Summary :
Terhubung sendirian dengan sebuah kasus—di mana ada seorang hantu dan pembunuh di dalamnya. Tentu saja itu bukanlah hal yang menyenangkan. Iya kan, Hinata?
.
.
Langit yang terlihat di atas gedung Konoha High begitu jernih, berwarna biru muda yang polos. Memang, awan-awan tampaknya sedang tidak tertarik untuk mengambang di sana, tapi syukurlah sinar matahari tidak terlalu terik di pagi ini.
Namun, semua itu bagi seorang Hinata Hyuuga hanyalah kondisi alam. Sama sekali tidak membangkitkan mood-nya yang selalu berat seperti hari-hari biasa.
Sambil memainkan jemari tangan, Hinata yang sedari tadi berdiri di ujung koridor mulai sedikit mengangkat wajahnya. Ia pandangi keempat siswi sekelasnya sedang berdiri menyumpal jalan masuk menuju kelas.
Satu alasan, ia takut.
Sudah lima menit ia terdiam menunggu orang-orang itu pergi. Tapi sayang, tampaknya para gadis penggosip tersebut tidak akan pergi dari sana dalam jangka waktu yang lama.
Hinata pun merilekskan bahunya yang tegang, berusaha mengumpulkan keberanian. Kemudian, ia langkahkan kaki mungilnya menelusuri koridor lantai dua.
"Pe-Permisi..."
Sontak suara lembut itu menjadi sorotan empat pasang mata sekaligus. Menyadari tatapan tajam dari mereka, mental Hinata seakan menciut untuk meneruskan kalimatnya.
"Maaf, a-aku mau masuk..."
Yang berambut merah muda langsung mendengus. "Ck, lewat aja apa susahnya sih? Ganggu orang aja."
Terbiasa mendengar nada sinis seperti tadi, masih dengan menunduk Hinata berjalan maju sambil berbisik. "Te-Terimakasih..."
Tawa dari ketiga yang lainnya mulai menyusul saat Hinata sudah melewati mereka. Tapi sesaat Hinata baru saja melewati Ino, secara sengaja gadis pirang itu menyenggol kasar bahunya, dan berdesis. "Dasar manusia setan."
Hinata menggigit bibirnya.
Ia memang selalu tidak nyaman apabila ada seseorang yang menyebutkan julukan nista itu padanya. Ya, julukan yang sudah menempel erat sedari awal ia menginjakan kaki di sekolah ini.
"Hei, kenapa dia dikatain 'gadis setan' sih?" Tenten, si tomboy yang belum tau banyak tentang Hinata langsung menaikan salah satu alisnya.
"Kalian tidak tau, ya?" Sakura terkikik geli sebelum ia melirik ke Hinata yang sudah terduduk di bangkunya yang paling belakang.
"Katanya dia kan bisa melihat setan. Horror banget, kan?"
Walaupun terpisah oleh jarak yang lebih dari sepuluh meter, Hinata masih dapat mendengar mereka, terutama karena suara Sakura yang disengajakan kencang untuk membuatnya tersindir. Dari bangkunya, Hinata hanya bisa menghirup udara banyak-banyak, lalu ia hembuskan sampai kedua matanya terpejam. Mencoba bersabar.
"Mungkin dia tidurnya di kuburan!"
"Hahahaha!"
.
.
.
STALK GHOST STALK
"Stalk Ghost Stalk" punya zo
Naruto by Masashi Kishimoto
Inspired from Ghost Whisperer
[NaruHina & NaruSaku & SakuHina]
Crime, Horror, Suspense, Friendship
AU, OOC, Typos, No-Bashing, etc.
.
.
FIRST. Kasus
.
.
Di saat jam pembelajaran, Iruka-sensei—guru yang seharusnya mengajarkan sejarah—terlambat masuk. Padahal biasanya guru berambut coklat itu terkenal paling sering untuk datang pagi ke sekolah.
Namun, bukannya kesal justru banyak murid yang bersyukur. Malahan ada yang mendoakannya agar tidak masuk sehingga mereka bisa menghabiskan 90 menit ini untuk mengobrol. Ya, sama seperti keadaan sekarang.
Untuk kelompok para siswi yang paling terkenal di kelas, topik hari ini yang dimulai Sakura sedikit berbeda—tentang temannya di dunia maya.
"Iya, aku baru saja kenalan seminggu yang lalu, dan kami akan ketemuan nanti sepulang sekolah~"
Tenten merespon dengan tersenyum lebar. "Hah? Baru kenalan seminggu sudah bisa diajak ketemuan? Kok bisa deh?"
"Iyadong! Hebatnya lagi dia juga tinggal di Konoha."
"Wow! Enaknyaa~!"
Karin yang ada di sebelah langsung memotong dengan wajah berpikir. "Kau yakin dia bukan orang jahat, Saku...?"
"Tidak mungkin! Wajahnya aja kayak tanpa dosa gitu kok!"
Ino bergumam sebentar, berpikir sampai keningnya berkerut. "Ehh, ngomong-ngomong soal orang asing, kalian tau kasus baru-baru ini, tidak?"
"Kasus apa?" Sambil bertanya Sakura sedikit mengamati Hinata dari ekor matanya.
Sebenarnya ia tau bahwa gadis indigo tersebut dari tadi sudah mendengarkan semua pembicaraan mereka. Bahkan saking seriusnya menyimak, wajah Hinata sampai berani menghadap ke kelompoknya. Tapi kali ini Sakura membiarkan.
Yah, sekedar pamer betapa serunya mengobrol bersama teman-teman dibandingkan sendirian seperti itu.
"Banyak yang merasa kalau mereka di stalk oleh seseorang..."
Karin mengernyit. "Bukannya itu biasa?"
"Menakutkan, tau! Sudah hampir lima puluhan siswi sekolah kita yang melapor ke guru!"
"Iya, kan bisa aja dia berencana menculik atau membunuh kita!" Sakura melanjutkan. Namun, karena sudah merasa risih, akhirnya Sakura menoleh ke kanan, tepat ke arah Hinata.
"Apa lihat-lihat!"
Dengan tersentak Hinata langsung membuang muka dan menunduk dalam-dalam.
.
.
~zo : stalk ghost stalk~
.
.
Srek!
Di lain tempat, seseorang pria berumur dua puluh lima tahun baru saja keluar dari semak-semak sekolah dengan wajah yang serius. Bersama langkah pelan, ia sibuk sendiri menyingkirkan segala macam dedaunan yang menyangkut di baju maupun helaian pirang jabriknya.
Setelah merasa dirinya sudah rapih, ia keluarkan sebuah kamera Canon yang ia lindungi dengan balutan jaket hijaunya.
"Fuhh... untung aja kacanya tidak kebaret."
Ia gunakan kain berwarna hijau daun punyanya untuk mengelap setiap bagian kamera yang ia sayangi itu dengan benar. Tapi, saking seriusnya ia sampai tidak menyadari ada seseorang dari belokan di depan.
Bukh.
Tabrakan tadi memang pelan, dan tidak mungkin membuat dirinya atau orang yang ia tabrak menjadi terjatuh ataupun terlempar. Namun karena kejadian tersebut, kamera miliknya lepas dari genggaman.
Naruto terbelalak, cepat-cepat ia memeluk si kamera, tidak peduli akan seorang gadis indigo yang akan ia hantam keras.
Brukh!
Kali ini mereka benar-benar terjatuh.
"Ah, maaf!" Setelah kameranya—lagi-lagi—selamat ia langsung menatap kedua lavender milik Hinata dengan pandangan penuh kekhawatiran. Gara-gara dia Hinata terjatuh. Ia pegangi tangan lembut gadis itu, membantunya agar ia bisa terduduk. "Tadi sakit, ya?"
Lalu sebelum izin dari yang punya, ia tepuki siku maupun lutut Hinata yang sedikit kotor akibat permukaan aspal yang menggeseknya.
"..."
Hinata tidak menjawab, ia hanya terdiam sambil mengamati gerak-gerik pria asing ini yang membantunya.
Pipi Hinata memerah.
Dia sedang terpana...
Sudah lama sekali tidak ada orang yang pernah sebaik ini kepadanya. Malahan ia pernah mengingat kejadian di mana Sasuke, sang idola di sekolah—yang diberi julukan 'Pangeran' oleh para siswi—menabraknya, tapi ia pergi begitu saja tanpa meminta maaf.
Dibandingkan Sasuke, pria yang ia tatap sekarang sepertinya jauh lebih cocok dipanggil 'Pangeran'.
Benar, kan?
"Kau baik-baik saja?"
Semua kalimat yang dikeluarkannya bagaikan alunan surga bagi Hinata.
Sangat merdu...
"Bisa berdiri?"
Dan dia... begitu baik.
"Halo...? Apa kau masih sadar?"
Dengan terkaget Hinata pun sadar atas lamunannya. "Ti-Tidak ada apa-apa..." Ia segera menggeleng lemah, lalu berusaha berdiri. "Te-Terimakasih."
Lalu, tiba-tiba saja seorang siswi yang sekelas dengannya muncul. Rambutnya merah muda, dan itu sudah pasti Sakura Haruno.
"Eh, Naru? Kau sedang apa?" Matanya mengernyit, mengamati Naruto dan Hinata menggunakan tatapan penuh selidik.
Naruto pun berdiri dengan sebuah senyum lebar. "Tidak, tadi kami ketabrak sedikit."
Sesudah ia berdiri di sebelah Sakura, dia biarkan gadis pink itu memeluk tangan kanannya seakan mereka adalah pasangan kekasih. "Ayo kita pergi..."
Mata Hinata mengerjap pelan.
Jangan-jangan Naruto adalah pria yang Sakura kenal dari dunia maya?
Mendadak pikirannya kembali dibuyarkan dengan menolehnya pria itu lagi ke arahnya yang terbengong. Naruto tersenyum lucu dan melambaikan tangannya. "Ohya, sampai jumpa..."
.
.
~zo : stalk ghost stalk~
.
.
Sesampainya di rumah kediaman Uzumaki, Sakura tersenyum melihat rumah Naruto yang jauh lebih bagus dan besar dibanding bayangan di otaknya. Tapi yang utama tetap tidak meleset; Naruto memang orang kaya.
Ia bukakan pintu depan yang terlihat berat itu kepada Sakura, mempersilahkan gadis itu terlebih dulu masuk. "Maaf kalau berantakan."
Sakura semakin tersenyum melihat banyak barang mahal yang terpajang di sana. "Tidak apa."
Lalu ia biarkan Naruto menuntunnya ke dalam rumah mewah yang bergayakan barat tempo lalu. Walaupun terisi barang-barang yang kebanyakan berasal dari kayu coklat dan emas, tapi tetap saja indah di mata siapapun.
Sesampainya di ruang tamu, Sakura langsung duduk di sofa berwarna merah.
Sedangkan Naruto masih berdiri malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tampaknya dia sedang gugup. "Hm... ngomong-ngomong, untuk apa ya kita ke rumahku? Kenapa kita tidak ke taman bermain saja? Rumahku membosankan."
"Aku tidak tau." Sakura menggedikan bahu dan tersenyum penuh maksud. "Saat kau bilang mau ke mana, aku hanya bilang mau ke rumahmu, dan kebetulan kau mengizinkan."
Lalu ia lempar tatapannya ke Naruto yang menyimak.
"Lagipula, tidak akan ada pria dewasa yang ngebolehin perempuan ke rumahnya yang kosong tanpa maksud, kan?"
Memang benar. Di rumah ini memang hanya ada mereka berdua.
"..."
Naruto yang terdiam langsung menghela nafas. Kedua sudut bibirnya terangkat. "Aku tidak mengerti..."
Sakura mendengus geli, tentu saja ia tau pria itu berpura-pura. "Terserahlah."
Naruto hanya tersenyum ramah lalu mulai berjalan ke dapur. "Tunggu sebentar di sini, jangan ke mana-mana. Aku akan membuat minum."
Setelah Naruto menghilang dari ruang tamu, dengan bertopang dagu Sakura menjelajahkan pandangannya ke sekitar rumah.
Semuanya ia perhatikan. Dan ketika ia menemukan sebuah pajangan yang tampak dibuat dari berbagai mutiara asli, sebuah cengiran nakal keluar.
Inilah pria yang ia cari.
Tampan, dan banyak duit.
Oh yaampun, perempuan munafik mana yang tidak mau bersama pria yang seperti itu?
Sambil tertawa pelan, mendadak tatapannya terfokus ke tangga yang akan menghubungkannya ke lantai dua.
Ia pun menegakan kembali punggungnya dan beranjak dari sofa. Dari pada bosan, lebih baik ia sekedar sightseeing.
Sakura berjalan ke sana, ia taiki setiap anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua.
Sesampainya di atas, mata emerald gadis itu terpaku oleh pajangan yang berderet sepanjang mata memandang. Terlihat dari tanda tangan di setiap foto, sepertinya itu hasil foto dari kamera Naruto sendiri.
Tampaknya pria itu mempunyai hobi yang bagus.
Lalu, perjalanannya menjelajahi lantai dua terhenti. Karena ada sebuah pintu yang mungkin adalah kamar Naruto.
Sakura memiringkan kepalanya, sekedar berpikir akan memilih memasuki kamar itu atau tidak. Tapi yasudahlah, lagipula pasti Naruto tidak akan marah padanya ini kok.
Dibukanya pintu kamar lebar-lebar, lalu ia masuki ruangan gelap yang hanya terisi cahaya sore. Kamar Naruto besar, tapi terlihat kosong karena hanya terisi perabotan sebutuhnya—kasur, meja, lemari dan beberapa game seperti PS 3 dan x-box.
Ctik.
Setelah Sakura menyalakan saklar lampu, barulah ia memajukan langkahnya dan berhenti di tengah-tengah ruangan.
"Hmm... benar-benar kamar yang sederhana."
Namun, saat ia menoleh ke samping, tepatnya ke arah meja belajar diletakan. Matanya terbelalak.
"I-Ini...?"
Meja itu memang meja biasa. Ada tumpukan buku serta berbagai alat tulis yang tersusun rapih. Tapi bukan semua itu yang membuatnya kaget, melainkan sesuatu yang tertempel di tembok senderan meja.
Di sana terdapat banyak, tidak, sangat banyak sebuah foto yang berukuran kecil.
Ini bukan mengenai banyak atau sedikitnya jumlah foto yang terpajang, melainkan gambar yang terpampang.
Semuanya adalah gambar siswi-siswi yang memakai seragam sekolah Konoha High, sekolahnya.
Dan kalau lebih diperhatikan, modus objek fotoannya adalah siswi yang terbilang cantik, manis, dan seksi.
Maka dari itu, matanya semakin membulat ketika ia mendekat, tidak percaya atas apa yang dia lihat.
Semua murid yang ada di foto dengan berbagai macam ekspresi dan pose. Ada yang sewaktu dia belajar di kelas, ada yang saat makan, ada yang saat olahraga, bahkan... ada juga puluhan foto tak senonoh.
Seperti sedang berganti baju dan... mandi?
Sakura tersentak saat ia lihat salah satu gambar yang tidak enak dipandang itu.
Walaupun hanya terlihat bagian tubuh yang belakang, sudah dapat dikenali dari rambut dan juga ukuran tubuhnya...
Itu dirinya sendiri.
Ia ingat, ia ingat benar pernah merasa difoto oleh seseorang sesudah mata pelajaran renang. Dan jangan-jangan orang itu adalah... Naruto?
"A-Apa-apaan ini!" Ia berdesis, tidak kuasa menahan semua ketekejutan.
Satu kesimpulan, Naruto adalah stalker dari semua siswi sekolahnya.
Dia... MANIAK!
"Sakura...?" Dari lantai satu Naruto memanggil. Sakura tidak kaget, malah ia langsung keluar kamar, ingin menyamperi pria tersebut dan segera menamparnya. "Kau di mana, eh?"
Suaranya tampak tenang, tapi...
Ckrek.
Yang tadi... suara pistol.
Segala keberanian Sakura langsung menciut.
"A-Astaga..." Gumamnya sambil kembali memundurkan langkah kembali ke kamar. Cepat-cepat membanting pintu dan menguncinya.
Tanpa perubahan suhu atau apapun, tubuh Sakura terasa dingin dan berangsur-angsur terus merinding. Tak ada hal lain yang bisa ia pikirkan selain tetap diam di dalam kamar.
Tok tok tok.
Ketukan itu nyaris membuatnya menjerit. Air mata sudah muncul di sudut matanya.
Terdengar kekehan dari luar pintu.
"Sudah kubilang kan, Sakura..." Bisik Naruto, yang entah kenapa cara bicaranya terdengar sangat berbeda—seolah-olah baru saja mabuk. "Jangan pernah ke atas..."
"Tapi karena kau sudah tau rahasiaku..."
BRAKH!
Sakura menjerit merasakan Naruto mulai mendobrak pintu.
"BUKA!" Pria itu menggeram. "CEPAT BUKA PINTUNYA, BRENGSEK!"
Kini, jantung Sakura benar-benar berdetak cepat bagaikan baru saja lari maraton ratusan meter. Perlahan, dengan kaki gemetar ia melangkah mundur, salah satu tangannya sibuk menutupi mulutnya yang menganga. "Kami-sama..."
BRAKH!
BRAKH!
"Aduh..." Semakin kencang dobrakan, ia meringis. Pandangannya bergerak ke segala tempat, berharap ada sesuatu yang bisa menyalamatkannya dari Naruto. Tapi dari seluruh benda yang ada di kamar, hanya ada satu jalan keluar.
Jendela.
Tapi tidak mungkin. INI LANTAI DUA!
BRAKH!
"Yaampun..." Ia jambaki helaian merah mudanya. "Aku harus bagaimana!"
"Buka pintunya, atau..." Lirihan Naruto mendadak membuatnya terpaku, ia merasakan firasat buruk tentang ini. "Kita akan bersenang-senang, sayang?"
DOR!
"KYAAAAA!" Bersama teriakan, Sakura berlari ke arah jendela.
Persetan dengan sesuatu yang akan melukai kulit mulusnya, ia bisa mati kalau terus berada di sini!
Selama Naruto masih kesulitan mendorong pintu karena kunci yang sudah ia pasang, Sakura mengangkat kaca jendela dan mulai mengeluarkan kepalanya terlebih dulu dari sana. Ia tau kalau posisinya salah, tapi mau bagaimana lagi. Ia sudah kelewat panik.
Jangan tanya kenapa, ini pengalaman terseram yang pernah ia alami!
BRAKH!
BRAKH!
Suara itu bagaikan Neraka bagi Sakura. Ia semakin tidak bisa mengontrol dirinya dari gemetar ketakutan yang menyerang. Bahkan telapak tangannya malah lemas sesudah ia menyentuh alas rendah yang merupakan balkon kecil di luar.
Dengan segenap kemampuan, ia menarik diri. Berusaha mengeluarkan sisa tubuhnya—dari perut ke bawah—untuk keluar.
Namun, saat salah satu kakinya sudah keluar dan ia akan mengeluarkan salah satunya lagi.
GREP!
Salah satu kakinya berhasil di tahan oleh Naruto—yang nyatanya sudah masuk ke kamar.
"KYAAAAAA! LEPASKAN! LEPASKAAAAAN!"
"Tidak bisa. Kau ingat tujuan awal kita bertemu, bukan? Seharusnya kita bermain bersama..." Naruto mengeluarkan tawa. Sebuah tawa yang mampu membuat bulu kuduk Sakura berdiri.
Tapi tak ada yang bisa Sakura keluarkan selain jeritan serta umpatan kasar kepada Naruto, apalagi saat pria itu menarik kakinya dengan semena-mena—sehingga menyebabkan betis, tulang kering maupun lututnya tergesek oleh sesuatu yang membuatnya berdarah.
Setelah menarik setengah dari tubuh Sakura yang masih tersangkut di luar jendela, Naruto putar 180 derajat posisi gadis tersebut. Kemudian, ia pegangi paha putih Sakura—sekedar bermain kesempatan—sehingga ia bisa menarik kencang tubuh itu sekali lagi.
Sakura tentu saja meronta. Matanya yang sudah mengeluarkan tangisan terpejam rapat, tangannya memukul apapun yang ada di sekitar.
Sampai-sampai dia tidak sadar sudah ada moncong pistol yang mengarah ke dagunya.
"KYAAAAA!"
DOR!
PRANG!
Seusai pecahan kaca jendela berhenti berjatuhan, cepat-cepat Sakura membuka mata. Beruntunglah tangannya yang tidak bisa diam langsung memukul pistol, karena kalau tidak, mungkin wajahnya akan hancur oleh tembakan tersebut.
"KAU GILA! LEPASKAN AKU!"
Mendengar teriakan Sakura, akhirnya gerakan tangan Naruto untuk menarik paksa terhenti. Awalnya Sakura lega, namun tiba-tiba saja Naruto meletakan kedua tangan kekarnya ke jendela, lalu ia menyeringai.
Sakura tentu saja tersentak. Secara tubuhnya masih tersangkut di jendela. Dan saat ia melihat ke arah jendela yang ada di atasnya sudah berujung runcing semua, terbayang perutnyalah yang akan menjadi sasaran apabila Naruto menutup jendela. Dan dia... akan mati.
Sakura terbelalak.
Dan Naruto menyeringai.
"Kau yang memaksaku melakukan ini."
JREG!
"AAAAAHHHHH!"
.
.
~zo : ghost stalk ghost~
.
.
"Iya! Kemarin aku bersumpah ada yang memfotoku!"
"Ihh, itu menyeramkan banget! Terus kaunya bagaimana?"
"Aku sih tidak apa-apa, tapi aku takut hasil fotonya malah jelek!" Salah satu siswi kelasnya tertawa terbahak-bahak bersama temannya. Tapi sesudah tawa mereka reda, yang berambut keriting langsung menoleh ke Hinata yang masih menyapu di kelas. "Ohya, kami duluan ya! Jangan bicara sendirian lagi, Hyuuga! Haha!"
Sreek.
Pintu kembali tertutup dan suara obrolan kedua murid itu semakin redup, meninggalkan Hinata sendirian di kelas dalam keheningan.
Kenapa Hinata sendirian? Karena dia sedang piket—membersihkan kelas.
Sebenarnya kalau dilihat dari daftar buatan ketua kelas, seharusnya bukan Hinata yang ditugaskan bersih-bersih pada hari ini.
Ada tiga siswa. Tapi semuanya mengatakan kalau mereka sibuk dan melemparkan segala tanggungjawabnya ke Hinata seorang.
Tapi walaupun Hinata tau orang-orang itu berbohong, ia selalu menerima dengan tulus. Lagipula di rumahnya juga sepi, lebih baik ia membersihkan kelas—sekedar mengisi kekosongan saja.
Sreek.
Suara pintu tergeser membuatnya yang tengah menyapu langsung menoleh. Ia hentikan kegiatan dan berjalan ke pintu dan sedikit melihat keadaan luar—mencari tau siapa yang telah membuka pintu ini.
Tidak ada siapa-siapa di dalam kelas selain dirinya, dan juga tidak ada siapa-siapa di koridor lantai dua.
"Yang tadi... siapa?" Bisiknya berharap ada orang atau hantu yang menjawabnya.
Ya, Hinata memang bisa melihat juga berkomunikasi dengan hantu. Bukan karena ia tinggal di dekat kuburan atau apa, tapi karena kemampuan yang diturunkan oleh Ibunya.
Namun, nyatanya ia mendapatkan sebuah jawaban tak terduga.
Sebuah hembusan dingin di daerah lehernya.
Cepat-cepat gadis berambut itu berbalik, membuat helaian indigonya bergoyang.
Tapi saat ia melihat ke belakang, masih tidak ada sesuatu yang tampak.
"Hinata..."
Hinata terkaget. Nyaris saja ia kehilangan keseimbangan saat mendengar suara itu.
Meski ia sudah kenal dengan yang namanya hantu sejak kecil, ia tetap tidak terbiasa apabila dikagetkan seperti tadi. Ia senderkan punggungnya yang lemas ke tembok, lalu ia eratkan genggamannya ke tongkat sapu yang masih ia pegang.
Di sudut kelas, lebih tepatnya di daerah paling pojok kiri terdapat sebuah bayangan, bayangan hitam setinggi 160 cm.
Dan, lama kelamaan bayangan tersebut semakin jelas. Menampakan sebuah sosok yang membuatnya terbelalak.
Hinata mengerjapkan mata, terus memandangi sesosok gadis yang tampaknya salah satu siswi sekolahnya.
Normal, tapi siswi itu berdarah di bagian perut. Namun tidak kelihatan lukanya seperti apa karena ditutupi seragam putihnya yang berlumur noda darah.
Semakin ia lihat ke atas, Hinata dapat melihat tangan hantu itu yang sedikit dipenuhi oleh baretan benda tajam dan memar.
Dan untuk yang terakhir, ia cukup kaget. Terutama ketika melihat wajahnya.
Itu Sakura, Sakura Haruno
"Hina..." Siswi yang paling sering berkuasa di kelas itu menyebut namanya. Dengan pelan, dan menyeramkan. "Hinata..."
"Tolong..." Lirihnya tanpa tenaga. "Tolong aku!"
Hinata merinding, terutama saat ia mendekat serta sedikit menjulurkan tangannya.
"TOLONG AKU!"
.
.
TO BE CONTINUED
.
.
Author's Note :
MUUAAF! Please, ini bukan Naruto/Sakura bashing. Aku cuma buat Sakura kayak gini sifatnya buat nonjolin friendship SakuHina nantinya :) Karena sifat egois Sakura berguna banget untuk salah satu scene suspense NaruHina. Sedangkan sifat Naruto kubuat kayak gitu untuk dapet kesan crime :D
Ohya, fict ini sangat terinspirasi dari salah satu episode Ghost Whisperer! Scene suspense-nya keren banget sih! xD Tapi ngga bakalan mirip banget dong tentunya :3 And, ini cuma sampe empat chap, dan udah komplit di leppie. Jadi ini ngga akan pending kayak belasan fict-ku yang lain! Hehe.
.
.
Next Chap :
"Tubuhku masih ada di rumahnya. Dan aku ingin kau menemukan jasadku di sana."
"Dia telah membunuhmu, Sakura-san. Dia pembunuh. Dan aku... aku hanya seorang siswi SMA biasa."
"Sudah pasti kita harus ke rumah Naruto!"
"Ahh, astaga. B-Bau. Bau darah..."
.
.
Review kalian adalah semangatku :'D
Mind to Review?
.
.
THANKYOU
