Story By: Bekantan Hijau.
Disclaimer: Yuki Midorikawa.
Rate: K+
Genre: General/semi-Family/Drama.
Warning: Maybe-OOC, some mistakes EYD, AR, typo.
xXx
Pilihan Hati
xXx
.
.
.
Jika saja boleh, Shuuichi enggan sekali mengisahkan catatan mengenai tahun-tahun penuh penderitaan tak terucapkan yang dialaminya semenjak menyadari kemampuan untuk melihat sesuatu yang semestinya tidak bisa dilihat.
Tahun-tahun lalu dalam kehidupannya, tidak tahu lagi bagian mana yang dapat disebut sebagai puncak dari kegilaan. Ia sudah lupa awal mula dirinya mampu menutupi kemampuan tersebut laksana mantel menutupi tubuh kedinginan.
Awalnya hanya penglihatan kecil-kecilan, lalu pertemuan dengan sesama, hingga akhirnya menjadi pekerjaan dalam hidup. Apa yang telah terjadi dalam hidupnyalah yang menjadikan Shuuichi seperti ini.
Yang namanya maut, seakan sudah menjadi sekadar angin melintas. Sudah biasa. Tertabrak truk bisa dibilang bukan lagi musibah–menurut Shuuichi.
Sudah lama sekali Shuuichi meninggalkan masa-masa terhuyung mengharapkan belas kasihan dalam lembah keputusasaan. Lelah mencari perhatian dari sesama marga. Seandainya saja keluarganya mau memberi sedikit kepercayaan bahwa Shuuichi sendiri telah menjadi korban dari suatu kondisi yang bukan menjadi pilihannya sebelum ia dilahirkan.
Orang yang berakal sehat tak pernah bangga dengan bakatnya.
Apalah diri Shuuichi. Berkat kemampuan bawaan lahir, lantas ibarat dianak-tirikan. Bakat harus dipergunakan sebaik mungkin? Omong kosong. Bakat diakui tergantung dari lingkungan.
Percuma apabila kau mendiami lingkungan yang salah. Umumnya, manusia yang mengalami hal demikian akan menyangkal, mencari-cari sesuatu untuk disalahkan. Hingga sampailah pada penciptanya.
Itu hal terakhir yang akan Shuuichi lakukan. Mengapa? Ia selalu berpikir kenapa ia harus bertanya mengapa Tuhan tidak adil? Lalu siapakah ia hingga menuntut lebih dari milyaran manusia lain?
Tak lebih dari manusia pula. Satu dari sekian manusia yang juga punya masalah dengan bakatnya.
Dirinya adalah keturunan dari suatu keluarga tua yang dahulu dikenal sebagai salah satu klan pembasmi makhluk halus.
Yang sudah pensiun.
Katakanlah, ia lahir di waktu yang salah. Sejak kanak-kanak, Shuuichi telah menunjukkan kemampuannya. Semakin ia dewasa, makinlah terasah secara alami. Tak heran tak ada senyum bangga akan bakatnya.
Lantas mengapa Shuuichi meneruskan pekerjaan lama klan Natori?
"Natori-san! Jangan diam saja!"
Takashi panik. Heboh melerai Sasago dan Nyanko sibuk smackdown. Hiiragi dan Urihime berdiri kalem, tak acuh.
"Aku tak bisa lihat Sasago, tetapi aku bisa membayangkannya melihat kucingmu." Yousuke mengipasi diri dengan kipas kertas.
"Takuma-san jangan bercanda! Aduh, Sensei!"
Putri tunggal Takuma tertawa kecil menonton tingkah Nyanko yang meronta-ronta dalam pelukan Takashi. Wanita muda tersebut menawari Yousuke sepotong melon segar.
Shuuichi mendengus geli. Lantas menghampiri Takashi, menariknya duduk di bantalan. Takashi cemberut mengatai Shuuichi telat.
Ditanggapi dengan cubitan di hidung Takashi oleh Shuuichi.
Siapa pun tak akan pernah memahami bahwa Shuuichi hidup seperti ini karena beginilah Shuuichi ingin hidup.
Daripada sejumlah upaya yang sia-sia dan tak terarah dilakukan untuk protes akan keberadaan bakatnya, lebih baik sisir rambut ke belakang dan tegakkan tubuh.
Penderitaan yang paling dihindari, adalah penderitaan itu sendiri. Oh, mungkin akan lebih jelas apabila dikatakan bahwa anggapan seseorang menderita karena sesuatu, justru anggapan itulah beban sebenarnya.
Begitu lantang hingga di lubuk hati, kau menyangkal kalimat itu salah.
xXx
The End
xXx
A/N: Fic edisi Kreator Curhat. Penjelasan lengkap, silakan cek di biodata. Kepanjangan kalau di sini. ^^
