AN: OKEE! awalnya, mau dijadiin oneshot, tapi kepanjangan. Aku mau detil nulisnya, gak kayak The Question yang langsung lompat di adegan Naruto yang udah berkeluarga. Hehe, jadi sabar yaa para pembaca. Fiction ini two-shots kok. Aku publish chap 1 dulu :p
oke, bagi yang belum baca The Question gak papa sih, tapi lebih baik baca itu dulu, baru baca ini, jadinya nyambung :)
Kalau di The Question, aku fokus ke perasaan Naruto. Kalau di sini, perasaan Sakura :)
Oh, sebelum aku lupa... HAPPY NS DAY! (Lempar balon)
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warning: OOC, Typos, alur cepat, dont like dont read yaaa :)
Enjoy!
Chapter 1
"Ibu, kenapa kau bisa mencintai Ayah?" Mata kehijauan Midori Haruno beralih dari buku dongeng yang ada di tangannya. Matanya bertemu dengan sepasang mata bundar dengan warna hijau yang sama. Gadis kecil yang masih berusia lima tahun itu menatap ibunya dengan penuh ketidaksabaran. Jari telunjuknya yang mungil mendarat di wajah pangeran berambut pirang yang tercetak di dalam buku dongeng yang dipegang ibunya. "Apakah Ibu mencintai Ayah karena dia tampan? Seperti pangeran di buku ini?"
"Kenapa Sakura bisa berpikir seperti itu?" Midori tersenyum lembut sebelum dia meraih tubuh mungil putri tunggalnya itu.
"Ayah tampan!" Sakura Haruto cekikikan sambil menunjuk ke arah sang pangeran sekali lagi. "Dan Ino-chan bilang padaku kalau biasanya wanita akan suka dengan lelaki tampan! Aku suka dengan lelaki tampan!"
"Benarkah?" Midori tidak bisa menahan senyumannya.
"Iya! Dan aku sangat suka dengan Sasuke-kun! Dia tampan!" Nada suara gadis itu meninggi ketika dia menyebutkan nama Sasuke Uchiha. Wajahnya bersinar-sinar, dan dia kembali menekan telapak tangannya di atas sang pangeran. "Ino-chan juga beranggap begitu! Semoga kami berdua bisa sekelas dengannya di akademi nanti!"
Midori tertawa sesaat, membuat Sakura mengerutkan kening, bingung. "Sayang, kau masih terlalu kecil untuk tahu arti kata 'tampan'."
"Aku tahu apa itu tampan!" Sakura mendengus. "Orang tampan itu bisa membuat hati kita berdebar-debar kencang! Orang tampan juga akan bertindak seperti pangeran ini, dan melindungiku dari nenek sihir yang jahat."
Midori tertawa lagi dan menempelkan bibirnya di kening Sakura. "Benarkah? Tapi Ibu tidak mencintai Ayah karena wajahnya yang tampan. Karena Ibu mencintai Ayah, makanya Ayah jadi terlihat tampan di mata Ibu."
Sakura mengerutkan kening, tidak mengerti apa maksud ibunya.
"Ibu mencintai Ayah karena Ayah mau menerima Ibu apa adanya dan membuat Ibu bahagia."
Sakura terdiam, membiarkan kalimat yang diucapkan Midori meresap masuk ke dalam otaknya. Matanya terpaku pada sosok pangeran yang berlutut di depan sang putri. Di dalam gambar ini, wajah sang putri terlihat sangat bahagia. Sakura mendongak dan menatap wajah ibunya yang berseri-seri. "Kalau begitu, aku juga mau menemukan lelaki yang mau menerimaku apa adanya dan bisa membuatku bahagia juga. Lalu aku akan mencintainya."
"Iya! Iya! Dia itu keereeen sekali!" Ino menjerit, diikuti oleh beberapa gadis lainnya. Sakura tidak bisa menahan jeritan girang yang ikut keluar dari bibirnya ketika melihat Sasuke Uchiha melempar kunai, mengenai sasaran. Gadis tujuh tahun itu melambaikan tangannya dengan antusias, berharap supaya Sasuke menoleh dan tersenyum ke arahnya. Sasuke tersenyum lebar, membuat gadis-gadis di sekelilingnya menjerit. Namun, senyuman Sakura menghilang ketika dia sadar bahwa Sasuke tidak tersenyum ke arahnya.
"Giliranku sekarang, dattebayo!" Naruto Namikaze menyeringai lebar sebelum dia meraih kunai dari tangan Sasuke.
"Bidik dengan tepat. Terakhir kali kau melempar, kau mengirim Chouji ke rumah sakit." Sasuke tidak bisa menahan senyuman mengejeknya.
"Berisik!" Naruto mendengus dengan wajah merah padam. "Salah dia sendiri karena menghalangi jalanku!"
Semua gadis langsung mengeluh kecewa ketika melihat Sasuke yang berhenti beraksi. "Ah! Ayo pergi! Tidak ada serunya melihat anak pirang itu!"
Azumi mengangguk setuju. "Padahal yondaime-sama sangat tampan! Aku tidak mengerti kenapa putranya bisa mendapat wajah seperti itu! Dia jelek!"
"Iya! Dan selalu mendapat nilai terendah di kelas! Padahal kata Ibu, dulu Minato-sama selalu mendapat nilai terbaik!" Yukino balas mencibir. "Benar kan, Sakura?"
Gadis berambut pink itu tersentak. Sejak tadi matanya terpaku pada Naruto yang melambaikan tangan ke arahnya. Keningnya berkerut, tidak senang ketika bocah pirang itu menjeritkan namanya secara tiba-tiba. "Sakura-chan! Ayo latihan bersamaku!"
"Dia konyol sekali!" Sakura mendengus sambil mengacuhkan Naruto.
"Iya kan? Sangat berbeda dengan Minato-sama yang keren!"
Sakura hanya terdiam mendengar ucapan temannya. Memang, dia akui kalau bocah pirang di seberang jalan itu tidak tampan, juga tidak pintar seperti Minato Namikaze. Namun, Sakura menyadari sesuatu yang tidak disadari oleh teman-temannya. Dia melirik diam-diam ke arah Naruto yang melempar kunai. Dia mengeluh kesal ketika kunai tersebut tidak tepat sasaran. "Sekali lagi, dattebayo!" Sakura tidak bisa menahan senyuman simpul ketika melihat hal itu. Selain mempunyai cengiran yang mirip dengan Minato, Naruto mempunyai sifat pantang menyerah yang sama.
"Aku masuk tim tujuh! Tim Sasuke-kun!" Sakura Haruno menjerit girang, jeritannya semakin menjadi-jadi ketika melihat wajah iri Ino Yamanaka, sahabatnya.
"Curang! Aku juga mau!"
Sakura menjulurkan lidahnya, dengan sengaja mengibaskan rambutnya yang panjang. "Tidak bisa! Dengan begini aku bisa menarik hatinya!"
"Kau kira dia akan suka denganmu, dahi lebar?" Ino mencibir, raut wajahnya mulai terlihat kesal.
"Yang pasti lebih baik dahi lebar daripada cewek gendut sepertimu!"
Mereka berdua saling melotot, dan di detik kemudian mereka saling membuang muka.
"Huh! Memang, di tim-mu ada Sasuke-kun! Tapi aku yakin bahwa tim sepuluh tidak akan kalah!" Ino kembali mencibir.
"Coba saja!" Sakura menantang. "Aku yakin kalau kami akan menang dari kalian!"
"Mana bisa?" Ino mendengus. "Di tim-ku ada Shikamaru yang sangat jenius lalu Chouji juga! Meski begitu-begitu dia bisa diandalkan! Lalu," Ino mengibaskan rambutnya yang dikuncir kuda. "Ada aku juga! Dengan kerja sama kami bertiga, tidak ada yang bisa mengalahkan kami!"
Sakura menggigit bibirnya. "T-timku juga hebat! Di sana ada Sasuke…"
"Hanya Sasuke satu-satunya ninja yang hebat di sana!" Ino memotong. "Kau sama sekali tidak bisa bertarung, sedangkan Naruto hanya ninja lemah. Apanya yang anak hokage! Dia itu hanya…"
"Naruto tidak selemah itu!" Sakura tiba-tiba menjerit, membuat mata Ino terbelalak. Gadis berambut pink itu terpaku sesaat, tidak mengerti kenapa dia sendiri bisa membela Naruto. Dia tidak menyukai bocah itu, dan dia sendiri sering mengejek Naruto. Tapi entah mengapa dia merasa marah ketika mendengar Naruto yang diejek-ejek melalui mulut orang lain. "Dia memang konyol, dan suka berbuat jahil. Tapi dia…" ucapannya terputus ketika dia tidak tahu apa yang harus diucapkannya. Wajah Naruto yang ceria muncul di kepalanya. Cengirannya yang lebar, mulut yang selalu menyerukan namanya dengan semangat. "Dia jauh lebih baik dari apa yang ada di bayanganmu. Dan dia anggota tim-ku. Dia rekanku." Di detik itu juga, Sakura berjalan menjauh dari Ino.
"Kenapa dengan rambutmu?" Naruto bertanya bingung. Dia beranjak dari posisi tidurnya sambil merintih kesakitan. Hidungnya mengernyit ketika mencium bau darah yang menusuk. "Heh?" dia terlihat bingung ketika sadar bahwa darah tersebut mengalir dari keningnya.
"Istirahat!" Sakura langsung mendorong tubuh Naruto, memaksanya untuk kembali berbaring. "Ujian chunin ini baru berlangsung selama sehari, kita masih ada waktu untuk merebut gulungan…"
"Sakura-chan," Naruto memotong ucapannya. "Kenapa dengan rambutmu?"
Sakura terdiam. Matanya melirik sesaat ke arah Sasuke yang tergeletak, terserang demam tinggi. Di dekat tanah di mana mereka berbaring sekarang, dia masih bisa melihat sisa-sisa rambut yang terpotong. Ingatannya berputar dan dia teringat kembali akan kejadian di mana ninja buronan, Orochimaru menyerang mereka. Dia meneguk ludah ketika teringat akan simbol aneh yang sekarang menempel di lekukan leher Sasuke. Matanya kembali menatap Naruto, menatap luka di sekujur tubuhnya, kepalanya yang berdarah, napasnya yang tidak teratur, dan Sakura sadar bahwa mata biru Naruto yang masih terpaku pada rambut pendek acak-acakan miliknya.
Dia nyaris mati dan dia masih mengkhawatirkan rambutnya?
"Aku tidak apa-apa," Sakura langsung menjawab cepat sambil memasang senyuman paksa. "Aku memang ingin mengganti model rambut." Dia mengibaskan sisa rambut yang menempel di bahunya. "Lebih baik kau mengkhawatirkan dirimu sendiri. Kau terluka cukup parah." Sakura meneguk ludah ketika dia mengucapkan hal itu. Naruto terluka karena dirinya. Karena dia terlalu lemah untuk melindungi dirinya sendiri. Naruto harus terluka karena melindunginya. Melindunginya dan Sasuke.
"Aku baik-baik saja," Naruto dengan cepat menjawab sambil menyeringai. "Aduduh!" Dia langsung meringis kesakitan ketika bibirnya yang koyak terbuka lagi. Sakura hanya bisa tersenyum sesaat sebelum dia menyodorkan sapu tangan ke arah Naruto.
"Hei, Naruto." Dia berbisik dengan suara yang bergetar. "Ini semua… baru terjadi di hari pertama." Dia meneguk ludah sambil melirik ke arah Sasuke. "Apa kita… apa kita semua akan selamat?" Tiba-tiba dia tidak lagi peduli akan semua ujian chunin ini. Dia tidak lagi peduli untuk mendapatkan gulungan. Dia hanya ingin selamat. Kembali ke rumahnya yang hangat, dan menghabiskan waktu bersama keluarganya. Dia sangat ingin kembali ke lapangan di mana dia berlatih bersama anggota timnya. Di mana dia bisa melihat Sasuke yang berlatih untuk menyusul Itachi yang sekarang ada di tim ANBU. Melihat Kakashi yang menyembunyikan wajahnya di balik buku Icha-Icha Paradise. Melihat sosok Naruto yang menunggunya di depan gerbang, melambaikan tangan dengan ceria ke arahnya.
Namun yang ada di depan matanya sangatlah berbeda. Sosok Naruto dan Sasuke yang berlumuran darah terlalu… terlalu…
Dia cepat-cepat menggigit bibirnya ketika dia merasakan air mata yang mulai menggenang.
"Bicara apa kau Sakura-chan?" Naruto menatapnya dengan bingung. "Tentu saja kita akan selamat. Aku tidak akan membiarkan kalian tewas."
"T-tapi… kau sendiri sudah…" Sakura meneguk ludah. Sudah terluka. Sangat parah.
"Aku akan melindungimu." Mata birunya bertemu dengan mata kehijauan Sakura. "Percayalah padaku."
Dan untuk sesaat, Sakura teringat akan pangeran berambut pirang yang ada di dalam buku dongengnya.
"Ayah! Ini Sakura-chan!" dengan bangga, Naruto Namikaze menunjuk ke arah Sakura. "Dia ini gadis cerdas yang sering kubicarakan itu loh!"
Minato Namikaze, hokage keempat di Konoha tersenyum lebar ketika melihat gadis berusia empat belas tahun itu. "Hai, Sakura. Ayo masuk! Terima kasih karena sudah datang."
Sakura Haruno sempat terpana ketika melihat sosok Minato yang tersenyum lembut ke arahnya. Dia menoleh ke arah Naruto yang menyeringai lebar. Mau tak mau, Sakura menghela napas. Gadis itu dengan segera tersenyum ramah ketika sadar bahwa Minato masih berdiri di depannya. "Selamat malam, hokage-sama. Terima kasih karena telah…"
"Jangan panggil aku hokage di sini," Minato memotong sambil tersenyum. "Di sini aku hanyalah ayah dari Naruto saja."
"T-tapi…"
"Sakura-chan, cukup panggil dia ossan saja di sini!" Naruto meringis, membuat Minato menghela napas.
"Aku belum setua itu, Naruto."
Naruto tertawa, menarik Sakura masuk ke dalam rumah. "Selamat datang! Mau makan apa?" Bocah pirang itu meringis sambil menunjuk ke arah meja panjang lebar yang dipenuhi oleh berbagai jenis makanan. Sakura tidak menjawab. Dia menoleh sekeliling, menatap balon warna-warni dan berbagai macam hiasan lainnya. Di tengah ruangan, tergantung selembar kain lebar yang bertuliskan 'Happy B'Day NARUTO!'. "Sakura-chan?" Panggilan Naruto membuyarkan lamunannya. "Mau makan apa?" Naruto bertanya sekali lagi dengan senyum lebar di wajahnya.
"Mmm…" Sakura menatap meja yang dipenuhi makanan itu dengan bingung. Semua makanan terlihat enak, dan dia ingin mencoba semua makanan. Sakura melirik lagi dan menemukan beberapa teman-temannya yang berkeliaran di dekat mereka. Matanya bertemu dengan mata Ino. Sesaat, Ino mendengus mengejek ke arahnya ketika melihat Naruto yang hendak mengambilkan makanan kepada Sakura. Sakura meneguk ludah, balas mendengus ke arah sahabat-tapi-rival-nya itu. "Aku tidak lapar," jawabnya singkat. Mau lomba diet? Ayo-ayo saja! Suara hati nuraninya menjerit.
Naruto hanya bisa menaikkan sebelah alis. "Yakin? Masakan ibuku enak, loh!"
Sakura mengangguk, tidak ingin mengubah pendiriannya lagi. "Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun ya!" Sakura menyeringai, membuat Naruto mengusap rambutnya dengan malu.
"Iya! Terima kasih!"
Sakura tersenyum lebar. Senyumnya menghilang ketika dia teringat akan sesuatu yang penting. Dia langsung merongoh tas miliknya. "Eh, aku ada had…"
"Naruto! Ke sini!" Chouji berseru kencang. Naruto menoleh ke arah teman-temannya. Sasuke, Chouji, Neji dan Shikamaru sedang berdiri di pojok taman. "Tunjukkan pada kami jurus baru-mu yang bisa mengalahkan Sasuke dalam sekejap itu!"
Sasuke Uchiha mengerang dengan suara keras, membuat Sakura melongo. Jurus apa yang bisa mengalahkan Sasuke? Sakura tahu kalau Naruto serius, dia bisa menyamai kekuatan Sasuke. Tapi jurus apa yang bisa mengalahkan jenius itu dalam sekejap? Sakura tidak bisa menahan rasa penasarannya, apalagi ketika melihat Sasuke yang terlihat panik.
Sasuke Uchiha. Panik.
Sakura dan Ino langsung bergegas ke arah taman.
"Naruto, hentikan." dengan nada dingin, Sasuke mengecam Naruto. Namun bocah pirang itu mengabaikan Sasuke. Lee, Kiba dan Chouji menyoraki Naruto, menyemangatinya. Naruto langsung membentuk segel dengan sangat cepat. Wajah Sasuke mulai terlihat pucat. Setelah dia sadar bahwa dia tidak bisa meghindari jurus misterius itu, dia mulai membentuk segel dan di detik kemudian, dia sudah menghilang.
"Wah! Dia kabur!" Kiba berseru kesal. "Cepat cari dia! Ayo, Akamaru!" Kiba berlari keluar rumah diikuti oleh Chouji. Shikamaru dan yang lain-lain hanya bisa menggelengkan kepala sebelum mengikuti mereka dengan wajah malas. Sebelum Naruto sempat ikut berlari mengejar, Kushina Namikaze menahan putra satu-satunya itu.
"Aduduh, Ibu!" Naruto mengeluh kesakitan, mengusap telinganya yang merah karena ditarik Kushina.
"Ini pestamu, Naruto! Kau seharusnya menjemput tamu, dattebane!" Wanita berambut merah panjang itu berkacak pinggang. "Layani Sakura sana!" Wanita itu masih memasang wajah masam, namun kedua matanya bersinar-sinar jahil, membuat Sakura bingung. Sebelum pergi masuk ke dalam rumah, Kushina dengan sengaja mengedip ke arah Naruto, membuat bocah itu bingung. Namun, Naruto tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sadar bahwa sekarang hanya dia dan Sakura yang ada di taman. Naruto tidak bisa menahan rona merah di wajahnya ketika sadar bahwa mereka sekarang hanya berduaan.
Awalnya, Sakura sama sekali tidak sadar kalau dia sekarang berduaan dengan Naruto. Dia sibuk memperhatikan ikan koi di kolam taman. Dia mulai sadar bahwa mereka hanya berduaan ketika Kushina pergi meninggalkan mereka berdua. Awalnya Sakura tidak peduli, namun ketika melihat rona merah di wajah Naruto, Sakura tidak bisa menahan rasa tegang yang datang tiba-tiba. Dengan sengaja, gadis itu menatap ke arah rerumputan, menolak untuk menatap mata biru Naruto. Entah mengapa, dia selalu merasa tegang akhir-akhir ini. Sejak Naruto menyelamatkannya dari chuunin sombong seminggu yang lalu, dan ketika dia bilang bahwa dahi lebarnya ini mempesona.
Wajah Sakura langsung terasa panas ketika dia mengingat hal itu. Pada waktu itu, Naruto tidak terlihat seperti bocah konyol yang selama ini dikenalnya. Dia terlihat lebih dewasa. Dan lebih… Sakura menengadah dan matanya bertemu dengan mata Naruto. Sepasang mata biru terang itu menatapnya dengan tajam. Sakura dengan cepat menunduk lagi dengan wajah merah padam. Dia tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Itu hanya Naruto! Hanya Naruto! Hati nuraninya menjerit berkali-kali. "Mmm, aku tidak akan latihan dengan grup tujuh dulu untuk sementara," Sakura langsung membuka mulut, hendak memecahkan kesunyian yang menegangkan ini. "Tsunade-sama sudah setuju untuk melatihku. Jadi… aku akan berlatih di bawah bimbingannya."
Naruto menyeringai seketika, membuat Sakura menghela napas lega. Oke. Naruto masih Naruto yang kukenal. "Bagus sekali, dattebayo!"
Sakura tertawa. "Jadi, jangan panik kalau kau tidak melihatku di lapangan latihan ya!" Dia mendengus geli ketika melihat Naruto yang meringis. Sakura tiba-tiba teringat akan hadiah yang masih belum diberikannya pada Naruto. "Oh iya!" Dia memasukkan tangannya ke dalam tas.
"Sebenarnya, aku juga tidak akan ada di grup tujuh untuk sementara," Naruto mengusap rambutnya dengan santai. Sakura terpaku. Jari-jarinya sudah mencengkeram kotak kecil yang ada di dalam tas-nya. "Ero-sannin mengajakku berkelana. Yah, untuk menambah pengalaman, sekaligus bertambah kuat!" Naruto mengancungkan tangannya dengan semangat.
"Berapa lama?" Sakura mengerutkan kening. Tangannya masih ada di balik tas, mencengkeram hadiah.
"Mmmm…" Naruto bergumam. "Kira-kira tiga tahun…"
Sakura tidak bisa menjawab. Dia hanya bisa menatap Naruto dengan tatapan kosong.
"Aku akan berlatih jurus sannin, makanya butuh waktu yang lama." Naruto cepat-cepat menjelaskan. "Aku akan berangkat besok. Pesta ini memang pesta ulang tahunku, tapi sekaligus pesta perpisahan, dattebayo. Aku akan bilang pada teman-teman ketika mereka kembali ke sini nanti."
Sakura masih terpaku. Sulit baginya untuk menemukan kata-kata. "Mmm…" dia bergumam sesaat, mengatur kalimat di dalam kepalanya. "B-bagus sekali!" Dia memaksakan tawa. "Aku tidak akan kalah denganmu, syannaroo!" Dia melepaskan cengkeramannya dari kotak hadiah itu. Sambil tertawa kaku, dia mengancungkan tangannya tinggi-tinggi. Dia berharap kalau Naruto bisa termakan oleh aktingnya ini. Tapi Naruto sangat mengerti akan dirinya.
"Kau baik-baik saja, Sakura-chan?" Naruto menaikkan sebelah alisnya. "Kau terlihat aneh."
Sakura menggeleng sesaat.
"Kau tidak bisa bohong padaku, kau tahu." Naruto mendengus sambil melangkah mendekati Sakura. "Tidak. Mungkin kau bisa bohong, tapi aku akan langsung tahu kalau kau berbohong." Naruto menyeringai lagi. "Aku kan menyukaimu sejak dulu. Jadi aku sangat mengenal dirimu, dattebayo!"
Sakura terdiam sesaat, tidak tahu harus menjawab apa. "Aku… bukan cewek feminim seperti yang kau bayangkan." Dia memang selalu tersenyum ramah di depan orang-orang. Tapi di dalam hatinya dia tidak tersenyum. Dia hanya tersenyum di depan orang-orang yang dia pedulikan. Lagipula... "Aku… menyukai Sasuke." Dia berbisik lirih. Dia tidak bisa membalas perasaan Naruto.
"Aku tahu." Jawaban Naruto membuatnya tersentak. "Aku menyukai Sakura-chan bukan karena Sakura-chan cewek feminim. Aku menyukai senyuman manis Sakura-chan ketika ketika melihat Sasuke." Dia menyeringai. "Dan suatu hari nanti, Sakura-chan akan tersenyum seperti itu. Bukan karena Sasuke. Tapi karena diriku, dattebayo!"
Dia tidak sempat menjawab ucapan Naruto waktu itu karena teman-teman yang lain sudah kembali. Dia juga tidak sempat memberikan hadiah yang sudah dia sediakan itu. Hadiah itu dia masukkan dalam-dalam ke dalam laci belajarnya. Dia tidak ingin merasa menyesal setiap kali dia melihat kotak berbungkuskan kertas kado berwarna orange itu. Sudah nyaris dua tahun sejak Naruto pergi dari Konoha, dan nyaris setiap malam dia memikirkan teman satu grup itu.
Orang sering bilang bahwa seseorang tidak akan benar-benar menghargai orang yang berharga terhadapnya sampai orang tersebut berpisah dengannya.
Dan sekarang dia sangat setuju akan hal itu.
Dia merindukan Naruto.
Dia benci untuk mengakui hal ini, tapi dia benar-benar merindukannya.
Tidak ada orang lain yang sangat mengerti akan dirinya seperti Naruto.
Tidak ada orang lain yang bisa membuatnya terbahak-bahak sampai terjatuh dari kursi seperti Naruto.
Tidak ada orang lain yang bisa membuatnya marah besar seperti Naruto.
"Aku merindukan Naruto," Sakura berkata secara tiba-tiba di depan Ino. "Kaget?"
Ino terdiam sesaat. "Tidak. Jujur, kami juga merindukannya. Tanpanya… semuanya terasa sepi!" Dia tertawa sesaat, namun Sakura tidak ikut tertawa. "Sakura? Kau tidak apa-apa? Akhir-akhir ini kau jarang membicarakan Sasuke! Ada apa denganmu? Latihan dari Tsunade-sama terlalu susah sampai otakmu konslet?"
Sasuke.
"Oh iya," dia cuma bisa bergumam. Dia melupakan Sasuke.
Jangan-jangan dia memang konslet. Ada apa dengannya?
"Sasuke baik-baik saja," jawab Sakura. Simbol aneh di lehernya sudah tersegel. Minato, Kakashi, dan beberapa ninja kuat lainnya menyegel simbol itu. Sasuke sudah tidak pernah lagi menjerit-jerit kesakitan. Tapi, Orochimaru masih ada di luar sana, dan tim ANBU Itachi sedang mengejar buronan itu. "Dia sekarang ada di pelatihan ANBU. Kudengar untuk menjadi tim inti dia harus berlatih sekitar tiga tahun. Jadi aku akan jarang bertemu dengannya."
"Oooh," Ino bergumam. Dia terdiam sesaat. "Sakura, kau sangat aneh akhir-akhir ini. Kau tidak sadar?"
Sakura mengerutkan keningnya. "Aneh apanya?"
"Tidak akhir-akhir ini sih. Tapi sudah sejak dulu. Kau sadar tidak kalau kau dulu membenci Naruto?"
Kerutan di kening Sakura mendalam. "Maksudnya? Aku memang sering kesal terhadapnya. Bukankah kalian semua juga…"
"Tidak, tidak." Ino memotong. "Maksudku, dulu kau tidak menyukainya, tapi sekarang…"
"Aku tidak menyukai Naruto." Sakura memotong cepat. Wajah Naruto langsung terlintas di kepalanya. "Aku kangen padanya. Kalian juga sama kan? Aku merindukannya sebagai tema…"
Ino menggeleng. "Tidak Sakura. Kau tidak sadar!" Dia mendengus, frustrasi. "Kau harus lihat reaksimu sendiri ketika kau mendapat surat dari Naruto! Wajahmu merona! Matamu bersinar-sinar! Sama seperti ketika kau membicarakan Sasuke! Kau bahkan sudah jarang membicarakan Sasuke!"
"Aku hanya menganggap Naruto sebagai teman," Sakura menjawab cepat, namun nada keraguan timbul dalam jawabannya . Benarkah? Hanya sebagai teman? Hati nuraninya bertanya.
Ino berdecak. "Orang buta sekalipun bisa tahu kalau kau menyukainya lebih dari teman. Cepat sadar sana, sebelum dia direbut cewek lain!"
"Cewek lain? Memangnya siapa…" Ucapannya terhenti ketika dia tahu siapa yang dibicarakan Ino.
"Hinata Hyuuga," Ino menggigit dango di piringnya. "Hanya Naruto yang tidak tahu kalau cewek itu menyukainya. Naruto memang dangkal."
Sakura terdiam, teringat akan gadis berambut kehitaman yang selalu bersembunyi di balik pohon, mengawasi Naruto. "Oh." Sakura menjawab singkat. "Hinata imut. Dia berwajah manis. Naruto akan sangat beruntung kalau dia punya pacar seperti Hinata." Dengan wajah datar, Sakura mengunyah dango miliknya.
"Bukan hanya Hinata loh." Ino mendengus. "Ketika aku pergi dari misi, aku sering mendengar kabar tentang Yellow Flash Konoha. Dan aku tahu bahwa bukan Minato-sama yang mereka bicarakan. Karena kabarnya, Yellow Flash kali ini mempunyai tanda lahir seperti kumis di pipinya. Siapa lagi kalau bukan Naruto?" Ino melirik ke arahku dengan tatapan jahilnya. "Dan dari yang kudengar, banyak gadis yang terpana karenanya. Naruto kabarnya sudah menjadi sangat tampan!"
"Oh ya?" Sakura tertawa, tidak mempedulikan ucapan Ino. Tidak. Dia tidak tidak mempedulikan ucapan Ino. Dia berusaha untuk tidak mempedulikan ucapannya. Dia memberitahu dirinya sendiri. Dia bukan pacar Naruto. Dan dia tidak ada hubungan dengan kehidupan romantic Naruto.
"Tapi yah… mereka semua hanya mengagumi Naruto sih," Ino bergumam. "Mereka tidak sepertimu, yang rela melakukan apa pun demi Naruto."
Sakura tersedak.
"Benar kan? Mungkin kau tidak sadar. Tapi kau harus lihat wajahmu ketika kau melihat Naruto yang terluka."
Gadis enam belas tahun itu terdiam. "Memangnya wajahku seperti apa?"
Ino meringis. "Seperti seakan-akan dunia sudah mau kiamat."
Sakura terdiam sesaat, meneguk air selagi memikirkan ucapan Ino. Dia membayangkan kondisi parah Naruto setiap kali dia memaksakan dirinya. Naruto tidak seperti Sasuke. Naruto ceroboh, tidak mempedulikan diri sendiri ketika sedang menjalankan misi. Dia akan mempedulikan teman-temannya, mempedulikan orang lain, sehingga dia sering terluka. Dan Sakura tahu bahwa dia selalu panik ketika melihat Naruto yang berlumuran darah. "Bukan seakan-akan…" gumam Sakura. "Aku memang peduli dengannya. Dan aku ingin melindunginya. Seperti dia melindungiku." Sakura tahu bahwa dia tidak seperti Hinata yang manis dan hebat memasak. Dia tahu bahwa dia tidak seperti gadis-gadis cantik lainnya yang memuja-muja Naruto. Dia hanya ingin melindungi Naruto. Dia ingin bertarung di sisi Naruto, dan mengobatinya setiap kali dia terluka.
Itulah alasan kenapa dia berlatih di bawah Tsunade. Dia ingin melindungi orang-orang yang dia sayangi. Melindungi Sasuke, melindungi… Naruto. Melindungi pemuda pirang yang dia sayangi itu. Sebagai teman? Atau sebagai lelaki?
Dia tidak tahu.
TBC
AN: okeee... pendek sih ya, tapi chapter depan bakalan tamat :)
cuma two-shots
tolong kasih tau ya kalau ada kesalahan atau saran! Kalau ada adegan NaruSaku yang mau para pembaca masukin di sini, bilang aja! :D
aku seneng kalau ada yang kasih pendapat tentang ide cerita! hehe
okee... segitu dulu deh!
HAPPY NARUSAKU DAY! :D
