Disclaimer: Kuroko no Basuke Fujimaki Tadatoshi
Warning: Shounen-ai (Male x Male), typo(s), kemungkinan OOCness
.
.
.
Locked
"Saat kami sadar, kami telah terkunci bayangmu"
.
.
.
Kise Ryouta's : Sugary Night
"Mooouuu~ kenapa gak ada taksi lewat-ssu?! Kenapa pula aku lupa charge hp-ssu?! 'Kan aku jadi gak bisa minta jemput neecchi!"
Tampak seorang pemuda blonde yang berbalut pakaian tebal dan syal yang membenamkan sebagian wajahnya, plus kacamata untuk menyamarkan wajah model miliknya. Kise Ryouta, siapa lagi?
Kise bersandar pada kaca sebuah kios yang sudah tutup. Ia mengeluarkan tangannya dari saku jaket untuk melirik arlojinya. Pukul sebelas malam, good. Pantas saja gak ada taksi lewat.
Kise menggesekan kedua tangannya yang tak berbalut sarung tangan—karena sarung tangannya tertinggal di mobil sang manajer yang menurunkannya di pinggir jalan, ada urusan mendadak katanya. Bersyukur salju tidak turun dan tidak semakin menurunkan suhu yang memang sudah rendah.
Kise menghela nafas. Perlukah ia bersumpah seperti Dayang Sumbi di legenda dari suatu negeri nun jauh di sana? Kalau orang yang bersedia memberinya tumpangan sampai Kanagawa atau setidaknya stasiun, jika pengendara itu perempuan akan ia nikahi, jika laki-laki akan ia nikahi juga—eh. Ia terkekeh sendiri memikirkannya. Lagi pula, setelah ia pikir kembali, kalau ia sampai di stasiun pun belum tentu ada kereta yang beroperasi ke luar Tokyo.
Oke fix, ia benar-benar sial hari ini.
Haruskah ia mencari penginapan? Kise mulai berjalan. Ya, siapa tahu ia bertemu dengan teman atau salah satu penggemarnya yang bersedia memberinya tumpangan barang semalam—
"Kagamicchi!"
Speak of angel, and he will come!
Salah ya? Tapi Kise gak peduli, karena di hadapannya seorang Kagami Taiga yang baru saja keluar dari minimarket tengah menoleh ke arahnya. Tanpa buang waktu ia menghampiri pemuda itu dan memeluknya.
"Kise? O-oi! Lepaskan bodoh!" Kagami berhasil mendorong sang model dengan sebelah tangannya yang bebas dari kantung plastik.
"Hidoi-ssu!" gerutuannya diabaikan sang pemain Seirin.
"Apa yang kau lakukan di sini, Kise? Bukannya kau tinggal di Kanagawa?"
"Nanti kuceritakan, tapi sekarang ada yang lebih penting-ssu!" Kise mulai memasang puppy eyes-nya, "Kagamicchi biarkan aku menginap di rumahmu malam ini-ssu!"
"Hah?!"
"Ayolah-ssu! Masa Kagamicchi tega membiarkan aku kedinginan di luar-ssu!"
Kagami menghela nafas.
"Okay." Kagami tidak mungkin tega meninggalkannya sendirian. Kise kembali memeluknya.
"Yaaaay! Arigatou-ssu!"
"Oi! Lepaskan bodoh!"
Bletak!
"Kagamicchi kejam-ssu!"
Dan Kagami pun berlalu, diikuti Kise yang masih merengek tidak jelas.
.
.
.
"Jadi Kagamicchi tinggal sendiri di Jepang?"
Kise menyeruput cokelat panasnya. Rasa manis dan hangat yang menyapa lidah cukup membantu mengurangi rasa letihnya secara dramatis. Iris keemasannya melirik pemuda di sampingnya yang sedang memangku dagunya dengan sebelah tangan, bertumpu pada sisi sofa.
"Seharusnya bersama oyaji, tapi ia harus kembali ke Amerika." jawab Kagami tanpa mengalihkan matanya dari layar televisi.
Kise menaruh mugnya, memperhatikan sekilas kondisi ruangan tempatnya berada. Bersih dan rapi. Mungkinkah Kagami menyewa cleanng service? Atau—
"Lalu yang mengurus pekerjaan rumah?"
"Aku sendiri."
"Eeeekh~! Apa Kagamicchi juga memasak makanannya sendiri?"
"Ya."
"Benarkah?" Jujur, ia tak menyangka pemuda 190 cm itu bisa memasak, "aku jadi mau mencicipi masakan Kagamicchi-ssu. Besok kau harus buatkan aku sarapan-ssu."
"Baiklah."
Sejenak Kise ikut menonton pertandingan basket yang terpampang di layar televisi, sebelum memasang wajah cemberutnya, entah kenapa ia tidak tertarik. Ia kembali melirik Kagami. Alis double sang ace Seirin tidak mengerut seperti yang biasa ia lihat dan matanya berbinar jernih seperti anak kecil. Sesekali ia akan menukikan alisnya, sebelum kembali ke posisi semula. Di mata Kise, Kagami jadi tampak lebih muda dari biasanya. Lucu.
"Kagamicchi, Momocchi pernah bilang kalau Kagamicchi mirip Aominecchi-ssu—"
"HAH?!" refleks Kagami menoleh pada sang model, memasang wajah tidak terima.
"—tapi menurutku Kagamicchi lebih baik-ssu, setidaknya Kagamicchi lebih peduli pada kebersihan, tidak jorok seperti Aominecchi-ssu."
Itu kenyataan. Ia ingat betul semasa SMP dulu, beberapa kali Aomine diceramahi Akashi dan Midorima karena lokernya mengeluarkan bau tak sedap akibat tumpukan pakaian kotor yang tak ia bawa pulang. Ia juga pernah main ke rumah Aomine dan melihat kamarnya. Seperti habis terkena rudal nyasar. Menakjubkan. Kau bisa menemukan kaos kaki yang entah bersih atau kotor di beberapa sudut, termasuk di atas bola basket. Baju-baju kusut di sudut ruangan. Dan tumpukan majalah Mai-chan tercintanya di kolong tempat tidur. Bicara soal Mai-chan—
"Kenapa aku harus disamakan dengan mahluk yang satu itu?" protes Kagami.
"Sudah kubilang Kagamicchi lebih baik-ssu, aku juga kurang setuju dengan pernyataan itu kok. Lagipula Kagamicchi juga tidak membaca majalah Mai-chan dan sejenisnya seperti Aominecchi, 'kan?"
"Mai-chan? Majalah apa itu? Olahraga?" Kagami mengerutkan dahinya, heran, dengan sedikit binar penasaran di matanya.
Kise menepuk dahinya. Kagami seorang returnee yang masih polos rupanya. Kise mendekati Kagami, kemudian membisikan jawabannya. Sebelum kembali ke posisi semula dan memperhatikan sang ace Seirin yang masih terdiam, tampak mencerna apa yang ia katakan. Dan reaksi Kagami selanjutnya membuat jantungnya memompa darah lebih cepat.
Wajah Kagami bersemu. Dan kemudian pemuda itu berkata "Tentu saja enggak!" dengan keras.
Reaksi yang kawaii. Manisnya. Begitu yang terlintas di benak Kise. Ia jadi excited, mau melihat lebih banyak lagi wajah blushing Kagami.
"Benarkah? Padahal kupikir di Amerika, hal-hal yang berbau seperti 'itu' sudah biasa ditemui remaja di sana." Kagami tidak merespon, tapi semu merah di wajahnya belum menghilang, jadi Kise mencoba memancing dengan topik lain.
"Apa Kagamicchi sudah pernah berpacaran-ssu? Kagamicchi pernah berciuman tidak?"
So blunt, Kise, tapi pancingannya berhasil, wajah Kagami bertambah merah, menandingi rambutnya sendiri. Kagami melirik ke arah lain, malu.
"Uh, belum, tapi aku sudah pernah... berciuman. Tunggu! Kenapa kau bertanya hal-hal seperti itu?"
Kise diam sejenak. Ia memang merasa senang melihat reaksi Kagami, tapi entah kenapa ada rasa yang tak mengenakan saat mendengar Kagami pernah kissing, with someone else. Rasa penasaran yang sebelumnya diiringi dengan rasa excited, kini diselingi percikan amarah. Jadi tanpa mengindahkan pertanyaan terakhir, Kise kembali bertanya.
"Kalau bukan dengan pacar, lalu dengan siapa Kagamicchi berciuman?"
"Alex."
Ah, Kise ingat pernah bertemu dengan wanita blonde itu saat Winter Cup, sebelum bertanding melawan Haizaki lebih tepatnya. Kalau tidak salah, Kagami bilang wanita itu pelatih basketnya dan rekannya Murasakibaracchi, Siapa namanya? Tatsuya? Ia lupa, dan tidak peduli juga.
"Jangan salah paham, di sana ciuman dianggap sebagai bentuk sapaan." tambah Kagami.
Kise tak merespon. Ia sedang bingung sekarang. Di satu sisi, hatinya merasa lega karena ciuman yang Kagami lakukan hanya bentuk sapaan saja, di sisi lain ia juga masih merasakan letupan amarah yang tidak jelas dari mana asalnya.
"Jadi Kagamicchi sudah terbiasa berciuman-ssu?"
Detik berikutnya, Kise menutupi mulutnya dengan tangan, merutuki dirinya sendiri. Jelas pertanyaannya tadi mengandung unsur sarkasme. Ia terbawa oleh emosi yang tidak jelas itu! Sekarang ia terdengar seperti menyindir Kagami secara halus, kalau sampai Kagami mar—
"Nggak juga sih. Kalau bukan Alex yang memulainya aku juga ogah. She's a crazy kisser."
Kise menoleh, mendapati Kagami masih melihat ke arah lain dengan ekspresi cemberut, plus polesan blush on alami yang masih tersisa di wajahnya. Uh, oh, jadi Kagami gak marah padanya? Kise menghembuskan nafas yang tak sengaja ia tahan, lega. Lega karena Kagami tak marah padanya—atau mungkin ia tak menyadari unsur sarkasme dalam kalimat itu, entahlah, Kise tak paham—dan lega karena bukan Kagami yang mengkehendaki ciuman itu terjadi.
Sampai di sini, Kise tersentak, mulai sadar sesuatu. Kenapa pula dia harus peduli soal ciuman itu? Kenapa Ia marah? Kenapa ia lega? Diliriknya Kagami yang masih melirik ke arah lain, masih dengan ekspresi yang sama. Imutnya...
Deg!
Kise memegang pipinya yang tiba-tiba terasa panas. Apakah ia demam? Ah, bukan, ini...
.
.
.
Kise's : Owari
.
A/N :
Halooo~ uta gak bisa dibilang 'baru' di FFn tapi emang jarang muncul. Biasanya uta publish oneshot lalu menghilang, lalu muncul lagi, lalu menghilang. Jadi kalo gak ada yang kenal wajar sih, hehe. Dan uta emang kini muncul dengan gaya menulis dan format fic yang baru, hasil semedi/eh/
Jadi anggap aja newbie ;)
Jujur Ide fic ini muncul di saat yang kurang tepat, minggu depan uta udah mulai menjalankan kegiatan sebagai maba/cieee/ tapi akan uta usahakan updet cepet~
Dan uta sadar fic ini masih banyak kekurangannya, jadi mohon kritik dan sarannya ya.
Terima kasih sudah membaca fic ini :)
