Cast : Xi Luhan, Oh Sehun, anggota EXO lainnya dan beberapa member Suju

Pair : Tetap dengan pasangan mereka masing-masing (GS for Luhan, Xiumin, Kyungsoo. Lainnya akan menyusul)

Rate : T

Genre : Romance, Friendship dll

Summary : -

Warning : GS and Yaoi *may be. Typo bertebaran, anggap aja bumbu ni FF *ngeles

Disini ada beberapa nama yang saya buat sendiri soalnya agak bingun juga mau masukin siapa. FF pasaran, ngebosanin dll

Ga suka ama cast atau critanya silahkan OUT… author ga maksa tuk baca

NO BASH NO PLAGIAT

BLUE.Z

Aku tidak tahu kenapa semua orang ah….ani banyak orang menginginkan kelebihan.

Bermimpi jika saat mereka bangun dari tidur akan ada keajaiban yang menghampiri atau mungkin bertemu sejenis alien dan memberikan kekuatannya pada mereka.

Aku… aku membenci itu semua.

Aku membenci mereka yang tidak tahu bersyukur dan menginginkan lebih dari yang Tuhan berikan. Dan aku juga membenci Tuhan yang memberikan kelebihan yang lebih mirip kutukan ini padaku.

Ya. Aku membenci Tuhan, Mereka dan terlebih Diriku sendiri.

BLUE.Z

Tok tok

"Bangunlah Luhan-ah. Segera bersiap-siap. Aku sudah membuatkan bubur abalone untukmu. Makanlah selagi hangat."

Min Jun Ah, wanita yang genap berumur 31 itu membangunkan Luhan dengan sekali panggilan kemudian kembali kedapur dan membereskan beberapa sampah yang masih ada di dapur. Ia sudah hafal betul kebiasaan Luhan. Luhan akan bangun dalam sekali panggilan meskipun ia sedang tidur dengan lelapnya. Terkadang ia merasa heran. Tapi, bukankah masing-masing orang memiliki kebiasaan unik? Dan itu mungkin kebiasaan unik yang dimilki Luhan.

Luhan membuka matanya. Sudah jam 6 pagi tapi kamarnya masih gelap. Tentu saja, mengingat kamarnya sangat berbeda dari kamar-kamar gadis pada umumnya. Jika gadis lain menyukai warna-warna cerah seperti pink untuk mewarnai kamar mereka maka Luhan kebalikannya, ia lebih menyukai warna hitam yang memberi kesan gelap yang dipadukan dengan warna putih.

Dinding kamarnya berwana putih dan selain dari itu semuanya hitam. Gorden, seprei, sebuah sofa panjang dan beberapa barang lain semuanya berwarna hitam termasuk lantai kamarnya. Hal ini membuat kamarnya terkesan gelap jika tanpa cahaya yang masuk apalagi gordennya dibiarkan terus menutupi jendela.

Luhan berjengit ketika merasakan dinginya marmer begitu kakinya menuruni ranjangnya. Luhan sedikit melakukan perenggangan sambil berjalan ke arah kamar mandi. Limah belas menit kemudian Luhan sudah siap dengan seragamnya dan berjalan menuruni tangga sambil memperhatikan Min Jun Ah yang lagi membereskan beberapa buku di meja dan kemudian menaruhnya di rak.

"Selamat pagi nona Jun Ah"

Jun Ah menghentikan kegiatannya dan meoleh kearah Luhan "Selamat pagi juga Lulu. Well dandananmu seperti biasa." Jun Ah mengacak pinggang, ia gemas dengan Luhan. Luhan itu gadis yang cantik dan manis tapi kenapa ia sangat pelit untuk sekedar berdandan. Seharusnya Luhan itu meluangkan sedikit waktunya. Bukannya mala berpenampilan ala kadarnya. Menggerai rambut panjangnya, meletakkan seluruh rambutnya ke bahu kiri dan membiarkan sebagian rambutnya menutupi wajah kirinya membuat luhan seperti hantu-hantu jepang – menurut Jun Ah.

"Hey Nona Jun Ah. Apa kau tidak bosan? Aku saja bosan mendengar kalimat itu setiap hari" Luhan duduk di pagar tangga dan meluncur dengan mulus hingga ke lantai bawah. "Mana bubur abaloneku?" Tanyanya begitu sampai di depan Jun Ah. Jun Ah menunjuk kearah dapur dan langsung mendapat anggukan mengerti dari luhan.

"Makanlah cepat Lulu sayang. Aku ada janji jam 9 ini dengan Hyuna."

"Hmmm" Luhan memakan buburnya dengan santai dan terlihat anggung tentu saja membuat Jun Ah hanya bisah geleng-geleng kepala. Apa-apaan Luhan ini, ia menyahut tapi tidak mempercepat makannya.

BLUE.Z

"Turunkan aku di sini saja" Luhan menutup buku tebal berbahasa Jerman yang sedari tadi dibacanya.

Luhan langsung menutup pintu mobil sport merah milik Jun Ah dan berjalan tanpa sepatah katapun membuat Jun Ah mendecih.

"Hari ini jangan lakukan apapun, oke. Aku tidak ingin dipanggil oleh wali kelasmu di hari pertamamu dan ingat ini sekolah terakhirmu. Aku akan menjemputmu lagi. Annyeong." Jun Ah berteriak dari jendela mobil. Ia tidak perduli dengan Luhan yang terus berjalan seolah tidak mendengarnya.

Luhan menatap datar mobil merah yang perlahan hilang dari pendangannya. Luhan memalingkan wajahnya kesamping, memandangi gedung besar dengan 4 lantai yang akan menjadi tempatnya menuntut ilmu satu tahun kedepan.

"Aku tidak janji nona Jun Ah" Gumam luhan tidak yakin

Gedung didepannya bukanlah sekolah pertama atau kedua yang Luhan masuki. Setidaknya sudah 8 sekolah yang perna di tempatinya dan semuanya tidak bertahan lama. 4 bulan adalah waktu yang terlama untuknya berada di satu sekolah dan yang tercepat adalah 1 hari. Alasannya ? akan kalian tahu nanti ^^

Luhan memasuki gerbang XOXO International School dengan santai. Di depannya sudah ada seorang guru laki-laki yang memegang kayu dan memukuli murid yang terlambat dan menyuruh mereka untuk berbaris membentuk satu garis lurus sambil menunduk memberi hormat. Tangan guru pria itu mengusap bokong hingga menyelinap masuk diantara paha salah satu siswi dan membisikan sesuatu pada siswi itu membuat sang siswi menegang.

Guru itu kemudian melihat Luhan dan menyuruhnya untuk berlari "Kau yang disana. Cepat masuk dalam barisan." Perintahnya sambil menatap luhan dari kaki hingga kepala. Seperti hantu saja tapi lumayan pikirnya.

Luhan terus berjalan dengan santai membuat guru itu sedikit emosi karena tidak dihiraukan.

"Apa kau tuli? Cepatlah berjalan. Jangan seperti siput" Serunya emosi

Beberapa murid memandangi Luhan. menatapnya prihatin. Guru mereka yang terkenal killer sepertinya sedang mendapat mangsa baru. Guru itu mengayunkan kayunya ke udara dan menatap tajam kearah Luhan.

Luhan menghentikan langkahnya ketika jarak antara dirinya dan sang guru tinggal selangkah lagi membuat guru laki-laki itu tersenyum menang.

"Kau-" Ucapnya sambil menunjuk Luhan menggunakan kayunya namun ucapannya terhenti dan ia terkejut ketika Luhan dengan santai melangkahkan kakinya kedepan. Meninggalkan sang guru dan murid lain yang menatap iba padanya. Gadis itu akan tamat. Begitulah pikiran-pikiran para murid yang menyaksikan aksi Luhan.

Guru laki-laki itu menatap tak percaya pada Luhan. tadinya ia pikir Luhan berhenti karena takut padanya tapi nyatanya Luhan berhenti hanya untuk melirik sang guru sebentar, memakai hedset yang menggantung di lehernya dan kemudian bergumam "Berisik" Lalu kembali melanjutkan langkahnya.

"Ya masuklah dan siapkan tenagamu. Karena sebentar hukumanmu akan menyusul." Serunya geram.

BLUE.Z

"Nah Luhan ini adalah kelas barumu. Aku harap kau betah di sekolah ini. Nyonya Min adalah sahabatku jadi jika ada yang mengganngumu katakana padaku aku akan menghajar mereka semua." Ucapnya menatap ragu kearah Luhan. Penampilan Luhan seperti hantu saja bahkan auranya sangat dingin. ia yakin tidak akan ada murid yang berani mengganggu Luhan. anggaplah kata-katanya tadi itu hanya basih-basi.

Luhan membungkuk pada Kang Min Woo – Guru laki-laki – yang mengantarnya lalu bergegas masuk kedalam kelas 3-3. Membuat Kang Min Woo mengusap tengkuknya dan berjalan kembali ke ruangannya dengan wajah bodoh.

"Semuanya diam dan biarkan dia memperkenalkan dirinya." Bentakan dari Han Ji Suk – Guru sejarah – sukses membuat semua murid memilih diam dan duduk manis menunggu Luhan memperkenalkan dirinya.

"Baiklah, silahkan perkenalkan dirimu" Ji Suk membiarkan Luhan berdiri sendiri di depan kelas dan memperkenalkan dirinya. Dia tidak tahan lama-lama berada di samping Luhan. Rasanya seperti mau mati membeku.

Luhan membungkuk sekilas membuat rambut panjangnya jatuh menutupi wajahnya, bukankah sopan santun itu perlu? Lagipula dari kecil Luhan sudah terbiasa berlaku sopan. "Namaku Lu Han" ucapnya tenang, singkat, padat dan jelas.

Satu menit berlalu sejak Luhan memperkenalkan namanya namun tidak ada reaksi apapun dari teman-teman barunya dan sang guru sejarah. Mereka menunggu kalimat selanjutnya dari Luhan namun sepertinya Luhan tidak berniat memperkenalkan dirinya lebih lanjut.

"Apa tidak ada yang ingin kau katakan lagi?" Tanya Ji Suk pada Luhan

"Tidak ada" Luhan memandang ke depan, tidak ada senyum di wajahnya membuat semua penghuni kelas menahan ludah – gugup.

"Kalian? Apa ada yang ingin kalian tanyakan pada Luhan?" Ji Suk berbalik kearah murid-muridnya. "Ya Kim Min Sook" Ji Suk mempersilahkan Minsook ketika mendapatinya mengangkat tangan.

"Apa margamu Luhannie? Karena tadi sepertinya kau hanya menyebutkan nama panggilanmu saja." Min Sook berusaha akrab mengabaikan aura dan ekspresi dingin Luhan.

Semua kontan menganggukan kepala membenarkan pertanyaan Minsook termasuk Ji Suk.

"Namaku Lu dan margaku Han." Jawab Luhan cepat. Membuat semuanya membeo. Pendek sekali namanya. Ya begitulah kira-kira pikiran mereka semua.

"Apa wajahmu terluka" pertanyaan berani dari seorang siswi dengan mata bulat dan terkesan polos membuat teman-temannya merutuki kepolosan sahabat mereka itu.

Luhan menatapnya datar, tidak ada raut tersinggung di wajahnya.

"Mian, habisnya rambutmu menutupi sebagian wajahmu."

Do Kyungsoo yang merupakan sang penanya menundukan wajahnya ketika mendapati tatapan membunuh dari beberapa temannya.

"Hm" gumam Luhan singkat dan langsung berjalan kearah Kyungsoo. Luhan duduk dibangku kosong sebelahnya. Membuat yang lain bernafas lega. Tadinya mereka pikir Luhan akan memarahi Kyungsoo atau mungkin lebih para lagi ternyata dugaan mereka salah.

Luhan tampak tenang di tempatnya, ia mengeluarkan buku miliknya keatas meja dan mulai focus kedepan, bersiap untuk menerima pelajaran dihari pertamanya.

.

"Ahhhh hiks aaahhh hiks"

"Menungginglah yang benar sayang. Keberadaanmu di sekolah ini tergantu seberapa puasnya aku pada tubuhmu."

Seorang gadis yang sedari tadi berdiri di balik pintu gedung hanya bisah mengeratkan genggamannya pada jaket hitam yang dipegangnya. Ia ingin sekali menolong sahabatnya, menariknya keluar dari terkapan buaya biadap namun semuanya sudah terlambat. Ia seharusnya berani dari awal bukan ketika semuanya sudah seperti ini. Orang itu sudah mengambil kebanggaan sahabatnya dan jika ia menariknya keluar sekarang itu tidak ada gunanya lagi.

"Mian Fany-ah"

BLUE.Z

Luhan berjalan sambil menyenandungkan lagu yang didengarnya. Nyanyiannya terhenti ketika sebuah mobil dengan kecepatan di atas rata-rata menepi tepat 15 meter didepannya. Pintu mobil terbuka menampilkan sang pemilik yang ternyata adalah Minsook dan diikuti Kyungsoo yang duduk di sebelahnya.

"Ayo pulang sama-sama Luhan-ah. Kami akan mengantarmu." Teriak Kyungsoo dan diangguki Minsook

"Eh. Mana Luhan?" Tanya keduanya. Keduanya saling bertatapan. Perasaan tadi Luhan ada di depan mereka tapi kenapa Luhan hilang seolah ditelan bumi atau apa mungkin Luhan penyihir sehingga bisah menghilang dalam kejab mata? Kyungsoo kembali berteriak ketika mendapati sosok Luhan duduk manis di dalam bis yang tadi sempat berhenti sebentar di depan mereka.

"LUHAN!" teriaknya sekuat tenaga "His kamu si parkirnya kejauhan. Luhan jadi kaburkan." Kyungsoo menyalahkan Minsook. Sejak di kelas tadi, Kyungsoo sudah membujuk Luhan untuk pulang bersama tapi Luhan terus mencuekinya dan sekarang? Begitu ada kesempatan bagus eh mala hilang begitu saja.

"Ya sudah. Masih ada besok Kyung."

Luhan yang melihat tingkah Kyungsoo tersenyum. Sebenarnya ia tidak ada niatan untuk mencueki gadis polos, ceria dan baik seperti Kyungsoo apalagi menolak ajakannya hanya saja ia lagi malas. Jika ditanya malasnya luhan itu karena apa maka jawabannya adalah ia hanya malas saja dan tidak ada alasan khusus. Aneh bukan? Dan well itulah salah satu keunikan Luhan.

Handphone Luhan bergetar dan tanpa melihat siapa yang meneleponnya Luhan langsung menjwab panggilan tersebut.

"Hmm" gumamnya dan langsung menutup sambungan telepon. Tidak ada salam dan tidak ada ucapan lain selain Hmm. Sementara sang penelpon hanya bisah berdecak sebal. Meskipun itu sudah menjadi kebiasaan Luhan dan ia sudah sangat tahu itu tapi tetap saja terasa menyebalkan.

Triiiiiiinnngggggg

Bel pintu masuk café berbunyi. Menampilkan sosok gadis berambut panjang dengan seragam XOXO International School. Ia mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang susdah menunggunya. Matanya memicing ketika mendapati seorang gadis yang tadi dilihatnya ketika memasuki gedung sekolah sedang tersenyum manis dan mencatat pesanan seorang pelanggan pria lalu berjalan kembali ke belakang. Jalannya aneh, pikir Luhan.

"Luhan sayang" Jun Ah mengangkat tangannya memanggil Luhan

"Duduklah maaf tadi tidak bisah menjemputmu. Bagaimana hari pertamamu hmm?"

"Hmm. Lancar" Luhan duduk di kursi yang ditarik oleh Jun Ah. Luhan melirik papper bag di kursi sebelahnya "Ini milikku?" tanyanya dan langsung bangun dari duduknya. Berjalan meningalkan Jun Ah.

"Lulu kau mau kemana sayang?"

Luhan mengangkat papper bagnya dan menunjuk kebelakang.

"Jika kau memang masih ingin bekerja di tempat ini kau harus mematuhi perintahku gadis sialan. Apa kau tahu? Pria itu adalah pemilik Gian Hotel. Dia sudah lama menginginkanmu seharusnya kau senang. Aku tidak mau tahu kau harus menemaninya."

Luhan memandang datar mendapati gadis yang bersekolah di tempat yang sama dengannya dimarahi seorang pria paru baya yang sepertinya merupakan manajer café. Pria itu terus memarahi gadis di depannya membuat sang gadis menunduk sambil menangis. Bajunya sudah basah, sepertinya gaids itu baru habis di guyur dengan air. Pria itu kemudian mendorongnya dengan kasar hingga tubuhnya terjatuh kelantai.

"Kau itu gadis murahan yang sudah sering dipakai banyak laki-laki jadi jangan sok jual mahan brengsek." Pria itu meremas dagu sang gadis kemudian berjalan meninggalkannya.

Tiffany – sang gadis – bangun dari jatuhnya. Ia menghadap cermin dan membersihkan make upnya yang berantakan sambil menyeka air matanya yang terus turun. Ia tidak memperdulikan sakit pada tubuhnya terutama bagian bawah yang belum lama di masuki. Hatinya lebih sakit dari pukulan yang diterimanya. Ingin rasanya ia melarikan diri dari dunia ini tapi itu mustahil. Ia sangat menyayangi ibunya dan tidak mungkin meninggalkan ibunya sendiri di dunia ini.

"hiks hiks. Hiks"

Tubuhnya terperosot kelantai. Ia tidak ingin terlihat lemah dan diperlakukan seenaknya layaknya seekor binatang. Ia juga manusia, tapi kenapa mereka begitu tega padanya. Apa mereka akan menghormatinya jika ia mempunya banyak uang?

Tiffany terus menangisi hidupnya hingga sebuah jaket di lemparkan begitu saja padanya. "Kembalikan lagi itu padaku jika kau ingin mengubah hidupmu." Sang pelempar berjalan dengan santai memasuki bilik kosong di belakang Tiffany.

Kurang dari lima menit pintu bilik terbuka. Tiffany terus menundukan kepalanya, ia ragu untuk menatap wajah orang yang melempari jaket padanya.

"Kau lama sekali" Jun Ah menyeruput jus jeruk miliknya sambil menatap Luhan yang sudah bergantai seragamnya dengan pakaian yang lebih santai. "Mau kemana?" Tanya Jun Ah yang melihat Luhan mengemasi barangnya dan berjalan meninggalkan meja mereka. "Yak. Lulu tunggu aku" Teriaknya. Luhan terus berjan dan sama sekali tidak menggubrisnya. "Yak. Aku lebih tua darimu tapi kau begitu kurang ajar." Jun Ah memasang muka sebalnya pada Luhan ketika mereka sudah memasuki mobil.

"Keluar"

"Ne?" Tanya Jun Ah bingung

Begitu Jun Ah keluar Luhan langsung pindah ke kursi pengemudi. Jun Ah hendak masuk ke mobil dan duduk di tempat Luhan tadi tapi Luhan dengan cepat menutup pintu mobil dan langsung tancap gas meninggalkan Jun Ah sendiri dengan sumpah serapanya di parkiran café.

"YAK LUHAN BRENGSEK"

BLUE.Z

"Pagi semua"

Kyungsoo masuk dan menyapa teman-temannya dengan ceria membuat semua temannya menghentikan aktifitas mereka dan balik menyapa Kyungsoo. Kyungsoo adalah malaikan bagi teman-teman kelasnya, Senyum manisnya selalu menjadi obat ketika mereka mati bosan karena pelajaran.

Kyungsoo melihat Luhan yang bangun dari duduknya setelah seorang siswi hobae yang diketahuinya bernama Im Yoona membisikan sesuatu pada Luhan. Kyungsoo hendak mencegah Luhan yang ingin keluar namun langsung di tahan oleh salah seorang temannya.

"Mau kemana Kyungsoo-ya? Bantu aku kerjakan soal ini ya."

"Tapi aku"

"Jaebal Kyungsoo-ya"

"Baiklah" Kyungsoo dengan tidak rela duduk di bangku samping temannya. Matanya terus manatap kearah pintu yang telah menghilangkan sosok Luhan beberapa detik lalu.

"Mian" Yoona yang sedari tadi berjalan di depan Luhan menghentikan jalannya ketika mereka sampai di depan sebuah gudang tua yang sudah tidak digunakan lagi. penyesalan menyelimuti dirinya. Ia tidak berani berbalik kebelakang dan menatap mata Luhan.

"Hm" Gumam Luhan.

Luhan berjalan melewati Yoona dan membuka pintu berwarna abu-abu di depannya. Meninggalkan Yoona yang terus menerus meminta maaf padanya.

Yoona tahu ia sangat pengecut membiarkan Luhan masuk ke dalam gudang tua yang berisi laki-laki paling menjijikan menurutnya. Tapi ia tidak bisah menghidar dari semua ini sama seperti Tiffany, dia juga tidak bisah melakukan apa-apa untuk sahabatnya itu.

"Mian Luhan-shi hiks hiks"

Luhan yang berdiri di balik pintu mendengar isakan Yoona membuatnya menghembuskan nafas jengah. Apa gadis itu tidak lelah menangis? Pikirnya. Di kelas ketika Yoona menghampirinya Luhan mendapati matanya sembab dan ada bekas air mata di pipinya menandakan bahwa gadis polos itu baru saja habis menangis. Dan sekarang? Hahh gadis itu menangis lagi. Huu dasar cengeng menyusahkan saja.

"Hallo hantu kecil. Kemarin aku begitu sibuk hingga melewatkan hukumanmu."

Guru laki-laki yang kemarin memarahi Luhan duduk santai di sofa yang sudah tak layak pakai. Kepalanya disandarkan kebelakang sambil tangannya memainkan kayu yang selalu dibawanya kemana-mana mengingat dirinya adalah guru kedisiplinan yang selalu mengawasi murid-murid yang berniat membolos. Sedangkan tangannya yang lain memegang rokok yang tinggal setengah.

Luhan menatapnya dengan datar. Membuatnya tersenyum meremehkan dan kemudian melempar alat yang biasanya digunakan ketika bermain tenis meja tepat mengenai kepala Luhan, membuat darah keluar dari pelipis Luhan.

"Ups aku melukai wajah mulus hm" Guru itu memasang raut bersalahnya dan setelahnya ia kembali tersenyum mengejek.

Luhan tak bergemin di tempatnya. Ia bahkan tidak memperdulikan darah yang sudah mengalir hingga dagunya dan menetes ke lantai berdebu. Ia terus memandang tajam kedepan.

"Kemari" Panggil sang guru yang sudah melebarkan kedua kakinya.

"Kemari" Panggilnya lagi merasa tidak memdapat respon dari Luhan.

"APA KAU INGIN MATI? KEMARI KUBILANG" Bentaknya pada Luhan

Yoona yang sedari tadi masih berada di luar sontak membalikan badannya dan menatap pintu dengan cemas. Ia khawatir Luhan akan disiksa. Semua orang tahu begitu kejamnya orang itu. Ia lelaki brengsek yang bahkan sudah sering melakukan pelecehan pada banyak siswi di sekolah. Tapi anehnya pihak sekolah tidak ada yang tahu tentang perbuatannya.

Luhan bergerak maju. Ia tidak takut sama sekali. Tubuhnya berjalan dengan santai. Tidak ada langkah ragu-ragu bahkan matanya memandang tajam pada laki-laki di depannya.

"Kau cukup tenang untuk seorang gadis, hantu kecil. Ahh… tentu saja. kau itu aneh."

Luhan tidak memperdulikan ocehan sang guru kedisiplinan. Ia berhenti tepat setengah meter dari sang guru.

"Kudengar kau masuk sekolah ini melalui jalur beasiswa dan juga merupakan siswi transferan. Kau akan aman jika mematuhi semua keinginanku hm." Ucapnya sambil memandangi tubuh Luhan dari kaki hingga kepala sambil memasang seringai kemenangan. Tentu saja, bukankah ia sudah memegang kartu AS yang dapat membuat Luhan tunduk padanya ? hal yang sama juga dilakukannya pada Tiffany dan beberapa siswi beasiswa lainnya.

"Asal kau tahu gadis kecil. Aku ini orang yang cukup berpengaruh di sekolah ini. Duduklah dan nikmati lolipopmu sayang."

Luhan bergerak turun kebawa. Ia memegang bagian bawah belakang sepatunya dan

Srett jlebbb

Dengan cepat tangan Luhan sudah berada dibagian mata kiri sang guru. Luhan menancapkan sebuah pisau kecil yang teselip di bawah sepatunya. Membuat sang guru berteriak kesakitan dan mendorong Luhan kebelakang tapi Luhan masih bisah menjaga keseimbangannya hingga ia tidak terjatuh. Luhan mengedipkan matanya kirinya sekali. Matanya terus berkedut hingga memerah.

"Argggghhh sialan kau. Aku akan membunuhmu gadis tengik. Aku pastikan kau akan membayar lebih perbuatanmu ini." Darah mengucur deras dari matanya. Ia bergerak kedepan berusaha meraih Luhan yang sudah mudur sedari tadi. Tangannya terus menggapai udara kosong dengan brutal karena tidak bisah meraih Luhan.

"Kemari kau brengsek."

Sret

Akh

Sayatan dari pisau kecil Luhan tepat di tenggorokan sang guru sukses membuatnya terkapar dilantai dan meregang nyawa. Luhan menatap dingin mayat di dipennya.

"Menyedihkan"

Luhan itu benci di sentuh terutama orang yang tidak disukainya dan seharusnya orang didepannya tahu itu.

Luhan berbalik dan berjalan keluar dari gedung itu menyisahkan kartu dengan lambang mawar putih yang terbang dan jatuh tepat di atas perut mayat sang guru kedisiplinan.

"hmp"

Tiffany membekap mulut Yoona. Mereka berdua bersembunyi di samping gedung dengan pohon besar yang rindang. Mereka menyaksikan semuanya, bagaimana Luhan menusuk mata sang guru dan menebas tenggorokannya dengan sebegitu mudahnya, tidak ada rasa takut ataupun ragu dalam sorot mata dan aksinya. Luhan seperti pedang tajam yang siap menebas siapapun yang mengusik pemiliknya.

Tiffany memeluk erat tubuh Yoona. Ia berusaha membuat temannya itu berhenti gemetar ketakutan walau ia sendiri juga sangat takut. Bagaimanapun mereka berdua adalah saksi atas pembunuhan beberapa menit yang lalu.

"Aku takut Fany" lirih Yonna dengan nada masih berdegup dengan kencang. "Apa kita harus melaporkannya?" Tanyanya ragu. Sebagian dari dirinya merasa kasian pada sang guru pada sebagian dirinya lagi merasa senang. Ya bukankh ini bagus? Tidak aka nada lagi orang yang membuat mereka was-was memikirkan nasipnya setiap kesekolah. Menyiksa mereka dan bahkan memanfaatkan mereka untuk memuaskan hasrat bejatnya.

"Tidak. Biarkan saja bajingan itu membusuk… ah Yoona" Tiffany melepas bekapan tangannya, sebuah ide terlintas dibenaknya. "Yoona ayo kita balas si bregsek itu." Tiffany langsung menarik Yoona.

"Kita mau apa Fany-ya?" Yoona bingung dengan sahabatnya ini, bukannya orang itu sudah mati lalu apalagi yang mau dibalas ?

Ketika kedua sahabat itu pergi, seseorang yang sedari tadi melihat mereka berjalan pergi. Rambut panjangnya sedikit terangkat ketika angin berhembus lembut menerpah wajahnya. Membuat wajahnya yang tertutup rambut lebih terekspos. Mata kirinya meneteskan air mata.

BLUE.Z

"Hei kalian dengar… gedung sekolah kita terbakar kemarin sore."

"Apa? Serius?"

"Hm. Dan katanya lagi, di dalamnya ada mayat Guru Choi."

"Astaga kasian sekali"

"Hei harusnya kau tidak mengasihaninya. Dia itu brengsek dan super mesum. Cih aku mala bersyukur dia mati."

"Iya aku juga"

Bisik-bisik memenuhi cafeteria. Sekarang adalah jam istirahat dan waktunya makan siang hal ini membuat cafeteria penuh apalagi bagi pencinta gossip. Mereka akan memanfaatkan waktu istirahat ini untuk bergosip dan saling membagi informasi dan cafeteria adalah tempat yang tepat. Mengingat hampir sebagian murid akan mampir entah itu untuk membeli makanan dan minuman di cafeteria lalu di bawah ke kelas atau taman dan sisahnya memilih untuk memakannya di cafeteria.

Yoona dan Tiffany, nereka berdua makan dan duduk berhadapan. Tangan Yoona gemetar dan sesekali menjatuhkan sumpitnya. Ia takut, bukan karena sedari tadi penghuni cafeteria terus membahas tentang kebakaran yang meninpah sekolahnya dan juga tewasnya sang guru kedisiplinan. Tapi, karena orang di seberang mejahnya. Disana ada Luhan sang pemeran utama dalam aksi kemarin dan setiap ia melirik Luhan yang bahkan menampakan wajah biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa Yoona mala selalu gemetaran. Makanannya sulit mencapai lambung, ia tidak bisah menelan dengan benar, seolah-olah tenggorokannyalah yang disayat oleh Luhan.

"Yoona apa kau baik-baik saja?" Tiffany khawatir. Temannya ini sedari tadi tidak berhenti menjatuhkan sumpitnya. Tiffany mengikuti arah lirikan Yoona. Disana, Luhan sedang duduk santai mendengarkan lagu dari earphone hitamnya sambil membaca buku mengabaikan Kyungsoo yang memaksanya untuk makan dan Minsook yang memilih memakan makanannya dengan tenang.

"Yoona?" Tiffany melirik sumpit yang entah sudah berapa kali jatuh dari jemari lentik sahabatnya. Ia mengambil sumpit itu dan menaruhnya di samping mangkuk sup miliknya. "Kau harus tenang Yoona-ya. Tarik napas dan hembuskan perlahan. Semuanya akan baik-baik saja, hm. Ini, kau pakai sendok saja."

Yoona menggangguk dan berusaha untuk tenang, ia menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Lalu menyendokan nasi dan sup kedalam mulutnya. Tiffany yang melihatnya tersenyum puas. Tiffany kemudian kembali memandang kearah Luhan. Sejak kemarin Luhan terus berputar di otaknya. Dari gossip yang ia dengar, Luhan adalah murid pindahan yang mendapatkan beasiswa, aneh, pendiam dan hanya akan berbicara jika ditanya saja. Dan gossip lainnya, Luhan itu miskin. Ia hanyalah anak yatim piatu yang dipelihara oleh seorang kakek tua. Dan pertanyaannya apakah Tiffany percaya dengan semua gossip itu? Entahlah, ia sendiri bingung. Pasalnya kemarin ia mendapati Luhan di café tempatnya bekerja mengenakan barang-barang yang bermerek, duduk dengan seorang wanita berkelas dan stylelist, dan jangan lupakan mobil sport merah yang dikendarai Luhan. Tiffany buru-buru memalingkan mukanya ketika Luhan balik menatapnya.

"YAK!"

Suara bentakan nyaring menghentikan segala aktifitas di cafeteria. Sekumpulan cewek-cewek penggosip memandang kearah sumber bentakan memasang telinga dan mata mereka baik-baik, mereka siap menyebarkan atau menjadikannya berita setelah ini. Sementara para kumpulan anak cowok, mereka memutar mata jengah, ada juga yang senang karena mendapat tontonan gratis dari sang ratu sekolah – Jesica Jung.

Kyungsoo berniat menyahuti bentakan Jesica namun niatnya itu ditahan oleh Minsook.

"Sudahlah Kyungie. Lu, ayo kita kembali ke kelas. Jesica-shi Mianhe" Minsook membungkukan badannya hingga mendapat cibiran dari dua orang teman Jesica yang berdiri di belakang.

"Ya! Apa yang kau lakukan? Bukan kita yang harus minta maaf tapi dia" Kyungsoo protes sambil menunujuk Jesica, dia tidak terima jika merekalah yang harus minta maaf. Harusnya Jesica lah yang meminta maaf pada mereka. Mereka bertiga itu sedari tadi duduk tenang dia dan para pelayannya yang tiba-tiba lewat dan tau-taunya sudah berteriak seperti nenek lampir yang kecurian sapu terbang, dengan baju yang basah karena jus atau cairan apalah itu. Cih, dasar tukang cari sensasi.

"Kau benar. Harusnya si aneh inilah yang meminta maaf." Jesica menunjuk Luhan dan diangguki kedua temannya. sementara yang ditunjuk tidak merasa terganggu dengan keributan yang terjadi dan terus membaca bukunya membuat Jesica geram. "Lihatlah, jaket mahalku jadi kotor." Jesica mengambil buku Luhan dan melemparnya asal untuk mendapatkan perhatian Luhan. ia kemudian melepaskan jaketnya menimbulkan suara riuh para anak laki-laki karena kancing seragamnya yang terbuka dua menampilakan dadanya yang katanya orang besar. Jesica tersenyum bangga, ya respon inilah yang diharapkannya. Jesica kemudian melempar jaketnya pada Luhan.

"Kau lihatkan? Mereka semua disini memujaku. Aku ratu sekolah."

Kyungsoo? Ia malas meladeni Jesica kalau sudah seperti ini. Jesica itu sombong dan selalu memuji kecantikan hasil oplasnya dan dada besar yang hanya penuh dengan cairan yang bernama silicon. Ia bahkan ingin muntah ketika melihat Jesica memamerkan dadanya itu.

"Siapa?" Minsook bertanya sopan

"Tentu saja Jesica" Yuri – teman Jesica - menjawab dengan pede dan mendapat anggukan dari Sunny.

"Yang tanya?." Kyungsoo tersenyum mengejek pada ketiganya dan mendapat sorakan dari penggemarnya.

Jangan salah, Kyungsoo itu juga popular dikalangan laki-laki ataupun perempuan. Sikapnya yang manis seperti wajahnya dan senyumnya yang meneduhkan itu membuatnya disukai.

"Jika mau mencari kambing hitam carilah di peternakan bukan di sini I.D.I.O.T"

Kyungsoo menarik Minsook dan Luhan. memberikan senyum manisnya sekaligus mengejek pada ketiga orang di depannya lalu melenggang santai meninggalkan cafeteria.

"YAK! JANGAN KABUR DASAR PENAKUT" Pekik Jesica

Tiffany terus memandangi Luhan hingga sosoknya hilang dibalik pintu bersama Kyungsoo dan Minsook.

"Aku ingin mengubah hidupku" Lirihnya

"Ne?"

"Anio. Ayo kita ke kelas"

BLUE.Z

Luhan memejamkan matanya ketika angin malam menyapa wajahnya. Ia menikmati saat seperti ini, tenang dan jauh dari kebisingan. Ya, Luhan menyanjung ketenangan, ia bukannya benci suasana ramai dan berisik hanya saja ia lebih nyaman jika suasana di sekitarnya tenang.

Sudah jam 10 malam tapi Luhan masih betah berdiri di balkon kamarnya. Di depannya ada seekor elang yang terus terbang berputar dan sesekali hinggap di dahan pohon. Sementara di bawahnya ada seekor singa yang sedang tertidur lelap. Rumahnya jauh di dalam hutan, butuh 15 menit untuk sampai di jalan besar dan 1 jam perjalanan dengan kendaraan untuk bisah sampai di kota. Jadi, Luhan tidak perlu takut karena membiarkan hewan yang ditakuti orang berkeliaran bebas. Lagipula rumahnya di kelilingi oleh pagar besar dan tidak ada orang yang berani mendekati rumahnya.

Purnama. Luhan jadi merindukan sesorang. Ia selalu melihat purnama dengannya dan akan selalu berisik jika purnama telah selsesai. Mereka berdua akan duduk berdua menikmati wine sambil memakan keripik kentang. Aneh memang tapi Luhan suka. Orang itu akan selalu protes tapi ujung-ujungnya akan ikut memakannya juga.

"Lulu"

Luhan terbangun ketika jemari Jun Ah membelai rambutnya dengan lembut.

Luhan mendapati langit malam ketika matanya terbuka. Sepertinya ia tidak sadar sudah tertidur di balkon kamarnya.

"Lulu" Jun Ah menatap Luhan sendu

"Hm"

"Kau merindukannya?"

"Tidak" Luhan menjawab dengan tegas. Ia kemudian berjalan masuk kembali ke kamarnya seolah ia tidak ingin membahasnya lebih jauh lagi

Jun Ah menatap Luhan sedih. Ia tahu Luhan masih merindukannya, seseorang yang selalu bisah membuat Luhan tersenyum bebas dan juga yang dapat merenggut senyum itu. Luhan adalah gadis yang dingin tapi ia berubah menjadih lebih dingin ketika kehilangan dia. Luhan adalah gadis yang akan selalu datang pada Jun Ah dan kemudian mengadu seperti anak kecil, hal yang sangat tidak mungkin Luhan lakukan dan itu semua hanya karena dia. Ya dia, seseorang yang sangat berarti untuk Luhan melebihi segalanya.

"Tuan Muda" lirih Jun Ah. Air matanya jatuh membasahi punggung tangannya. Jun Ah menangisi kebodohannya. Seharusnya waktu itu ia tidak egois dan meninggalkan Luhannya seorang diri. Jika saja ia membawa Luhan bersamanya maka semuanya tidak akan terjadi dan Luhan tidak akan berubah seperti sekarang ini dan juga menyaksikan semua tragedy mengerikan yang akan dibawanya sampai mati.

Jun Ah membekap mulutnya, suara isakannya akan didengar oleh Luhan dan itu bukan hal baik. Jun Ah menyeka air matanya kemudian berjalan memeriksa apakah Luhan sudah tertidur dengan pulas. Ia membenarkan selimut luhan lalu berjalan pelan meninggalkan Luhan setelah mengucapkan selamat malam.

Luhan membuka matanya ketika pintu kamarnya sudah tertutup sempurna

"Bodoh"

Gumamnya lalu kembali menutup matanya menyisahkan bulir air mata melewati pipinya.

BLUE.Z

Seperti biasa, Luhan akan duduk manis di samping Jun Ah sambil membaca buku membiarkan Jun Ah menyetir dengan focus tanpa gangguan sedikitpun tapi sayangnya hal itu malah sebaliknya. Jun Ah mala tidak focus. Ia selalu melirik kearah Luhan. berniat menanyakan sesuatu yang sedari tadi mengganggunya hingga membuatnya tidak bisah focus dengan jalanan didepannya. Ia sudah bisah menebak jawaban dari pertanyaan yang berputar terus di kepalanya tapi Jun Ah ragu, lebih tepatnya takut jika Luhan membenarkan hal yang mengganggunya sedari tadi.

"Aku" ucap Luhan seperti biasa, datar sedatar-datarnya

"Ne" Jun Ah gugup

"Aku adalah aset berharga kakek, nona Jun Ah." Luhan membalik halaman buku yang dibacahnya. Matanya masih focus pada tulisan dan kumpulan kata di depannya.

"Ne"

Jun Ah tahu bahkan sangat tahu malah jika Luhan itu adalah kesayangan tuan besarnya – kakek Luhan – tapi apa maksudnya Luhan berkata seperti itu ? Tadinya Jun Ah pikir Luhan tahu tentang apa yang berputar di kepalanya sedari tadi makanya ia jadi gugup ternyata Luhan mala bernicara hal lain yang membingungkan.

"Tenang saja. Sekolah itu menarik jadi mungkin aku akan lama." Luhan keluar dari mobil Jun Ah. "Jangan terlalu berpikir keras untuk jawaban yang sudah kau tahu pasti nona Jun Ah." Luhan memasang earphonenya dan mulai berjalan meninggalkan Jun Ah yang memandangnya dengan penuh arti.

Sekolah tampak sepi. Baru beberapa murid yang datang dan berlalu lalang di lorong kelas. Luhan hari ini datang lebih awal. Luhan tersenyum simpul dan berbalik kebelakang lalu kembali melanjutkan jalannya.

"Apa hari ini piketmu Luhan-ah?" Sungmin yang sedang mengatur meja dan kursi berbalik ketika pintu terbuka, menampakan Luhan yang berjalan santai.

Kelas 3-3 adalah kelas yang berbeda dari kelas lain. Siapa saja yang menjadi penghuni baru kelas 3-3 akan di sambut dengan baik. Murid kelas 3-3 terkenal rama, akrab satu sama lain dan saling menjaga tentunya. Mereka tidak akan segan membela sahabat mereka itulah mengapa kelas lain ada yang iri dan juga mengagumi mereka. Kelas 3-3 diibaratkan sebuah keluarga yang di kumpulkan dalam satu ruangan.

Sungmin terus memandang Luhan yangdengan acuh berjalan ke kursinya meletakan tasnya lalu berjalan keluar membuat Sungmin mengkerutkan kening dan geleng-geleng kepala. Sungmin mengehembuskan nafas, mungkin butuh usaha lebih ekstra lagi untuk mengajak Luhan bicara.

"Mini-ah hwaiting!" gadis penyuka pink itu menyemangati dirinya sendiri lalu kembali larut dalam tugas piketnya.

Jesica meremas paperbagnya kuat. Jesica tidak takut atau cemas, ia hanya merasa tidak pantas duduk berhadapan dengan seorang wanita berkelas. Tadi ia sedang berjalan kaki menuju sekolahnya. Namun, sebuah mobil sport berwarna merah yang dilihatnya beberapa hari lalu berhenti tiba-tiba – memotong jalannya – hingga membuatnya kaget dan memundurkan langkahnya. Dan di sinilah Jesica sekarang, di sebuah café yang hanya beberapa blok dari cafenya tempat ia bekerja. Duduk berhadapan dengan

"Hei aku bukan penyuka sesama jenis jadi biasa saja, oke." Jun Ah terkikik geli melihat gadis di depannya. Tadinya Jun Ah berniat menggoda Jesica tapi ia urungkan. " baiklah aku tidak akan berbasa-basi denganmu." Jun Ah menyilangkan kakinya lalu menyeruput kopi hitam dangan anggung sangat jelas bahwa ia adalah seorang yang terhormat dan berkelas.

"Apapun yang kau tahu hapus semuanya dari ingatanmu."

Jesica menatap Jun Ah. Ia tidak mengerti dengan maksud dari manita di depannya.

"Ini semua demi kebaikanmu."Jun Ah masih terus menikmati kopinya.

"Maaf. Tapi apa maksud anda Nyonya? Apa yang harus saya hapus dari ingatan saya? Ini pertamakalinya kita bertemu dan duduk di meja yang sama. Jadi, bisah anda jelaskan?"

Jun ah meletakan cangkir kopinya. "Jesica-shi. Kau ingin memberikan itu pada Luhan kan. Biar aku saja." Jun Ah langsung mengambil paperbag yang dari Jesica. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Hmm lima belas menit, tidak buruk. Ayo aku akan mengantarmu. Kau bisah terlambat jika berjalan kaki atau menunggu bis."

Luhan pergi ke taman bagian belakang sekolah. Untuk sebuah sekolah, tamannya lumayan besar. Luhan memilih duduk dikursi yang berhadapan langsung dengan air mancur dengan patung kudah setinggi 3 meter di depannya. Luhan memilih lagu favoritnya, mengurangi sedikit suaranya lalu memejamkan matanya, mengacuhkan kedua orang yang sedari tadi mengikutinya.

Kedua orang itu keluar dari balik pohon besar yang mereka gunakan untuk bersembunyi. Ada sapu tangan putih di tangan salah satu namja yang mengikuti Luhan sedangkan yang satunya memegang botol yang mirip botol parfum. Namja yang memegang sapu tangan berbisik meminta botol parfum yang di pegang temannya. Disemprotkannya di sapu tangan miliknya kemudian dengan cepat membekap tepat di hidung Luhan. Membuat Luhan tertidur seketika.

"Mini-ah kemana Luhan?" Kyungsoo bertanya lagi pada Sungmin. Pertanyaan sama sejak beberapa jam lalu dan Sungmin akan memberikan jawaban yang sama pula seperti sebelum-sebelumnya.

"Molla Kyungsoo-ah"

Kyungsoo mendengus. Ia melirik tas hitam disampingnya yang ditinggalkan pemiliknya entah kemana. Kyungsoo menjatuhkan kepalanya di meja, Ia bosan. Minsook juga hari ini tidak hadir, katanya sih mau mengantar adiknya ke bandara. Hahh jadi berlipatkan rasa bosannya Kyungsoo.

Istirahat sudah berlalu dan pelajaran berikutnya akan segera dimulai tapi Luhan belum juga menampakan batang hidungnya, bahkan aura dingin yang selalu mengikuti Luhanpun tidak ada yang ada hanya tas hitam Luhan disebelahnya.

"Sekolah yang benar. Jangan hanya melirik gadis barat saja." Minsook menepuk bahu adiknya.

"Hm" Jawab dibalik masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya.

"Kau harus rajin menelpon, mengirim email dan pesan padaku, oke."

"Ne" Jawabnya. Tangannya sibuk memainkan handphone.

"Jagalah kesehatanmu. Kau mirip temanku. Ia selalu irit berbicara dan terkesean cuek." Ucapan Minsook terhenti oleh sebuah pemberitahuan

'Kepada penumpang tujuan London atas nama Tuan Kim~'

"Yak! Kenapa waktu berjalan cepat sekali?"

"Hais noona… aku jadi terlambat karenamu." Dengan cepat ia menarik kopernya. Mengacuhkan Minsook yang terus memanggilnya dan berpesan padanya. Noonanya itu memang terlalu, selalu memperlakukannya seperti anak kecil saja.

"Yak! Aku tahu kau mendengarnya bocah."

Minsook ingin sekali memaki dan memanggil nama adiknya tapi ditahannya mati-matian. Jika ia salah memanggil sedikit saja maka semuanya akan menjadi sulit terutama untuk sang adik. Adiknya itu seorang superstar korea bisah gawat kalau orang-orang tahu dia ada disini dan hendak ke London. Minsook bahkan sudah berakting seolah-olah mengantar adiknya yang hendak bersekolah keluar negri masa aktingnya itu harus jadi sia-sia karena kebodohannya sendiri.

Minsook menyenggol tangan namja disampingnya yang sedari tadi hanya diam. "Kau manajernya tapi kenapa tidak ikut?"

"Katanya ingin sendiri." Jawabnya sedih. Diakan ingin ikut ke London juga. Berkeliling dan menikmati suguhan wanita-wanita bule dengan bikini di pantai. Tapi artisnya itu malah melarangnya ikut.

"Ck si Albino itu sungguh menyebalkan."

Ucapan Minsook mendapat anggukan setuju dari namja disampingnya.

"Aku lapar Hyuk oppa. Aku tahu café mana yang menyediakan makanan enak, kaja."

Tbc or Delete ?

Semuanya saya serahkan pada readers sekalian

Gimana FFnya? Serukah? Ngebosaninkah? Pasaran?

Muda-mudah gak ya.. heheh *berharap

Oke ini FF pertama sekaligus debutku di FFn. Saya berharap sih mendapat sambutan hangat dari reader semua termasuk para Author yang udah deluan disini.

Hmm sebenarnya saya berencana untuk mempost chapter satu dengan 3k words eh mala kebablasan dah ampe 5k+ -_- saya takut reader bosan bacanya -_-

Chapter berikutnya *kalo ada yang masih mau baca next chapnya* mungkin tidak akan sepanjang ini. Tapi kalo seandainya readers ada yang mau supaya chap depannya tetap panjang kayak gini ya gitu deh…

Ok segitu aja curcolnya. Saya mau ngasih tebakan ni sama reader sekalian

Kira-kira gimana nasib Luhan yah?

Apa yang akan dilakukan Jesica, mengikuti saran Jun Ah atau …?

Siapa yang pergi ke London? Kalo yang ini ma pasti readers udah pada tahu

Terakhir minta ripiunya dong… anggap aja sebagai imbalan untuk Author amatir ini

Bye bye see u next chap… muach *tebar kiss Luhan ;)