Suara dentingan sendok dan garpu di piring terdengar dari empat orang di ruang makan. Tampak namja dengan rambut hijau mintnya terlihat meminum air dengan gugup dan berdehem sesaat.

"Eomma! Appa!"

Sontak, orangtuanya menoleh. Kecuali seorang namja berambut orange di hadapan namja yang memanggil tadi.

"Ada apa, Yoongi?" Seokjin yang duduk di sebelah Yoongi bertanya agar anaknya bisa menghilangkan kegugupan yang tampak jelas di wajahnya.

"Katakan saja. Tidak perlu gugup." Suara tegas dan senyuman dari Namjoon semakin membantu Yoongi menghilangkan rasa gugupnya.

"Aku…" Yoongi melirik namja di hadapannya yang masih berpura-pura sibuk dengan makanannya. Orangtuanya pun menyadari dan tersenyum karena mulai mengetahui maksud anaknya.

Merasa menjadi pusat perhatian, namja tadi menoleh dan memandangi orang yang tersenyum kepadanya satu persatu dengan gugup. Yoongi kemudian menatap orangtuanya dengan pasti dan…

"Aku akan menikahi, Jimin!"

Namja yang bernama Jimin itu langsung meneguk air dan beranjak dari duduknya.

"Jimin!" Yoongi beranjak dari duduknya.

.

.

.

Jimin menutup pintu kamarnya secara perlahan dan menguncinya. Lalu, ia tak beranjak dan malah menyandarkan tubuhnya hingga perlahan terduduk. Tangisannya pecah begitu saja sehingga membuatnya mengabaikan pintu kamarnya yang diketuk dari luar.

"Aku akan menikahi Jimin."

Merasa diabaikan, Yoongi menghentikan kegiatannya mengetuk pintu kamar Jimin, "Kau bilang kau ingin aku membuktikan keseriusanku. Aku benar-benar serius akan menikahimu, Jimin-ah! Aku akan menikahimu dua minggu lagi dari sekarang dan mulai besok, kita harus menyiapkan semuanya." Dengan berat, Yoongi pergi dari kamar Jimin dan tersenyum penuh harap.

Jimin masih ingat bagaimana lima tahun yang lalu ia tinggal di rumah ini dan setiap tahun Yoongi pulang. Tidak ada obrolah serius dan hanya sekedar sapaan saja saat Yoongi pulang. Hatinya hanya akan sakit walau hanya dengan melihat wajahnya saja.

"Eomma, appa, kenapa kalian meninggalkanku? Kenapa hidupku serumit dan sesakit ini? Bawa aku! Bawa aku!" Jimin terus menangis sambil menjambak rambutnya hingga ketukan dan panggilan lembut diarahkan untuknya.

"Jiminnie, ini eomma."

"Aku ingin sendiri! Aku tidak ingin berbicara dengan siapapun. Eomma mengerti kan?"

"Baiklah, Nak. Temui eomma jika sudah tenang ya? Istirahatlah! Sudah malam."

"Ne, eomma."

.

.

.

Dua namja yang duduk di kiri dan kanan Jimin tampak sedang menjalani komunikasi tanpa suara melihat keadaan sahabat mereka. Sepasang kekasih itu saling memerintah untuk bertanya kepada Jimin yang tidak mengeluarkan sepatah katapun sejak pagi setelah beberapa hari sebelumnya tidak banyak berbicara. Sangat berbeda 180 derajat dari sifat Jimin yang banyak bicara.

"Jeon Jungkook! Kim Taehyung! Hentikan kegiatan kalian sebelum aku menyuruh kalian keluar."

Mereka berdua pun kembali duduk tegap dan berpura-pura fokus kepada dosennya yang kembali menjelaskan pelajaran. Jungkook kembali melirik kearah kiri dan Taehyung melirik kearah kanannya. Intinya mereka sama-sama melirik Jimin yang menatap lurus ke depan. Mereka tampak menghitung dan…

"PARK JIMIN!"

Sontak semua perhatian tertuju kepada tiga bersahabat itu terutama kepada Jimin dan Jimin hanya menatap kedua sahabatnya bergantian dengan tatapan polos. Seperti orang yang baru saja dikembalikan nyaawanya. Apa sebenarnya daritadi Jimin hanya melamun?

"Kalian berdua…KELUAR!"

Taehyung langsung berdiri ingin mengucapkan protes, "Baik, saem. Tapi, Jimin harus dikeluarkan juga. Daritadi dia hanya termenung dan kami berdua hanya berusaha membuat Jimin tersadar."

Dosen cantik itu tampak berdehem untuk menyelamatkan kewibawaannya yang hampir hilang karena mahasiswa yang diajarnya, "Baiklah, kalian bertiga…KELUAR DAN NILAI KALIAN ADALAH D!"

Taehyung hendak membuka mulutnya kembali hendak protes.

"Keluar atau nilaimu E, Kim Taehyung."

.

.

.

"Kenapa kau jadi pendiam?" Taehyung langsung bertanya kepada Jimin yang masih tampak kesal karena disuruh keluar dan mendapat nilai buruk. Ia hampir memasuki semester terakhir dan bisa saja gagal hanya karena satu mata pelajaran. Tapi, kenapa dia yang malah jadi tersangka?

"Hyung, kau membuat kami khawatir." Kini Jungkook berkata dengan tatapan memohon dan membuat Jimin luluh.

"Apa Yoongi sunbae menyakitimu lagi?"

Jimin memandangi sahabatnya sejak SMA itu satu persatu dan menunduk.

"Dia melamarku semalam." Jimin berkata dengat sangat pelan bahkan lebih pelan dari bisikan. Namun, dapat di dengar oleh dua sahabatnya itu dan dibarengi dengan tatapan kaget dari mereka.

Taehyung langsung menarik Jimin dan diikuti Jungkook. Hal seserius ini harus dibicarakan di tempat yang aman seperti, perpustakaan mungkin?

.

.

.

"Mungkin ini jawaban dari sakit hatimu dulu, hyung. Dulu kan Yoongi hyung malah sudah punya pacar waktu kau akan menyatakan cinta."

Jimin dan Taehyung menatap Jungkook dengan penuh tanya. Bagaimana mungkin Jungkook yang lebih muda satu tahun dari mereka mempunyai pemikiran sejauh itu. Lalu, Jimin menunduk dan kini malah dia yang jadi bahan tatapan.

"Tapi, aku sudah tidak mencintainya lagi."

"Ayolah, Jim. Waktu itu kau hanya mengaguminya saja. Kau masih punya waktu untuk mencintainya sebelum pernikahan kalian. Jika belum bisa juga…." Taehyung memasang wajah yang lebih serius lagi dan membuat dua orang dihadapannya menunggu, "Cobalah sesudah pernikahan kalian."

"Huh! Kau ini, hyung. Intinya Jimin hyung harus melakukannya sampai kapanpun."

"Tae, Kookie, aku akan menikah. Bukan pacaran seperti kalian."

"Kau fikir hubungan kami ini main-main? Kami ternyata saling menyukai sejak Jungkook menjadi adik kelasku dulu."

"M-mwo?" Jimin berdehem dan menenangkan kembali nada bicaranya, "Berarti, kalian sudah saling menyukai selama delapan tahun dan baru jadian enam bulan yang lalu? Dasar bodoh!"

.

.

.

"Kalian kenapa membawaku kesini. Aku harus pulang untuk…" Jimin sangat ragu melanjutkan kalimatnya.

"Menyiapkan pernikahan." Jungkook yang duduk disampingnya melanjutkan kalimat Jimin dengan santai sementara Taehyung yang terlihat sebagai supir karena Jungkook yang duduk di belakang sedang membuka sabuk pengaman yang dipakainya.

"Anggap saja ini perayaan karena kau akan menjadi pengantin baru. Mungkin saja setelah menikah, kita semakin sulit berkumpul. Tapi, kau tidak akan berhenti kuliah kan hyung?"

"T-tentu saja." Jimin menjawab dengan ragu karena ia sama sekali tidak ada berbicara mengenai hal ini.

Pernikahan yang awalnya membuat Jimin ingin mati malah menjadi hal yang akan ia hadapi dengan sepenuh hati. Ini semua berkat nasihat dari kedua sahabatnya.

"Kami akan menraktirmu hari ini, hyung."

"Gomawo."

.

.

.

"Tunggu!"

Jimin yang mendengar suara Taehyung langsung melepaskan tangannya dari pegangan pintu yang baru saja akan ia buka. Begitu juga Jungkook.

"Kookie, kita harus membukakan pintu untuk calon pengantin baru. Aigoo…" Taehyung langsung membuka pintu dan mempersilahkan Jimin masuk disusul Jungkok dan dirinya. Belum selesai sampai disitu, Jungkook langsung menarik kursi yang akan Jimin duduki. Jungkook pun duduk disamping Jimin berhadapan dengan Taehyung. Agar Jimin tidak merasa seperti obat nyamuk sih kata Jungkook.

"Kalian berlebihan." Jimin hampir tertawa namun berhenti begitu saja saat matanya menangkap sesuatu. Taehyung langsung menoleh ke belakang.

"Hei! Apa-apaan ini? Dia baru melamarmu tapi malah pergi bersama orang lain." Jungkook memang orang yang memang mudah emosi. Namun, Jimin langsung menahannya untuk kembali duduk.

Jimin semakin gugup saat Yoongi membicarakan sesuatu sambil meliat kearahnya dan ditambah lagi dengan Yoongi yang berjalan mendekatinya sekarang.

"Tae, Kookie, ayo pergi!" Jimin sudah beranjak dari duduknya. Dengan terpaksa Taehyung dan Jungkook mengikutinya.

.

.

.

"Tuan, orang yang Anda tunggu sudah datang."

"Suruh masuk saja, Sekretaris Yoon."

"Baik, Tuan."

Tak lama setelah sekretarisnya keluar, seorang namja yang dikenalnya masuk dan Yoongi langsung mempersilahkan tamunya duduk.

"Hobie, kau sudah menyiapkan semuanya?"

"Tentu saja. Aku akan membuat hari spesialmu sangat mengesankan."

"Sepertinya sebuah cafe lebih baik. Bagaimana?"

Lelaki yang dipanggil Hobie itu mengangguk dan sepanjang perjalanan para karyawannya memberi hormat dan membuat Hobie atau Hoseok terpukau.

"Wah! Kau sangat dihormati walaupun masih menjadi wakil ayahmu. Sebulan waktu yang cukup untuk membuat orang tertarik padamu."

Yoongi hanya tertawa renyah.

"Kau selalu merendah. Siapa juga yang tidak mengenali orang sepertimu?"

Hoseok merupakan satu-satunya sahabat yang dimiliki Yoongi yang mengetahui seluk beluk dari kehidupan Yoongi. Hingga akan menikah pun, Yoongi bergantung kepadanya. Apalagi Hoseok pemilik WO terkenal seantero Seoul. Setelah duduk dan memesan makanan, Hoseok membuka tab. Ia akan memberikan contoh hal-hal yang diperlukan. Mulai dari tempat, pakaian, makanan, hingga undangan.

"Pengantinku ada disini rupanya. Jiminnie! Tunggu!"

.

.

.

"Antar aku ke apartemen kookie." Ujar dingin dengan suaranya yang kembali dingin dan tentu saja sepasang kekasih itu tidak bisa menolak. Jimin terus melihat ke luar jendela mobil dan tanpa terasa Jimin meneteskan airmatanya.

"Hyung!" Panggil Jungkook pelan dan tangan yang akan memegang Jimin langsung ditepis oleh Jimin sendiri tanpa mengalihkan pandangannya.

"Jangan ajak aku bicara."

.

.

.

Sesampainya di apartemen sederhana Jungkook, Jimin langsung berbaring di kamar satu-satunya tanpa perlu segan. Ini sudah kesekian kalinya sejak delapan tahun yang lalu. Jungkook langsung menyelimuti tubuh Jimin yang tidur membelakanginya.

"Panggil aku jika butuh sesuatu." Ujar Jungkook sebelum keluar dari kamarnya dan menuju ruang tamu dimana Taehyung menunggunya. Ia pun memeluk kekasihnya dan mencari kenyamanan didadanya.

"Kookie, kau tau sesuatu? Sikap Jimin sangat tidak beralasan. Atau dia mulai cemburu kepada Yoongi sunbae?"

Jungkook langsung duduk menghadap Taehyung dengan tatapan kesal dan tanpa ragu menjitaknya.

"Hyung ini bodoh atau tidak pintar? Kau ini lupa atau tidak ingat?"

"Mwo? Kookie, arti kalimatmu sama saja."

"Terserah!" Jungkook kembali menjitak kepala Taehyung.

"Aku tau aku pacarmu. Tapi tetap saja aku lebih tua darimu dan kau sama sekali bersikap tidak sopan."

"Aku tidak perduli! Aku akan terus menjitakmu supaya kau ingat!" Jungkook hendak menjitak Taehyung dan tangannya langsung ditepis.

"Aigoo! Tenanglah, Kookie! Bagaimana aku bisa ingat?"

Jungkook tampak berfikir sejenak, "Benar juga. Ah! Kau terlalu lama berfikir. Dia Hoseok sunbae."

"M-mwo?"

TBC