Bodoh ah.
Their Home
Pemakaman di Resembool, siang hari.
Sesuatu yang tetap disana, kendati pagi tiba dan malam terjemput, hanyalah deretan nisan putih yang sama dan tidak bergeming. Yang membuat beda hanya siapa yang terbaring dibawahnya, dan kapan mereka dibaringkan disana. Itu saja.
Lalu sesuatu yang statis, berubah disana adalah keluarga yang datang untuk menjenguk, dan bunga yang diberikan dalam kunjungan itu. Ada yang datang ketika pagi buta untuk menangis meraung, atau di senja merah darah yang menakutkan untuk merindukan mereka yang terbaring itu.
Atau di siang hari yang cerah seperti yang dilakukan Hohenheim Elric, menyesali nisan pucat istrinya, Trisha Elric.
Dan kemudian, ia pergi. Hohenheim bisa sangat paham bahwa suatu saat ia akan tertinggal oleh istrinya, walau ia kecewa karena semua terjadi terlalu cepat.
"Kau...!"
Dihadapannya berdiri Edward Elric, putra pertamanya, dengan tatapan amat sangat benci padanya. Ia tidak bisa lupa betapa bingung ekspresi Edward ketika dirinya pergi dipagi buta, meninggalkan bocah mungil itu bertumbuh besar (tapi cukup kecil untuk anak lelaki), dan tampan...pikirnya dalam hati.
Sayang, betapapun lega hati Hohenheim menatap buah hatinya, pandangan mata dibalik kacamatanya tidak bisa menunjukkan kasihnya pada saat itu. Ada banyak hal yang ingin ia bicarakan padanya.
"Edward, ya? Kau sudah besar." katanya berusaha untuk melembut.
"Tch!" jawab Edward.
"Aku sudah mendengar dari Pinako, tentang...semuanya." kata Hohenheim, mengalihkan pandangnya dari Edward. Yang diajak bicara mengalihkan topik, menanyakan hal yang selama ini menghantuinya, "Setelah sekian lama, kenapa kau kembali?Kau...Kau..."
"KAU TIDAK LAGI MEMILIKI TEMPAT UNTUK KEMBALI!"
Kata-kata Edward tadi telah mengutuk kesabarannya untuk mengutarakan sebuah pertanyaan yang paling mengganggunya.
"Oh, benar juga. Kenapa kau membakar habis rumahku, Edward?"
Edward, si pelaku, berkelit mata namun jujur untuk menjawabnya sesuai alasannya selama ini.
"Kami... Memutuskan untuk tidak menoleh kebelakang, apapun yang terjad-"
Hohenheim mendengus pelan, mengatakan : "...bukan itu maksudku." Dan benar saja...
"Tahukah kamu?"
Edward menatapnya, menatapnya yang sedang memperhatikan padang kosong, tempat rumahnya dulu pernah berdiri. Rumah mereka. Rumah keluarga Elric.
"Rumah itu..."
Semua kenangan yang ikut hangus, menjadi abu. Tentang tawa Edward dan tangisan Alphonse, tentang sentuh lembut Trisha.
Hanya rumah tempatnya berpulang yang menghilang dan menyisakan...
"...aku bangun dengan berhutang materil pada Pinako. Kau tahu?"
Hutang.
Seperti katanya.
"Ha?" Edward melongo.
"Rumah itu masih hutang lho... AKu belum melunasinya... Aku selama ini pergi untuk mencari uang tahu! Edward, kau ini benar-benar anak nakal... Lalu, bagaimana ini? Masa aku membayar untuk sesuatu yang sudah tidak ada?Enak sekali, Pinako itu! Edwaaard...!" ucap Hohenheim, separuh menjerit. "Sini, ayah pukul pantatmu!"
Dan begitulah bagaimana ayah dan anak bertemu setelah sekian lama, tak lupa tentang rumah mereka. Rumah yang hancur dan meninggalkan hutang, semuanya... membuat hubungan ayah dan anak itu sedikit bertambah buruk.
Tidak apa. Lupakan saja.
Udah,ya.
Author mau muntah mikirin gajenya.
