ROYAL SCANDAL
-REVOLVER-
Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime
Royal Scandal © RAHWIA
Revolver © Megurine Luka
Fict ini bukan full sogfict
Fict ini dibuat karena keinginan author menghadirkan kumpulan fict dengan beda cerita namun saling berkaitan.
Dan author sangat suka royal scandal
Warning dari fict ini seperti biasa, typo gagal feel, absurd, maksa, jangan mual ya..
Happy reading minna
RnR please
Silent Reader jg mohon kasih jejak yaa hehe
"This is my last song for tonight, about the promise i made ith my best friend,
Even if the paths we take are different, i'll always be waiting here, so don't forget.."
.
Pria bertopeng kelinci memandang dari kejauhan sepasang insan sahabat kecil yang berpegagan tangan menyambut rumah baru mereka. Tak bisa ada yang tahu ekspresi apa yang dibuat si pria bertopeng kelinci. Dari postur tubuh tegap dan surai hitamnya, sangat diyakini bahwa pria itu memiliki tujuan khusus berada dibalik pohon meyembunyikan keberadaannya tanpa melepaskan perhatian pada 2 gadis kecil itu. Mungkin sesuatu akan terjadi, dengan masa depan dan keyakinan akan janji kedua gadis itu.
~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~...~
Mikasa, gadis bersurai hitam menawan. Gadis yatim piatu yang sedari kecil tinggal dan dirawat oleh pemilik bar, Hange Zoe. Untuk membayar kebaikan hati pemilik bar itu, Mikasa dengan senang hati menjadi maid di barnya, melayani tamu-tamu bar yang elegan itu.
Manik kelam yang tak kalah menawan dari rambutnya membuat hampir semua rekan-rekan pelayan pria di tempat itu tertarik padanya. Dengan kondisi itu Mikasa dengan senang hati menghibur para pria itu, atau lebih tepatnya memainkan mereka.
Gadis yang kesepian, gadis yang haus akan kehadiran orang yang menyayanginya, kini tumbuh dengan berbagai macam ketamakkan dalam dirinya. Ya, Mikasa si maid cantik selalu ingin menjadi nomor satu dimata semua orang.
Melupakan semua hati nurani yang pernah ia miliki, tidak pernah puas dengan apa yang sudah ia miliki saat ini. Menjatuhkan setiap rekan-rekan maidnya yang menghalangi jalan hidupnya, merebut 'mainan' malamnya.
Saat tengah malam lewat, si gadis bersurai hitam akan mulai menjadi peran utama di ruang staf. Dengan memainkan perasaan pria-pria lapar disana. Dengan begitu mereka akan menuruti apa yang diinginkan Mikasa, mereka akan menyembah gadis itu untuk mendapatkannya. Akal sehat sudah tidak bisa digunakan lagi dalam situasi itu.
Seperti malam ini, sama dengan malam-malam sebelumnya, Mikasa –dengan seringai memabukkannya- membiarkan para pria menyentuhnya. Jatuh ke pelukan pria-pria itu sudah menjadi hal yang biasa baginya.
Tampang cantik yang ia miliki menambah setiap nilai menjadi tokoh utama disana. Ya, peran utama yang harus dipenuhi keinginannya.
Obrolan-obrolan ringan kadang terjadi di ruang staf itu. Membicarakan tentang gadis-gadis membosankan yang selalu patuh pada aturan, gadis yang membosankan. Tentu saja itu sangat bertentangan dengan Mikasa yang selalu seenaknya dan tamak.
Disaat tengah malam bar semakin penuh, Mikasa dan 'teman-teman' prianya memang malah bercanda gurau menghiraukan semuanya, membiarkan pekerja senggang lain yang mengerjakan pekerjaan mereka.
"Aku terlalu lelah untuk bekerja di tengah malam seperti ini." Canda Mikasa ringan.
"Ya, kau harus mengistirahatkan tangan lembutmu Mikasa." Salah satu 'mainan' Mikasa mendukungnya.
Tawa mereka pecah, mengganggu pekerja yang merasa tidak adil dengan kondisi ini berhari-hari. Sampai seseorang merasa kesal berlebihan.
"Yak! Kalian digaji bukan untuk bersantai seperti itu! Lebih baik diam dan bekerjalah!"
"Kenapa kau jadi begitu peduli dengan urusan orang lain, Eren? Yang aku ingat kau tidak pernah mau mengurusi orang lain."
Pria yang dipanggil Eren itu semakin mengerutkan alisnya. Tapi sedetik kemudian ia menghela napas dan kembali bekerja dengan tenang.
"Baiklah terserah."
Diam-diam manik kelam Mikasa memerhatikan pria emerald yang baru saja menegur mereka. Pria yang cukup menarik untuk ukuran pria pendiam. Ah, tapi ada yang menghalangi pandangannya. Gadis pirang disamping Eren membuatnya muak. Gadis pirang yang cukup dikenalnya selama ini. Gadis penurut yang membuat Mikasa muak. Baiklah, target terkunci, untuk dihancurkan.
~...~
~...~
"The midnight dominator is me, so pluck that other girl."
Di sebuah sore yang sibuk. Saat Mikasa akhirnya disibukkan dengan memindahkan beberapa barang ke ruang staf, ia menemukan poster-poster yang baru ditempel disepanjang dinding menuju ruang staf. Poster bergambarkan seorang gadis pirang yang tengah bernyanyi. Dibalik gadis pirang itu terdapat tulisan 'Debut Stage, tonight'.
Tentu saja Mikasa tahu siapa gadis pirang itu. Gadis pirang yang sudah menjadi targetnya. Gadis pirang yang membuatnya muak. Gadis yang akan merebut posisi dominan di tengah malam nanti. Historia.
Mikasa mengepalkan tangannya kesal. Mengabaikan setiap pertanyaan yang terlontar setiap orang yang melaluinya, gadis kelam itu menunjukkan sorot mata membunuh yang sangat berbahaya.
Akhirnya Mikasa memutuskan untuk segera ke ruang staf menyimpan barang yang ia bawa. Dengan langkah yang tergesa dirinya tak bisa dibuat tenang. Selangkah sudah ia lewatkan tentang si gadis pirang. Dan Mikasa tidak senang akan hal itu.
Sesampainya di ruang staf ternyata hal lain menantinya disana. Dengan mata kepalanya sendiri Mikasa mendapati Historia dan Eren ada disana, tengah bercakap ringan. Historia, dengan dress merah menawan, dengan percaya diri mengajak Eren untuk berbincang dengannya. Meski ia tahu ekspresi Eren tetap tanpa senyuman sedikitpun, namun tetap saja Eren menanggapi gadis pirang itu tanpa menolaknya.
Pemandangan yang membuat Mikasa sangatlah muak.
Mikasa memutuskan untuk keluar dari sana, menggebrak pintu yang ia lalui. Dengan cepat menuju kamar mandi terdekat yang bisa ia capai.
Sesampainya disana ia memandang dirinya di cermin besar yang terpasang. Kemudian membasahi wajahnya dengan air. Tangannya tampak sedikit bergetar oleh kekesalan. Dalam satu hentakan Mikasa meninjukan tangan kanannya ke cermin. Menyisakan goresan-goresan berdarah di tangannya.
Mikasa sama sekali tidak meringis kesakitan. Ia malah meringis karena kekesalan yang menumpuk dikepalanya. Cemburu? Sederhananya begitu. Ketamakannya memang membuat Mikasa tumbuh dalam kebencian pada siapapun yang merebut perhatiannya, meskipun pada sahabat karibnya dulu.
"Kau sudah berani berurusan denganku ya.. Historia.."
~...~
~...~
"But, everyone's eyes are on that Red Cherry
That eyesone of a girl, i hate her."
"Nee, Mikasa, kau tahu teman kecilmu itu ditawari debut oleh Hange-san?"
Sebuah pertanyaan dari salah satu 'mainan'nya membuat Mikasa berhenti menuangkan anggur ke dalam gelas di tangannya. Sebuah seringai licik ia tunjukkan.
"Mana mungkin aku melewatkan hal itu kan?"
Mainan-mainan yang mengerubungi Mikasa kembali jatuh hati padanya saat melihat seringai licik itu. Predikat gadis berbahaya memang cocok untuknya. Mawar berduri yang siap merebut nektar dari bunga manapun yang mekar mendahuluinya.
"Jadi apa yang akan kau lakukan padanya?"
"Tentu saja, menghancurkannya."
"Kami selalu ada di belakangmu."
'Senjata' yang selalu Mikasa tempa tak akan pernah mengecewakannya, tentu saja. Itulah mengapa sudah bertahun-tahun ia bisa bertahan di puncak tengah malam.
"Aku membencinya. Cepat atau lambat dia akan hancur ditanganku."
~...~
~...~
Mikasa mengakui satu hal. Bahwa nyanyian Historia memang patut untuk diakui. Tapi entahlah, keinginan gadis itu untuk menghancurkan Historia masih berakar. Sudah berhari-hari sejak debut petama Historia, Mikasa sudah melakukan banyak hal untuk menunjukkan ketidaksukaannya.
Mulai dari kostum panggungnya yang disobek, jarum jarum yang bertebaran di tempat duduknya, duri-duri mawar yang menghiasi mikrofonnya. Semua itu Mikasa lakukan dengan senang hati. Dengan kesadaran dan dengan ingatan masa kecil yang mulai memudar karena ketamakan yang ia miliki.
Pekerjaan Mikasa setelah Historia naik tingkat memang semakin menumpuk, seolah pekerjaan itu menjadi hukuman atas kemalasannya di tengah malam. Tapi persetan dengan itu. Semua ini akan berakhir tepat saat Historia tidak bisa tampil sebagai penyanyi lagi.
Satu rencana baru yang ada di kepala Mikasa saat ini, untuk merebut apa yang dicintai Historia. Ya, Mikasa akan merebut Eren darinya. Dengan sentuhan nektar manis andalannya, ia akan dengan mudah mendapatkan Eren malam ini.
Tepat saat ini, saat di ruang staf tidak ada siapapun. Disaat Eren tengah sibuk menyapu lantai. Mikasa dengan sadar berjalan mendekati pria emerald itu, pria yang dulu memang ia incar.
"Mau aku bantu?" mulai Mikasa.
Eren sedikit melirik pada kehadiran Mikasa disampingnya. Namun sedetik kemudian kembali fokus dalam pekerjaannya. Merasa dihiraukan, Mikasa mulai mengganti topik pembicaraannya. Pria yang menjadi incarannya memang berbeda dari yang lain.
"Bagaimana dengan segelas anggur untuk beristirahat?"
Mikasa kembali dihiraukan.
"Atau ciuman panas dariku?"
Eren dengan tenang menghentikan aktifitasnya. Melirik kembali kehadiran Mikasa dengan tidak bersahabat.
"Apa maumu?" tanya Eren penuh intimidasi.
Baiklah, Mikasa suka cara Eren menatapnya kali ini.
Dengan enteng Mikasa meneusuri dada Eren dengan telunjuknya. Tak lupa senyuman licik ia tunjukkan juga pada pria itu.
"Aku menginginkan tubuhmu, hatimu, dan pikiranmu."
Masih dalam ekspresi yang sama, Eren mencoba berjalan menjauhi Mikasa, tampak tidak tertarik sama sekali dengan godaan-godaan itu. Namun belum selangkah Eren memindahkan tubuhnya, Mikasa langsung menubrukkan tubuhnya pada Eren, membuat pria itu tidak bisa menjaga keseimbangan untuk berdiri. Akhirnya Eren terjatuh, dan Mikasa berada di atas tubuh tegap Eren, menindihnya sesuka hati.
Tanpa melakukan apapun Eren hanya menatap keji pada Mikasa. Menunggu apa yang akan dilakukan gadis jahat ini padanya setelah ini.
"Wah, menjatuhkanmu ternyata mudah." Pekik si gadis.
Eren masih bungkam saat Mikasa kembali menyentuh tubuh Eren seenaknya. Membuka dua kancing teratas kemeja milik Eren. Seringainya semakin telihat saat merasakan sesuatu di bawah perut Eren –yang kini ia duduki- terasa menegang, padahal ia belum melakukan apa-apa. Benar-benar pria menarik yang polos.
"Bagaimana dengan bermain denganku malam ini?"
Tatapan emerald yang tajam menusuk matanya. Tapi Mikasa harus terus melanjutkan ini. Kali ini Mikasa yang membuka kancing baju miliknya sendiri, menunjukkan belahan dada miliknya yang polos tak ditutupi.
Namun tanpa disangka, Eren langsung mengambil alih. Kini ia yang berada di atas tubuh Mikasa, siap mengendalikan tubuh gadis itu. Mikasa yang terkejut tak bisa melakukan apapun saat Eren mulai meraup bibirnya dengan ganas. Ciuman panas yang sempat disinggung Mikasa beberapa menit lalu benar terjadi. Mikasa benar-benar tidak bisa melakukan apapun dengan kedua tangannya yang ditahan Eren. Mikasa benar-benar tidak bisa mengatakan apapun dengan mulutnya yang tekunci oleh bibir Eren yang sibuk melahapnya dengan ganas. Mikasa benar-benar tidak bisa melakukan apapun dengan tangan Eren yang kini memainkan sesuatu dibalik roknya.
Panas. Kejadiannya begitu cepat. Mikasa benar-benar tak memperhitungkan akan hal ini. Tujuan awalnya yang datang untuk mengancam dan sedikit memberi 'servis' pada Eren ternyata melebihi hal itu. Dalam kendalinya Eren mampu mendapat banyak hal dari Mikasa. Hal yang belum pernah dilakukan oleh 'mainan-mainan' Mikasa sebelumnya.
Dalam posisi ini, Mikasa sangatlah lemah. Bibirnya yang terkunci oleh ciuman pun bisa menyuarakan protes sama sekali.
Sampai akhirnya Eren mengakhiri ciuman panasnya dan dengan tergesa menyingkab rok Mikasa. Mikasa yang masih terkejut menimbang-nimbang apa yang akan dilakukan Eren setelah ini.
"Aku tidak memakai pengaman, jadi mungkin kau akan hamil setelah ini."
Satu ucapan santai dari Eren itu berhasil memproduksi air mata di manik kelam Mikasa. Tidak, bukan seperti ini kemauannya. Tidak hari ini.
Mikasa masih berada dalam mode syok saat Eren mulai membuka rel sleting celananya. Mikasa masih belum mampu mengatakan 'hentikan' saat Eren mulai mengangkat kedua kaki Mikasa ke atas, membuka jalan untuk dirinya.
Dirinya yang syok dan terangsang dalam waktu bersamaan harus menghentikan ini. Sebelum Eren benar-benar memasukan miliknya, Mikasa langsung bangkit dan menunjukkan mimik kusutnya pada Eren.
"Hentikan, kumohon.."
Tatapan Eren masihlah sama, ekspresinya tidak berubah. Mikasa yang terengah berusaha menguasai dirinya yang gemetar dalam posisi duduk.
Eren merapikan pakaian kembali. Kemudian bangkit berdiri menatap Mikasa yang berantakan.
"Kau menawariku bermain denganmu dan kau sendiri yang menghentikanku? Benar-benar lucu bukan?"
Mikasa terdiam. Masih menjadi pendengar yang baik.
"Aku tidak peduli maksud tujuanmu apa tapi, jauhi aku dan Historia. Atau peluru yang kau tembakkan justru akan melukaimu."
Eren berlalu pergi, meninggalkan Mikasa yang masih terduduk dengan lemah. Mencerna maksud Eren tadi, ia langsung menggertakan gigi. Kemarahannya memuncak karenanya.
~...~
~...~
Di malam yang sama, Mikasa mengumpulkan 'mainan-mainan'nya. Ia ingin memberikan misi pada mereka. Misi yang mungkin akan menjadi klimaks dari penghancurannya pada Historia. Ya, jika ia menghancurkan Historia, dengan otomatis Eren juga akan hancur dengan sendirinya.
Dengan wajah murka Mikasa terus mengepal tangannya sejak tadi.
"I don't care whatever it takes." Suara Mikasa terdengar bergetar karena kesal.
"Just kill that bitch!" lanjutnya dengan tegas.
Mikasa sudah benar-benar lupa dengan masa lalunya. Ia mengubur setiap hati nurani yang ia miliki. Dengan mantap ia memutuskan benar-benar menghancurkan rivalnya itu malam ini. Tak ada yang bisa menghentikannya, mungkin.
~...~
~...~
Tinggal beberapa menit lagi menuju waktu dimana Historia akan dieksekusi di depan mata Eren, dan semua penontonnya. Tapi entah mengapa disaat penting ini Mikasa terlihat gelisah akan satu hal. Pikirannya tiba-tiba terpecah menjadi dua. Sebuah kesadaran tiba-tiba menghujam dirinya dengan sekali hentakan. Keringat dingin sudah membanjiri keningnya. Ia terus menggigit jari menunggu anak buahnya melancarkan aksi balas dendam sepihaknya.
Sebentar lagi lampu yang tepat berada di atas kepala Historia akan dijatuhkan mengenai si gadis pirang. Sebentar lagi Mikasa bisa benapas lega karena satu rivalnya hancur bukan? Tapi tak ada rasa senang sama sekali disana.
Ia akui, ingatan masa lalunya dengan Historia tiba-tiba masuk ke dalam pikirannya. Membuatnya kembali bernostalgia dengan singkat di dalam badai otak.
-flashback-
8 tahun, usia dimana Mikasa kehilangan segalanya. Dan diusia itu pula Mikasa mendapatkan teman untuk pertama kalinya. Sebagai orang yang sama-sama kehilangan kedua orangtuanya, Mikasa menganggap Historia sebagai sahabat baiknya. Dengan bergandengan tangan mereka berjalan dengan ceria menuju sebuah rumah besar yang akan menjadi rumah mereka sebentar lagi. Ya, mereka berdua akan diasuh oleh seorang wanita kaya raya yang kesepian. Pilihan itu tidak buruk bukan?
Dari sana pula mereka merajut persahabatan mereka, sampai usia remaja. Namun seiring berjalannya waktu, seiring dengan tawaran pekerjaan di bar oleh Hange –si wanita kaya yang mengasuh mereka-, Mikasa dan Historia berjalan di dunia yang berbeda mulai saat itu. Mikasa yang mudah akrab dengan pria-pria disana mulai menyibukkan diri dengan bercengkrama dengan mereka. Sedangkan Historia selalu fokus dengan pekerjaan dan hobi bernyanyi yang ia miliki. Mulai jaranglah keduanya saling bercakap. Mulai jauhlah jarak diantara mereka berdua. Rasa canggung untuk saling menyapa juga mulai timbul.
Sampai semua ingatan tentang keberadaan Historia mulai memudar.
Suatu hari juga, Mikasa mendapat sebuah pistol dari seorang pria bertopeng kelinci. Tanpa mengatakan banyak hal pria itu hanya berucap bahwa ia bisa menggunakan pistol itu pada orang-orang yang menghalangi jalannya.
Mikasa hanya mengangguk dan menerima pistol itu. Dan secara misterius, setelah kehadiran pistol itu di saku pakaiannya, Mikasa selalu merasa kecemburuannya pada Historia selalu bertambah setiap harinya. Awal dari semua kedengkian yang ia miliki.
..
"In the end, if you fall to jealousy, you'll lose everything."
Mikasa menenggak ludah. Ia menyadari satu hal. Hal yang berada di dalam sakunya membuat dirinya berpikir tanpa hati nurani. Perlahan Mikasa mengeluarkan pistol miliknya. Ia memandangi benda itu dengan seksama. Dengan kesadaran yang ada di kepalanya saat ini, untuk pertama kalinya ia merasa bahwa ia membenci dirinya sendiri. Sangat membencinya. Atas semua tindakan semena-mena yang ia lakukan.
Perhatian Mikasa tiba-tiba tersita pada Historia yang berda di atas panggung dengan anggun. Ia mendengarkan dengan baik kata-kata yang terlontar dari mulut Historia yang tampak tersenyum hangat.
"This is my last song for tonight, about the promise I made with my best friend. Even if the paths we take are different, i'll always be waiting here, so don't forget.."
Mikasa melembutkan pandangannya. Sepenuhnya ia sadar. Ternyata pistol itu memang menuntunnya untuk jatuh dalam keserakahan. Menuntunnya menuju dosa ketamakannya.
Tak ada waktu lagi untuk membatalkan rencananya menjatuhkan lampu diatas kepala Historia. Lampu itu sudah bergerak untuk jatuh. Dengan cepat Mikasa berlari ke arah panggung, melepaskan pistol yang tadi ada di dalam genggamannya.
Ternyata bukan hanya dirinya yang berlari ke arah panggung, dibelakangnya ada Eren yang juga ikut berlari menyadari lampu itu akan jatuh mengenai Historia. Namun Mikasa sampai lebih dulu, gadis kelam itu mendorong Historia agar menjauh dari titik jatuhnya lampu, ia juga melindungi kepala gadis pirang itu dengan dirinya. Alhasil lampu itu mendarat mengenai Mikasa.
Teriakan bergema. Dalam posisinya yang dapat melihat manik biru milik Historia yang manatapnya kaget, Mikasa tersenyum simpul. Akhirnya a bisa melakukan sesuatu yang benar, untuk sahabatnya ini.
"A-apa yang terjadi? Kepalamu berdarah.."
"Tak apa.. asalkan kau tidak terluka, aku baik-baik saja."
Historia menangis, setelah sekian lama menunggu percakapan ringan antara dirinya dengan Mikasa, akhirnya hari itu datang. Meski situasi ini membuatnya terisak haru.
Hubungan mereka setelah ini sepertinya akan berjalan baik. Persetan dengan pistol keserakahan yang pernah dimiliki Mikasa. Ia akan menutupi lubang hitam dihatinya dengan usahanya sendiri.
Eren menyaksikan kejadian tak terduga itu, tersenyum maklum pada akhirnya. Akhirnya kedua gadis itu bisa bersahabat seperti dulu, batinnya.
~...~
~...~
Pria bertopeng kelinci bersembunyi di keramaian bar. Diam-diam mengambil kembali pistol yang dulu ia berikan pada Mikasa. Sepertinya untuk kali ini tidak berhasil. Hati gadis itu terlalu kuat untuk dijatuhkan ke dalam kegelapan. Dengan senyuman samar di balik topeng, pria itu menghilang di balik tirai pintu masuk. Meninggalkan misteri yang belum terungkap.
~..~
-To be continued-
~..~..~...~...~...~...~...~...~...~
Wah~ selesai dalam sehari yeay
Prinsip produktf lagi jalan nih wkwk
Tunggu kelanjutan kisahnya yaaa
Hayo tokoh utama di fict ini siapa hayo?
Ayo main tebak-tebakan sampe chapter terakhir nanti eaaa
Jangan lupa reviewnya yaaa readers
Ja neee~
-Author Shigeyuki-
