Title : I Want You
Author-nim : innochanuw
Rate : T
Genre : Romance
Cast : - Kim Hanbin (B.I iKON)
- Kim Jinhwan (iKON)
Disc : the characters are belongs to their family and agency –sip, plot is mine bruh?!
WARN! BoyxBoy! BoysLove! Shounen-ai! AU! OOC gila! Plot kelewat biasa
Inspirasi : iKON – Today? –gakadanyambungnyapls-
"U-uwah..." Hanbin mendengus keras di balik kemudinya. Apalagi waktu ekor matanya tak sengaja melihat spion kanan, memantulkan bayangan si penumpang di sebelahnya yang tak bisa menutupi ekspresi kagum di balik kacamata tebal yang nyaris menutupi wajah kecilnya.
Dasar norak.
"Ah...Hanbin, kompleks perumahanmu berkonsep bunga anggrek atau memang kompleknya bernama anggrek? Sepanjang jalan anggrek semua...berbagai macam warna pula...daebak..."
Lagi-lagi si empu mobil kembali mendengus. Tentu saja sepanjang jalan tiap sisi jalan ditumbuhi bunga, itu kan kerjaan ibunya yang bosan. Lagipula sejak awal masuk ke portal kompleks yang dimaksud tadi, dari awal sana sampai ke ujung jalan –jalan buntu– yang disana ada rumahku adalah milik keluargaku. Rumah-rumah di sekelilingnya juga miliknya –hanya saja disewakan untuk orang-orang konglomerat yang ngebet selevel dengan keluarganya.
Tapi tetap saja bukan semua yang ada di sekitarnya adalah milik keluarga seorang Kim Hanbin?
"Ibuku yang menanamnya," Bahunya bergedik, bersikap cool seperti imagenya selama ini. "Ini kompleks milik keluargaku jadi...agak sedikit freak?"
Tak ada maksud untuk menyombongkan diri hanya saja dia jadi iritasi sendiri melihat kompleks yang begitu dibanggakan oleh dirinya dan ayahnya –karena tanah dan perumahannya atas nama sang ayah dan Hanbin sendiri. Semuanya penuh dengan warna kelewat cerah –ide sang adik yang bahkan baru masuk sekolah dasar dan tanaman-tanaman dimana-mana –tentu kerjaan ibunya.
Cat rumah dari kuning sampai warna tergelap seperti biru dan hijau. Atap yang seharusnya netral berwarna hitam atau merah seperti ketumpahan pelangi dari atas –terutama untuk area bermain dan sekolah PAUD. Sama sekali tak ada warna putih, hitam, bahkan merah favoritnya –Hanbin sama sekali tak mau melirik ke pos satpam di depan 'kompleks' tadi, benar-benar menggelikan.
Sementara ibunya...lihat saja ekspresi si Kim Jinhwan, bocah nerd yang sedaritadi menyebut anggrek putih, bunga lili, dan kawan-kawannya dengan nama ilmiahnya.
Dan ia harus terjebak bersama orang seperti Kim Jinhwan untuk 3 jam kedepannya hanya karena tugas bodoh, dirinya yang tak pernah sekelompok dengan Kim Jinhwan, dirinya yang disebut-sebut tak mau berbaur sampai air ludah sang guru kemana-mana, dirinya yang nilainya masih dalam predikat 'baik-baik saja' di antara teman satu 'geng'nya yang terpaksa sekelompkok dengan orang semacam Kim Jinhwan.
Hah, bilang saja kakak sepupunya selaku guru mata pelajaran tersebut dipaksa oleh pihak kurikulum, kesiswaan, dan kepala sekolah yang masih satu kerabat dengan Hanbin untuk memasangkannya dengan anak nomor satu di sekolah, yang hidupnya sejak kecil dijamin oleh keluarganya sendiri berkat beasiswa berturut-turut dari sekolah yayasan milik keluarga Hanbin.
Mungkin saja Hanbin dipaksa sekelompok dengan Jinhwan karena ia penerus utama usaha ayahnya kan? Jadi ia semacam harus mengikuti 'cara' Jinhwan belajar selama ini, kalau perlu melampauinnya. Bisa saja ia menjadi pemilik perusahaan ayahnya sementara Jinhwan menjadi sekretaris atau penasihatnya, tak ada yang bisa menebak masa depan bukan?
Tapi maaf-maaf saja, Hanbin benar-benar enggan untuk bekerja sama –atau minimal bertemu dengan Kim Jinhwan lagi di masa depan. Berlama-lama dengan anak ini saja sudah membuatnya risih.
"...Jadi orchid itu–Bin? Kau tidak mendengarkanku ya? Halo?"
"B.I," koreksi Hanbin pening. Bahkan teman-temannya tak pernah memanggilnya dengan nama asli, kenapa bisa pemuda yang bahkan hanya ia ketahui sebagai si nomor satu yang kelewat putih dan pendek ini jadi sok akrab dengannya?
"Aku tadi bertanya semua yang disini benar-benar punya keluargamu? Ternyata perkataan ketua kesiswaan dan kepala sekolah itu benar ya blablablabla..."
Hanbin nyaris saja membuka mulutnya, bermaksud untuk menjawab pertanyaan Jinhwan –sekaligus menutup mulutnya saat Jinhwan lebih dahulu mengontrol panjang kali lebar kali tinggi ucapannya.
"Oh ya ya jangan dijawab, kamu lagi nyetir ya ya ya,"
Hanbin mendengus lagi sebelum mengeratkan jari-jarinya di kemudi. Kenapa pula ia harus menjawab pertanyaan retoris begitu? Tidak ada gunanya.
"Ah? Rumahmu, Bi-"
"Bibi, bisa tolong bawa Kim Jinhwan-ssi ke ruang tamu di dekat taman?" tanya Hanbin buru-buru seraya melemparkan ranselnya asal, melepaskan jas kebanggaan sekolah, dan mengendurkan dasi dan dua kancing paling atas yang mencekiknya. Susah memang harus menjadi si berotak yang trendy sekaligus bertitile 'calon penerus' ayahnya.
Bibi Jung yang sudah sejak Hanbin kecil ia rawat terlihat melempar senyum ramah ke arah sang tamu sementara Jinhwan memiringkan kepalanya, kebingungan. Terutama saat melihat Hanbin langsung berlari menaiki tangga.
"Kim Jinhwan-ssi?"
"A-ah ya, tidak usah bi," Jinhwan menolak halus uluran tangan keriput milik Bibi Jung yang hendak membawakan totebagnya. Setelah membalas senyuman ramah sang bibi dengan senyumnya yang tak kalah ramahnya, Jinhwan membiarkan dirinya di'giring' memasuki rumah yang ternyata cukup luas tersebut dengan berbagai macam pertanyaan yang bercokol di otak cerdasnya, apalagi waktu melihat barang-barang Hanbin sudah tergeletak dimana-mana sementara si empu langsung melesat tak jelas ke lantai 2 seperti menghindari sesuatu.
Mungkin menghindariku?, pikir Jinhwan. Satu kelompok dengan Jinhwan bukanlah mimpi buruk hanya saja mungkin agak sedikit 'tak enak' sekelompok dengannya untuk tipe sempurna seperti Hanbin, apalagi mengingat dirinya punya hubungan baik dengan keluarga Kim dan juga Hanbin bukanlah tipe-tipe anak terkenal yang nakal dan berotak nol –ingat soal kata sempurna?
Pasti Hanbin dengan jiwa bebasnya harus mual sendiri harus berpasangan dengan dirinya yang menjadi saingan utama Hanbin (sungguh Jinhwan benar-benar merasa tak enak sekarang), apalagi teman sekelompok Hanbin bukan orang biasa; orang yang selalu disebut namanya oleh ayahnya sendiri; yang sudah sangat dekat dengan keluarganya, si juara satu paralel penerima beasiswa dari sekolah milik keluarganya, dan masuk ke kalangan nerd.
Siapa pula anak famous yang mau sekelompok dengan anak nerd sepertinya?
Ah, apa karena sikap norakku tadi? Eh tapi kan aku terkejut melihatnya, kupikir cerita Hanbyul soal kompleks perumahan milik keluarganya penuh dengan warna cerah dan anggrek hanya imajinasi belakang...
"Jinhwan-ssi?"
"A-ah ye," Jinhwan langsung mendudukkan dirinya perlahan-lahan di sofa mahal milik keluarga Kim sesuai dengan arah tunjuk sang bibi. Setelah itu dari satu arah, muncul beberapa pelayan muda yang membuat Jinhwan pusing sendiri; ada yang meletakkan alat-alat tulis, laptop, dan beberapa buku tebal di atas meja ruang tamu, membawa jas kotor Hanbin, vas bunga(tunggu untuk apa?!), beberapa majalah terbaru, dan membersihkan ruang tamu begitu cepat dan bahkan beberapa membawa begitu banyak camilan?!
Diam-diam, Jinhwan memegang kepalanya yang sedikit berdenyut. Bukan masalah norak atau rasa terkejutnya, tiap kenaikkan kelas ia akan melihat perlakuan berlebihan begini di perusahaan ayah Hanbin bersama kedua orang tuanya (ia masih memilik orang tua dan hidup mereka masih baik-baik saja tidak seperti genre drama). Jinhwan cukup baik untuk mengontrol imagenya, hanya saja untuk hal berbau kelewat chaebol ini...ia tak akan pernah terbiasa untuk melihatnya.
Ah orang kaya memang selalu begini ya hidupnya? Ah tidak tidak tidak tidak kurasa Hanbin dan keluarganya masih lebih baik, di drama-drama kan lebih parah...
"Jadi untuk menemukan jawaban dari soal ini, kamu harus memakai 3 cara sekaligus dan jangan lupa cek syaratnya. Hasilnya kan akar semua jadi harus tau yang mana yang paling akurat dan mende-Bin?"
"B.I," koreksi Hanbin entah untuk yang keberapa kalinya. Ia sudah mengerjakan soal uji kompetensi ini sejak 2 minggu yang lalu saat bosan menunggu guru lesnya mengoreksi jawaban akuntansi-nya jadi hanya tinggal menunggu Jinhwan memilih; mengerjakannya dengan cepat menggunakan otak cemerlangnya tanpa cengcong penjelasan sana-sana (ingat bukan Hanbin ini tidak bodoh?) atau menggunakan cara instan, menyalin langsung tugasnya.
Sayangnya, Jinhwan lebih mirip guru magang kelewatan yang mengajar bocah berumur 5 tahun penambahan dan pengurangan sementara Hanbin selaku bocah 5 tahun yang sudah 2 kali akselerasi tengah mempelajari perkalian dan pembagian.
Jinhwan kelewat lambat untuk level 'mengajari' hal yang sudah ia ketahui atau mungkin dalam kamusnya kata lambat = sabar?
'Kan Hanbin jadi gregetan sendiri.
"Ya, Kim Jinhwan," Jinhwan menoleh, sengaja agak membesarkan ukuran bola matanya untuk membeitahukan 'ya, aku mendengarmu' saat melihat Hanbin meluruskan badannya di atas karpet berbulu putih sambil mengacak-acak isi kaleng Pringlesnya.
"Tidak bisa bersantai sedikit? Kau dengan otak cerdasmu bisa menyelesaikannya dengan cepat, jangan disini tapi dirumah. Aku juga sudah selesai. Tinggal besok mencocokkan jawaban, sama atau tidak. Kalau tidak, ya saling menjabarkan cara yang digunakan. Selesai," Hanbin nyaris saja mau mengambil kaleng kedua yang nganggur di atas meja kalau saja ia daritadi melihat sang tamu belum menyentuh kudapan yang disediakan.
"Itu cara termudah oke? Tidak buang-buang waktu, atau kalau perlu, aku saja yang menuliskannya di atas kertas folio toh kita sama-sama tau caranya, hanya tinggal melihat siapa yang lebih teliti saat menghitung," Rasanya bibirnya benar-benar terasa kering, baru kali ini ia berbicara panjang lebar kepada seseorang. Bukannya sok cool tapi sebenarnya paling berisik atau diam-diam menghanyutkan, ia memang benar-benar cool alias keren. Bahkan ia jarang bicara dengan teman-teman idiotnya, hanya komentar sedikit karena menurutnya percuma saja menjelaskan sesuatu sampai berbusa kalau endingnya, dirinya yang mengajukkan diri –bahkan selalu dirinya untuk menyelesaikan tugas kelompok karena gregetan.
Jinhwan mengerutkan keningnya, respon yang sama sekali tak Hanbin duga apalagi melihat caranya menatap. "Kau...bicara dengan orang yang salah?"
"Apa?" tanya Hanbin cepat. Ia tau maksud Jinhwan, siswa tampan, keren, terkenal, cerdas dan chaebol sepertinya baru saja berbicara panjang lebar –apalagi itu isinya mengomentari dengan orang sejenis Kim Jinhwan yang terkenal dengan kacamata tebal sampai melorot, pakaian kuno berbau apek khas buku lama milik perpustakaan, berambut sarang burung dengan banyak debu sana-sini, dan ambisius akan nilai dan kesempurnaan.
Memang terdengar kejam sekali mencap Jinhwan sebagai salah satu dari orang yang disebutkan ciri-cirinya di atas karena sebenarnya Jinhwan sangattttt jauh dari kata 'nerd' –pengecualian untuk kacamatanya yang sebenarnya tak berminus ataupun plus besar dan otak cerdasnya, ia lebih termasuk ke golongan nyaris menengah, siswa aneh.
Aneh karena hobinya yang suka mendekam di perpustakaan, membawa buku-buku tebal melebihi tinggi badan, dan sampai merengek kalau buku yang ingin mereka pinjam sudah melebihi batas maksimum untuk meminjam.
Dan aneh juga karena penampilan mereka yang sama sekali tidak salah. Gaya rambut Jinhwan baik-baik saja dengan rambut sedikit bergelombang berwarna light brown, ia juga terlihat mengurus diri dan buku-bukunya dengan seimbang, dan stylenya tidak buruk; meskipun cardigan panjang dan kebesarannya (pengganti jas gerah menjelang musim panas) nyaris menutupi seluruh tubuhnya, seperti tenggelam.
Hanbin tak tau bagaimana dengan siswa 'aneh' lain di sekolahnya, hanya Jinhwan satu-satunya yang aneh di kelasnya. Ia mudah bergaul, ramah, suka menyapa siapapun –entah ia kenal atau justru mereka tak mengenalnya; intinya sok kenal; entah dengan siswa pemalu gampang merona yang ternyata diam-diam fujoshi akut, siswa paling gembul yang berbau tak sedap dan mudah tergagap, sampai ketua OSIS mereka, Jung Jaewon dengan penampilan sederhana namun pesona luar binasa yang dihebohkan akan menjadi the next king saat prom-night.
Maka dari itu Hanbin berani 'mengomentari' mode 'ambisius'nya karena well, Jinhwan juga bukan tipe yang mudah naik pitam seperti si juara dua paralel yang bernafsu sekali untuk mengalahkan Jinhwan yang tampangnya benar-benar biasa saja sampai menggunakan cara aneh dan berakhir dikeluarkan dua minggu lalu.
Jinhwan menghela nafas pelan setelah menatap lama kedua bola mata anak dari tuan Kim yang sudah menjamin masa depannya tersebut, menyadari tak ada jawaban apapun disana, hanya tatapan kelewat dalam yang harus ia jauhi.
"Kau pasti kelelahan ya ya ya, pasti kelelahan sampai bicara ngelantur. Memang membawa mobil untuk anak dibawah u-"
"Aku sadar kok," potong Hanbin cepat. Jinhwan sudah tak menatapnya lagi dan rasanya juga aneh menatap Jinhwan terus menerus dengan tatapan sehari-harinya yang selalu dikomentari datar mengintimidasi oleh teman-temannya; ingat bukan ia adalah seorang chaebol dan Jinhwan hanya kelewat beruntung dengan otak geniusnya?
Lagi-lagi Hanbin mengelak kata hatinya sendiri yang memakinya sombong. Tidak, ia tidak sombong atau apapun itu. Ia hanya merasa...beda dunia dengan Jinhwan? Ia tidak bisa mengerti jalan pikiran orang-orang seperti Jinhwan; entah itu dari kalangan sayuran-buah-dan bawang bawangan, nerd parah, anak kaya sok terkenal tapi antisosial, kalangan biasa saja, dan aneh seperti Jinhwan itu sendiri.
Sampai sekarang saja ia masih merasa aneh melihat Jinhwan di rumahnya, mengingat pemuda itu adalah murid pertama yang pulang bersamanya (Hanbin tak suka konvoi atau nongkrong setelah pulang sekolah dengan teman-temannya) dan sepanjang jalan hanya tampang kelewat norak dan kagumnya yang ditunjukkanya, tak seperti pembawaan 'tenang dan classy'nya sebagai ketua kesiswaan –apa Hanbin sudah menyebutkannya tadi?
"Aku hanya penasaran, kalau kau mau tau dan mau mendengarkanku. Jadi ini rahasia dibalik peringkat satu paralelmu? Ambis untuk belajar sepulang sekolah sampai larut malam sehingga disekolah kerjaanmu hanya ikut campur urusan Jaewon dengan organisasinya, cabut pelajaran hanya untuk mendekam di perpustakaan atau dipanggil guru untuk urus-ini-itu, menjadi ketua kesiswaan, dan menyapa siapapun di lorong."
Tidak, bukan itu yang ingin Hanbin katakan. Ia tidak mau mengatakan apapun pada Jinhwan (karena untuk saat ini, mengomentari penjelasan lambat Jinhwan sudah lebih dari cukup), ia hanya penasaran sekaligus aneh melihat pemuda dengan tinggi dibawah rata-rata ini. Bagaimana bisa berbicara langsung dengan seorang Kim Jinhwan yang selalu dibahas di atas meja makan langsung membuatnya begitu penasaran? Membuat seorang Kim Hanbin yang keren ini penasaran?
Pasti Kim Jinhwan dihadapannya lebih hebat daripada yang ia dengar dari cerita kedua orang tuanya.
"Tentu saja tidak," jawab Jinhwan tenang, berusaha sekalem mungkin. Ia tidak suka jika ada orang yang terdengar meremehkannya sekalipun itu keluar dari bibir anak yang ayahnya menjamin masa depannya. Memang harus ia akui ia tidak belajar begitu hebatnya seperti anak-anak lain; ia mudah mengingat dan memahami sesuatu tapi bukan berarti ia tak mengkhawatirkan peringkatnya sehingga ia harus bersantai-santai seperti yang Hanbin lakukan daritadi (ia tau Hanbin sebenarnya lebih genius darinya, hanya saja kelewat santai dan..meremehkan layaknya anak chaebol lainnya mungkin?)
Yang tengah mengajaknya bicara (bahkan menghasutnya mungkin? LOL) adalah peringkat kedua paralel yang seharusnya lebih dipertanyakan bagaimana cara belajarnya (tidak, Jinhwan tidak heran bagaimana bisa seorang Kim Hanbin menjadi genius. Lihat saja buku-buku tebal manajemen yang tengah ia baca layaknya sebuah komik, pasti ia les kan). Ia tidak takut akan kehilangaan masa depan cerahnya yang sudah tergambarkan sejak SMP karena ayah Hanbin sendiri sudah melabeli dirinya untuk menjadi salah satu mahasiswa dari universitas miliknya dan akan bekerja di perusahaannya dengan posisi menjanjikan sekaligus rangking Jinhwan turun, hanya saja harga dirinya masih begitu tinggi hanya untuk bermalas-malasan dan ia dikalahkan oleh Hanbin, anak dari pemberi masa depannya(?)
Hanbin tertawa tiba-tiba, cukup memecah konsentrasi dan ekspresi serius Jinhwan.
"Oh astaga, Kim Jinhwan. Kau hanya murid biasa dengan kemampuan otak di atas rata-rata. Self-controlling yang begitu baik sampai membuat ayahku yang sulit tertarik untuk merekrutmu. Penampilanmu juga biasa saja tapi kena-"
"Kau mengejekku, Kim Hanbin?" Ini dia. Ini yang tidak Hanbin sukai dari kebiasan orang-orang memanggilnya dengan nama asli. Mereka akan dengan mudah menyebutkan nama lengkapnya saat marah, tanpa sadar bahwa siapa yang mereka hadapi sekarang (bukannya sok galak, hanya saja tak bisa sembarang orang memarahi atau memarahinya. Ingat, ia adalah seorang Kim Hanbin) dan Jinhwan sedang melakukannya, tanpa sadar bahwa yang ia hadapi adalah seorang Kim Hanbin.
Oke-oke, Hanbin akui bahwa dirinya begitu arogant tapi masa bodoh, ia tidak takut dengan pertanyaan sarat dengan rasa amarah dari si kecil Ketua Kesiswaan mereka, Kim Jinhwan yang hebat self-controlling. Bukankah seru jika melihat topeng baik-baik Jinhwan remuk di hadapannya? Bagus bukan jika ia tau kedok asli Jinhwan yang sebenarnya jauh sebelum mereka akan kerja sama di dunia kerja?
Lagipula apa sih yang bisa dilakukan oleh anak genius yang terkenal lemah dalam bidang seni praktek, bahasa praktek, atau olahraga? Memukulinya sampai muntah darah?
"Tentu saja tidak, Kim Jinhwan. Kau belum mendengar semua pernyataan sampai selesai," jawab Hanbin jujur dan sekarang lebih kalem daripada Jinhwan sebelumnya, tak seperti dirinya yang biasa bersikap 'cool' dengan salah satu alisnya yang terangkat, memiringkan kepala, dan kedua lengannya yang terlipat di depan dada.
Bahkan ia mulai memasang senyum lebarnya yang terkenal begitu menyeramkan seraya tangannya merogoh isi kaleng pringles barunya.
Disaat-saat seperti ini, justru siapa yang terlihat lebih menyeramkan? Hanbin dengan senyum dan tatapannya atau kediaman Jinhwan?
"Apa yang mau kudengar lagi kalau jelas-jelas yang inti dari pernyataanmu itu ada-"
"Ji-Jinhwan-ssi awas!"
Hanbin masih memasang wajah selempeng mungkin saat melihat aksi slow motion salah satu pelayan-nya yang tak sengaja menumpahkan seteko penuh berisi air perasaan jeruk di atas kepala Jinhwan.
Agak kecewa juga, pelayan yang satu-satunya laki-laki ini kan biasanya menumpahkan air di atas baju tamunya. Mungkin Jinhwan yang harus disalahkan karena tinggi badannya.
Yah, kalau begini dia harus tanggung jawab dong.
"Kak Luyoung, bisa tolong antarkan Jinhwan-ssi ke kamar mandi? Dan tolong bawakan pakaianku yang...berukuran kecil? Bisa bukan?"
Pelayan pria yang bernama Luyoung tersebut terlihat meringis pelan, merasa kalau 'tugas' kesehariannya sudah gagal total jadi mau tak mau (dan ia tak bisa menolanya), ia membopong Jinhwan ke lantai dua, tempat khusus dimana para tamu mengganti pakaiannya dan pakaian lama Hanbin biasanya tersimpan disana juga.
Hanbin meraih teko yang masih tersisa setengah dan meneguknya langsung dengan gaya khas bangsawan; jari kelingkingnya diangkat, tangan kirinya melambai pelan ke arah Jinhwan yang sudah berontak hebat dengan tubuh kuyupnya yang mirip tikus habis berenang.
Setidaknya, rencananya untuk 'mendinginkan' kepala si tamu yang entah kenapa selalu membawa (kecuali teman-temannya yang begitu 'mengerti' selera 'humor'nya) bara api di kepalanya masih terbilang berhasil.
Tap...tap...tap...
Hanbin yang mulai sibuk menelan kue-kue kering langsung buru-buru merubah posisi kelewat arogannya menjadi duduk manis di atas lengan sofa sambil berusaha menahan tawa.
Ia harus menjaga ekspresinya sekarang, harus lebih hebat dalam hal self-controlling dari ketua kesiswaan itu karena setelah ini ia akan melihat langsung korban nyata dari rencana Luyoung yang untuk pertama kalinya tak sempurna. Ia akan melihat Jinhwan di depan matanya bukannya melihat Jinhwan langsung keluar dari rumah dengan wajah memerah tanpa berkata-kata apapun.
Ia akan melihat Kim Jinhwan yang pertama kali survived dari rumahnya! Seorang Kim Jinhwan yang sama yang menjadi penumpang pertama mobilnya, Kim Jinhwan yang selalu dibanggakan oleh siapapun, Kim Jinhwan yang menjadi orang pertama memakai pakaiannya!
Hanbin mulai terkikik pelan. Oh astaga, apa ada yang lebih hebat dari ini? Seharusnya ia mengajak teman-temannya (untuk pertama kalinya) untuk datang ke sii dan mendokumentasikannya, kebahagian melihat Jinhwan tenggelam di baju terkecil yang kupunya tak bisa hanya kulihat sendi-
"Ya! Kim Hanbin! Apa kau tidak punya baju lebih kecil dari ini? Dan apa? Baju lama? Ini masih bagus! Kau berusaha mempermalukanku huh?"
Hanbin menoleh, berusaha memasang wajah semanis mungkin yang ternyata tak berjalan seperti yang ia harapkan, justru sekarang rahang bawahnya benar-benar jatuh –mangap, melongo, apapun itu yang benar-benar menghancurkan imagenya sebagai siswa yang begitu diinginkan menjadi kekasih.
"Apa yang kau lihat?!" Kim Jinhwan yang untuk pertama kalinya menunjukkan ekspresi marah seharusnya sekarang langsung diabadikan oleh kamera mahal Hanbin tapi Hanbin terlanjut kehilangan kata-katanya.
Jinhwan bukanlah bocah nerd dengan rambut berwarna, beberapa gelang yang menghiasi lengan kecilnya, cardigan panjang yang lembut dan jaket tebal berwarna cerah di musim tertentu, dan tubuh kecilnya yang tak menguarkan aroma parfum merk tertentu atau berbau tertentu meskipun sering bolak-balik ke dalam perpustakaan dan ruang hukuman berbau apek.
Tapi bukan berarti Jinhwan tak mempunyai bau khasnya. Dengan pakaian lama Hanbin yang tersimpan rapih di ruangan yang penuh dengan parfumnya, keringat bercampur aroma sabun –dan sedikit air perasan jeruk– yang digunkan Jinhwan –sepertinya lemon atau mint?– tampaknya begitu cocok bersama bau parfum Hanbin sendiri sampai si empu pakaian masih dalam mode melongonya sampai 4 detik pertama.
4 detik setelahnya, Hanbin habiskan untuk menilik Jinhwan yang cemburut dari ujung kepala sampai ujung kaki. Style pakaiannya tidak pernah buruk sekalipun itu model lama atau sudah tidak muat dengan tubuh atletisnya hanya saja...kenapa kemeja transparan broken white kebesaran dan ripped jeans (tunggu, kenapa Jinhwan juga mengganti celananya?!) sangat cocok dengan kulit pucat Jinhwan, aroma tubuhnya, dan rambut light brownnya yang masih sedikit basah?!
Terlalu cocok. Terlalu pas. Terlihat manis, mungil, dan sek-
Oh astaga, bagaimana bisa Jinhwan dari kalangan siswa aneh yang dikenal karena hobi menyapa siapapun yang lewat tanpa memiliki kharismatik, passion sendiri, kemampuan non-academis menonjol atau penampilan mendukung terlihat sangat...
Hanbin mengerjapkan matanya di detik ke...entahlah. Lalu merutuk pelan.
Ia benar-benar bisa gila sekarang.
"Hanbin? A-ah maksudku B.I?" tanya Jinhwan ragu-ragu. Tak lupa ia menekuk lututnya –bermaksud menyamakan tinggi dengan posisi duduk Hanbin, menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan wajah Hanbin yang bukannya terlihat konyol, bodoh, atau dungu justru terlihat seperti om-om pedopil. Apalagi dengan gosip yang menyebar bahwa Hanbin tak pernah berpacaran; bukan prinsip katanya siapa yang tau sekalinya berpacaran pemuda bermarga Kim ini memutuskan untuk dengan sesamanya bukan?
Hih. Jinhwan bergidik ngeri. Hanbin belum menunjukkan tanda-tanda kehidupannya setelah jentikkan jari ke-empat dan lambaian tangan ke-li-
"Hyung?"
"Y-ya?" Jinhwan merutuki nada suaranya. Kenapa ia jadi tergagap begini sih? Bahkan di hadapan ayahnya, ia tetap bisa mengontrol diri!
Apa karena panggilan sopan Hanbin –yang berkat otak geniusnya, akselerasi, otomatis lebih muda 2 tahun 8 bulan darinya– ia langsung 'gemetar' begini? Memalukan! Kau bukan perempuan, hwan!
"Pernah membaca Fifty Shades Series? Atau mungkin mendengarnya dan mengetahui sinopsis?"
Kening Jinhwan berkerut dalam. Judulnya benar-benar familiar, apalagi setelah diangkat menjadi film kontroversi sekali. Beberapa guru, stock penyimpanan di ruang kesiswaan, penjaga perpustakaan, dan penjaga toko kaset sering sekali membawa-bawa judul buku series tersebut. Ia tak pernah membacanya –atau tak sempat meskipun sedikit tertarik tentang cerita cinta kelewat runyam dengan bumbu-bumbu 'keindahan' wanita disana-sini– tapi kenapa tiba-tiba Hanbin yang notabenen baru kali ini ia lihat membaca buku –dan itu manajemen pula menanyakan perihal hal tersebut?
Bibir kecil Jinhwan baru separuh terbuka saat Hanbin menarik sudut bibirnya, menyeringai.
"Kau harus baca hyung, atau minimal sedikit tau inti ceritanya. Karena setelah ini, hyung adalah submission dengan aku sebagai dominan-nya."
Bulu kuduk Jinhwan otomatis berdiri semua. Submission? Apa itu? Ia tidak tau tapi kata 'dominan', 'Hanbin' , dan seringainyas sama sekali bukan pertanda baik.
Lalu bagaimana dengan Hanbin? Oh kau tidak akan tau, Hanbin sendiri juga tidak tau bagaimana bisa ia mengatakan hal begitu lancang untuk ukuran 'anak baik-baik' sepertinya. Ia hanya menginginkan Kim Jinhwan. Sekarang juga bagaimana pun caranya.
Seringaiannya makin lama makin melebar.
.
.
end
.
.
GAK TAU INI APA LAGI SERIUS ARGH! KEJAR TAYANG?! cuma selesai 1 malam -dari jam 3 sampai sekarang, 22:46 WIB- pengennya endingnya gak gini, kek today beneran (kenapa lo lebih cakep dari biasanya?) tapi gak bisa ya...apa daya...GAK TAU LAGI INI APA JUDULNYA SUMPAH GELI SUDAH. CUKUP. DAH:) -Jung-
