Pagi hari itu adalah hari yang cerah, dengan mentari menyinari sebuah kota kecil setelah kota kecil dilanda hujan yang cukup deras, cerah adalah syukur yang dapat mereka rasakan pada hari ini. setidaknya untuk pagi ini.

Sekolah itu berdiri kokoh megah, menampilkan hawa yang sangat berbeda yang dapat dirasakan, disebuah kelas dengan cahaya yang temaram sebuah cerita baru saja dimulai.

"Hei, kalian mau mendengar sebuah cerita tidak?" tanya anak perempuan yang baru saja masuk.

"Cerita apa?" gerombolan anak itu menggerombol kepada sang anak perempuan.

"Tentu cerita seram," jawab anak perempuan itu penuh optimis.

"Ti-tidak, a-aku t-takut," ucap seorang anak bercepol dua.

"Kau selalu takut Moegi, jangan menjadi penakut dong."

"B-baiklah," anak itu akhirnya mau mendengar cerita dari temannya.

"Cerita ini dimulai pada suatu hari di perpustakaan sekolah kita," mulai sang anak perempuan itu.

Semua mendengarnya dengan seksama, dimulai dari sang anak pencerita tersebut menyanyikan sebuah lagu anak-anak yang cukup terkenal di Jepang, lagu yang mengandung arti yang lebih dari itu. Anak pencerita tersebut bercerita dengan mimik dan suara yang meyakinkan.

...

.

.

.

Title: Teru Teru Bouzu

Rate: M

Disclaimer: Naruto belong to Masashi K

Pairing: SasuHina,

Genre: Horor/ Suspense

Warning: Gore, Typo (?), OOC.

.

.

.

...

Teru teru bouzu

Buatlah esok menjadi cerah

Seperti langit dalam mimpi

Bila cuaca cerah,

Aku akan memberimu lonceng emas.

Teru teru bouzu

Buatlah esok menjadi cerah

Bila kau mengabulkan permintaanku

Kita akan meminum sake yang manis

...

Disebuah ruang perpustakaan, tepatnya disudut ruangan yang tertutup dipenuhi buku-buku yang baru saja tiba untuk memenuhi rak-rak kosong diperpustakaan tersebut, ada seorang remaja perempuan yang tersungkur, tertunduk menahan kesakitan akibat dari yang dilakukan teman sebayanya tersebut. Tanpa memikirkan rasa kemanusiaan, tangan remaja perempuan yang biasanya halus dan lemah itu mengarahkan pukulannya menuju tubuh remaja perempuan yang hampir tergolek lemah tanpa perlawanan itu.

"Penyebab batalnya piknik kita karena kau, kau senang piknik ini batal!" teriak suara perempuan berambut biru muda.

"Kau senangkan melihat kami menderita," tampar perempuan berambut pirang menghasilkan luka yang mengalirkan darah akibat tamparan itu. Dari kejauhan dapat dilihat, tangan perempuan pirang tersebut memegang benda tajam kecil, sebuah besi yang sungguh menyakitkan.

Perlakuan yang diterima oleh perempuan berambut berwarna merah itu, cukup memperihatinkan, luka yang dihasilkan akibat ukiran kedua temannya itu terlihat tidak akan sembuh cepat atau kembali kesedia kalanya.

"Dasar setan hujan," dengan tangan berada dibahu perempuan merah, perempuan berambut biru itu menghempaskan dan menjatuhkan tubuh itu dari atas, tentu itu sangat mudah mengingat perempuan berambut biru tersebut adalah atlit Juudo.

"Kau senang bukan Karin," selain melempar tubuh dan menghempaskannya, bola basket padat yang telah disediakan oleh kedua orang tersebut menunaikan tugasnya dengan menghantamkan ke kepala perempuan berambut merah yang bernama Karin.

Pintu tersebut dibuka perlahan-lahan dengan suara yang cukup besar namun kalah besar dengan suara yang ditimbulkan penganiayaan tersebut, membuat tubuh itu kembali dihempaskan oleh tangan atlit perempuan itu. Anak yang membuka pintu itu menggigil ketakutan dan ngeri memandangi apa yang telah terjadi didepan mukannya

"Dasar kau si Karin si setan hujan," hina perempuan berambut kuning.

"A-aku bukan setan hujan," Karin berusaha untuk berteriak, namun suara yang keluar adalah suara serak menyayat hati.

"Jangan membantah," perempuan berambut biru tersenyum, kemudian menghempaskan kembali tubuh ringkih itu..

"To-tolong ja-jangan be-begitu de-dengan K-Karin-senpai," perempuan berambut indigo baru saja masuk membuka suaranya meskipun dengan suara yang sedikit ketakutan.

"Diam kau," bentak perempuan berambut kuning.

Karena dibentak, perempuan berambut indigi tersebut membelalakkan matanya dan menutup semua yang hampir saja keluar dari bibirnya.

"Apa kau mau menggantikannya, Hinata?" tanya perempuan berambut biru tersenyum sinis.

"Ti-tidak." Hinata menjawab pertanyaan itu dengan tubuh gemetar ketakutan.

Dengan tubuh yang bergemetaran, Hinata keluar dari perpustakaan, dia hanya memandang maafkan aku kepada kakak kelasnya yang terkulai lemas. Lalu perlahan dia keluar dari ruangan perpustakaan itu tergesa-gesa.

"Kau tahu Shion, sepertinya aku tidak bersemangat lagi," keluh perempuan berambut biru itu kepada temannya.

"Iya Konan, sepertinya ini waktunya untuk kita beristirahat," seringai anak bernama Shion.

"Yah Shion, sepertinya kurang menarik," Konan tersenyum misterius.

Tubuh lunglai Karin bergerak sedikit menghadap ketempat mereka melakukan pembicaraan yang ringan.

"A-ada a-apa?" tanya Karin lemah.

Tangan Konan menggapai dagu Karin, lalu membisikan sesuatu ketelinga Karin, sebuah kalimat mengejutkan Karin tentunya.

"... nah, Bagaimana Karin? Jika besok tidak cerah, kau menjadi mangsa yang empuk bagi kami," seringai Konan.

Tubuh Karin gemetar, dia menatap kedua orang yang tengah melenggang keluar dari ruangan tersebut danmenutup pintu perpustakaan dengan suara yang menciutkan nyali Karin. Dengan lemah, Karin menggeserkan tubuhnya mendekati tasnya, secara susah payah dengan luka disekujur tubuh, akhirnya tas tersebut dapat kembali ditangan Karin. Namun, ada sebuah buku yang jatuh dari tasnya dan tampak disudut ekor mata Karin. Dia membelalakkan matanya tersebut, kemudian tersenyum senang.

'Mungkin dengan cara ini bisa menghentikan hujan,' batin Karin dengan senyum simpul.

'Tapi Siapa?' tanyanya sendiri.

Karin melihat sekeliling, dan ekor matanya menangkap objek seutas tali dan gorden berwarna putih di bawah didekat buku-buku yang masih di kardus. Dengan senyum bahagia, Karin mengambil barang itu, dan juga obeng panjang. Lalu tali dia letakan diatas kursi tempat nanti akan berpijak, dengan tirai membentuk jubah dan juga obeng panjang di genggamannya.

'Dengan ini, hari akan cerah,' batinnya. Kemudian tubuh itu dan tangan itu bergerak cepat dengan kursi yang telah jatuh dengan suara keras dan tali mengikat lehernya serta obeng panjang menancap... di lehernya.

Sedetik kemudian, guru-guru berdatangan, ada guru-gur yang jatuh tertunduk menangis penuh dalam, anak didiknya ditemukan dalam keadaan mati yang mengenaskan. Bunuh diri dan bergelantungan seperti teru-teru bouzu

...

Beberapa hari setelah kematian Karin yang ditemukan pihak sekolah bersimbah darah dan mati secara tidak wajar diperpustakaan, berbeda dengan harapan yang dipinta Karin, setelah kematiannya tersebut hujan akan berhenti, ternyata tidak, hujan tetap turun dengan deras.

"Ck, hujan lagi ya?" keluh Konan, anak yang menyiksa Karin.

"Dasar Karin! sudah mati masih saja membuat hujan turun, merepotkan," gerutu Shion.

"Dasar lemah! Hanya digencet sedikit saja langsung bunuh diri," Konan menimpali.

"Tapi senang juga tidak melihat wajah buruk rupa yang berkacamata itu, sungguh sangat menyegarkan," sambut anak perempuan berambut panjang pirang itu dengan ceriwisnya.

Hinata yang kebetulan mendengar percakapan antara kakak kelasnya tersebut berusaha untuk memperingati mereka. "H-hentikanlah, j-jangan b-berbicara b-begitu m-mengenai orang yang s-sudah m-meninggal."

Kedua anak remaja itu melihat Hinata dengan pandangan sinis.

"Waktu kami menyiksa Karin kau seolah-olah tidak melihatnya bukan," dengus Konan menatap Hinata. "Itu sama saja dengan menyiksanya," kekeh anak itu.

"M-mungkin s-saja, t-tapi..."

"Berikutnya dirimu yang mendapatkan bagian," seringai Shion.

Dalam sekejap tanpa aba-aba, pukulan bertaji mengarah ke arah Hinata membuat kulit mulus tersebut dengan cepat terukir akibat perlakuan dari kakak kelasnya tersebut.

"Hei, berhenti," seseorang berteriak menghentikan perlakuan yang dilakukan oleh kedua orang tersebut.

Kedua orang tersebut menatap kearah Sasuke yang baru saja datang, dan mengucap dengan ketakutan. "Ah, Sasuke."

"Hn, pergi kalian," perintah Sasuke.

Kedua orang tersebut pergi dari tempat tersebut meninggalkan tubuh Hinata yang telah membiru lebam akibat hantaman pukulan yang cukup kuat dari ke dua orang itu.

"Kau baik-baik saja Hinata?" tanya Sasuke.

"Uugh," keluh Hinata.

"Ayo, biar aku mengantar kau ke UKS," ucap Sasuke merangkul tubuh Hinata membawa ke ruang UKS.

Selama perjalanan itu, di koridor banyak anak yang mengisi, karena hari itu hujan turun cukup deras, Sasuke membukakan pintu ruangan tersebut dan menduduki tubuh Hinata ke atas bangsal UKS. Sasuke pergi mengambil kotak P3K yang berada didekat bangsal UKS itu. Dia mengucurkan alkohol kedalam tempat dan membulatkan kain kasa memasuki kedalam cairan alkohol, lalu dia membersihkan luka dan lebam yang terukir dikulit putih pucat Hinata, dia membersihkannya dengan tenang dan terampil serta memperhatikan Hinata yang meringis kesakitan karena cairan alkohol itu hingga bersih dan pendarahan tidak kembali terjadi pada bekas luka Hinata.

"Kau sungguh baik Sasuke," senyum Hinata memperhatikan Sasuke yang hampir selesai membersihkan bekas-bekas lukanya.

Sasuke hanya menggaruk-garuk rambutnya. "Tidak kok, aku belajar dari kakakku kok."

"Mengobati luka itu, tidak memerlukan ke ahlian khusus Sasuke," tawa Hinata.

Sasuke juga tertawa bersama dengan Hinata.

"Sudah selesai," ucap Sasuke.

Dibantu Sasuke, Hinata meringis kesakitan sebelum akhirnya turun dari bangsal UKS. Sasuke memapah tubuh Hinata melewati koridor-koridor yang mulai sepi dengan canda riang siswa-siswinya. Hinata memperhatikan sekitarnya, hujan dengan sesekali sambaran kilat tampak olehnya, tanpa sadar mereka berdua telah sampai ketempat penitipan payung.

"Apa kita yang tidak melakukan apa-apa bisa dikatakan salah?" tanya Hinata kepada Sasuke yang tengah mengambil payung.

"Hm, memang benar, kita yang tidak melakukan apa-apa juga ikut salah," jawab Sasuke membuka payungnya.

Ketika telah sampai diluar sekolah, Sasuke memayungi tubuhnya dan tubuh Hinata, berjalan keluar dari area sekolah.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Hinata.

"Kalau aku, hanya dapat berdoa semoga di surga sana Karin berbahagia," mata Sasuke menatap jalanan yang tergenang air.

"Hati Sasuke sungguh baik," puji Hinata.

"Kau terlalu memuji Hinata," senyum Sasuke.

Mereka berdua berjalan beriringan, namun ada sesuatu yang aneh dirasa oleh Hinata. Dia merasakan aura yang sedikit menyeramkan dan menyedihkan entah darimana dibelakangnya, ketika Hinata menatap kebelakang tidak tampak sama sekali apa yang dia takuti.

"Ada apa Hinata?" tanya Sasuke.

"Tidak, tidak ada apa-apa," jawab Hinata dengan gelengan kepalanya didalam kekalutan.

Ada sesuatu yang dirasakan Hinata secara perlahan merambat kulit bagian bawahnya mengakibatkan tubuh Hinata mengejang dan gemetaran.

'Ada apa? Seperti ada yang mengawasiku,' batin Hinata ketakutan.

"Ah! Teru teru bouzu," teriak Sasuke melihat ke sebuah jendela.

Hinata menatap rumah tersebut. "Eh, ini rumahnya Karin-senpai, kan?"

'Karin-senpai pasti menderita karena dijuluki setan hujan, semoga dia berbahagia di sana,' batin Hinata.

Dia selalu melanjutkan lantunan itu didalam otaknya yang lembut tersebut hingga dia sampai didepan rumahnya.

"Terima kasih Sasuke-kun," senyum Hinata.

"Ah, biasa saja kok," ucap Sasuke sebelum dia melanjutkan perjalanannya.

Hinata berjalan memasuki perkarangan rumah, ada perasaan yang aneh. Aura itu menguar dan menyentuh kulit Hinata.

'Apa yang terjadi?'

...

Hujan masih saja sama seperti hari-hari yang lalu, tirai-tirai air menyentuh bumi dan membuat beberapa orang malas untuk beraktivitas.

"Sudah seminggu lebih hujan turun, menyebalkan," keluh orang didalam kelas.

"Pagi," sapa Hinata kepada ke dua temannya.

"Pagi Hinata," sapa ke dua orang teman Hinata tersenyum.

"Ngomong-ngomong kau dengar gosipnya tidak?" tanya Ino semangat.

"Gosip apa?" kernyit Hinata.

"Mengenai hantu Karin-senpai, dia menampakan diri," jawab Sakura.

"Bohong," ucap Hinata tidak percaya.

"Sungguh, ada yang melihatnya loh," Sakura memutar bola matanya.

"Dimana?" tanya Hinata ketakutan.

"Di perpustakan, setelah pulang sekolah," jawab Ino.

Hinata menatap mereka tidak percaya, dia merasakan bulu romanya merinding mendengar perkataan dari Sakura dan Ino.

"Oi Hinata, kembalikan buku ini ke perpustakan," perintah seseorang dibelakang Hinata.

Hinata berbalik dan mendapati dua orang kakak seniornya berada di depan kelasnya.

"Apa? Kenapa mesti aku?" tanya Hinata merinding dan gemetar.

"Jangan-jangan kau takut hantu, Hinata," seringai gadis pirang itu.

"Ti-tidak," elak Hinata.

"Kalau begitu antar buku ini," perintah gadis berambut biru.

"Baik," ucap Hinata mengambil buku tersebut dan berlari menuju perpustakaan.

"Dasar lemah, hanya digertak sedikit saja seperti itu ya Konan," gadis pirang itu mengobrol kepada temannya ketika mereka meninggalkan kelas Hinata.

"Kau betul Shion," seringai Konan. "Shion, temani aku ke toilet," pinta Konan.

"Baiklah."

Kedua orang tersebut berjalan melewati koridor yang masih ramai dengan anak-anak yang berseliweran, mereka berjalan menuju sebuah ruangan yang memiliki ukiran kayu pada atasnya dengan kata 'Toilet', Konan memasuki kedalam salah satunya dengan simbol yang menunjukkan bahwa itu adalah toilet hanya khusus untuk perempuan. Konan berjalan menuju westafel terdekat, dia menatap pantulan cermin yang memantulkan wajahnya.

"Mainan baru," ucap Konan akan membasuh wajahnya dengan air yang meluncur dari keran air.

Sesuatu yang aneh terjadi, awalnya air yang meluncur dari keran itu sama seperti air yang meluncur dari keran-keran yang lainnya. Namun, air itu terasa aneh dengan bau anyir yang menguar dari air tersebut, bau anyir darah dengan bau besi karatan tercium dari tangan Konan. Konan membuka matanya dan menatap pantulan dirinya, pantulan yang mengerikan dengan darah di atas kulit wajahnya.

"KYAAA!" teriak Konan syok melihat pantulan wajahnya.

'Prang' cermin pecah dan Konan memundurkan tubuhnya secara pelan karena ketakutan akan membuka pintu, namun pintu itu terkunci rapat tidak bisa terbuka olehnya.

"Shion, Shion!" teriak Konan panik.

Teru teru bouzu

Buatlah esok menjadi cerah

Sebuah suara mengejutkan Konan yang semakin panik. Keringat sebesar biji jagung turun mengalir keluar dari pori-pori kulit Konan.

"Halo Konan," sapa suara itu sangat lembut dan menakutkan.

"Siapa disana?" teriak Konan.

Tes, tes, darah mengalir menyentuh wajah Konan, dia menatap keatas asal darah yang menetes tersebut.

"KYAAA!" teriak Konan seketika ketika dia menatap ke langit-langit, sesosok bayangan muncul disana.

"Waktunya pembalasan Konan," sebuah suara yang dingin menggetarkan Konan.

"Maafkan aku," teriak Konan.

Bukan hanya suara yang sangat dikenal oleh Konan, tapi suara-suara yang lain juga ada, sesosok itu mendekat pada Konan.

"Kami akan membalasmu Konan," dan ada beberapa sosok lagi yang mengerumuni Konan.

"KYAA!" teriak Konan.

Tubuh Konan gemetar seketika, dia menelan ludah ketika kapak dan pisau mengarah ketubuhnya, tubuh Konan lunglai seketika ketika kapak itu perlahan kemudian cepat menyentuh lehernya dan kemudian leher tersebut lepas dari kepalanya, kemudian pisau tersebut menyentuh dada Konan yang telah terpotong tersebut dan membuat dadanya hingga seluruh tubuhnya tersebut membuat isi tubuhnya tercerai berai. Ketika pintu dibuka, ketika itulah bayangan atau sesuatu lainnya menghilang.

"Konan!" teriak Shion pilu, melihat tubuh Konan yang tercerai berat tersebut.

...

Sementara itu di waktu yang bersamaan pada perpustakaan, Hinata baru saja memasuki perpustakaan yang tampak sepi.

"Siapa?" tanya petugas perpustakaan.

"Saya ingin mengembalikan buku pinjaman," jawab Hinata mendekati meja tempat pengembalian.

"Tunggu sebentar," perintah petugas perpustakaan tersebut.

'Sreg... Sreg... Sreg,' sebuah suara mengejutkan Hinata dan dia membalikkan tubuhnya menatap asal suara. Ketika Hinata mendongak ke atas tampak Karin tergantung bagai teru teru bouzu diatas tersebut. Hinata hanya bisa menatap ketakutan.

"Nak," ucap petugas perpustakaan mengejutkan Hinata.

"Ini," senyum petugas perpustakaan menyerah catatatan.

Hinata meraihnya dan kemudian berlari dengan cepat tanpa memikirkan yang lainnya hanya memikirkan satu titik yang dituju olehnya, Shion. Dia semakin mempercepat larinya ketika melihat Shion yang terduduk dengan pandangan yang sungguh sangat menderita. Dia mendekat menuju Shion.

"Hantu Karin menampakan diri diperpustakaan," ucap Hinata kepada Shion dengan ngos-ngosan.

"Tidak ada hantu Hinata," ujar Shion. "Kau mau mengejekku ya."

"Ti-tidak, ini benar, hantu Karin menampakan diri diperpustakaan, mungkin saja ini kutukan" ucap Hinata.

"Tidak ada kutukan Hinata, begini saja, jika besok tidak cerah berarti kau setan hujan yang berikutnya," seringai Shion.

"Eh," ujar Hinata terkejut.

Shion pergi dari tempat itu menuju sebuah kantung jenazah meninggalkan Hinata yang masih kaget.

Semua orang terasa menjauhi Hinata, setelah mengetahui bahwa Hinata akan menjadi korban selanjutnya. Hinata hanya dapat menatap mereka maklum.

"Cuaca bukan sesuatu yang bisa dikendalikan oleh manusia, jadi jangan pedulikan mereka," ucap Sasuke ketika mereka berjalan bersama-sama menuju rumah Hinata.

"I..iya," maklum Hinata.

Tapi...

"Semoga cuaca menjadi cerah, kumohon teru teru bouzu," mohon Hinata.

...

Zrrrsh. Hujan masih setia mengguyur kota.

"Sama sekali tidak cerah Hinata," seringai Shion bengis kita dia berjumpa dengan Hinata.

'Apa yang harus ku lakukan?' batin Hinata. 'Selama ini aku selalu berpura-pura tidak melihat, aku tidak ingin mengalami hal seperti itu, aku tidak mau.'

"Bagaimana ini? apa yang harus kulakukan," tanya Hinata yang semakin cepat membuat boneka teru teru bouzu yang kini telah memenuhi kamarnya.

Dia telah mencari-cari cara untuk menghentikan hujan.

"Cuacanya tidak akan cerah," keluh Hinata.

'Apa yang harus ku lakukanagar cuacanya menjadi cerah?' batin Hinata. 'Karin, apa seperti ini perasaan terpojok yang kau rasakan?'

"Lalu di sini," ucap Hinata menatap perpustakaan dan memasuki ruangan tersebut.

'Hantu pun tak apa-apa, muncullah Karin, aku ingin meminta maaf. Lalu, beritahu aku apa yang harus ku lakukan!,' batin Hinata dengan tubuhnya seperti bersujud.

Dan mata Hinata menatap seluruh rak-rak dan menatap buku-buku yang tidak memiliki nama.

"Tidak ada judulnya?" tanya Hinata heran dan tanpa sadar mengambil sebuah buku harian.

"Ye, ini buku harian Karin, di sini tertulis bagaimana cara membuat cuaca cerah," gumam Hinata bersama derasnya hujan.

Dia pulang tanpa ditemani oleh Sasuke dengan semangatnya.

'Hari ini, harus,' batin Hinata

Hinata memakai mantel hujan melewati guyuran hujan yang deras untuk satu tujuan.

"Hm, Bagaimana kalau tubuh itu? Sepertinya cocok," ucap Hinata pelan dengan mata memerah

...

"Hinata Hyuuga, hari ini juga absen ya?" tanya guru didepannya.

"Banyak yang tidak masuk ya," gumam guru tersebut. "Kalian semua harus berhati-hati," peringat guru tersebut.

'Kemana kau Hinata?' batin Sasuke.

Dia berjalan atau lebih tepatnya berlari menuju rumah Hinata, dan menekan belnya ketika dia berada didepan rumah Hinata

Ting tong.. ting tong.

"Mungkin tidak ada," gumam Sasuke berbalik.

Ketika Sasuke berbalik, sebuah nyanyian terdengar.

Teru teru bouzu

Buatlah esok menjadi cerah

Seperti langit di dalam mimpi

Bila cuaca cerah,

Aku akan memberikanmu lonceng emas

"Hinata aku masuk ya, aku datang ke sini karena cemas," ucap Sasuke membuka pintu rumah Hinata.

Teru teru bouzu

Buatlah esok cerah

Bila kau mengabulkan permintaanku

Kita akan minum sake yang manis

"HUWAAA!" teriak Sasuke ketika melihat seseorang yang digantung itu.

Orang yang digantung seperti teru teru bouzu itu adalah Shion. Dengan leher yang terpotong dan seprai putih sebagai penutupnya, namun darah mengalir di seperai putih itu tanda baru saja dibunuh.

Srrk, sebuah suara tanda pintu dibuka mengejutkan Sasuke.

"Waa, Sasuke, kebetulan sekali," seringai Hinata. "Aku baru saja akan menjemputmu!"

Sasuke menatap Hinata tidak percaya.

"Karin mengajariku untuk membuat cuaca cerah," senyum Hinata.

Cipratan darah menempel pada wajah Sasuke dari aliran darah Shion.

"Ternyata memang teru teru bouzu,"ucap Hinata.

"Kau mau mendengar sebuah cerita?" tanya Hinata pada Sasuke yang masih menatapnya.

"Kau tahu. Pada zaman dahulu, hujan yang lebat terus menerus turun," mulai Hinata mendekati Sasuke.

"Walaupun seorang pendeta terkenal sudah berdoa, cuaca tetap tidak kunjung menjadi cerah." Hinata sekarang tiga tangga dari Sasuke.

"Karena itu kepalanya dipancung. Namun, begitu kepala sang pendeta itu di gantung," seringai Hinata. "Cuaca langsung menjadi cerah."

"Itulah kebenaran di balik lagu tersebut," seringai Hinata semakin lebar.

Teru teru bouzu,

Buatlah esok hari menjadi cerah.

Tapi bila cuaca berawan dan hujan

Aku akan memotong lehermu

Nyanyi Hinata.

"Tunggu Hinata! Kalau begitu kenapa Karin tidak memakai cara itu?" tanya Sasuke.

"Karin tidak mempunyai keberanian dan juga tidak mendapatkan orang yang dapat dia potong lehernya, selain menjadikan dirinya sendiri sebagai teru teru bouzu."

"Tunggu Hinata, aku tidak mau seperti ini," teriak Sasuke.

"Diam kau munafik! Kau selalu berpura-pura tidak melihat," sebuah suara mengejutkan Sasuke.

"Ha-Karin."

Whuung, sebuah kapak bermata tajam keluar dibalik tubuh Hinata.

"Sasuke yang baik dengan senang hatinya menjadikan teru-teru bouzu untukku, kan?," suara Hinata berubah menjadi dingin.

"Buatlah esok hari menjadi cerah." Kapak yang tajam itu mengayunkan mengenai leher Sasuke.

Mata Hinata menggelap. Tubuh Sasuke yang masih utuh dengan leher sedikit terpotong itu membuat Hinata menggeleng sendiri. Kemeja yang dipakai Sasuke dibuka dengan paksa oleh Hinata, menampakkan kulit putih yang halus.

"Kau tahu Sasuke, kau sangat baik, sungguh baik," bisik Hinata. Bibirnya melumat daging tebal milik Sasuke dengan kuat dan dengan gigitannya. Kemudian Hinata bergerak mendekati bibir Sasuke, dan melumatnya kasar, melumat bibir tersebut dan memasukinya meski dia tahu tiada balasan dari bibir tipis tersebut.

'Degh' seketika tubuh Hinata menegang.

Mata Hinata yang menggelap kembali memiliki cahayanya, dia tersadar.

"Apa yang telah kuperbuat?" tanya Hinata gemetar. Dia terkejut dengan kapak ditangannya, dan dia melihat kearah atas tempa Shion digantung, juga tubuh Sasuke.

"Sasuke," bisik Hinata pelan.

Air mata mengalir sedikit dimatanya.

"Kita akan berjumpa disan, aku cinta kamu Sasuke," ujar Hinata sambil meminum racun Sianida dan tubuh itu mendekap tubuh Sasuke dengan bibir tepat berciuman.

...

"Ngomong-ngomong," gadis itu mengakhiri ceritanya. "Buku harian tersebut ternyata tidak ada di manapun."

"Hah, jadi itu hanya imajinasi anak itu," ucap Moegi ketakutan.

"Entahlah," sahut temannya yang bernama Yuuko.

"Tapi anak itu, katanya sampai sekarang masih membuat teru teru bouzu dan menunggu cuaca menjadi cerah," senyum gadis pencerita tersebut.

Teru teru bouzu

Sebuah suara yang lembut namun menakutkan mengejutkan kelima orang anak tersebut. Kelima anak itu saling berpandangan dan menatap ke satu titik.

"KYAAA!," teriak mereka secara bersamaan.

Sosok berambut indigo itu menyeringai panjang kepada mereka.

...

.

.

.

.

The End

.

.

.

.

.

...

Rnr, Flame, Concrit, Up to You.