hai..

ingat sya? (tdk jga gpp..)

sya buat fic lgi nih.. tntng RikuxOC

silahkan bca, dan klau ga suka, dont read.. hehehe..


.

THE BEST DAMN THING

DISCLAIMER: BUKAN PUNYA SAYA!

Chapter 1: Smile

"Hey, what's your name?"

.

Riku's POV

Tiada hari tanpa lelah.

Yaah, itupun sudah menjadi hal biasa bagiku.

Belajar di kampus, dan latihan amefuto bersama anggota Enma lainnya, sudah menjadi hal biasa bagiku.

Yang membuatku gila hari ini adalah, kenapa semua orang membicarakan gosip yang sama selama 3 hari?

Kau tau? Kudengar dari gosip mereka, kampusku bakal ada murid pertukaran pelajar dari Universitas Stanford. Banyak yang bilang kalau dia itu keturunan Amerika dan Jepang.

Aku sih, awalnya biasa saja mendengarnya.., tapi begitu orang mulai membicarakannya selama 3 hari PENUH, aku menjadi penasaran dan ingin bertemu dengan pelajar itu.

Dan sejak saat itu aku mulai berpikir...

Kenapa ada anak dari Universitas Stanford yang bagus, tapi mau saja bersekolah di Universitas Enma yang menerima seluruh siswa yang lulus seperti SMA Deimon?

hah.. dunia sudah gila.

DUAK!

"Au.." gerangnya kesakitan ketika aku menemukan seseorang menabrakku..

"Ah.. Maaf, aku tidak lihat-lihat.." kataku, bangun dari tempat terjatuhku dan menawarkan bantuan padanya.

"Yah.. tidak apa-apa. Aku juga tidak lihat-lihat. Maaf." katanya lalu berlari lagi yang jalannya searah denganku.

"Terburu-buru sekali."

Sesaat aku memasuki kampusku, kulihat Sena dan Suzuna yang menghampiriku.

Oh tidak..

Apa tentang gosip itu lagi?

"Rikkun!" panggil Suzuna. Kuputarkan tubuhku menghadapnya.

"Ada apa?" tanyaku dengan lemas.

"Coba tebak! Aku diminta untuk menjalankan tour mengelilingi Universitas Enma bersama anak pindahan itu!" teriak Suzuna saking senengnya.

Apa? Yang benar saja! Belum saja kelas dimulai.

"Begitukah? Seperti apa tampangnya? Kau sudah melihat tampangnya belum?" tanyaku.

Suzuna mengangguk. "Aku hanya lihat sekilas sih, tapi anak pindahan itu perempuan lho!" katanya sambil memukul lenganku pelan.

"Lalu? Apa hubungannya denganku?" tanyaku lagi.

Suzuna tertawa kecil. "Walaupun aku ngeliatnya dari belakang, tapi wajahnya cantik! nyaris keliatan! Sepertinya ia bakal ada di kelasmu bersama Sena, Rikkun! Bye dulu ya!" kata Suzuna sambil melambaikan tangannya padaku dan Sena.

"hah... ada-ada saja. Apa maksudnya dengan kata-katanya itu?" kataku kesal.

"Sepertinya Suzuna mau mendekatkanmu bersama anak pindahan itu.." kata Sena.

"Sudahlah tidak usah dibahas lagi, ayo masuk ke kelas."

.

"Yak, Saudara-saudari hari ini kelas kita kedatangan murid baru.." kata Prof. Laguna.

Kulihat seorang perempuan masuk ke kelasku dengan kaos putih bergambar kamera dengan jeans biru yang sedikit robek-robek dan sneaker biru putih yang serasi dengan celana jeansnya. Rambutnya panjang dan warnanya coklat kemerahan.

Oh, anak itu beneran di kelasku, toh? Tapi, di tengah pelajaran gini?

"Namanya Maya Ozawa. Dia pindah ke sini. Ibunya di Kanada, sedangkan ayahnya masih bekerja di Hokkaido.." jelas Prof. Laguna.

"Hai, Selamat siang. Saya Maya Ozawa. Mohon bantuannya.." katanya sambil menundukkan kepalanya.

"Baiklah, Silahkan anda duduk di sana.." kata Prof. Laguna sambil menunjuk bangku di belakang.

Maya mengangguk dan berjalan melewatiku. Saat ia melewatiku, kulihat sebuah benda kecil yang jatuh dari tas selempang hitamnya. Segera saja kuambil benda itu dan kuamati,

Ternyata sebuah liontin oval perak keemasan dengan ukiran unik. Sepertinya berharga sekali.

Baru saja aku menengok ke arah Maya, sebuah spidol melayang dan mendarat tepat di jidat Sena.

"Kaitani! Perhatikan pelajaran!" teriak Prof. Laguna.

Hah.. malas sekali disuruh memperhatikan pelajaran. Apalagi yang ngajarin Profesor ini. Hah, sudahlah.. toh, yang kena spidolnya bukan aku.

Lebih baik aku memberikan liontin ini saat istirahat.

.

"Hei, kalau tidak salah kau yang menabrakku di tengah jalan itu ya?" tanya Maya.

Aku menoleh ke arahnya. Wow.. mata emeraldnya nyaris membuatku hilang kesadaran.

"Yah.. sepertinya. Kau terlihat familiar.." kataku.

Aku melangkahkan kakiku keluar kelas, dan kusadari Maya tidak keluar kelas.

"Eh, Ozawa, ada apa?" tanyaku saat aku melihat Maya mengobrak abrik laci mejanya, bahkan tasnya.

"A-Aku.. Au kehilangan liontinku! Aneh, padahal aku menaruhnya di sini!" katanya.

Aku teringat akan liontin itu. Lalu aku merogoh sakuku dan memperlihatkan liontin yang kutemukan tadi.

"Ini ya?" tanyaku.

"Ah! Darimana kau-"

"Tadi terjatuh saat kau lewat tadi. Maaf tidak mengembalikannya secepat mungkin. Karena saat aku melihat Prof. Laguna yang melemparkan spidolnya ke jidat Sena, aku mulai membungkam mulutku.. Jadi aku memberinya saat istirahat," jelasku.

Dia menerima liontinnya sambil tersenyum. "Terima kasih.."

Aku tersenyum balik.

"Ngomong-ngomong, siapa namamu?" tanya Maya.

"Riku. Riku Kaitani.." jawabku. "Panggil saja Riku."

"Oh, Riku. Kalau begitu, panggil aku Maya. Aku nggak suka yang formal banget" jelasnya lalu menaruh liontin miliknya ke dalam tasnya.

"Eh.. apa bukannya lebih baik kalau kau pakai saja?" tanyaku.

Dia menggeleng. "Aku lagi tidak senang memakainya. Lagipula, mereka memberiku liontin ini hanya untuk tidak melupakan mereka. yang benar saja. Sudah mengirimku jauh dari mereka, dan mereka mau aku tidak melupakan mereka. Lucu sekali." jawabnya datar.

Aku hanya mengangguk tanda mengerti. "Hari ini kau tour sama Suzuna kan?" tanyaku.

"Suzuna Taki? Ya , tentu saja." jawabnya. "Sudah dulu ya, Riku. Kurasa kita bakal ketemu di kantin setelah tour ini."

Aku hanya memandangnya pergi keluar kelas sambil membawa papan jalan dan secarik kertas berisi jadwal miliknya.

Entah kenapa, hari ini aku merasa aneh.

Kenapa kalau aku berada di dekatnya, aku sedikit berbeda.

.

"Hai, Sena, Monta. Suzuna belum selesai dengan tournya?" sapaku yang memasuki kantin sambil membawa nampan berisi makan siangku. Sudah 15 menit. Aku saja tadi baru keluar dari kamar kecil dan mereka (Suzuna dan Maya) belum di kantin sama sekali?

"Hai, Riku. Ya, Suzuna kan kadang membuat tour yang harusnya lebih cepat dari 15 menit malah menjadi 15 menit lebih.." jawab Monta.

"Apa kau bilang, Mon-mon?" tanya seseorang dari belakang Monta.

"Ah, Suzuna.." sapa Sena.

"MUKYAA!" teriak Monta histeris karena terkejut dan karena Suzuna sudah menggilingnya dengan inline skatenya sampai ludes kayak ban kempes.

"Mon-mon?" tanya seseorang di belakang Suzuna.

"Ah, Maya.. Bagaimana dengan tournya dengan Suzuna?" tanyaku sambil memakan sandwhichku.

"Yah, lumayan menyenangkan. Suzuna memang enak diajak ngomong." jawab Maya tersenyum lalu duduk di sampingku dan memakan apel yang ia beli di kantin tadi.

"10 poin untuk Mei-chan!" teriak Suzuna. Mei-chan? Sejak kapan ia boleh memanggil Maya dengan Mei-chan?

"Terima kasih. Ngomong-ngomong, apa kalian berdua teman Suzuna dan Riku?" tanya Maya menatap Sena dan Monta.

"Ah, i-iya. Nama saya Sena Kobayakawa.." kata Sena menundukkan kepalanya dengan gugup. Dasar Sena, mau sampai kapan tidak gugup seperti itu?

"oh, anda anak baru itu.." kata Monta. "Perkenalkan namaku-"

"Ini Mon-mon.." sela Suzuna.

"ENAK AJA! Namaku Raimon Taro. Panggilan Monta..." kata Monta yang berpaling dari Suzuna ke Maya dengan senyum monyet bijaksananya (Monta: Uapah?).

"hai, Sena.. Hai, Monta.." kata Maya datar dan tanpa ekspresi sambil meminum segelas susu miliknya.

"Rikkun, minumannya sudah habis tuh..," kata Suzuna yang menangkap basah diriku yang sedari tadi menatap wajah Maya.

"Rikkun?" tanya Maya heran.

"Iya.. nama panggilanku untuknya.." angguk Suzuna.

Entah kenapa, dari sorot matanya, sepertinya aku juga diejek sama Maya.

Oh, ya Tuhan. Kenapa hari ini pada nggak puas untuk mengejekku?

"Ngomong-ngomong, Ozawa-san, apa kau tinggal bersama orang tuamu?" tanya Sena.

Maya menggeleng. "Aku tinggal di apartemen. Kau tau, sekalian hidup mandiri." jawab Maya.

"Oh, nggak salah toh?" tanyaku meminum susuku.

tatapan glare langsung muncul dari mata Maya, tapi tetap saja aku menghiraukannya.

"Memangnya kau kira aku menyewa apartemen untuk apa? Bermain dengan laki-laki seperti pelacur lainnya?" tanyanya.

"...Yah bisa saja.."

Duk!

"Crosh!" aku langsung memuncratkan minumanku yang sepertinya mengenai muka Monta, karena Maya yang menginjak kakiku. Gila, kuat banget. Kekuatannya berapa kali lipat sih?

Aku langsung mengerang kesakitan dan menyentuh kakiku yang sepertinya mulai bengkak di dalam sneakerku.

"Apa-apaan sih?" tanyaku.

"makanya, pikirkan dulu sebelum berbicara yang aneh di depan lawan bicaramu." kata Maya yang marah.

"Lagian, siapa suruh menjawab pertanyaan yang terlintas di pikiranmu? Sakit nih!"

"Salah sendiri.." kata Suzuna yang sepertinya sedang bermain poker bersama Sena dan Monta. Dapat darimana tuh kartu?

.

.