DISCLAIMER: HIDEKAZU HIMARUYA– HETALIA: AXIS POWERS

GENRE: FRIENDSHIP/HUMOR

WARNING: Out of Character, Out of Topic, Flat, Typo(s)


Kenapa?

Kenapa Ayah tak mau menerimaku sebagai perempuan?

Memang apa salah jika aku, anakmu ini adalah seorang perempuan?

Aku anak Ayah, darah daging Ayah. Kumohon berikan aku cinta yang layak sebagai seorang anak, bukan sebagai orang yang kau benci.

.

.

Hari ini terasa sangat membosankan seperti biasa. Datang ke sekolah, mengikuti pelajaran dan setelah jam pelajaran terakhir, ia akan kembali ke asrama menghabiskan sisa harinya didalam kamar. Kalau tidak ada tugas, ia lebih memilih untuk tidur atau menulis jurnal pribadi – jujur, agak malu untuk mengatakan menulis 'buku harian' – dan menyembunyikannya dibawah bantal.

Mata zamrudnya memutar dan melihat keluar jendela. Cuaca sedang bagus dan tidak terlalu panas. Mungkin berjalan-jalan sebentar bisa mengusir kebosanannya hari ini. Sendiri. Yah, ia lebih memilih pergi sendiri. Lagipula teman sekamarnya Francis tak mungkin ia ajak untuk pergi bersama. Sekamar dengan orang mesum, narsis dan pengumpul majalah dewasa seperti dia, merupakan mimpi buruk. Sungguh, demi apapun itu. Ia baru satu bulan di sekolah barunya dan itu cukup membuatnya tersiksa. Ditambah dengan teman sekamar yang aduh, membuatnya harus extra hati-hati.Tuhan, apa dosaku?

Matanya kembali melihat seluruh kamarnya juga Francis. Meja belajar pemuda mesum itu tampak sangat berantakan dan sedikit penasaran remaja bermata zamrud itu mendekati meja Francis. Hanya tumpukan buku pelajaran tapi, hei, ada sesuatu terselip dibalik buku-buku pelajaran itu. Iseng saja ia mengambilnya dan…

Bloody hell!

Kenapa koleksinya semakin banyak, sih, dan parahnya si Mesum menyelipkannya di antara buku pelajaran. Jangan-jangan saat jam pelajaran pun ia membacanya. Sialan!

Sebuah pembatas terlihat mencuat dari 'buku berharga' milik Francis itu. Matanya membesar dan amarahnya rasanya semakin menjadi. Bagaimana tidak, benda yang dijadikan pembatas 'buku itu' ternyata photo dirinya. Walau hanya foto editan tetap saja ini memalukan.

Awas kau Francis kau, kubunuh kau. Bloody Frog sialan!

Knock knock!

"Arthur, kau ada di dalam?" tanya suara dibalik pintu kamarnya. Sedikit terkejut ia dengan suara pemuda yang sekarang ada di balik pintu itu. Kenapa ia jadi berdebar-debar. "Arthur?"

"A-ah, iya masuk saja, Alfred. Pintunya tidak terkunci kok."

Alfred membuka pintu dan kepalanya menyembul dari balik pintu. "Hehehehehe, aku tidak mengganggumu, kan?"

"Tentu saja tidak. Ada apa?"

"Umm begini..." Alfred agak malu dan ragu melanjutkan kalimatnya. "Boleh aku... umm, anu itu..."

"Apa katakan saja."

"Arthur..."

Wajah Alfred menatap lurus pada wajah Arthur yang kini sudah tampak memerah. Ini membuat jantung Arthur yang tadinya berdetak secara beraturan berubah jadi berdetak lebih cepat. Wajahnya dan wajah pemuda berkacamata itu semakin dekat, matanya yang sebiru langit beradu pandang dengan mata zamrud milik Arthur. Arthur menahan napas dan ke dua matanya terpejam. Tanpa sepengetahuannya, Alfred ternyata malah memiringkan wajahnya dan membisikan sesuatu di telingannya. Terdengar suara maskulin Alfred memasuki telinganya dan membuat seluruh syaraf di kepalanya seperti tercekat.

"Arthur, boleh aku meminjam uang padamu. Bulan depan kuganti. Aku janji, dan hutang yang kemarin juga akan kubayar nanti."

Hening.

Punch!

"Sialan kau, git!"

Reaksi yang sebenarnya sudah Alfred kira tapi sayangnya ia kurang cepat mengelak. Akhirnya sebuah pukulan telak mendarat di pipinya. Wajah Arthur merah padam bagai seorang preman yang tidak diberi jatah harian malaknya. Alfred meringis sambil mengelus-elus pipinya yan jujur ini sakit sekali. Apa tenaganya memang selalu sekuat ini?

"Aww, ini sakit Arthur. Kenapa kau harus memukulku, sih? Kalau tidak mau 'kan tinggal kau tolak saja!"

"Bloody hell, bukan itu masalahnya tapi... "wajah Arthur semakin memerah. Entah ia harus kesal atau malu. "Kupikir kau akan melakukan apa tadi!"

"Memangnya kau pikir tadi aku akan melakukan apa?"

"Tentu saja ci... ah, sudahlah lupakan!"

"Apa, apa, aku ingin tahu."

"Sudah kubilang lupakan, git! Kau ini bodoh atau apa, sih!?"

Arthur membalikan badannya. Ia tak mau melepaskan kata-kata yang akan memancing 'dirinya yang asli' terbongkar. Bagaimanapun ia harus tetap 'bermain bagus' agar 'dirinya yang asli' tidak terbongkar. Tahan dirimu Alice.

"Jadi bagaimana kau mau meminjamkan uang padaku tidak?"

"Memang kau mau pinjam berapa, hah?"

Arthur menghela napasnya dan mengambil dompet dari saku celananya. Memberikan beberapa lembar dollar pada Alfred. Senyum lebar dapat terlihat di wajah pemuda berkacamata itu. Dan, ketika Arthur akan kembali duduk di kursinya, tangannya langsung ditarik Alfred dan mengajaknya untuk keluar bersama. Semburat merah kembali terlihat diwajah Arthur.


"Selamat Tuan Kirkland, bayinya ternyata perempuan." Ujar salah seorang suster yang tadi membantu persalinan istrinya, Inggrid Kirkland. "Dia cantik sekali."

Raut wajah masam terlihat di air muka Ian. "Hyah~, perempuan."

"Kenapa Ayah terlihat tidak senang?" tanya William sambil menutup bukunya.

"Kau masih bertanya 'kenapa', heh?" Ian menatap putranya tajam. "Karena aku ingin anak laki-laki bukan perempuan!"

"Memangnya kenapa harus laki-laki? Aku juga laki-laki, tapi Ayah tetap tidak suka padaku!"

"Kau memang laki-laki tapi kau menyimpang."

"Apanya yang menyimpang?"

Ian terdiam sejenak. "Kemayu."

"Shit! Aku tidak seperti itu!"

"Kau memang seperti itu, lihat saja penampilanmu yang mungkin terlihat maskulin dari luar tapi gayamu seperti anak perempuan!"

"Ugh~... sudah kubilang aku tidak seperti perempuan!"

William bangkit dari duduknya dan kakinya menghentak keras layaknya remaja putri yang ngambek karena kesal pada kekasihnya. Pemuda beralis tebal itu pergi meninggalkan ayahnya dan memilih untuk keluar dari area Rumah Sakit.

Geez!

Anak itu mungkin terlalu sering bergaul dengan Feliks. Kenapa harus perempuan, sih?

Anak pertama memang laki-laki tulen, tampan dan berotak cerdas sayang kelakuannya seperti anak perempuan. Anak kedua yang kuharapkan laki laki malah perempuan. Pokoknya anak ketiga harus laki-laki. Harus buat anak lagi!


"Kenapa tidak diminum Arthur?" Alfred memperhatikan Arthur yang sedari tadi melamun. Entah apa yang ada dipikiran Arthur saat ini. "Hei, apa Francis mengganggumu lagi?"

"Ah, umm, tidak."

"Lalu kenapa kau terlihat aneh beberapa hari ini? Apa karena sekolah kita tidak ada perempuan jadi kau tidak bisa mengencani mereka?"

"Shut up! Memangnya aku si mesum Bloody Frog itu!"

"Eh, santai dong Arthur. Aku 'kan cuma nanya."

Jelas saja Arthur merasa risih jika disinggung soal perempuan. Karena dia sendiri sebenarnya perempuan. Ya, perempuan tulen, asli tanpa pengawat dan pewarna. Kalimat tadi harap dianggap tidak ada. Arthur yang sebenarnya bernama Alice Kirkland ini harus menanggung obsesi ayahnya, Ian Kirkland untuk menjadi laki-laki. Sejak kecil sampai sekarang di usianya yang sudah tujuh belas tahun, ayahnya tetap memperlakukannya seperti anak laki-laki. Sampai akhirnya lima tahun yang lalu saat adiknya, Peter, lahir dan itu sedikit mengurangi obsesinya membuat Arthur menjadi seorang laki laki. Ia memang mempunyai kakak bernama William yang lelaki tulen tapi sedikit kemayu. Bukan berarti kakaknya seperti waria hanya saja tingkah yang agak terlihat 'cantik' dan ini membuat ayahnya depresi.

Satu hal yang tidak Arthur mengerti. Padahal sudah ada Peter, tapi ayahnya tetap ingin Arthur menjadi seorang laki-laki terus. Dan, ia harus rela ayahnya memotong rambut emasnya yang panjang jadi pendek layaknya lelaki sungguhan. Melatih suaranya agak terdengar seperti lelaki juga attitudeyang bisa dibilang kurang sopan khas lelaki pun harus ia tiru. Alhasil kata-kata kotor, sumpah serapah sering keluar dari mulut manisnya.Kalau terus begini aku tidak akan bisa jadi istri yang baik.

Arthur bangkit dari duduknya. "Hei, Arthur kau mau kemana?"

"Kamar kecil apa kau mau ikut, Alfie?"

"Hei, aku bukan homo tahu!"

"Ahahaha."

Sampai di depan restroom, Arthur melihat ke sekeliling. Ia tidak mungkin masuk ke toilet pria, sebab bagaimanapun walau penampilannya seperti seorang pria, tubuhnya tetapalah tubuh wanita. Untung ayahnya tidak memaksa dirinya untuk operasi ganti kelamin. Merepotkan saja.

Hhh~, leganya.

Sampai kapan aku harus terus seperti ini?

Aku tidak bisa menutupinya terus-menerus dan kalau yang lain sampai tahu aku perempuan bagaimana?

Ayah kenapa tega membuatku jadi kesusahan seperti ini.

-0o0o0-

Hari-hari sekolah Arthur masih sama seperti biasa. Tidak ada yang berubah. Teman yang sama yang pastinya laki-laki semua. Karena sekolahnya ini sekolah khusus laki-laki. Francis yang kadang menggodanya karena wajah manisnya, Kiku yang kadang entah kenapa wajahnya terlihat memerah ketika ia memadang pemuda Asia itu. Pelajaran yang biasa saja –menurutnya – tapi bagi sebagian murid lainnya terkesan sulit. Sampai suatu kejadian yang paling ia benci terjadi.

Arthur memegangi perutnya. Sudah tidak salah lagi ini pasti sudah waktunya. Sialan. Kata itu yang terus dia umpat dalam hati. Saat ini masih jam pelajaran dan payahnya guru yang mengajar itu Mr. Oxenstierna. Akan susah jika harus meminta ijin untuk keluar kelas. Checkmate.

"Arthur kenapa wajahmu pucat, da?" tanya Ivan yang duduk di sebelahnya.

"Ti-tidak apa-apa kok. Hanya, aduh!"

Alfred yang sedari tadi memperhatikan Arthur langsung mengangkat tangan. "Mr. Oxenstierna, bolehkah Kirkland meninggalkan kelas?"

"Apa-apaan kau, git! Ah, aww."

"M'mang K'rkl'nd k'napa?"

"Sepertinya dia sakit. Biar aku antar ke Ruang Kesehatan."

"Tidak perlu!"

"Kau sakit mon cher~?" ujar Francis mengelus rambut emas Arthur.

"Jangan sentuh aku!" Arthur meremas perutnya yang sakit sampai air mata keluar dari pelupuk matanya. "Ugh~."

"Sep'rtiny' k'u m'mang s'kit K'rkland. Silak'n k'u p'rgi ke Ru'ng K'sehat'n"

Tanpa komando Alfred langsung siap siaga menggendong Arthur dan ini membuat seluruh perhatikan kelas tertuju pada mereka berdua. Tanpa memperdulikan Arthur yang berontak meminta diturunkan, Alfred terus berjalan keluar kelas dan membawanya ke Ruang Kesehatan. Sampai di Ruang Kesehatan, ternyata suster penjaga tidak ada. Sial, rutuk Alfred.

"Kau masih merasa sakit Arthur?"

"Itu sudah jelas 'kan!"

"Lebih baik kau tiduran saja di sini sampai merasa baikan. Aku akan menjagamu."

"Tidak usah, kau kembali saja ke kelas. Lagipula kau 'kan payah dalam pelajaran Fisika Mr. Oxenstierna."

"Tapi aku tidak bisa membiarkan temanku sendiri kesakitan di sini. Aku 'kan HERO."

Arthur menepis keningnya. Lagi-lagi kata 'HERO' keluar dari mulut Alfred. "Hhh~, lakukan sesukamu."

Arthur membalikan tubuhnya dan tidur di atas ranjang. Walau masih terasa sakit tapi dengan tiduran seperti ini rasa sakitnya bisa sedikit berkurang. Sebenarnya ia ingin berterimakasih pada Alfred, tapi ia terlalu malu untuk mengatakannya. Lagipula ia tidak mungkin mengatakan hal itu secara blak-blakan. Alfred duduk di samping ranjang Arthur tanpa melakukan apapun, hanya bisa mengamati lekuk tubuh Arthur yang menurutnya seksi.

Kenapa dia punya tubuh seindah itu?

Rasanya aku jadi ingin... ah, apa yang aku pikirkan, sih?

Dia itu laki laki dan aku juga laki laki. Kenapa aku memikirkan hal semacam ini pada sesama lelaki juga. Bodoh!

o

Satu jam berlalu dan tanpa Arthur sadari ternyata dirinya tadi terlelap tidur dan di sampingnya juga masih ada Alfred yang ikut tertidur. Alfred sangat baik mau menungguinya. Ia mengucek-ucek matanya dan merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Ya, sesuatu yang tidak beres. Dada Arthur sudah tidak karuan lagi detak jantungnya. Ia tak berani bergerak sedikit pun dan berharap kalau 'hal itu' tidak benar-benar terjadi. Jangan bilang...

Mata zamrudnya melihat ke arah selangkangan celananya dan sebuah noda merah merembes lewat celananya dan itu juga merembes ke sprei ranjangnya. Mimpi buruk. Bayangannya benar, sekarang ia harus bagaimana. Kalau sampai Alfred tahu habislah ia. Pergi,Aarthur harus pergi dari sini dan membawa sprei ini. Identitasnya sebagai seorang perempuan harus tetap dijaga.

My God,tembus...

[TBC]


[A/N]

Hanakimi?

Bukan kok, mungkin cerita soal anak perempuan yang nyamar ke sekolah khusus laki-laki udah umum, tapi saya mau buat dengan versi berbeda dan cerita buatan saya sendiri..

Padahal cerita sebelumnya juga belum selesai tapi udah buat cerita lagi. Bersambung pula.

((tepok jidat))

Author dong dong nih.