TILULIT! TILULIT! (Backsound gagal)

Seorang namja cantik yang sedang tertidur di kasurnya tiba-tiba mengucek matanya yang masih sayu. Ia melihat ke sebelah bantalnya. Telepon rumah yang terletak di meja nakas berbunyi nyaring

"Yeoboseyo?" Angkatnya setelah berhasil mengumpulkan sedikit demi sedikit kesadarannya.

"LUHAAANN! KAU BARU BANGUN KAN?! SUARAMU TERLIHAT! KAU BARU MAMA TINGGAL PERGI KE GWANGJU SAJA SUDAH MALAS-MALASAN SEPERTI ITU?! JAM BERAPA INI?!"

Luhan –namja cantik dan tampan disaat yang bersamaan itu terkejut bukan main mendengar eommanya berteriak di telepon. Ia mematikan sambungan telepon dan melihat jam di dinding kamarnya.

06.50.

"HAH! JAM 7 KURANG 10?!" Luhan langsung turun dari ranjang dan berlari ke kamar mandi.

Hari Senin. Hari yang dibenci Luhan.

Coolmaknaedeer present

.

.

.

Title

I Love You, Lu!

Main Cast

Xi Luhan, Oh Sehun (Hunhan)

Support Cast

Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Kim Kai etc

Author

coolmaknaedeer

Genre

Romance, School-life, BxB (YAOI), etc

Length

Multi-Chaptered

Rating

T, nyerempet M

Disclaimer: Ngopy cerita dosa banget. Ini 1000% murni ceritaku dan semua pemain itu punya Tuhan YME and,,, aku Cuma pinjem doang. Makasih.

~Chapter 1~

DRAP

DRAP

DRAP

"Oh tidak…" Luhan baru datang dengan taksi yang hampir menghabiskan setengah uang jajannya itu terengah-engah sambil memegangi pagar yang tertutup rapat di ia akan mencegat bus, tapi sepertinya ia harus menunggu pukul 8 dan itu menyebabkan keterlambatan yang berlebih.

Ia melihat jam tangannya. 07.30.

"Sial," umpatnya.

"Terlambat kenapa malah mengumpat? Luhan?"

Luhan tercekat. Ia tak bisa apa-apa. Ia menatap lurus ke depan. Kim seonsaengnim sedang menatapnya sangar.

Luhan memejamkan matanya. "Aku baru ingat kalau guru killer ini yang menjaga. Aaahh… Ya Tuhan, biarkan aku hidup dulu…"

=coolmaknaedeer=

Luhan terduduk di depan meja Kim seonsaengnim. Ia menunduk, tak berani mengelak ataupun memandang guru killer di depannya. Perempuan paruh baya itu menatap Luhan dengan angkuh.

"Jadi, apa alasan yang kau buat, Tuan Luhan?" Tanya Kim seonsaengnim. Luhan bergidik takut.

"S-sa-saya kesiangan…" Ya, bilanglah bahwa Luhan merupakan anak yang jujur. Sangat jujur.

BRAK!

Luhan terlonjak ketika Kim seonsaengnim menggebrak mejanya. Kim seonsaengnim berdiri dan menatap tajam ke arah Luhan. Luhan masih setia menundukkan kepalanya.

"KAU INI! SUDAH KELAS 3 KENAPA MASIH MALAS-MALASAN?! APA KAU SANGAT MENIKMATI HARI MINGGUMU HINGGA LUPA BAHWA SENIN KAU MASIH SEKOLAH? HAH! REMAJA SEKARANG SANGAT MEMPRIHATINKAN! BANGUN SAAT SIA-"

Tok Tok Tok

Cklek…

"Permisi, Kim saem." Luhan melirik ke belakang. Menatap seorang namja dengan surai berwarna dark brown sedang membawa tumpukkan buku. Kulitnya yang berwarna tan itu membuat Luhan mengingat sosok familiar itu.

"Oh, Kim Jongin." Luhan agak terkejut ketika mendengar suara Kim saem melembut seketika. Wah, apa yang dilakukan Kai kepada Kim saem hingga suaranya dapat melembut seperti itu? Batin Luhan.

"Annyeong, seonsaengnim. Ini buku tugasnya," kata Kai –namja tan itu sambil menyerahkan tumpukan buku di meja Kim seonsaengnim.

"Ah, ya. Terima kasih," Kim seonsaengnim menatap Kai. Sebelum Kai pergi, ia menatap kea rah seseorang yang sedang duduk di depan meja Kim saem.

"Luhan sunbae?" tebaknya. Dengan ragu, Luhan mengangkat wajahnya menatap Kai. "Benar, ini kau." Kai tersenyum. Luhan hanya meringis.

"Bawa dia."

Tiba-tiba suara Kim saem menginterupsi keduanya. "Ne?" Luhan terlihat kebingungan.

"Kaja, Lu sunbae. Aku permisi saem." Kai menarik tangan Luhan yang masih kebingungan.

"Keren sekali Kim saem bisa luluh di hadapanmu, Kai!" puji Luhan setelah agak jauh dari ruangan Kim saem. Mereka sedang berjalan menuju kelas Luhan, kelas 3-1.

"Aku punya banyak pesona," kata Kai. Luhan berdecih. Salah memuji, batinnya. "Ngomong-ngomong sunbae, bagaimana kau bisa terlambat?" Tanya Kai.

"Ah~ Aku kesiangan tadi. Kalau saja mamaku yang di Gwangju tak menelponku, aku mungkin baru bangun jam 10 pagi," kata Luhan. Kai terkekeh.

"Kau tidak mengeset alarm?" Tanya Kai. Luhan menghela napas.

"Aku tak punya ponsel dan jam di rumahku itu jam dinding yang tak bisa dibuat alarm. Jadi… alarmku adalah mamaku, sementara ia pergi ke gwangju, dan aku tak punya ponsel" keluh Luhan. Kai hanya mengangguk.

"Baik, sunbae. Kita sudahi dulu percakapannya." Ucap Kai saat sudah di depan kelas Luhan. Luhan mengangguk kecil.

"Gomawo Kai." Kata Luhan. Kai melepas genggaman tangannya pada Luhan yang sudah terikat dari mereka di depan ruang Kim saem. Luhan dan Kai tersenyum.

"Bye~" Luhan melambaikan tangannya pada Kai yang ikut melambaikan tangan, lalu pergi menjauh. Lihan masih melambaikan tangan kepada namja yang sudah ia anggap adiknya sendiri sampai Kai benar-benar sudah hilang dari pandangannya.

=coolmaknaedeer=

KRING! KRING! Bel istirahat berbunyi keras. Luhan hanya terdiam di bangku sambil merutuki perut kosongnya yang tak berhenti meraung minta diisi. Ia lupa sarapan hari ini. Setelah mandi dan ganti baju ia langsung berlari keluar rumah untuk sesegera mungkin mencari taksi.

"Lu, ayo jajan." Teman sebangku sekaligus teman terbaik Luhan –Byun Baekhyun- menyentuh bahu Luhan.

"Aku tidak bawa uang banyak, hanya cukup buat beli sebuket bunga lily" kata Luhan. Baekhyunberdecak.

"Sudahlah, ayo ku traktir. Aku benci mendengar perutmu, Lu!" Baekhyun menarik lengan Luhan keluar kelas.

Sesampainya di kantin, Baekhyun segera memesan makanan setelah bertanya pada Luhan dan Luhan menjawab "Apa saja yang mengenyangkan perutku.".

Luhan duduk di sebuah bangku. Ia merutuki perutnya hingga Baekhyun datang membawa makanan yang dipesannya. "Ini, Lu. Jjajangmyeon dan orange juice. Aku cari yang agak murahan, maaf ya Lu." Kata Baekhyun sambil menyodorkan semangkuk jjangmyeon di hadapan Luhan.

"Ah~ lapar!" Luhan segera 'menyikat' mi pasta kacang hitam itu. Baekhyun berdecak.

"Pelan-pelan saja, Lu. Kau ini… nanti tersedak." Kata Baekhyun memperingatkan. Ia pun ikut memakan jjajangmyeon miliknya.

"Omo, lihatlah dia tampan sekali ketika memasuki kantin!"

"Benar-benar cool dan tampan!"

"Hey, lihatlah sahabatnya. Tak jauh beda!"

"Hanya saja Chanyeol lebih sering tersenyum daripada si Oh Sehun,"

Uhuk!

Bisikan-bisikan para murid di kantin otomatis membuat Luhan tersedak. Baekhyun berdecak.

"Ck, kau pasti tersedak karena mendengar celotehan murid-murid ya?" sindir Baekhyun sambil melihat Luhan yang sibuk meminum orange juicenya sekaligus menetralkan batuknya. Baekhyun melihat ke depan. "Si beku dan si idiot datang, Lu!" kata Baekhyun.

"SIAPA YANG KAU PANGGIL SI IDIOT? SI BEKU?" gertak seorang yeoja pada Baekhyun.

"Aku kan hanya menggunakan istilah saja," bela Baekhyun sesekali mencibir.

Luhan terdiam di tempat. Ia menghentikan kegiatannya. Menetralkan detak jantung itu sangat sulit ketika Luhan sudah berhadapan dengan si beku –Oh Sehun-adik kelasnya, sepantaran Kai. Baekhyun tau kalau Luhan sangat menyukai si beku itu sejak kejadian itu. Kejadian sepele yang berhasil membuat Luhan berdebar hingga saat ini.

Flashback

Setahun yang lalu…

"Baek, yang ini coba kau cari di internet. Aku akan mencari referensi lain di perpustakaan ini," ucap Luhan saat ia dan Baekhyun mendapatkan tugas sejarah.

"Arrasseo," Baekhyun mengeluarkan ponselnya dan Luhan mencari ke segala penjuru perpustakaan. Ia mengambil beberapa buku dan akhirnya menemukan buku yang menjadi kunci utama tugas mereka.

"Yes," desisnya pelan. Ia mengepalkan tangannya. Hendak meraih buku tadi, tapi terletak di rak teratas. Salahkan tubuh kecil Luhan yang tidak dapat meraih buku itu.

Luhan meletakkan sejenak kumpulan bukunya di lantai dan berusaha meraih buku itu dengan cara melompat. "Wah, seandainya terjadi adegan klise yang tiba-tiba datang padaku. Seseorang yang lebih tinggi tiba-tiba mengambilkannya untukku. Wah, akan jadi luar biasa hidupku kelak." Gerutu Luhan sambil membayangkan apa yang ia gerutukan barusan.

Sret

Tiba-tiba ada yang meraih buku itu. Luhan terperangah. Ia hendak menahan tangan itu dan berbalik badan.

"JANGAN! AKU MEMBUTUHKAN-"

DEG

Luhan membeku sejenak. Ia menatap namja tinggi dengan kulit pucat yang wajahnya terlampau tampan dan dekat dengan wajah cantik-tampan milik Luhan. Matanya menatap mata tajam yang lebih tinggi. Jantung Luhan saat itu benar-benar berdetak hebat, darahnya berdesir cepat, badannya panas. Oh Tuhan, aura apa yang ia punya hingga tubuhku memiliki reaksi yang menggilakan? Batin Luhan.

"O-oh. Sunbae, kau butuh buku ini?" tanya namja pucat itu-membuyarkan lamunan Luhan. Luhan tersadar. Namja pucat itu agak menjauh.

"E-eh? Ah, ya. Kau tak membutuhkannya?" tanya Luhan. Namja pucat itu tersenyum tipis.

"Tidak.. Aku hanya membantumu saja," kata namja itu. Ia menyodorkan buku yang diinginkan Luhan. Luhan menerimanya dengan tangan gemetar.

"T-teri-terima k-ka-kasihh…" ucap Luhan. Luhan terdiam sejenak. Keheningan menyelimuti keduanya hingga Luhan menyadari sesuatu. "Tunggu. Kau memanggilku sunbae? Bagaimana kau tau? Orang-orang bahkan sering mengira aku anak kelas 10 atau malah anak SD yang nyasar." Kata Luhan.

Sehun tersenyum kecil. Luhan tertegun. "Yah~ buku yang kau inginkan itu untuk kelas 10 ke atas. Jadi aku beranggapan kau seorang sunbae," ujar namja itu sambil menunjuk buku yang tadi diambilnya lalu ia berikan pada Luhan. Luhan mengambil kesimpulan bahwa namja di depannya itu duduk di kelas 10.

Luhan mengangguk. "Kalau begitu, terima kasih. Aku duluan," Luhan mengambil buku-bukunya, lalu berjalan menuju mejanya dan Baekhyun.

Ia tersenyum. Ia sempat melirik name tag namja pucat tampan nan tinggi itu.

"Oh Sehun,"

Flashback off

"Lu? Kau tak apa kan?" Tanya Baekhyun.

"Baek, aku deg-degan! Manusia beku itu…" Luhan tak bisa melanjutkan kata-katanya. Baekhyun menepuk bahunya.

"Okey, tenangkan diri. Satu, dua, tiga! Tarik napas, buang~" Aba-aba Baekhyun. Luhann mengikuti perintah Baekhyun. "Bagus, Lu. Lakukan hingga tenang kembali. Okey?" perintah Baekhyun. Luhan hanya mematuhi perintah teman terbaiknya itu walau sesekali melirik Sehun yang duduk bersama Chanyeol di sudut kantin.

"Baek, aku akan mempercepat makanku. Aku takut tambah sesak napasku, berdetak melulu." Ucap Luhan. Baekhyun mengangguk.

"Arasseo. Ppalli kaja!"

=coolmaknaedeer=

"Ugh~ Lu, kau duluan saja. Aku ada urusan dengan perutku." Ucap Baekhyun. Luhan mengangguk.

"Okey. Pergilah," kata Luhan. Baekhyun berlari menuju ke kamar mandi sementara Luhan meneruskan perjalanannya ke kelas.

"Luhan sunbae?" Seseorang memanggilnya. Luhan menoleh ke belakang dan mendapati Kai yang tersenyum padanya.

"Oh, Kai-ah!" sapa Luhan balik. Kai menghampirinya.

"Kau mau kemana sunbae?" Tanya Kai. Luhan tersenyum.

"Aku mau ke kelas. Kenapa?"

Kai menggenggam tangan Luhan. Luhan masih menatapnya. "Ayo ke taman dulu. Temani aku mencari udara segar. Mau kan?" Tanya Kai meyakinkan. Luhan tampak berpikir.

"Arasseo. Sampai 5 menit sebelum bel masuk ya?" kata Luhan. Kai mengangguk lucu, membuat Luhan gemas. "Aigoo… aku benar-benar merasa memiliki seorang adik!" Luhan mencubit pipi Kai gemas.

"Ah~" keluh Kai sambil memegangi pipi yang tadi dicubit Luhan. "Apa aku mengingatkanmu padanya?" Tanya Kai. Luhan terdiam, lalu mengangguk.

"Sudahlah. Ayo!" Luhan menarik tangan Kai. Sementara Kai hanya tersenyum miris.

Aku ingin kau menganggapku lebih dari seorang adik, Lu.

=coolmaknaedeer=

"Wah, aku tak tau bila taman bisa sesegar ini!" ucap Luhan sambil merentangkan tangannya lebar-lebar.

"Taman dari dulu seperti ini, Lu sunbae." Ucap Kai menimpali. Luhan merengut.

"Ah~ Aku memang jarang kesini." Kata Luhan sambil duduk di bangku taman, disusul Kai di sebelahnya.

"Aku ingin memberitahu sesuatu." Kata Kai. Luhan menoleh.

"APA?!" Tanya Luhan antusias. Kai menatap ke depan.

"Janji jangan beritahu siapa-siapa?"

"JANJI! Ayolah Kai, aku bisa mati penasaran jika begini!" ujar Luhan. Kai tertawa sambil menoleh ke arah Luhan.

"Kim saem itu eommaku." Kata Kai. Luhan terdiam sejenak.

"Kim saem… eomma… Tunggu. EOMMA?!" tanya Luhan terkejut. Kai menutup mulut Luhan.

"Jangan keras-keras!" peringat Kai. Luhan mengangguk.

"Kau serius?" tanya Luhan masih tak percaya.

"Apa aku terlihat bercanda?" tanya Kai. Luhan menggeleng cepat. "Ya sudah." Jawab Kai santai. Luhan ber-oh ria. Pantas saja tadi luluh hatinya, ternyata eommanya sendiri, batin Luhan.

"Ah, kau benar-benar…" Luhan mengacak-acak rambut Kai sebal.

"Yak! Jangan beritahu Baekhyun sunbae atau yang lainnya. Ne?" tanya Kai meyakinkan.

"Arasseo!" ujar Luhan cepat.

Luhan menatap ke depan. Melihat pohon yang tertiup angin, melambaik indah. Ia memejamkan matanya menikmati udara segar yang menyapa wajahnya. Kai yang sedari tadi menatapnya hanya tersenyum.

"Ingin sekali menciumnya," kata Kai lirih, tapi Luhan masih bisa mendengarnya walau samar.

"Apa kau bilang? Aku tak dengar," tanya Luhan tanpa membuka matanya. Kai agak gelagapan.

"Aniya. Tak ada," kata Kai cepat.

=coolmaknaedeer=

"Lu, pulang bersama?" tanya Baekhyun. Luhan menggeleng.

"Aku harus mengunjunginya." Kata Luhan sambil meransel tasnya.

"Lo? Tidak waktu akhir pekan kemarin?" tanya Baekhyun. Luhan menggeleng.

"Tidak, kemarin Sabtu aku terlalu lelah bersih-bersih rumah dan membantu mama dan baba persiapan ke Gwangju. Minggunya aku mengantar mama dan baba ke bandara." Jelas Luhan singkat. Baekhyun mengangguk.

"Baiklah. Aku duluan Lu," ucap Baekhyun.

Luhan terdiam sejenak. Ia menghela napas berat. "Aku rindu padanya. Lebih baik aku langsung ke sana saja" Luhan berjalan keluar kelasnya.

Setelah sampai di halte dan menaiki bus, ia berpikir untuk membeli bunga setelah sampai di dekat tujuan. "Bunga Lily, lily. Lily putih." Gumam Luhan.

Setelah sampai, ia segera turun dari bus. Ia mendatangi toko bunga langganannya selama 6 bulan ini. "Permisi," sapanya sambil membuka pintu toko.

"Selamat dat- Aigoo! Luhan, akhirnya kau datang juga! Aku sudah menunggu," sapa seorang yeoja paruh baya sambil memeluk Luhan erat. Luhan terkekeh.

"Benarkah? Maaf Choi ahjumma, kemarin aku harus mengantarkan orang tuaku ke bandara." Kata Luhan sambil melepas pelukannya pada Choi ahjumma –pemilik florist tersebut.

"Kau sendiri di rumah? Ya Tuhan, kasihan sekali Luhankuuu…" Choi ahjumma sambil mencubit pipi Luhan gemas. Luhan tertawa lagi. "Apa yang kau perlukan? Luhan?" tanya Choi ahjumma.

"Seperti biasanya saja," kata Luhan.

"Okey, sebuket lily putih." Ucap Choi ahjumma sambil menyiapkan bunganya untuk Luhan.

"Permisi," Sebuah suara menginterupsi Luhan dan Choi ahjumma. Mereka menoleh ke arah namja yang ada di sebelah Luhan. Luhan mencoba menjelaskan penglihatannya. Sepertinya mataku sakit deh. Tak mungkin si–

"Sehun? Sudah lama kau tak kesini…" ucap Choi ahjumma. Luhan memelototkan matanya. Jantungnya langsung berdetak cepat. Ia menatap Choi ahjumma tak percaya.

"Annyeong imo… Imo, bunga yang biasanya," kata Sehun. Choi ahjumma mengangguk.

"IMO?!" ucap Luhan terkejut. Sehun dan Choi ahjumma menatap Luhan.

Choi ahjumma tertawa. "Kenalkan Lu. Ini keponakanku, Sehun. Eh, kalian berada di sekolah yang sama ya?" ucap Choi ahjumma sambil menatap seragam Luhan dan Sehun bergantian.

"o-oh. Hai, aku Xi Luhan." Ucap Luhan mengulurkan tangannya.

"Oh Sehun." Kata Sehun sambil menerima uluran tangan Luhan. Luhan tergagap seketika setelah melepas genggaman tangannya pada Sehun.

"Aigoo… kalian cocok sekali…" ucap Choi ahjumma saat melihat Luhan dan Sehun yang bersebelahan.

"Aniya!" tolak Luhan. "tipeku adalah yang lebih tua, bukan yang lebih muda." Ujar Luhan menambahkan. Ia jadi salah tingkah. Sementara Sehun hanya diam saja dari tadi.

"Ah~ sayang sekali, Lu. Bisa saja kau bersama Sehun kalau tipemu bukan yang lebih tua…" keluh Choi ahjumma. "Aku sudah melarang Sehun berhubungan dengan beberapa orang hanya untukmu loh, Lu." Kata Choi ahjumma.

"Eh?"

"IMO!" Sehun terlihat kesal. "Aku ini masih tertarik dengan yeoja, asal imo tau." Kata Sehun sebal. Luhan menatap Sehun kecewa. Kenapa Luhan harus berbohong? 'Yang lebih tua'? Yang benar saja, sekarang ini saja seorang Xi Luhan tengah jatuh cinta pada orang di sebelahnya.

"Oke, oke. Ini bunga lily-mu, Lu. Dan mawar putih untuk keponakanku." Kata Choi ahjumma memberikan masing-masing pesanan mereka. Luhan menerimanya dengan senang hati.

"Gamsahamnida, Choi ahjumma…" ujar Luhan sambil mengeluarkan uangnya dan memberikannya pada Choi ahjumma. Ia melirik Sehun yang memandangi sebuket mawar putih.

Dia terlihat tampan, batin Luhan tersenyum samar.

"Tak usah bayar, Lu. Aku akan selalu memberikan gratis jika kalian datang bersama. Oke?" goda Choi ahjumma. Luhan memerah.

"Aku duluan, imo. Terima kasih." Kata Sehun yang langsung pergi.

"Ah~ anak itu. Selalu saja sok dingin melihat kenyataannya ia juga manja." Ujar Choi ahjumma. Luhan mengernyitkan dahi bingung.

"Manja?" ulang Luhan.

"Sehun itu manja sebenarnya… Tapi sepertinya ia jadi dingin karena hyungnya yang meninggal setahun yang lalu." Ujar Choi ahjumma.

"Hyungnya meninggal? Sehun punya hyung?" tanya Luhan. Choi ahjumma mengangguk.

"Ia mungkin juga akan ke makam. Kau tak menyusulnya Lu?" tanya Choi ahjumma.

"Baiklah, aku duluan Choi ahjumma." Luhan berlari keluar toko bunga dan menyusul Sehun yang belum terlalu jauh. Florist Choi ahjumma dan makam tidak terlalu jauh sebenarnya. Hanya beberapa meter.

"Oh Sehun! Tunggu!" seru Luhan. Sehun menoleh dan menghentikan langkahnya. "Hosh! Kau mau ke makam kan?" tanya Luhan yang sudah sejajar dengan Sehun. Sehun hanya diam tak menjawab.

"Aku juga mau ke makam kok. Ayo!" Luhan menarik tangan Sehun cepat. Darah Luhan berdesir cepat. Jantungnya berdetak lebih cepat. Pertemuannya dengan Sehun membuatnya tersenyum cerah kali ini. Ini keberuntungan yang menakjubkan batin Luhan.

=coolmaknaedeer=

Setelah memasuki makam, mereka berpisah. Sehun menghampiri makam hyungnya, sementara Luhan mencari makamnya. Adiknya yang meninggal 6 bulan lalu.

"Zitao, aku datang!" kata Luhan sambil meletakkan bunga lily diatas makam. "Hah~ sudah genap 6 bulan kita tak bertengkar dan bertatap muka. Kau tau? Aku rindu denganmu. Sungguh." Luhan terduduk di depan makam adiknya.

"Kau selalu membantu masalah percintaanku dengan si beku itu, sementara pacarmu sendiri sudah meninggalkan dunia ini 6 bulan lebih awal darimu. Zitao… aku rindu…" Luhan membiarkan air matanya mengalir turun.

"Hari ini aku telat sekolah asal kau tau. Tak ada yang membangunkanku, aku tak punya ponsel untuk alarm. Lalu aku harus telat berapa kali? 6 kali lagi karena mama dan baba sedang ke Gwangju. Bagaimana Zitao? Aku tambah menderita, hanya karena kesiangan! Bayangkan!" Luhan menekuk lutut dan memeluknya.

Sementara Sehun yang sudah selesai mengunjungi makam hyungnya langsung mencari keberadaan Luhan. Eh, kenapa aku harus mencari sunbae itu? Pikir Sehun. Sehun hendak pergi dari makam itu jika saja ia tak mendengar suara tangis. Matanya langsung tertuju pada seorang namja yang tengah memeluk lututnya di sebuah makam.

"Tuan muda Oh, sepertinya sebentar lagi hujan." Ucap sekretaris Kim. Ia merupakan sekretaris Sehun sekaligus tangan kanan ayahnya dan Sehun sendiri. Sekretaris Kim memberikan payung bening milik Sehun sementara sekretaris Kim mengenakan payung hitamnya.

Suara gemuruh terdengar. Air pelan-pelan turun dari langit menuju ke bumi. Luhan menatap langit. "Lihatlah, Zitao. Langit sudah abu-abu. Apa kau juga sedih jika melihatku sedih? Jangan sedih, aku akan tersenyum. Untukmu." Luhan tersenyum miris. Hujan mulai mengguyur bumi lebih cepat. Seragam Luhan mulai basah.

"Tuhan, Zitao, beri aku malaikat di bumi ini…" gumam Luhan. Ia tak bergerak barang sesenti. Ia hanya ingin bersama Zitao untuk sementara. Ia makin memeluk lututnya. Seragam Luhan akan basah seluruhnya jika saja tidak ada sebuah payung di atas kepalanya.

Luhan melihat ke atas. "Payung bening?" gumam Luhan.

"Pabo! Berdirilah!" Suara itu. Suara yang Luhan kenal. Suara orang yang ia cintai. Suara orang yang bertemu dengannya di florist Choi ahjumma. Suara orang yang ia tarik tangannya ke makam bersama.

"Sehun?" Luhan menyipitkan matanya. Sehun menarik lengan Luhan agar berdiri. Luhan agak terhuyung ketika berdiri.

"Ayo, ku antar pulang." Sehun menarik tangan Luhan keluar makam. Luhan tersenyum. Reaksi ini lagi. Jantungnya berdetak keras dan darahnya berdesir cepat. Perutnya tergelitik, seperti ada kupu-kupu terbang di dalamnya. Melelahkan, tapi menyenangkan dan Luhan suka itu. Saat-saat bersama Sehun yang sangat berharga. Pertama kalinya…

"Masuklah," suruh Sehun membuka pintu belakang mobilnya yang terparkir di depan makam. Luhan masih terdiam. Sehun terlihat bingung. "Masuklah, udaranya dingin… Aku juga kedinginan! Cepat." Perintah Sehun. Luhan tersenyum samar.

"Zitao, ini malaikatnya ya?" gumam Luhan. Sehun mengerutkan dahinya. Zitao? Siapa itu? Batin Sehun bingung. Luhan memegang kedua pipi Sehun.

"Sunbae-"

"Ini hanya mimpi kan?" gumam Luhan. Sehun melihat air mata yang mengalir di sudut mata Luhan. "Tak mungkin seorang Oh Sehun menjemputku dan berada di dekatku seperti ini," ujar Luhan. Sehun makin bingung.

"Kau mengigau, sunbae?"

"Kalau ini mimpi, aku ingin mewujudkan satu mimpiku sebelum aku bangun setelahnya…" Luhan tersenyum. Sehun tertegun. Senyum Luhan yang terlihat sakit. Ia tak suka senyum itu.

"Sunbae, kau-"

Luhan berjinjit dan memiringkan kepalanya. Ia mendekatkan wajahnya pada Sehun dan mempertemukan bibir mereka. Luhan masih menangkup pipi Sehun. Sehun terbelak. Ia membeku, tak bisa berkutik. Yah, hanya sekedar menempel, tapi berhasil membuat darah berdesir dan jantung yang berdetak melebihi ritme pada keduanya.

Luhan menjauhkan kepalanya dan menatap manik Sehun. "Sudah terwujud satu." Seketika Luhan ambruk dan Sehun berhasil menangkap Luhan. Payung yang dipegangnya terjatuh membuat tubuh keduanya basah terguyur hujan.

"SUNBAE!" teriak Sehun. Sekretaris Kim yang mendengar suara Sehun langsung keluar dari mobil.

"Tuan muda Oh!"

Luhan pingsan di rengkuhan Oh Sehun.

.

.

.

To be continued…

Wah, ini ff pertama author. Sebenernya author masih bingung mau ditaruh T atau M, tapi karena ini masih T, jadi author taruh di T aja.

Review juseyo… untuk kelanjutan chapternya. Ya, ini baru permulaan. Kalo udah ada review, author lanjut deh!

Thx!