Hari itu cuaca nampak cukup bersahabat. Nyanyian burung-burung yang bersumber dari angkasa menambah keadaan di sekitar lapangan menjadi semakin hidup. Angin sepoi-sepoi pun turut hadir menambah sejuknya suasana, apalagi jika ditambah duduk di bawah pohon Maple yang begitu rindangnya.
Alangkah sempurnanya waktu yang tercipta apabila hati orang-orang pun secerah suasana pagi yang indah itu.
Namun, suasana hati manusia tidak akan selalu mengikuti keadaan sekitar, bukan? Walaupun pelangi membentang luas di angkasa, jika banyak masalah menerpa, tak akan ada senyum tulus yang bisa dipamerkan kepada dunia. Begitupula jika hujan badai mengguncang seluruh alam, apabila hati sedang secerah mentari, senyum pun tak akan kuasa untuk bersembunyi.
Dan suasana seperti itulah yang kini sedang bergelanyut manja pada diri seorang Kagami Taiga.
Sudah cukup lama ia hanya duduk terdiam sambil membawa tangannya untuk memainkan bola basket itu. Tak seperti biasa, seharusnya ia sekarang sudah melompat-lompat di tengah lapangan sana dengan sesekali mengoper bola kesayangan kepada seseorang, kemudian merebutnya kembali dengan nafas yang cukup terengah.
Sayangnya, rutinitas itu sudah tidak ia—mereka lakukan sejak beberapa hari yang lalu.
Hanya karena masalah kecil, ah, bukan, itu malah hanya hal yang sangat sepele dan bisa dikategorikan sebagai permainan belaka. Namun belakangan ini, entah kenapa ia merasa sedih dengan pengabaian dari lelaki yang hanya terpaut 2 centimeter lebih tinggi darinya itu.
"Oi, Kagami! Apa yang kau lakukan di sini, huh? Kau bilang ada urusan yang mungkin memakan waktu cukup lama, sehingga kau tidak ada waktu untukku—ah, maksudku bermain basket!"
Kagami sedikit terlonjak akibat suara baritone yang beberapa detik lalu menyapa dan tak segan-segan mengintrogasinya di tempat. Ia tak tau harus melontarkan kalimat apa untuk menjawabnya, namun Kagami merasa ia harus cepat-cepat pergi dari tempat itu sekarang.
"… oh, maaf. Aku hanya sedang mencari udara segar di sini. Aku pulang."
Saat tubuh besar itu sudah berniat untuk meninggalkan lapangan, tangan berlapis kulit eksotis itu tiba-tiba menggenggam tangannya. Dengan mengernyitkan dahi, Kagami membalikkan badan kemudian menanyakan hal yang sebenarnya ia sendiri sudah mengetahui jawabannya, "Ada apa, Aomine?"
"'ada apa' dengkulmu! Seharusnya aku yang bertanya 'ada apa', Bego!"
"Jangan seenak jidat manggil aku bego, Bego!"
"Kau emang bego, dasar Bego!"
"Kau yang bego!"
"Kau sama sekali tak ada habis bego-nya, Baka!"
"Makanya otak jangan ditaruh di dengkul, Aho!"
"Seharusnya aku yang bilang begitu, Bego!"
"Kalau begitu lepaskan tanganku!"
"Tidak!"
"…."
Cukup lama keheningan menerpa tepat setelah bernostalgia dengan pertengkaran yang selama beberapa hari ini absen dari kehidupan mereka. Masih dengan menggenggam erat pergelangan tangan Kagami, Aomine kini menatap intens ke dalam manik crimson itu.
Entah kenapa, ia merasa bahwa tatapan Kagami hari ini cukup berbeda dari biasanya.
"… hei, jika kau butuh tempat curhat … datanglah saja padaku, Kagami."
.
.
Should I Blame The Social Media?
AOMINE x KAGAMI
rated T
main genres: hurt/comfort/romance [angst/humor]
warning: OOC. Typos [maybe]. Slash/shonen-ai/homo [better get off if you don't like it]. Etc
each characters in this story aren't mine. They belong to tadatoshi fujimaki as the mangaka/creator of kuroko no basket
.
Berawal dari tag berantai pada salah satu sosmed terkenal di Jepang -Comment facts about me below and if it's right, I'll give you- Dari hal sepele yang kemudian menuntun mereka pada pengakuan setelah ber-maso ria dengan perasaan kedua remaja bodoh nan labil, tentunya./story about aokaga's love journey/canon [after they known sosmed]
.
presented by cho
.
Sabtu, 27 September.
Sabtu malam atau malam minggu, hari keramat yang menciptakan suka dan duka pada segolongan kaum yang disebut remaja.
Suka cita karena bisa jalan, pegangan tangan, *kabe-don kekasih, sampai acara tindih-menindih di suatu ruangan tertutup yang menghasilkan desahan erotis.
Dan duka cita karena hanya bisa menatap layar ponsel demi menunggu telfon/SMS dari seseorang, atau hanya duduk di depan monitor sambil menyapa sesama kaum jomblo-ers kemudian satu sama lain saling men-bully, selain itu ada yang bersimpuh-bergelanyut-manja-di-kaki-sang-ibu sambil dilemparkan pertanyaan, "kapan nikah?" yang membuat hati bagaikan tertohok *katana.
Dan betapa bahagianya kaum jomblo-ers mayoritas yang sedang LDR-an dengan cintanya di masa depan, mendapati hujan petir yang meraung-raung meminta tumbal di luar jendela sana. Senyum sirik pun bersama-sama mereka pamerkan kepada sabun batangan yang teronggok tak berdaya di atas lantai yang kini bersuhu di bawah 18 derajat celcius.
.
Ini adalah hari suci! Hujan deras, petir menggelegar, guntur berteriak, dan aku pun menangis bahagia. HAHAHAHAH!
.
Kagami memincingkan mata saat membaca status dari orang yang tak ia kenal di timeline social media miliknya. Entah kenapa ia bisa berteman dengan stranger itu. Status orang berinisial xx ini sangat absurd di mata Kagami. Ya, walaupun Kagami tidak mempunyai seorang cewek yang bisa diajak untuk bermesum-ria, ia tidak terlalu ambil pusing akan hal itu.
Selama ia masih bisa menyentuh bola basket, dunia sudah terasa miliknya seorang.
Kembali ia berkutik dengan keyboard dan mouse di hadapannya sambil mendekap erat bola basket di pangkuan. Hari ini ia merasa cukup jenuh dan bosan dengan kegiatan sehari-hari yang kerap membuat otaknya pusing. Apalagi kalau bukan tentang tugas sekolah yang menumpuk bagaikan pegunungan Himalaya yang teronggok tak tersentuh di pojok ruangan sana.
Sudah cukup selama lima hari ini Kagami memikirkan tugas—ah, tunggu!
Tugas kau bilang? Padahal tidak ada satu sel otak pun yang menyimpan file berjudul 'tugas' di dalam brankas kepala milik Kagami. Ia hanya memikirkan basket, basket, dan basket saja selama seminggu, sebulan, bahkan selama ini. Mana ada seorang Kagami Taiga yang repot memikirkan apa PR untuk besok atau lusa. Hanya saat akan menghadapi ulangan umum saja ia benar-benar akan bekerja keras agar bisa mengikuti kejuaraan Basket.
Sungguh menyedihkan kehidupan atlit kita satu ini.
Namun sekarang lupakan mengenai tugas yang memang sejak awal telah absen dari kepala berlapis surai crimson itu. Ada suatu hal yang saat ini membuat Kagami memutar otak dan memincingkan mata.
Salah satu, dua, tiga—ah, tidak. Semakin Kagami men-scroll ke bawah, semakin banyak pula ia temui status-status yang serupa.
"Aomine …?"
Walau hanya dengan menggumamkan nama cowok jomblo pecandu hal mesum satu itu, keingintahuan Kagami belumlah sirna. Ia masih bertanya-tanya dengan posting-an Aomine (yang terhitung OOC di matanya) dan juga kawan-kawan sosmed lainnya, dari yang bagaikan saudara sampai strangers sekalipun, semua sama.
.
Comment facts about me below and if it's right, I'll give you:
1. First impression:
2. Truth is:
3. How old do you look:
4. Have you ever made me laugh:
5. Have you ever made me mad:
6. Best feature:
7. Have I ever had a crush on you:
8. You're my:
9. Name in my phone:
10. Should you post this too? Absolutely yes, because you've been tagged!
.
Hei, hei, hei! Ini serius jika Aomine Daiki yang posting? Tidak salah, nih, si Aomine ikutan tag berantai yang merepotkan seperti ini? Bukannya dia paling malas buka social media dan lebih memilih tidur di atap sekolah atau bermain basket bersamanya, ya? Ini tidak seperti Aomine yang biasa.
Walaupun dia tipe orang yang songong, namun dia cukup tsundere seperti Midorima, pikirnya.
Dalam diam ia mencoba menjadi stalker newbie pada komentar di dalam status Aomine. Tak berselang beberapa lama, suara gelak tawa kini pun memecah suasana apartemen yang sesaat lalu sempat hening.
Hei, bagaimana bisa Kagami menahan tawanya setelah membaca komentar-komentar absurd dari Aomine mengenai kawan-kawannya dan juga sebaliknya?
Let's see one by one.
.
Dai-chan kalau tidur selalu ngorok kapanpun dan dimanapun. /o/
1. First impression: anak manis
2. Truth is: cerewet
3. How old do you look: anak SMP
4. Have you ever made me laugh: lupa?
5. Have you ever made me mad: sering
6. Best feature: big boobs
7. Have I ever had a crush on you: nggak pernah
8. You're my: temen masa kecil
9. Name in my phone: satsuki
Tiada hari tanpa membaca majalah p*rno.
1. First impression: setan
2. Truth is: doyan ngilang
3. How old do you look: anak SD
4. Have you ever made me laugh: lupa?
5. Have you ever made me mad: ya kali?
6. Best feature: misdirection
7. Have I ever had a crush on you: nggak
8. You're my: temen
9. Name in my phone: tetsu
Aominecchi kentut setiap hari dong. Hahahahaha~ w)~
1. First impression: model cakep
2. Truth is: loser copy-cat
3. How old do you look: anak SMA
4. Have you ever made me laugh: lupa
5. Have you ever made me mad: ya kali?
6. Best feature: nggak ada
7. Have I ever had a crush on you: idih
8. You're my: fans
9. Name in my phone: kise
Oppai daisuki.
1. First impression: bocah mungil
2. Truth is: ruuun!
3. How old do you look: bocah
4. Have you ever made me laugh: lupa?
5. Have you ever made me mad: ya kali?
6. Best feature: mata kucing
7. Have I ever had a crush on you: no way
8. You're my: rival
9. Name in my phone: akashi
.
Wow, inilah sesosok Aomine yang Kagami kenal. Hanya ia seorang yang berani bermain api dengan salah seorang atlit basket jenius yang terkenal yandere, Akashi Seijuuro. Namun Aomine sudah tak perlu mencemaskan akan adanya gunting yang melayang lagi, karena Akashi-si-good-boy-yang-kalem telah kembali tersenyum pada dunia.
Nah, lupakan tentang hal itu. Detik ini Kagami telah meletakkan jari-jari besarnya pada keyboard komputer, bersiap untuk terjun ke dalam permainan yang sedang mainstream di timeline-nya saat ini. Toh, ia juga mendapat tag dari si Aho.
Ya, ia hanya belum tau bahwa, cengiran lebar saat mengetik sebuah kalimat itu nantinya akan menuntunnya pada sesuatu yang cukup memberi kesan aneh pada dirinya.
.
Walaupun kelihatannya songong, namun ia cukup perhatian.
.
Begitulah kalimat yang sekarang terpampang jelas pada salah satu kolom komentar milik Aomine Daiki. Bisa dibilang, Kagami hanya tidak sadar dengan apa yang ia tulis beberapa detik yang lalu, ia hanya asal menorehkan kata yang mengandung fakta juga kepolosan. Otaknya sudah kelewat penasaran dengan kesan dan juga perasaan Aomine kepadanya—
—eh, tunggu!
Apa yang barusan Kagami pikirkan? Kesan? Tentu saja kesan pertama Aomine terhadapnya buruk, kan? Kemudian, perasaan? Sudah jelas bahwa seorang cowok puber yang hanya tertarik pada majalah gravure seperti Aomine Daiki, tidak akan punya rasa lebih dari hanya sekedar teman kepada seorang cowok berotot, kan? Pikiran ngawur apa, sih, yang sedetik lalu hinggap di kepala bersurai crimson itu?
Cukup, deh. Masa bodoh dengan pikiran yang tiba-tiba datang tanpa diundang itu. Toh, Kagami juga sudah menepisnya jauh-jauh.
Dan kembali bunyi seperti lonceng terdengar saat adanya pemberitahuan baru.
.
Cih apa-apaan sih lo! Lo buta apa ngefans sama gue sih?!
.
Nggak usah besar kepala dulu keles! ogah amat ngefans sama orang kayak lo. cih!
Bilang aja lo ngefans sama gue Bakagami!
Apanya sih, nyet?! Elo enggak usah kegeeran dulu bisa kali ye?
Eciee ada pasangan tsundere-ssu~ /o/
Kise-kun, lebih baik kau jangan mengganggu mereka berdua.
Tapi mereka ultimate kawaii sih, Kurokocchi~ w)b
Kawaii kawaii dasar palalu pe'ak! Dasar jones!
Uuugh! Aominecchi tega sekali mengatakan kita berdua jones, Kurokocchi! TAT)w
^ Kau memang jones nanodayo.
^ sendirinya nggak ngerasa pppffttt-
BAKAO!
Akuilah, semua yang ada di sini merupakan perkumpulan para absolut jomblo sejati.
Akashi-kun, aku tak menyangka jika kau masih jomblo.
^ aka-chin menunggumu kali kuro-chin
UWAAH KALAU BEGITU BIKIN GRUP JOMBLO BAHAGIA YANG TERBEBAS DARI PEMBULLYAN MASAL YUUK-SSU! e
^ najeeess
Tenang saja, Tetsu-kun, aku pasti akan menarikmu dari kaum mengenaskan ini! *^*)9
^ udah kena friendzoned kan?
Huaa! Kagamin tega sekali mengatakannya! (pAq)
Kagami-kun, kau sudah membuat hati seorang gadis terluka lagi.
Tetsu-kuuuun! 3 /glomps
Hoi! Apaan sih komenan absurd kalian? Baru ditinggal boker aja udah pada ngaco!
^ at least sensor komenan lo. dasar bego!
Dai-chan emang bego! ^);
Yee kan gue syok aja baru ditinggal bentar aja notif udah tumpeh-tumpeh
Aominecchi suka jupe yaa-ssu? O,o
Jupe itu siapa?
^ artis fenomenal dari negara sebelah yang anunya gedhe, Kagamicchi! q
Kampret lu kise!
Ngomong-ngomong Aomine-kun, kau belum menulis kesan-dan-perasaan untuk Kagami-kun.
Hah?!
Oh iya. Jangan pura-pura lupa, Aominecchi! Aku kepo lho~ /w/ jangan-jangan ada perasaan terselubung, nih. Hohohohohoh~ w)z
.
Tak tau kenapa, Kagami sedikit menarik ujung bibirnya ke atas sedetik setelah ia membaca komentar terakhir dari Kise. Namun sudahlah, Kagami bahkan telah lupa dengan debaran jantung yang sedetik lalu juga sempat ia rasakan. Entah tak mau mengakui, atau memang kebodohannya sudah menginfeksi hatinya.
Namun, walau mungkin ia tak menyadarinya, berkat komentar dari si rambut blonde itu, Kagami kini jadi menanti-nanti pengakuan—ah, ralat. Balasan komentar dari Aomine.
Ya, Kagami hanya tak sadar bahwa ia sedang menunggunya.
Satu detik—
—Dua menit—
—Tiga puluh menit,
DOR!
Waktu habis. Penantian Kagami sudah pada batasannya saat jam kini telah menunjukkan pukul 11.35 PM, dan sama sekali tak ada tanda-tanda balasan komentar apapun dari Aomine Daiki, hanya komentar-komentar absurd yang lagi-lagi anak GOM itu perdebatkan.
Apa mungkin dia bok*r lagi? Si Aomine memang habis makan apa, sih? Atau mungkin dia tidur? Yah, percuma, dong, Kagami menanti-nanti jawaban darinya dengan mata terkatup-katup begitu.
Ia berdecih. Kagami merasa sangat terabaikan entah kenapa. Hatinya pun terasa sedikit sesak hanya karena masalah sepele seperti ini. Mungkin Kagami terlihat konyol karena kekesalannya itu dikarenakan hal yang tidak pasti. Tapi—
Hei, tapi apa kau tau? Sebenarnya Kagami sangat menantikan kesan dan perasaan Aomine ke padanya, lho. Kagami hanya tak ingin mengakui perasaan aneh yang akhir-akhir ini sering muncul saat bersama rival dan seseorang yang ia kagumi itu. Ia tak akan mengungkit, mengakui, hanya akan menganggapnya tak pernah ada, dan kemudian menyegel perasaan itu dengan ketat pada lubuk hati terdalam.
Karena Kagami tahu, perasaan semacam itu terlarang dan sangat memalukan.
.
[ AoKaga – Should I Blame The Social Media? – Chapter 1 ]
.
"Pada akhirnya si bego itu nggak membalasnya. Tch!"
"Kagami-kun, kau mengatakan sesuatu?"
"E-ah … tidak, hanya— err … lupakan. Itu bukan sesuatu yang penting."
Hanya dengan sekali gerakan Kagami benar-benar akan mulai melangkah untuk meninggalkan Kuroko di sana, namun sebuah tangan terlebih dulu menghalangi niatnya.
"… Kuroko?"
"Datanglah ke Majiba besok sore. Aku akan mentraktir Kagami-kun."
"Huh? Ada apa kau tiba-tiba— Ku-Kuroko?!"
Kagami menghela nafas pasrah. Ia tak berhasil tahu apa motif di balik cowok bersurai biru muda itu yang tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja mengajaknya ke restaurant favorite mereka berdua, ditambah mentraktirnya pula. Sungguh sesuatu yang aneh dan langka, bukan?
Namun tak mungkin, kan, si Kagami satu itu akan berpikir jika undangan Kuroko ini menyembunyikan peti yang menyimpan tanda tanya besar yang cukup patut dicurigai itu?
"…geez! Jangan seenaknya menghilang begitu … Bodoh."
Ya, karena kebodohan dan ketidakpekaan seorang Kagami Taiga sudah menjalar ke seluruh bagian tubuhnya, bahkan hingga ke sel-sel yang paling terkecil pun.
.
[ AoKaga – Should I Blame The Social Media? – Chapter 1 ]
.
Selasa, 30 September.
"… hei, jika kau butuh tempat curhat … datanglah padaku, Kagami."
Matahari kini sudah mulai tegas menunjukkan keberadaannya. Burung-burung pun sudah berhenti berkicau demi menghindar dari dahsyatnya terik di angkasa. Walau begitu ceritanya, angin tetap saja masih tak mau kalah untuk menujukkan kebolehannya. Daun-daun pun berterbangan demi menambah kesan dramatis pada situasi yang tak pernah terjadi sebelumnya itu.
Dan tatapan serius pun kini saling beradu.
"Kau … apa maumu?"
"Hah?! Bisa tidak kau berbicara sopan sedikit padaku?!"
"Apa— tch! Biasanya kita berbicara kasar satu sama lain, kan! Apa kau lupa?!"
Lawan bicaranya pun jadi terdiam. Ia tahu bahwa tak ada lagi hal yang perlu dibantah, karena Kagami memang mengatakan kebenaran.
Aomine menghela nafas. Ia tahu bahwa cowok crimson itu sedang dalam keadaan terburuknya hanya dengan melihat ke dalam iris mata yang memancarkan cahaya sedikit redup. Ia tak benar-benar tahu bagaimana cara menaikkan mood seseorang, namun Aomine hanya tak ingin jika kecanggungan di antara mereka ini akan terus berlanjut sampai besok, lusa, atau seterusnya.
Ia pun melepaskan genggaman tangannya.
"Duduklah. Kau tidak sedang buru-buru, kan?"
"… tch! Kau … selalu saja seenaknya."
Walau Kagami mengatakan hal seperti ia akan segera pergi meninggalkan tempat itu, namun tetap saja pada akhirnya ia mengikuti Aomine untuk duduk di sebelahnya.
Keheningan kembali mengelilingi mereka. Angin semilir yang tak henti-hentinya menunjukkan kuasa, terus saja membuat daun-daun Momiji menari juga mempermainkan kedua surai biru serta crimson itu secara bersamaan. Cukup lama mereka pada posisi 'terlarut dalam pikiran masing-masing' yang membuat suasana semakin canggung.
Tentu saja sebelum salah seorang membuang kegengsiannya demi mencairkan suasana.
"Hei, kenapa kau skip sekolah?"
"Ha?! Seharusnya aku yang bertanya begitu, Bodoh."
"Jangan membalikkan pertanyaan. Jawab saja, Kagami."
"…."
"Kau belum pernah skip sebelumnya, kan?"
"… ha."
"Kau pun sama sekali tidak memainkan bola basket itu walaupun saat ini kau berada di lapangan."
"Kau tahu itu."
Ada jeda sebelum Aomine lebih lanjut mengintrogasinya.
"… pikiranmu juga tidak ada di sini sekarang. Kau sedang memikirkan hal lain."
Tak ada perkataan apapun walau hanya sekedar 'ya' dari mulut Kagami untuk menanggapi pernyataan Aomine. Namun tetap saja, Kagami tidak dapat mengatakan hal apa yang beberapa hari ini terus membuatnya mengaktifkan sel-sel otak untuk berpikir mengenai seseorang di sebelahnya.
Ya, karena pada detik ini, menit ini, jam ini, hari ini, beberapa hari ini, otak Kagami Taiga telah penuh akan seseorang yang bernama Aomine Daiki.
"Kagami, sebenarnya apa yang kau—"
"Haaa~ Aku tak bisa terus santai-santai saja di sini. Masih banyak urusan yang menungguku, aku akan pergi sekarang," ucap Kagami seraya bangkit dan siap melangkah untuk meninggalkan Aomine di sana.
"O-oi! Jangan memotong perkataanku seenaknya— oi, tunggu, Baka!"
Terpaksa Kagami menghentikan langkahnya saat Aomine telah sampai menyusulnya di depan, menghadangnya. Sekali lagi angin yang nakal pun kembali menunjukkan keeksistensiannya.
"Sebenarnya ada apa denganmu? Apa yang membuatmu menjauhiku, huh?" tanya Aomine seraya mencoba memasuki akses ke dalam manik crimson itu. "Kagami, tatap mataku!"
"… tidak."
"Hei, apa yang kau bicara—"
"—jika aku melihatnya, kau pasti akan bisa membaca perasaanku, Aho!" potong Kagami cepat.
DEG
Entah berasal dari mana debaran jantung itu. Aomine atau Kagami. Sementara itu, waktu pun kembali kepada keheningan yang sempat memakannya beberapa saat yang lalu. Tak perlu ditanya pun, kini Aomine perlahan mulai bisa membaca isi hati dan juga pikiran Kagami walau tanpa melihat langsung ke kedua iris matanya.
Aomine yang mulai kesal pun menghela nafas seraya mulai mengepalkan tangannya.
"Tch … Sudah cukup! Kagami, apa kau tahu, kemarin minggu aku menunggumu hingga sore di sini, namun kau tidak datang. Kau bilang akan menemuiku saat pagi dan kita akan bermain basket seperti biasa. Dan apa-apaan itu tiba-tiba kau SMS jika ada urusan mendadak. Semudah itu kau mengabaikanku? Kemana saja kau beberapa hari ini? Kau hanya berasalan ada suatu urusan. Urusan apa itu? Kau bahkan tidak mengatakannya dengan je—"
"—Kau tak berhak mengatakan itu padaku, Aho!"
Pelan namun pasti, Kagami mulai mengangkat wajahnya. Dan kini dua pasang mata berbeda warna itu pun bersitatap satu sama lain sekali lagi.
"Kau mengatakan itu seperti kau sendiri yang kesal! Asal kau tahu, aku sendiri juga kesal dengan sikap menyebalkanmu itu, Aho! Aku sudah memendamnya beberapa hari ini. Kau itu … benar-benar egois!"
"Hah?! Apa-apan itu?! Kau tak boleh seenaknya menuduhku egois! Apa yang membuatmu berkata seperti itu, Baka?!"
"Tch! Kau ini pura-pura bego apa emang udah bego dari sananya, sih? Seriously, bicara denganmu itu bikin emosi!"
"Hoy! Ngaca dulu, dong, sebelum bacot! Kau pikir aku nggak emosi apa?! Kau tiba-tiba menjauhiku tanpa mengatakan hal yang jelas. Sebenarnya kau ini sedang mempermainkanku, ya, Bakagami?!"
"Haa?! Ap— tu-tunggu! Jangan-jangan … kau kesepian tanpa kehadiranku, ya, Aho?"
"A-apa?! Jangan asal nuduh, Bego! Mana ada aku kesepian cuma karena nggak bisa main basket denganmu! Aku hanya kesal saja karena kau sudah membuatku menunggu lama! Cih!"
"Hng? Bukannya kau bisa meninggalku, ya, Aho? Ngapain repot-repot nunggu orang yang nggak dateng-dateng? Kalau udah satu jam nggak dateng, aku, sih, mending cabut. Nggak guna nunggu orang kaya gitu. Lho, tapi kau menungguku dari pagi sampai … sore? Seriously, jangan-jangan kau—"
"DIAM! Tidak mungkin aku menyukai sesama jenis! Itu tidak normal dan menjijikkan—"
JLEB
Saat itu … sudah tak ada kata-kata lagi yang bisa Kagami keluarkan untuk membalas perkataan Aomine.
Padahal sebelumnya, Kagami sudah mulai lega bahwa ia hampir melupakan kekesalannya terhadap Aomine dengan kembalinya pertengkaran itu. Namun entah kenapa, apa yang Aomine katakan barusan benar-benar menusuk hatinya.
.
Jangan asal bicara! Hal seperti itu tidak mungkin terjadi padaku. Itu menjijikkan!
.
Tunggu, kenapa Kagami hampir saja melupakan hal itu?
"… Ka-Kagami, aku—"
.
Saat itu hari Minggu. Hari dimana ia telah berjanji dengan Aomine seperti hari-hari sebelumnya.
.
"Aominecchi? Kau menunggu Kagamicchi-ssu? Hm, sepertinya dia belum datang. Tumben telat-ssu."
"Oh, Kise. Entahlah, mungkin dia ada urusan."
"Hmm … bisa jadi."
"Jadi, ada apa kau kemari?"
"A-ah, tidak. Aku hanya tiba-tiba lewat sini dan tidak sengaja melihatmu. Ya sudah, apa salahnya kalau aku menyapamu-ssu?"
"Ya, terserah."
"Mau aku temani main basket? Hitung-hitung untuk menggantikan Kagamicchi yang belum datang."
"Ha? … baiklah. Tapi jangan sampai aku mencetak skor tiga kali lipat, Kise!"
"Heeh! Kali ini aku tak berniat untuk kalah darimu, Aominecchi!"
.
"Hah? Apa yang kau katakan?"
"Apa Aominecchi … menyukai Kagamicchi?"
"… apa maksudmu tiba-tiba menanyakan hal itu, Kise?"
"Hmm … tidak ada maksud apa-apa, kok. Aku hanya kepo saja apa kalian berdua itu saling suka. Soalnya … akhir-akhir ini kalian berdua akrab banget, sih. Oh, ya, aku tidak tahu, tapi … apa mungkin Aominecchi tidak menjawab komentar itu karena tidak tau apa yang sebenarnya—"
"Cukup! Aku tak mengerti apa tujuanmu sebenarnya menanyaiku hal ini, tapi … jangan asal bicara! Kedekatan seseorang tidak selalu menjadi tolak ukur apa mereka saling suka atau tidak. Asal kau tahu saja, hal seperti itu tidak mungkin terjadi padaku. Suka dengan lawan jenis? Itu menjijikkan!"
.
Benar. Cowok yang menyukai cowok lainnya itu … menjijikkan.
.
TO BE CONTINUED
GLOSSARIUM:
Kabe don: susah jelasinnya. Cuma bayangkan cowok yg mepet (?) ceweknya di tembok gitu /plok
Katana: pedang
A/N:
Waks rencananya cuma pengin bikin one shot, eh tapi kok malah jadi multi chap ini maksudnya apaah-
Well, moga readers suka ya sama cerita ini huhuhuh. Saya terinspirasi dari status2 di fb. Aslinya status begituan udah nggak jaman sekarang, udah dari desember kalo nggak salah mainstreamnya. Aslinya ini fict juga udah dibuat sejak desember 2014, cuma baru sempet post sekarang /dor
Oya, mungkin bakal ada sebagian readers yang mikir kalo ada part dalam fanfict saya yang nyerempet sama fanfict aokaga author lain. Tapi jujur saya nggak ada niat sama sekali buat plagiat. Ini murni ide saya udah sejak jauh hari sebelum saya baca fanfict senpai. Tapi saya jamin alur ceritanya beda total kok. Kalau mungkin ada kesamaan lain lagi, maaf, saya bener-bener nggak tahu. Anggap saja ide saya pasaran deh kalo misal gitu :'( yah, saya kira kesamaan adanya kesamaan ide itu wajar. Jadi saya cuma berharap dengan saya menulis ini di A/N, semoga nggak ada yang mengira jika saya plagiat.
Salam kenal dan salam aokaga, guys! /o/
2015/02/20
1st published by Cho
Mind to Review?
/o/ \o/ \o\
