Disuatu malam bersama dengan kapal, dingin udara dan air, serta di bawah sinar rembulan menjadi saksi sepasang benang merah telah terjalin.
Di Bawah Sinar Rembulan oleh suyominie
Pemeran:
TAEGI/Taehyung x Fem!Yoon
Peringatan: OOC, typo bertebaran, awut-awutan, dan lain-lain.
Selamat membaca~!
Seorang gadis berambut panjang gelombang tersematkan jepit kupu-kupu; terbuat dari emas bertabur batu shappire di kepala bagian kiri dengan poni sebatas alis. Tubuh berbalut dress cocktail berwarna abu-abu, berkerah V sehingga mengekspos dada bagian atas, bahu serta punggung putihnya. Di bagian pinggang dress terdapat sulaman bermotif daun di musim gugur. Kaki beralaskan heels cantik senada dengan warna dress yang dipakai. Ia melihat pantulan dirinya di balik cermin. Bukannya menerbitkan senyum kagum, yang ada hanya tatapan dingin pada dirinya sendiri.
"Yoonji kusayang, bersikaplah sopan dan manis saat bertemu dengan rekan-rekan bisnis Bibi. Jangan sampai mempermalukan, oke?" ujar wanita matang berpenampilan elegan pada gadis itu.
"Ya." Patuh gadis bernama lengkap Min Yoonji itu seraya tersenyum manis. Meskipun demikian, semua orang pasti tahu, senyum itu adalah sebuah gambaran rekayasa. Akan tetapi, tidak untuk orang yang tak berperasaan—
"Bagus, pertahankan itu."
–karena bagi mereka, semua sama.
Min Yoonji, gadis itu hanya menuruti perintah bibinya untuk hadir dalam sebuah perayaan pembukaan hotel rekan bisnis yang diadakan di sebuah kapal pesiar pribadi milik hotel tersebut. Ia tidak akan bertanya kepada sang Bibi, kenapa beliau menyuruhnya untuk hadir. Tidak akan. Ia tidak punya waktu untuk itu.
Pintu lift terbuka di tingkat dua, bibi Yoonji berjalan keluar diiringi dengan gadis itu sendiri. Di tingkat ini sangatlah ramai karena acara akan berlangsung di sini. Mata Yoonji terasa sesak melihat banyaknya orang. Netra kelam itu mencoba mencari pemandangan yang dapat membuat titik pandang terasa nyaman, tetapi yang didapat adalah kedua netra cokelat menenangkan –sekaligus tegas- bersirobok dengan matanya. Hitam dan cokelat saling beradu. Ia mencoba memperluas fokus. Perlahan, tampak alis tebal nan rapi. Hidung mancung sempurna. Bibir secerah ceri. Rahang tegas. Tergabung sempurna, sehingga menampakkan wujud penuh rupa si Pemilik mata. Ia seperti makhluk tercipta langsung dari pahatan sang Dewa, seakan mewakili, bahwa ialah wujud dari kesempurnaan. Pemuda itu menarik sudut bibirnya, dan mencoba memperdalam tatapan. Yoonji juga ingin membalas, tapi tidak. Ia tidak punya alasan untuk itu.
Yoonji memutus kontak sepihak, tanpa memberi seulas senyum. Ia lebih memilih mengekori sang Bibi.
"Perkenalkan, dia keponakanku, Min Yoonji. Anak dari mendiang kakakku," ujar sang Bibi merengkuh bahu Yoonji. Gadis itu menunduk hormat sembari tersenyum manis. Namun, seperti yang dijelaskan, hanya orang memiliki rasa yang dapat membedakannya.
"Ah, manis sekali!"
"Iya, cantik seperti bibinya," ketiga wanita dewasa tertawa.
Tidak ada alasan bagi Yoonji untuk senang, tidak. Ia tidak mempunyai rasa untuk itu.
"Dialah yang akan mewarisi seluruh aset mendiang kakakku. Tetapi, karena ia masih belum berpengalaman, aku yang memegang kendali untuk sementara waktu," angkuh sang Bibi. Dan berbagai macam celotehan dari ketiga wanita dewasa; pokok pembahasan mereka menitik beratkan sebuah kekayaan.
Yoonji menarik diri. Meninggalkan lingkaran yang memuakkan baginya. Terlebih lagi, ia harus melakukan sesuatu. Kali ini, Min Yoonji tidak ingin menunda-nunda.
Dimalam yang dingin, Yoonji duduk menyandarkan bahu telanjangnya di pinggir pembatas kapal. Dia menyeruput cairan dalam kotak kecil yang ia pegang. Rasa cairan itu tetap sama seperti pertama kali meminumnya. Sekarang, Yoonji tak perlu khawatir matanya akan sesak oleh pemandangan makhluk yang berlalu-lalang. Saat ini, ia hanya ditemani dengan suara pelan deburan ombak, sinar rembulan, angin laut, dan sekotak susu pisang. Yoonji menyandarkan kepala pada pembatas. Ia ingin menatap langit sepuasnya. Langit malam ini terasa sangat indah, mau tidak mau hal itu membuat bibir mungil melengkung tulus.
Perlahan tangan putih itu melepaskan kedua heels cantiknya. Beranjak dari duduknya. Memijakkan kaki pada tempat yang tadinya ia duduki.
Yoonji kembali menatap langit. Ia merentangkan tangannya seolah menggapai sang Rembulan. Dia tak perlu merasa takut, jikalau terjatuh dari kapal. Karena kapal sekarang sedang berhenti; intinya kapal sedang berlabuh.
Gadis itu menutup mata. Membiarkan tubuhnya ditampar dingin malam. Membiarkan rambut indahnya berkibar diterpa angin laut. Membiarkan tubuhnya bermandikan cahaya bulan. Membiarkan sang Sukma tenang dengan melodi deburan ombak.
Deretan rapi gigi itu mengintip. Kali ini, Yoonji bukan lagi tersenyum, melainkan tertawa, dalam hening. Ia membuka mata. Dia menaikkan lagi kakinya hingga ke besi pembatas pinggir kapal. Yoonji berdiri mantap di sana.
Tangan kanannya terangkat ke udara sejajar dengan posisi di mana sang Bulan berada. Perlahan senyum di bibir menghilang, tergantikan dengan getaran di bahu yang rapuh. Pada saat itu juga, bulir sebening kristal meluncur sempurna dari mata sekelam malam. Ia nurunkan tangan kanan kemudian memutar badan.
Kelopak mata Yoonji menenggelamkan netra kelamnya. Ia melangkahkan kaki kiri ke depan, mungkin menurutmu ia akan turun dengan normal, tetapi tidak. Gadis itu justru mendorong diri ke belakang, membiarkan tubuh mungilnya mengikuti arus gravitasi. Mempasrahkan raga ditelan laut malam.
Bagi orang lain, mungkin Min Yoonji adalah gadis sempurna. Lantas baginya, ia adalah gadis menyedihkan.
Ia tersenyum sekali lagi, mencoba berdamai dengan dunia untuk terakhir kali.
Namun, sepertinya Tuhan berkehendak lain.
Ada tubuh lain yang merengkuh badan dan kepalanya dalam dekapan, seakan melindungi Yoonji dari tamparan ganas air asin secara langsung.
Mata gadis itu membulat.
BYUUUR.
"FUAHHHHH!" Yoonji dan seorang lain menghirup udara dalam mengatur napas. Tangan kanan orang lain itu mendekap lalu mengangkat paha Yoonji hanya sekedar menjajarkan –atau lebih meninggikan- badan Yoonji dengan badannya, sedangkan Yoonji menempatkan tangan kiri di bahu orang tersebut. Mereka berdua terbatuk-batuk.
"Ohhok..., A-APA-APAAN KAU?! KAU GILA, YA?!" sembur Yoonji pada sosok yang ternyata adalah pemuda sempurna sang Pemilik mata.
"KAU YANG GILA! BUNUH DIRI? YANG BENAR SAJA!" balas pemuda itu dengan suara baritone yang lantang.
"TERSERAHKU!"
Pemuda tersebut menatap tajam mata Yoonji –masih membalas dengan suara lantang, "NYAWA BUKAN SAMPAH YANG SEMUDAH ITU KAU BUANG!"
Yoonji meradu gigi, "HIDUPKU, URUSANKU. INGIN KUBUANG ATAU KUSIMPAN, TERSERAHKU! KAU TAK MEMILIKI HAK UNTUK MENGATURKU, APALAGI MENCAMPURI URUSANKU!"
Si Pemilik Mata mengeraskan rahang, "Apa semudah itu kau berkata?"
"Ya." Yoonji membalas cepat dan mantap.
"Apa kau tak pernah berpikir bahwa hidupmu itu penting?"
"Setahuku, hidupku ini sudah taklagi berguna."
"Tidak berguna? Banyak orang di luar sana yang sudah divonis berumur pendek, ingin merasakan hidup lebih lama. Dan kau justru dengan mudahnya ingin membuang itu semua," perkataan pemuda itu menohok hati Yoonji. Si Gadis tercekat. Ia yang tadinya berani menantang tatapan tajam si Pemuda, sekarang menunduk.
"Kalau bisa memberikan nyawaku kepada seseorang, pasti sudah aku lakukan! Aku sudah muak menjalani kehidupanku! Aku muak! Dan kau malah mengacaukan semuanya! Lantas a-aku, aku harus berbuat apa?!" Yoonji bergetar akibat perpaduan sensasi dingin dan emosi. Tangannya meremas jas orang tersebut.
"Hah, oke, baiklah. Aku tahu ini kelewatan. Tidak masuk akal. Gila. Apapun itu, kau boleh memilih," Pandangan tajam berganti lembut. Si Pemuda mengangkat dagu Yoonji menggunakan tangan yang bebas. Ia kembali mengambil napas panjang. "Lupakan kalau kita baru bertemu. Lupakan fakta, bahwa kita bahkan belum mengetahui nama masing-masing. Aku tidak memaksa untuk menceritakan masalahmu. Alasanmu. Namun, dengarlah baik-baik. Mulai sekarang, peganglah tanganku, jika kau butuh tuntunan. Bersandarlah di bahuku, jika kau butuh tumpuan. Datanglah kepelukanku, jika kau ingin menangis. Makilah aku, jika kau ingin meluapkan amarahmu. Datanglah padaku, jika kau ingin merasakan kebahagiaan,"
Pemuda itu berhenti sejenak. Tangan bebasnya sekarang telah mengusap pipi halus Yoonji yang memerah. Dia menatap Yoonji lebih lembut lagi, tatapan paling tulus tak ternoda dusta yang pernah Yoonji terima –selain dari kedua orang tuanya. Tatapan yang sangat ia rindukan –setelah orang tua meninggal secara tak wajar. Tatapan yang seakan mempersilahkannya meraih harapan baru. "Dan mulai sekarang, kupastikan dirikulah, Kim Taehyung lah yang menjadi alasanmu untuk tetap hidup."
Seketika air mata yang sudah bergumul tumpah ruah bercampur dengan percikan ombak. Ia terisak kemudian berhambur ke dalam pelukan Taehyung, sedangkan sang Pemuda membelai rambut indah yang terbasahkan.
Boleh 'kan, kalau ia ingin merasakan bahagianya hidup?
Boleh 'kan, kalau ia ingin memulai kehidupan yang baru?
Boleh 'kan, kalau ia ingin memercayainya?
Katakanlah, bahwa Min Yoonji sama gilanya dengan Kim Taehyung.
"Min Yoonji." Gadis mungil itu bergumam, dan Taehyung bukanlah orang bodoh tak mengerti maksudnya.
"Ugh, dingin," gumam Taehyung, badannya sedikit bergetar. Yoonji perlahan melepaskan pelukan, tapi tidak benar-benar dilepaskan. Taehyung mendongak, "NE, JIMIN-SSI! BISA KAU MENCARIKAN BANTUAN? KALAU TIDAK, KAMI BISA TERKENA HIPOTERMIA!"
END
.
.
.
.
.
.
Bacod dulu:
BTW, INI BELUM ENDING LOHHHHH!
Sebenernya ini Cuma oneshot, tapi entar kacau kalau saya gabungin jadi satu. Setelah gelut dengan diri sendiri, jadinya saya pisah deh. Chap ini fokus ke Yoonji, dan chap nanti fokusnya ke Taehyung dan bakalan saya jelasin di mana sebenernya posisi si yoon sama tae, karena di sini kaga saya jelasin kan yah. Juga mungkin ada yang bakalan saya lompat-lompatin toeng toeng /apasih. Tapi liat aja deh nanti.
PS: sekedar berbagi rahasia. Cerita saya ini lahir dari khayalan gila pengantar tidur dan kebaperan saya sama 4 O'Clock :"(((((( /masihbelummoveon.
PSS: Maafffffff saya gatahu tentang perkapalan, pas nyari tahu malah puyeng :
