.Title : G.A.P

Author : Initial D

Cast :
- Kim Minseok
- Kim Jongdae
- and others

Summary :

Tidak dapat dipungkiri jika Minseok lebih menyukai sosok yang lebih dewasa dibanding dirinya. Baik dari segi pemikiran maupun usia. Oh dan perlu diketahui jika ia sempat menaruh perasaan pada seseorang yang berusia lima belas tahun lebih tua dibanding dengan dirinya!

Namun sebelum ia melangkah terlalu jauh, kedatangan pria itu akhirnya mengubah segalanya.

Rating : M

Genre : Romance, Drama

Warning : YAOI fanfiction, boy's love, typo merajalela(?), OOC, don't bash, don't like don't read..

RUDE TALK

Don't CTRL+A - CTRL+ C - CTRL+V ..

Plagiarism is not healthy..

- HAPPY READING –

Suara jarum jam yang berdetik di ruang kantornya terasa terdengar begitu nyaring mengingat suasana ruangan yang Minseok tempati dirasa begitu sunyi. Sebagian besar rekan kantornya nampak begitu sibuk dengan job-desk yang mereka kerjakan masing-masing. Namun bagaimana dengan Minseok? Sejauh ini ia hanya mampu menatap layar monitor yang ada di hadapannya kosong. Ia lelah dan penat. Bagaimana tidak? Dalam sehari ini, pria bermarga Kim itu telah tiga kali dipanggil ke ruangan atasannya hanya sekadar mengambil berkas yang dikembalikan oleh atasannya. Berkas yang ia laporkan tidak memenuhi kepuasan sang atasan rupanya. Jujur, ia kecewa dan yeah, lelah. Bagaimana tidak? Ia harus mengganti berkas atau paling tidak memperbaiki bagian yang disalahkan oleh atasannya. Sungguh, ia butuh istirahat dan melepas penatnya.

"Haah," entah kali keberapa Minseok telah membuang napasnya nampak frustasi. Dengan pandangan lelah, ia melirik jam kecil yang terduduk di atas mejanya. Lima menit lagi ia harus kembali memberikan berkas yang harus ia laporkan pada atasannya namun lima menit terasa begitu lama baginya sehingga ia memutuskan untuk melangkah menuju ruangan atasannya tanpa peduli dengan wajahnya yang nampak begitu datar.

TOK TOK

"Permisi Tuan Park," ucapnya lemah dari celah pintu ruangan atasannya yang sengaja ia buka.

Pria yang berada di dalam ruangan itu mengangkat wajahnya seketika. "Oh, hey Minseok, masuklah," ucapnya disertai senyuman.

Damn. Bagi Minseok senyum tampan Tuan Park terlalu berharga untuk ia lihat dengan mata lelahnya. Hiperbolis mungkin, namun paling tidak seperti itulah pemikiran pemuda Kim ini.

"Minseok?" suara berat nan berwibawa milik seorang Park Chanyeol membuyarkan lamunannya. Eh? Minseok melamun? "Minseok, come here, you're spacing out again," suara kekehan Tuan Park melantun indah di telingan Minseok.

"Ah," dengan senyum canggung Minseok mengusap leher belakangnya dengan langkah ragu. "Maafkan aku Tuan Park dengan perilaku tidak sopanku sebelumnya," Minseok berucap tertunduk menyembunyikan semburat merah muda dari pipinya.

"Haha," oh, tawa itu membuat pemuda Kim ini dengan segera mengangkat wajahnya. "Perlu kuakui jika kaulah satu-satunya staff departemenku yang paling sopan Minseok, tapi ayolah, kau tak perlu selalu meminta maaf padaku,"

"A-ah, baiklah Tuan, ma—" ucapannya terhenti ketika Tuan Park memotongnya.

"Nah, kau melakukannya lagi," dengan sebuah senyum seorang Park Chanyeol menggelengkan kepalanya pelan. "Jadi, ada apa Minseok? Apa kau ingin memberiku berkas tadi lagi hmm?" tanyanya dengan senyum. Yeah, Park Chanyeol memang murah senyum.

"Umm, y-ya Tuan, namun berkas kali ini telah aku perbaiki sebagaimana yang kau inginkan Tuan Park," jawab Minseok disusul dengan senyum lemahnya. Ia khawatir jika kali ini berkasnya akan dikembalikan lagi.

"Oh, begitukah? Baiklah, tunggulah di sini sebentar selagi aku memeriksa pekerjaanmu Minseok,"

"Baik Tuan," dengan hati-hati Minseok meletakkan laporannya ke atas meja sang atasan.

"Kau boleh duduk Minseok,"

"Iya Tuan, aku berdiri saja," tolaknya lembut.

"Baiklah, tunggu sebentar,"

Selagi sang atasan memeriksa laporannya, tanpa sengaja Minseok melirik sebuah foto yang terpajang di atas sebuah lemari yang terletak di belakang kursi sang atasan. Itu foto atasannya, Park Chanyeol dengan seorang pria dengan wajahnya yang menawan dan senyumnya yang mempesona, Byun Baekhyun.

Entah mengapa hatinya terasa sakit melihat foto itu. Sungguh mesra pikirnya. Dengan senyum getir, Minseok mengalihkan pandangannya menuju lantai ia berpijak. Jika dilihat dari fotonya saja, Tuan Byun terlihat sangat—wow. Bagaimana bisa dibandingkan dengan dirinya yang hanya seseorang dengan semuanya yang serba standar. Penampilannya standar, pekerjaannya standar, wajahnya pun Minseok pikir sangat standar jika dibandingkan dengan Byun Baekhyun yang dapat dikatakan cantik, menawan dan mendekati sempurna itu.

Haha, sungguh tidak pantas jika Minseok masih mengharapkan jika seorang Park Chanyeol akan jatuh hati padanya. That's so impossible. Hati Minseok berbisik berulang kali bagai mendoktrin hati dan pikirannya sendiri. Tanpa sadar, Minseok menggelengkan kepalanya pelan, lagi dan lagi.

"Kim Minseok," buka Tuan Park seraya menatap tingkah staffnya khawatir.

Seketika, Minseok kembali terfokus pada atasannya. "Ya Tuan Park?" responnya cepat.

"Kau—tak apa?" tanyanya.

"Ya Tuan, aku—tak apa," jawabnya disertai senyuman meski ia yakin jika senyumnya tidak meyakinkan.

"Umm, baiklah." Untuk kali ini seorang Park Chanyeol akan percaya pada staff andalannya ini meski sebenarnya iya tidak percaya sama sekali. Jika boleh ia jujur, pria Park ini dapat dikatakan sangat khawatir dengan pemuda Kim di hadapannya ini. Wajahnya nampak pucat, senyumnya nampak tak secerah seperti biasanya. Apakah ada yang ia pikirkan? Tapi—ia mungkin akan mencari tahunya nanti setelah ia memberi penjelasan mengenai hasil laporan Minseok. Ya, setelah penjelasan. "Um, Minseok," bukanya. "Jujur aku terkesan dengan seluruh kerja kerasmu. Aku tahu jika kau tidak pergi istirahat siang tadi hanya untuk mengerjakan berkas laporan ini dan ya, perlu akui, aku sangat menyukai hasil kerjamu Kim Minseok," puji Tuan Park dengan senyumnya, ya seperti biasa.

"Terima kasih Tuan Park," respon Minseok membungkukkan tubuhnya.

"Dan atas kerja kerasmu ini, kau boleh beristirahat sejenak, tapi—"

"Tapi?"

"Kemarilah jika aku memintamu menemuiku,"

"Baiklah Tuan," oh yes, akhirnya ia dapat mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. "Terima kasih," ungkapnya dengan senyum. "Jika tidak ada yang perlu diperbaiki, aku akan kembali ke mejaku Tuan Park, aku permisi," dengan itu, Minseok mulai melangkah menuju pintu ruangan seorang Park Chanyeol. Seluruh tubuhnya hampir saja menghilang di balik pintu jika saja Tuan Park tidak memanggilnya.

"Minseok,"

"Ya, Tuan Park? Apakah ada yang perlu kukerjakan lagi?"

"Ah, tidak. Aku hanya ingin berpesan padamu. Beristirahatlah yang cukup dan jaga kesehatanmu."

Untuk sesaat Minseok terdiam sebelum akhirnya mengangguk kemudian tersenyum. "Terima kasih Tuan Park," dan akhirnya tubuh Minseok menghilang di balik pintu.

.

BRUGH

Tanpa pikir panjang Minseok segera mendudukkan dirinya kasar begitu ia tiba di mejanya. Ia tahu jika para rekan satu ruangannya melemparkan pandangan aneh pada dirinya, namun ia tidak peduli. Ia tidak ingin mengambil serius tatapan rekannya yang seakan-akan memberondongonya dengan pertanyaan-pertanyaan mengapa ia begitu lama di ruangan Tuan Park. Yang ia inginkan hanya satu, mengistirahatkan tubuhnya sejenak dan kemudian mengerjakan pekerjaan yang mungkin akan dilimpahkan kembali padanya. Kali ini, Minseok mencoba meletakkan kepalanya perlahan di atas meja dengan kedua tangannya yang ia fungsikan sebagai bantal sebelum akhirnya ia menutup mata.

.

"Minseok," seseorang menyerukan namanya lembut seraya mengguncang bahu pemuda Kim itu hati-hati.

"Hng?" respon Minseok setengah sadar. Dengan perlahan ia membuka matanya sebelum menoleh ke arah suara itu berasal. "Woaa!" paniknya ketika mengetahui siapa pemilik suara itu. "T-Tuan Park, maafkan aku. A-aku—"

"Hahaha," alunan tawa itu kembali menyapa telinga Minseok. "Kenapa kau terlihat panic seperti itu hmm? Ini hanya aku Kim Minseok," Tuan Park berucap seraya menggelengkan kepalanya pelan. "Dan kau tak perlu meminta maaf Minseok, kau tidak melakuka kesalahan apapun," tambahnya disertai senyuman. "Aku hanya ingin membangunkanmu mengingat jam kantor telah usai. Lihatlah sekitarmu, rekan seruanganmu bahkan sudah pulang,"

"Ah benarkah?" seketika Minseok bangkit dari posisinya sebelum melihat sekitarnya. Kosong.

"Benar bukan?" Tuan Park terkekeh kali ini. "Kupikir kau harus segera pulang juga Minseok. Aku yakin jika kau tidak ingin terkunci di dalam gedung ini bukan?"

"A-ah, iya Tuan, baiklah aku akan segera pulang,"

"Okay, aku akan menunggumu,"

What? Seketika kedua mata Minseok membola. "T-Tuan, kau tidak perlu menungguku, aku akan segera keluar setelah aku membereskan mejaku,"

"Tidak, aku akan menunggumu—"

"Tap—"

"No buts Kim Minseok, tidak ada penolakan," baiklah, itu keputusan final dari seorang Park Chanyeol. Skak mat, Minseok tidak dapat berkata apapun lagi jika sang atasan telah berucap.

Tanpa membuang waktu Minseok segera membereskan mejanya sebelum meraih ponsel dan dompetnya.

Setelah membuang napasnya perlahan Minseok akhirnya memberanikan diri berucap pada atasannya yang kini tengah terduduk di salah satu kursi di ruangan itu dengan sebuah ponsel di genggamannya. Mungkin ia sedang berkomunikasi dengan Tuan Byun pikir Minseok. "Tuan," ucapnya pelan.

"Oh, kau sudah selesai Minseok?"

Minseok mengangguk sebelum bersuara. "Ya Tuan, maaf telah membuatmu menunggu,"

"It's okay Minseok-ah, lagipula aku tidak terlalu sibuk malam ini," sebuah senyuman lagi-lagi terulas di wajah tampan pria yang hampir berusia paruh baya ini.

.

Tanpa banyak bersuara, keduanya telah tiba di lobby gedung. Dan jangan tanyakan mengapa mereka tak banyak bersuara karena yeah, Minseok masih merasa canggung jika berhadapan dengan sang atasan yang tampan itu.

"Jadi Minseok, apakah kau ingin pulang bersamaku?" tanya Tuan Park seraya mengeluarkan kunci mobilnya.

"Ah," Minseok mengusap belakang lehernya ragu. "Kurasa tidak Tuan Park, namun terima kasih sebelumnya, aku tidak ingin merepotkan Tuan Park," tolaknya halus. "Lagipula aku sudah memiliki janji dengan temanku untuk bertemu di suatu tempat," lanjutnya menunduk.

"Wah, apakah kau ingin berkencan dengan kekasihmu hmm?" goda Tuan Park dengan senyum lebar terkembang di bibirnya.

"A-ah, tidak Tuan dia hanya teman kuliahku dulu," bantah Minseok pelan dan oh jangan lupakan semburat merah muda yang kini nampak samar di kedua pipinya. Tapi ayolah, jika Minseok memiliki kekasih saat ini, ada kemungkinan jika ia tidak akan jatuh hati pada atasan tampannya itu.

"Baiklah, kalau begitu hati-hati di jalan Kim Minseok, aku harap kau cukup beristirahat kay," salah satu tangannya kemudian tergerak mengusak surai auburn pemuda Kim di hadapannya. "Selamat malam Minseok-ah," kemudian pria tampan bermarga Park ini berlalu menuju mobilnya, sementara Minseok hanya mampu terdiam memproses apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Tuan Park mengusak surainya.

TIN

Suara klakson yang berasal dari mobil Tuan Park akhirnya menyadarkan Minseok dari keterdiamannya. Oh yeah, sepertinya itulah sebuah tanda untuknya agar cepat meninggalkan kantor dan segera bertolak menemui temannya.

.

Jam digital yang terpampang di ponselnya telah menunjukkan pukul sembilan malam, namun sosok yang Minseok tunggu belum juga terlihat di pelupuk matanya. Oh ayolah, Minseok sudah menunggu sejak pukul tujuh malam tadi, namun apa? Kris, temannya, sahabatnya sampai saat ini belum memberi kabar apapun padanya. Tapi hey, Kris sudah berjanji padanya.

DRRRT

Ponsel pintar Minseok akhirnya bergetar menandakan jika sebuah pesan telah diterima. Dengan pergerakan yang tidak terburu, Minseok akhirnya membuka pesan yang ia terima sebelum membacanya saksama. Jemari miliknya akhirnya tergerak menekan sebuah ikon perekam suara kemudian menahannya seraya berucap- "Sialan kau Kris!" mulainya dengan makian. "Kenapa kau membatalkan janji ini sepihak huh?" lanjutnya kesal. "Jika kau memang ingin membatalkan janji, setidaknya katakanlah lebih awal," Minseok membuang napasnya kasar. "Dan lagi, jika memang kau tidak dapat memenuhi janjimu, tolong, jangan membuat janji sejak awal Wu Yifan," setelahnya ia pun menjauhkan jemarinya dari ikon perekam suara tadi sehingga membuat apa yang ia rekam barusan terkirim sebagai balasan pesan yang ia terima beberapa saat lalu.

"Jika saja Naga Import itu mengatakan sejak awal, mungkin aku tidak akan menunggunya selama dua jam di dalam restoran dan menghabiskan dua porsi pasta," monolognya kesal seraya melangkah keluar dari restoran Italia tempat ia dan sahabatnya biasa bertemu. "Jika saja bukan karena kau sahabatku Kris, aku mungkin sudah membatalkan janjimu dan memilih pulang bersama Tuan Park—eh," seketika langkah Minseok terhenti ketika menyadari ucapannya barusan. Tidak seharusnya ia berkata seperti itu. Ia tidak boleh membiarkan dirinya terlalu dekat dengan Tuan Park jika ia tidak ingin terperosok terlalu jauh ke dalam pesona seorang Park Chanyeol. Setidaknya ia harus menjaga jarak antara dirinya dengan Tuan Park meski tidak dapat dipungkiri jika sepertinya hal tersebut cukup sulit mengingat hubungannya dengan pria tampan itu ialah atasan dan bawahan.

Miris. Mengapa pria seperti Minseok bisa jatuh hati pada seseorang yang jelas-jelas tak dapat ia miliki itu? Sakit. Mengapa bukan Minseok yang bersanding dengan pria itu? Kenapa harus Byun Baekhyun? Begitu banyak pertanyaan mengapa berputar di otaknya hingga tanpa sadar salah satu tangannya telah bertumpu pada dinding sebuah gedung. Kepalanya mulai terasa pening walau hanya memikirkan hal seperti itu. Bodoh pikirnya. Hanya karena patah hati ia merasa jika dirinya terasa begitu lemah.

"Haah," Minseok membuang napasnya kasar sebelum mengepalkan salah satu tangannya kuat. "Aku tidak bisa terus seperti ini," bisiknya lemah. "Biarkan saja ia dengan Tuan Byun, Kim Minseok, toh kau juga tak akan bisa mendapatkannya," monolognya rasional. "Aku harus melupakan semuanya, melepas semuanya," lanjutnya pelan seraya melirik sekitarnya. "Aku butuh—" seketika bola matanya terhenti pada sebuah papan iklan yang memberi tanda panah ke gedung tempat tangannya bertumpu. Sebuah senyum pun merekah di bibir Minseok kali ini. "Let's get drunk," tanpa pikir panjang ia segera melangkah memasuki gedung itu berharap jika pilihannya kali ini mampu menghilangkan penat, kecewa dan segala sesuatu yang membebani pikirannya.

.

"T-Tuan, (hic) tolong tambah lagi, b-beri (hic) a-aku satu botol (hic) lagi," pinta Minseok dengan wajahnya yang mulai memerah. Kedua matanya yang sayu menatap seorang bartender di hadapannya penuh harap.

"Tuan," mulai bartender bername tag Mino di sana terdengar lelah. "Kau serius ingin tambah lagi hmm? Hampir dua botol whisky kau habiskan sendiri dan kau ingin tambah lagi? Yang benar saja," pria tampan bersurai hitam ini menggelengkan kepalanya tak percaya sementara Minseok masih menatapnya meski Mino tahu jika pria yang ia akui manis itu hampir kehilangan kesadarannya di sana.

"Please, just—"

Seketika Mino memotong ucapan Minseok. "No," ucapnya final. Okay, Minseok mengalah. Sebagai tanda kekesalannya, pemuda Kim ini pun menggembungkan kedua pipinya yang alhasil membuatnya terlihat semakin manis dan menggemaskan menurut pria bermarga Song itu.

Minseok masih kesal. Salah satu tangannya pun tergerak meraih gelas berisi whisky miliknya. Ia hendak mendekatkan bibir gelas bening itu menuju bibirnya, namun pergerakannya terhenti karena satu hal.

"Cukup," seorang pria yang baru saja tiba di sisinya berucap padanya. Salah satu tangannya terulur menahan pergelangan tangan Minseok seraya menatap pria berparas manis itu sedikit jengah. "Apa yang kau inginkan huh? Mabuk? Kau sudah mendapatkannya Tuan, jadi berhentilah," pria asing itu kembali bersuara. Okay, Minseok mengalah untuk kedua kalinya malam ini.

"Haah," Minseok menghembuskan napasnya perlahan sebelum menatap pria asing itu dengan matanya yang sayu. "Apa kau sudah selesai dengan pidatomu Tuan tampan?" ucapnya sarkastis sebelum tersenyum miring. Pria asing itu mengangguk sebelum Minseok kembali bersuara. "Kalau begitu tolong lepaskan genggamanmu dari tanganku," pinta Minseok dengan nada datarnya.

Seketika pria asing itu segera menjauhkan tangannya dari pria manis yang tengah mabuk itu. "Uh, maaf," ungkapnya sedikit kikuk sebelum mendudukkan dirinya tak jauh dari Minseok.

Mino tersenyum tipis sebelum bersuara. "Jongdae Hyung," sapanya akrab. "Bagaimana harimu? Menyenangkan?" tanyanya sebelum terkekeh melihat ekspresi wajah pria yang terduduk di sebelah Minseok itu.

"Like a mess," respon Jongdae seraya memijat pangkal hidungnya. "Presentasiku dikritik habis-habisan," lanjutnya terdengar lelah.

"Ah, I see," Mino menyeringai kali ini. "Jadi karena itu kau datang ke sini huh?" tanyanya sarkastis.

"Yeah, you know what I mean Song Mino, pelampiasan," jawab Jongdae dengan senyum lebar terkembang di sudut bibirnya.

"Baiklah, apa yang kau butuhkan Hyung?"

"Hmm," Jongdae nampak berpikir sebelum mengusap dagunya sedikit ragu. "Apa kau bisa merekomendasikanku sesuatu? Antara brandy dan Martini mungkin?"

"Ah," seketika Mino menjentikkan jarinya. "Bagaimana dengan brandy?"

"Ah," tanpa sadar, Jongdae pun ikut menjentikkan jarinya. "Kalau begitu, bawakan aku segelas Martini saja,"

"Shit man," sebuah senyum lebar yang sebelumnya terkembang di wajah tampan Mino akhirnya menghilang. "Untuk apa kau meminta rekomendasiku jika pada akhirnya kau yang memilih huh?"

"Haha," kini sebuah senyum miring menghiasi wajah Jongdae. "Ingat Song Mino, customer adalah raja," ingatnya sebelum kembali tertawa.

"Jika saja aku pemilik bar ini mungkin aku akan melarangmu datang ke tempat ini Hyung," Mino berucap seraya meraih gelas Martini sebelum mulai meracik minuman beralkohol bening yang sengaja tak ia isi penuh, kemudian tak lupa pula ia menambahkan sebuah buah zaitun ke dalam minuman itu. Okay, minuman pesanan Jongdae telah siap. "Selamat menikmati,"

"Hmm," untuk saat Jongdae melirik minumannya sebelum mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut bar. "Bukankah besok weekend? Kenapa di sini sepi huh? Apa bar ini hampir bankrupt? Jika benar bar ini akan tutup usia, maka selesailah kau Song Mino, tidak ada lagi kerja part time untukmu,"

Ya, ya, ya, celotehan Jongdae sungguh sangat membosankan di telinga Mino. "Hey, Hyung, kau pikir hanya bar ini yang mau seorang bartender sepertiku? Tidak. Aku yakin banyak bar di luar sana yang mau menerima bahkan mencari bartender tampan sepertiku," respon Mino terdengar sangat percaya diri.

"Hmm?"

"Dan lagi, aku termasuk salah satu bartender paling disegani dan tampan selain Ravi dari bar Rovix,"

"Ah, aku pernah mendengar nama pria itu. Kudengar dia pernah mengikuti ajang pencarian gelar bartender terbaik di kota Seoul, namun sayangnya pria itu dikalahkan oleh seseorang yang namanya—"

"Hey, that's me Hyung! Song Mino,"

"W-what?!"

.

Tanpa terasa malam pun semakin larut, sementara Mino dan Jongdae masih terhanyut dalam percakapan yang tak jarang pula berujung pada saling ejek satu sama lain. Dan di sisi lain, Minseok, masih berada di sana, antara sadar dan tidak. Kedua matanya hampir tertutup, namun pendengarannya masih bisa menangkap pembicaraan antara kedua orang pria yang berada tak jauh darinya meski samar. Pada dasarnya, Minseok tidak peduli dengan pembicaraan kedua orang itu, namun suara keduanya yang tak jarang saling melempar argumen itu membuat kepalanya yang terasa berat menjadi semakin pening. Dan jujur, ia ingin pulang.

"Nggh," sebuah lenguhan lolos dari bibir Minseok, hingga tanpa sengaja kedua pria itu menatap ke arahnya sebelum akhirnya keduanya saling tatap untuk sesaat.

"Hyung," buka Mino mengangkat sebelah alisnya.

"Apa?" respon Jongdae datar.

"Kurasa, pria ini mabuk berat Hyung," ucap Mino seraya meneliti dari dekat wajah Minseok yang terletak di atas meja.

"Lalu?" respon Jongdae tak mengerti. Okay, orang itu mabuk, lalu apa urusannya dengan Jongdae?

"Kenapa kau tidak mengantarnya pulang huh? Atau paling tidak, bawa dia ke tempatmu Hyung," Mino kembali berucap dengan sebuah seringai tercetak wajahnya.

"Huh?" seketika kedua mata Jongdae membola. "Shit man, kau pikir aku apa huh? Aku bukan pria brengsek yang akan mengambil kesempatan dari orang mabuk!"

"Hmm," Mino masih mengamati wajah Minseok. "Tapi dia sungguh cantik Hyung. Seingatku, pria ini memiliki mata yang indah meski terlihat lelah tadi—dan oh! Aku yakin jika bibirnya sangat manis jika kau—"

"Song fucking Mino, please stop," potong Jongdae terdengar jengah. "Okay, aku akan mengantarnya—pulang, jadi diamlah,"

"Hmm, that's good. Semoga itu adalah keputusan paling bijak yang pernah kau ambil Hyung," kemudian Mino terkekeh. "Aku yakin kau tidak akan tega jika lelaki ini nantinya menjadi korban pelecehan para pria mesum yang butuh pelampiasan hasrat seksnya Hyung,"

"Ya, ya, ya. Apakah jika aku membawanya pergi, kau akan diam huh?"

"Haha, tentu,"

"Okay," setelah menghabiskan minumannya dalam sekali teguk, Jongdae lantas berdiri dari tempat duduknya. "Haah, kuharap ketika ia sadar nanti, dia tidak akan menuduhku sebagai penculik," ucap Jongdae seraya menggelengkan kepalanya samar. "Jika itu terjadi, aku akan menyeretmu dalam masalah ini,"

"Haha," Mino tersenyum miring kali ini. "Aku yakin, pada akhirnya kau akan berterima kasih padaku Kim Jongdae,"

"Ya, ya, ya. Semoga itu tidak akan terjadi," dengan perlahan, Jongdae mulai membantu Minseok bangkit dari posisinya sebelum bergerak memapah Minseok dengan melingkarkan salah satu tangannya di pinggang ramping lelaki manis itu. "Sampai bertemu lagi Song Mino," dengan itu pun Jongdae akhirnya melangkah menuju pintu keluar bar dengan Minseok yang berada di sisinya.

.

Langkah Jongdae seketika terhenti ketika mengetahui jika di luar gedung tempatnya baru saja keluar ternyata hujan turun cukup deras dan sialnya, di sana tidak ada payung yang dapat pakai untuk menerobos guyuran air itu.

"Damn, mau atau tidak, aku harus segera masuk ke mobil," monolog Jongdae sebelum melirik Minseok sesaat. "Hell yeah, tidak ada pilihan lain selain menerobos," ucapnya final. "Okay, let's do it," sedetik kemudian, tangan kanan Jongdae tergerak merogoh saku celananya berusaha meraih kunci mobilnya sebelum akhirnya menekan tombol unlock dan segera bergerak cepat menuju mobil yang berjarak hampir tujuh meter dari lokasinya. "Damn, damn, damn," umpatnya panik ketika membawa Minseok masuk ke dalam tempat duduk penumpang. Setelahnya, ia segera berlari menuju kursi kemudi. "Haah, finally," dengan perlahan, ia mulai mengatur napasnya sebelum akhirnya kembali melirik ke arah Minseok. Lelaki manis itu nampak tenang meski pakaian yang dikenakannya basah. Jujur, Jongdae merasa sedikit bersalah pada lelaki yang kini berada di sebelahnya itu. Karenanya, ia harus menahan dingin dari pakaian basah yang ia kenakan dan ditambah lagi dengan dinginnya ac yang sengaja Jongdae aktifkan agar kaca mobilnya tidak berembun.

"Nhh," lenguhan kembali lolos dari bibir Minseok. Tanpa sadar salah satu tangannya tergerak untuk membuka kancing kemeja yang ia kenakan.

"H-hey," Jongdae yang melihat adegan itu akhirnya tercengang. "Apa yang kau lakukan huh?" tangannya kembali terulur mencegah Minseok untuk melakukan aksinya.

"Nhh, hey, tolong jangan cegah aku," racau Minseok dengan matanya yang tertutup.

"Hey, jika kau membuka kemejamu, aku yakin kau akan kedinginan Tuan," ucap Jongdae tenang.

"Ah, kenapa kau terlalu formal denganku hmm? Panggil saja aku Minseok,"

Seketika Jongdae terdiam sesaat sebelum mengangguk pelan. Namanya Minseok, pikir Jongdae.

"Minseok-ssi, jika kau bersedia, bisakah kau katakan di mana kau tinggal?" tanya Jongdae perlahan.

"Huh? Untuk apa?"

"Mengantarmu pulang,"

"Haha, kenapa harus pulang? Bawa saja aku bersamamu,"

"Ah," Jongdae kembali mengangguk kali ini. Sungguh, Minseok benar-benar mabuk. "Baiklah, tidak ada pilihan lain selain membawamu ke tempatku,"

.

Meanwhile..

Pria tampan itu berlari memasuki gedung dengan tergesa. Di luar hujan mengguyur kota Seoul cukup deras, sehingga tak heran jika ia nampak terburu. Salah satu tangannya tergerak mencoba merapikan surainya yang hampir basah jika tidak ia lindungi tadi.

"Aku harus segera mencari orang itu," monolognya. "Manis dan cukup menggemaskan. Kupikir spesifikasi seperti itu sangatlah umum. Namun harus bagaimana lagi? Boss hanya menyebutkan dua ciri itu saja," pria ini kemudian mengangkat bahunya acuh. "Sudahlah, setidaknya jika aku berhasil mendapatkannya, Boss akan membayarku penuh,"

.

BRUGH

Tubuh Minseok akhirnya mendarat di atas sebuah ranjang.

"Untung saja tidak ada yang curiga dengan kedatanganku," monolog Jongdae seraya melepas kemeja yang ia kenakan sebelum akhirnya berlalu mencoba mencari handuk bersih untuk ia berikan pada Minseok. "Apakah aku harus mandi terlebih dahulu sebelum menyuruhnya mengganti pakaian?" kedua matanya tergerak melirik Minseok sekilas. "Ya, setidaknya aku harus mandi," kedua kakinya pun akhirnya membawa Jongdae memasuki kamar mandi. Tangannya tergerak melepas celana yang ia kenakan hingga menyisakan underware biru gelapnya. Untuk sesaat ia menatap refleksinya di cermin sebelum berdecak samar. "Aku tidak bisa membiarkannya kedinginan dengan pakaian basah seperti itu," okay, akhirnya Jongdae kembali ke dalam kamarnya. "W-w-what the fuck is this huh?!"

To be continued..

160619

Author note :

Hello I'm back with CHENMIN/XIUCHEN story ^^

I hope you'll enjoy it! And I hope you didn't mind to leave some comments and review about this story :D

Ah, and please answer my question :

A. Detail

or

B. No

Thank You!