Sougo duduk di samping Kagura yang masih terlelap dengan gurat-gurat kelelahan yang masih tampak.

Di luar, salju sudah menumpuk di atas kembang kaktus dalam pot kecil.

Sougo memandang tangannya yang kini diperban. Hanya tulang retak. Hanya. Ia tersenyum. Ia bisa ikut merasakan perjuangan Kagura, walau sedikit.

"Tuan Okita?"

"Ah, ya." Sougo berbalik dan terpana melihat sebungkus kain yang menutupi sosok putranya. Perawat mendekat dan ia bisa melihat sedikit rambut cokelat di kepalanya yang merah. Ia masih terdiam oleh takjubnya. Baru setelah sadar dari keterkejutannya, dia mengulurkan tangan untuk menerima malaikat kecil itu.

"Tangan Anda..."

"Tidak masalah," ujar Sougo tenang. Perawat pun mendengarkan kata-katanya.

Sougo menerima sosok itu dalam dekapannya. Kecil, hanya sepanjang lengannya. Matanya terpejam erat dan bibirnya tersenyum kecil. Perawat yang membawanya memutuskan meninggalkan sang Ayah Baru. Masih banyak hal yang harus ia sampaikan, tapi memutuskan untuk menundanya.

Sougo sendiri, usai kepergian si perawat, tanpa sadar menangis.

Ia mendekatkan kening malaikat kecil itu dengan wajahnya, lalu mengecupnya lama dengan sejuta kebahagiaan yang amat rapuh dan seolah akan pecah apabila ia melepas kecupan ke kening itu.

Tidak pernah tahu rasanya akan semenakjubkan ini.

Ia mulai terisak, dan memeluk bayi itu dengan erat namun penuh hati-hati. Ia masih takut akan membuat bayi itu tak nyaman, tapi ia juga enggan melepaskannya. Sougo tersenyum tulus merasakan hangat si bayi menyentuh pipinya.

Okita Sougo adalah pria paling bahagia di dunia ini, pada saat ini.

Pria itu berhenti terisak saat ada dua tangan menyentuhnya. Satu adalah tangan merah mungil yang menyentuh dagunya dan satu lagi adalah tangan putih pucat yang menarik ujung lengannya.

Dua pasang mata biru langit menatap Sougo secara bersamaan.

"Ayah... nangis?" Kagura bersuara serak, lemah.

Sougo tertawa miris. "Iya nih, gak tahan." Hatinya tambah hangat mendengar kata pertama Kagura untuknya.

Dia seorang ayah sekarang.

"Coba sini," Kagura berusaha duduk lalu mengulurkan tangan.

Sougo memberikannya dengan amat hati-hati, menyeka airmata di wajahnya.

Kagura menerima bayi itu dan menggendongnya dengan cekatan. Cukup lama Kagura hanya memainkan helai rambut sewarna pasirnya dan menatap dua mata mungil yang persis dirinya tanpa suara. Dua mata mungil itu terus balik menatapnya, sebelum beralih menatap Sougo.

Sougo yang kikuk tersenyum bodoh melihat anaknya.

Kagura mendekatkan bayi itu ke wajahnya, mengecupnya pelan di pipi lalu ia menangis di sana. Si bayi kecil terlihat terkejut dengan apa yang dilakukan ibunya terhadap sebelah pipinya yang tembam, secara reflek menyentuh wajah Kagura.

"Syukurlah..." wanita yang lebih muda 4 tahun darinya itu menangis tersedu-sedu. Sougo yang daritadi hanya melihat, kini mendekat dan memeluk istrinya.

"Ah, akhirnya Bunda nangis juga kan..."

Kagura tidak menggubris.

"Shouto..." gumam Sougo lembut. "Boleh kan pakai nama itu?"

Kagura menatap Sougo sebentar, hidungnya merah, begitu pun matanya. "Shouto... Okita Shouto." Di sela tangisnya Kagura tersenyum lebar. "Okita Shouto."

Kagura dan Sougo mengecup kedua pipi Shouto yang merona merah. Ia tersenyum dengan mata terpejam, seakan menyukai kecupan itu, dan nama yang diberikan kepadanya.

SELESAI