Kuroko no Basuke belong to Tadatoshi Fujimaki

Warning : AU, (hope not) OOC, a lil'bit Sounen-Ai(?), (miss)typo, etc

.

.

Apa yang menarik atensiku? Aku tidak tahu. Dan terlalu malas untuk mencari tahu penyebabnya. Aku terlalu terpaku pada sosok itu hingga segala hal selain tentangnya seolah menghilang dari pandanganku.

"Kau jatuh cinta," teman sejak kecilnya mengatakan hal itu dengan mudahnya ketika Aomine menceritakan apa yang dirasakannya. Pemuda berambut pendek itu menatap perempuan di hadapannya dengan pandangan bosan, kemudian mengalihkan pandang ke luar yang tampaknya masih dingin karena hembusan angin musim semi melalui jendela. Meski ia tahu sahabatnya itu adalah orang yang paling tahu tentangnya, ia menolak untuk mengakui kebenaran kalimat yang diucapkan temannya itu.

Ia yakin ini bukan cinta. Bagaimanapun Satsuki tetap bersikeras dengan pendapatnya, Aomine akan tetap bersikukuh ini bukan cinta.

Perempuan berambut sepinggang itu akhirnya lelah dengan kekeraskepalaan pemuda sok stoic di hadapannya, sambil mengambil sebuah jeruk dari meja dan mengupasnya ia akhirnya bertanya, "kenapa kau tidak mau menerima argumenku, Dai-chan?"

Aomine segera menjawab dengan cepat, "karena memang bukan!"

Satsuki memperbaiki letak kacamatanya dan menghela nafas—ya, sejak beberapa bulan lalu Satsuki mengenakan kacamata, bukan apa-apa, hanya mengikuti trend sebagai gadis smartlook—ia mungkin akan butuh kesabaran berlebih untuk menghadapi pemuda bermata biru itu untuk kali ini, "kenapa kau seyakin itu?"

"Apa cinta menurutmu?" tanya Aomine gusar. Kalau mau jujur ia tidak menyukai topik ini untuk dibicarakan. Melankolis bukanlah gayanya.

Pandangannya tidak menatap sahabatnya, tapi pada pohon bunga sakura yang tumbuh di halaman tepat di jendela depan kamarnya. Mekar tanpa menyisakan daun sehelai pun pada rantingnya.

Aomine terpaku sesaat, ingat bahwa tadi ia telah menolak undangan rekan kerjanya untuk ikut hanami bersama mereka tadi siang karena perempuan yang kini duduk di hadapannya—orang yang dengan seenaknya menguasai meja belajarnya—mengatakan ingin berbicara dengannya. Tapi sepertinya malah ialah yang dipaksa untuk bercerita kini.

"Menurutku," suara Satsuki mengembalikan perhatian Aomine pada gadis yang kini dahinya telah berkerut karena terlalu serius, "cinta adalah perasaan sayang berlebihan yang membuat seseorang merasa mampu berkorban untuk orang yang dicintainya."

"Lihat? Aku belum mengorbankan apapun," pemuda itu berujar bangga. Ia mengacuhkan Satsuki yang meresponnya dengan memutar matanya bosan.

"Belum bukan berarti tidak akan berkorban," balas Satsuki tidak mau kalah, "Karena perempuan itu belum—"

"Itulah masalah utamanya," Aomine mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi ketika memotong kalimat Satsuki, "Orang-orang normal, dan juga kau, selalu mengaitkan cinta dengan perempuan dan laki-laki!"

Satsuki tidak mengerti inti dari kalimat itu, jadi dengan dahi yang berkerut semakin dalam karena bingung, ia menyuarakan tanya,

"Apa maksudmu?"

"Kalau aku bilang, 'orang yang kuperhatikan itu, orang yang juga mengalihkan duniaku itu adalah laki-laki, sama sepertiku', apa kau tetap berkata bahwa itu adalah cinta?"

Satsuki terdiam, ia memilih untuk tidak berkomentar.

.

.

Fin~