sedu sedan
apik kukira
padu padan
naik turun perasaan
foto dibakar
dibakar, hangus
abu ditimbun
ditimbun, mampus
kamu inginkan
tapak-tapak sirna
yang senang, yang susah
musnahlah, musnahlah
benci dia semaumu
ambil lagi kasih
kasih, yang kamu kasih
buat dia
daur ulang
ronce kasih baru
kasih, semoga kamu kasih
buat aku
...
Kuingat betul satu sore itu. Di kebun belakang rumah, kamu bakar sesuatu. Kukira sampah dapur seperti yang biasa dibakar ibumu. Nyatanya bukan.
Sore itu, kamu membakar kenangan. Banyak, sampai kamu butuh dua kardus besar untuk menampung semuanya. Kardus-kardus itu kamu tumpuk, lalu guyur dengan bensin bercawan-cawan. Penggeret menyala-nyala, merindu bensin yang membesarkannya sampai awang-awang. Begitu nyalanya beradu kardus, api membubung dan melahap. Kenanganmu ada di dalamnya.
Air mata mengaburkan netramu. Mungkin kamu sedih, mungkin matamu perih kena asap. Bisaku cuma berspekulasi, kebenaran sejati ada di luar jangkauku.
Tirai jendela buru-buru kukerek turun saat kamu menoleh. Diri benar-benar pecundang kawakan. Diri benar-benar tidak layak mendamba kamu yang bersinar. Diri nekat bertebal muka menghadap Tuhan; mendoa meminta kans dan kesanggupan supaya kenangan dua kardus tadi benar-benar lenyap dari hidupmu. Karena aku.
Amin, semoga.
