TITLE : PROMISE YOU
GENRE : DRAMA
PAIR : KUROSAKI ICHIGO X KUCHIKI RUKIA
DISCLAIMER : KUBO TITE
SUMMARY : SEBANYAK KEPULAN AWAN YANG TAK TERHINGGA. SELUAS LANGIT YANG TERBENTANG. SEINDAH SURGA YANG DIBAYANGKAN. SEBANYAK, SELUAS, DAN SEINDAH ITULAH JANJI YANG KUTITIPKAN PADAMU. JANJI YANG TIDAK AKAN KUBUAT MELESET.
PREQUEL GET BACK HOME
.
.
-o-O-o-
.
.
Kalau diberi rating dari 1 sampai 5, Ichigo Kurosaki mungkin akan diberikan nilai 5.5. Lebih dari seharusnya, karena dia memang di atas rata-rata. Pria paling tidak bisa dikalahkan dimana pun dia menapak. Predikat yang cukup baik bagi seorang Jaksa muda sekelasnya. Tampang parlente dan gaya eksklusif mungkin bonus. Bagai hadiah alamiah yang didapat dari Orang Tuanya. Dielu-elukan banyak kalangan, bukan hanya paras. Kecerdasan dan ketangkasannya dalam memperlakukan kasus memang selalu membuat siapa saja terpana. Dengan kejujuran sahid yang ditonjolkannya, dia mampu mengatasi kasus pelik sekalipun dengan sangat rapi dan dingin. Pria yang emosinya paling baik se Karakura jika menyangkut profesinya terlepas dari egois dan keras kepalanya sebagai Jaksa paling diandalkan di Karakura. Dia masih muda. 28 tahun yang lalu dia lahir di dunia. Dengan fisik yang di luar kata biasa menjadikannya terkenal di mana pun bahkan sejak bayi. Wajahnya yang manis saat kecil dan tampan ketika dewasa menjadikannya idola bagi kebanyakan wanita. Dan dia boleh berbangga akan hal itu. Namun di luar keunggulan anak sulung Kurosaki Isshin ini, kisah cintanya tidak semanis yang orang bayangkan.
Ketika lulus Sekolah Menengah dan memutuskan untuk pergi ke sekolah hukum Ichigo sempat menjalin kasih dengan gadis kelas atas yang merupakan idola, teman satu kelas yang ternyata telah dia taksir selama 1 tahun belakangan, Inoue, begitu dia biasa memanggilnya. Namun naas, hubungan yang sempat berjalan hanya 4 bulan itu harus kandas lantaran Inoue Orihime, gadis cantik pujaan hatinya di masa lalu sekaligus kekasih pertamanya telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya oleh seorang Pria sekelas mereka. Orihime membuangnya begitu saja setelah 1 minggu lamanya Ichigo kehilangan kontaknya dan berusaha untuk menghubungi Orihime yang saat itu pamit akan ke Amerika untuk waktu 2 minggu. Namun buah jawaban yang dinanti Ichigo adalah pahit. Dia harus menerima kenyataan pedih karena Orihime mengiriminya pesan singkat yang sangat singkat dan padat kepadanya. Ichigo masih begitu ingat kata-katanya dengan jelas. Bahwa kekasih cantiknya itu sudah tidak bisa bersama dengannya karena keluarga Ichigo bukanlah keluarga sosialita. Keluarga Ichigo bukan keluarga konglomerat. Ichigo muda sakit dengan pesan gadis itu, tapi sekarang dia sangat berterima kasih kepada Orihime. Karena berkat pesan singkatnya, Ichigo bisa punya ambisi untuk menjadi orang nomor satu di bidangnya. Dia bisa membuktikan kepada dunia terutama Orihime bahwa bukan berarti dunia tidak bisa dia genggam karena dia bukan konglomerat. Dan dia berhasil mencapai ambisinya. Karena di usia yang baru menginjak 24, dia berhasil menjadi Jaksa muda dan terlebih dia telah menangani kasus korupsi besar di masa itu dengan sangat mulus dan indah. Dia juga bisa membuktikan kepada para konglomerat di luar sana bahwa seorang Kurosaki Ichigo bahkan tidak bisa dikalahkan oleh orang paling berkuasa sekalipun. Mulai dari situlah karirnya melesat.
Ichigo bahkan punya perusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan yang berhasil dia buat besar berkat kerja kerasnya. Dan perusahaan Ichigo merupakan kantor percetakan sekaligus penerbit paling disegani selama 2 tahun terakhir. Karena majalah-majalah dan buku-buku yang diterbitkan benar-benar mampu menarik minat pembaca meningkat lebih dari 50% dalam jangka waktu 2 bulan. Dunia yang dia cintai telah berhasil dia raih dalam genggamannya. Bahkan setelahnya tidak ada lagi wanita yang menolaknya, dari kalangan elite sekalipun. Namun bukan berarti Ichigo menerima siapa saja yang menawarkan diri untuk menjadi kekasihnya. Terbukti bahwa hanya ada 3 wanita yang mengisi kisah cintanya sejak dia berhasil menjadi Jaksa papan atas.
Dan ketiganya terbilang bukan pengisi kisahnya yang serius. Karena mereka hanya menjalani hubungan singkat. Paling lama 5 bulan. Dan itulah sebabnya mengapa Ichigo mendapat gelar 'Pria Seksi Paling Sulit' selama 4 tahun belakangan ini. Dia bukannya tidak tertarik menjalani kehidupan cinta yang serius. Hanya saja dia belum merasakan bahwa wanita-wanita yang dekat dengannya menariknya dengan serius. Ya, serius. Untuk hubungan yang serius, dia juga harus punya tekad yang serius kan?
Itulah Kurosaki Ichigo. Seorang perjaka available yang siap santap namun belum tertarik untuk menyantap.
.
.
-o-O-o-
.
.
Dalam kehidupan Ichigo, dia selalu dikelilingi hal-hal yang rumit. Sifat egoisnya yang rumit. Pekerjaan yang rumit. Dan bahkan teman yang rumit. Dia tidak mengeluhkannya. Tidak sama sekali. Hanya terkadang dia hanya tidak tahan dengan kerumitan segalanya. Terutama teman yang rumit. Seperti Ishida Uryuu.
Teman semenjak kuliahnya itu sangatlah rumit. Pikirannya, tingkah lakunya, dan tujuan hidupnya. Terkadang Ichigo heran. Mengapa dia harus hidup dengan segala kerumitan itu. Bahkan sampai mengurusi hal yang tidak seharusnya dia pedulikan. Jujur, Ishida adalah orang paling rumit dengan tingkat kecemasan yang sangat tinggi yang pernah Ichigo kenal. Bahkan dia bisa tidak tidur beberapa hari hanya karena salah bicara di depan clientnya. Yang benar saja? Emosinya begitu mengaduknya terlalu dalam. Menjadikan Ishida sosok paling rapuh yang akan rusak dengan sendirinya hanya dengan pikirannya sendiri. Seperti sekarang ini.
Ichigo masih harus menyelesaikan berkas kasusnya yang sama sekali belum dia sentuh. Tapi Ishida tidak ada hentinya berceloteh mengenai gadis malang yang menjadi clientnya. Gadis 16 tahun yang sama sekali tidak dia kenal ini harus ia dengarkan kisahnya dari Ishida. Bagaimana gadis polos itu begitu tertekan dengan kematian mendadak keluarganya. Bagaimana gadis itu selalu menangis histeris ketika Ishida baru saja membuka percakapan tentang pesan Orang Tuanya. Dan yang jelas, gadis yang tidak Ichigo tahu ini kata Ishida adalah gadis paling manis dari kalangan atas yang pernah dia kenal.
Ishida adalah seorang pengacara cerdas dan cukup handal. Banyak keluarga kaya mempekerjakannya sebagai pengacara pribadi mereka dengan bayarin fantastis. Itulah awal kisahnya bertemu dengan gadis Sekolah Menengah yang dengan berapi-api sedang dia ceritakan ini. gadis yang ditinggal mati kecelakaan kedua Orang Tuanya. Gadis yang merupakan pewaris bisnis satu-satunya dari Orang Tuanya. Gadis polos tidak tahu apa-apa tentang bisnis keluarganya. Dan gadis paling manis dari kalangan atas yang pernah dia kenal.
"Aku tidak pernah tega. Kau tahu caranya menyampaikan kepadanya tentang wasiat ini? karena jujur, aku sangat tidak tega kepadanya. Belum aku bicara sepenuhnya, dia sudah menangis tersedu-sedu." Ucap Ishida dengan wajah cemas yang aku tidak tahu mengapa bisa dia rasakan. Dia terlalu perasa.
"Sudah berapa lama Orang Tuanya meninggal?" Ucap Ichigo menanggapi.
"Sekitar 3 hari yang lalu."
"Dia masih berkabung. Berikan dia 3 hari lagi untuk menenangkan dirinya. Dia hanya gadis kecil kan." Jawab Ichigo santai.
"Begitukah?"
"Ya. Dan tolong, jangan biarkan pekerjaanmu membawa pengaruh terlalu besar dalam emosimu. Kau tahu, kau jadi seperti mayat hidup sekarang." Kata Ichigo lagi.
Ishida tergelak sesaat sebelum kembali menatapnya dengan sengit.
"Seperti kau tidak?"
Kali ini Ichigo yang tergelak. Namun balik menatap matanya tak kalah sengit.
"Setidaknya aku tidak ikut-ikutan menangis di depan client."
"Urusai!"
Ishida beranjak dari sofanya. Siap-siap pergi. Mengatur semua barangnya ke dalam tas. Namun sebelum benar-benar pergi dia menatap Ichigo lagi dan membuka suaranya dengan lantang.
"Lain kali aku akan mengajakmu bertemu dengannya. Kita lihat apa kau masih bisa tidak tersentuh. Tuan Congkak."
"Silahkan. Kapanpun, itu." Balas Ichigo santai seraya merayakan tubuh tegaknya ke kepala sofa kerjanya.
"Lusa sore."
"Okay, Sir." Jawab Ichigo sambil menyeringai.
"Awas kau!"
Ishida pergi setelah membanting pintu besar ruangan Ichigo. Meninggalkan Ichigo dengan kerutan di wajahnya. Yang benar saja. Ichigo diajak menemani Ishida menangis di depan seorang gadis? Ini tantangan atau ejekan?
.
.
Setelah perdebatan panjang dengan sahabat lamanya, akhirnya disinilah Ichigo berada. Duduk berdampingan dengan Ishida bak menunggu calon mertua yang tak kunjung datang. Dibumbui dengan ancaman dari Ichigo yang hanya memiliki waktu terbatas. Ichigo serius. Bukannya dia pecundang tidak tepat janji, hanya saja Ishida memilih waktu yang salah. Karena tepat 2 jam lagi Ichigo harus menghadiri rapat timnya yang sangat tidak bisa dihindari. Namun mulut tajam Ishida serta ego Ichigo yang terlalu setinggi langit mengalahkannya dan dia berakhir menjadi pengunjung salah satu restoran cepat saji di area sekolah tersebut dengan tidak bijaksananya. Ichigo sih sudah protes lebih dulu mengenai lokasi pertemuan mereka yang sangat jauh dari kata 'Formal' dan terlebih 'Ichigo Banget'. Bayangkan saja, si jaksa parlente dewasa itu kini harus mendekam di salah satu bangku restoran makanan cepat saji yang sebagian besar pelanggannya adalah pelajar. Terlebih, ini jam pulang sekolah. Hell, no! Kepala Ishida ingin sekali digoroknya.
"Dia seharusnya sudah sampai." Ucap Ishida membuyarkan lamunan Ichigo yang sedari tadi memasang tampang kesal sampai ke dubur.
"Mungkin dia lupa? Atau dia segan karena kau mengajaknya bertemu di tempat tidak elit ini? yang benar saja Ishida, kau pikir semua remaja senang ke restoran macam ini." Ichigo hanya tidak tahan lagi. Dirinya sudah terlalu muak karena sedari tadi remaja yang berlalu di depannya mencuri-curi pandang ke arahnya dan setelahnya mereka cekikikan, seperti Ichigo bahan lawakan saja. ah, Ichigo, begitulah cara para remaja mengagumi seseorang. Dan itulah mengapa Ichigo benci berada di sini. Di dekat mereka.
"Kalau boleh kubilang Ichigo, jika mereka adalah remaja aneh sepertimu dulu, tidak, mereka tidak suka. Tapi sayangnya, mereka remaja normal." Balas Ishida tak kalah sengit.
Ichigo melemparkan senyum sinisnya. Dalam hati sudah mengutuki sahabat karibnya itu dengan jutaan kata umpatan yang pasti sudah meledak dari tadi jika saja mereka bukan berada di tempat umum. Tentu Ichigo masih peduli pada hal itu. Karena pamornya lebih penting ketimbang melihat wajah babak belur Ishida.
"Kuchiki Rukia? Ah, aku sudah sampai. Oh, oke." Ishida berbicara memalui telepon genggamnya dan dengan singkat mengakhiri panggilannya. "Rukia, aku disini." Sambungnya lagi begitu menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk.
Ichigo masih bergeming di tempat duduknya. Menatap malas pada hamparan restoran yang semakin lama semakin ramai. Dia tidak tertarik pada apapun saat ini. bahkan ikut menyapa gadis yang dibisiki Ishida barusan.
"Maaf, menunggu lama." Sebuah suara asing mengalun di telinga Ichigo, membuatnya mendongak untuk memastikan darimana suara tersebut berasal. Karena sumpah demi apapun, suara yang baru saja dia dengar terasa begitu lembut dan halus. Secara audio menenangkan. Namun belum Ichigo selesai dari rasa terkagumannya suara menyebalkan Ishida memecah pikirannya menjadi jutaan keping. Dasar perusak.
"Rukia, perkenalkan. Ini Kurosaki Ichigo, temanku. Ichigo, perkenalkan. Ini Kuchiki Rukia, clientku."
Gadis yang namanya disebut Rukia oleh Ishida ini tersenyum lembut ke arah Ichigo. Dan Ichigo hanya mengangguk singkat menanggapi. Namun kebisuan Ichigo bukan berarti ketidakpedulian. Ichigo hanya tidak percaya bahwa suara lembut yang barusan didengar berasal dari remaja yang tubuhnya benar-benar mungil. Secara visual tidak tampak seperti gadis Sekolah Menengah Atas pada umumnya. Tubuhnya rata. Lengannya begitu kecil dan pahanya sangat mini. Kalau boleh dibandingkan dengan gadis-gadis SMA yang sejak tadi lalu lalang di depannya, gadis yang kini tersenyum manis di depannya ini jauh berbeda. Ichigo memang tidak pernah bergaul dengan gadis remaja, hanya saja dia pernah remaja, adik-adiknya di rumah juga seorang remaja. Dan seingat Ichigo gadis SMA usia 16 tahun tidaklah serata ini. Sungguh, kalau ini sih, sepertinya anak SD.
"Senang bertemu denganmu, Kurosaki-san."
Suara tersebut membuyarkan pikirannya lagi. Dan jika sejak tadi yang menjadi fokus Ichigo hanyalah tubuh mini kelewat abnormal gadis bernama Kuchiki Rukia ini, sekarang paras manis dan senyum mengembang dari bibir merekah itu jadi fokus utamanya. Membekukan perhatiannya dalam sekejap. Membuatnya bahkan tidak bergeming untuk beberapa saat karena terlalu serius mendalami betapa indah wajah gadis mini di depannya itu. Pipi merona yang begitu halus, rambut hitam panjang yang diikat kuda ke belakang dengan beberapa cabang rambut yang menyentuh wajahnya dengan genit, serta bibir sewarna darah yang tampak sangat menggoda untuk dikulum. Karena yang Ichigo lihat, bibir merekah itu bagai popsicle rasa strawberry. Siap santap. Ditambah proporsinya yang sangat sempurna. Tidak terlalu tipis. Namun tidak setebal Kylie Jenner. Hanya saja, bibir bagian bawahnya tampak berisi dengan belahan menggoda yang menambah kesempurnaannya.
Bahkan sampai beberapa saat setelahnya Ichigo masih terpaku dengan betapa nikmat kelihatannya bibir di depannya kini sampai sebuah sikutan dari Ishida menghancurkan fantasi singkatnya.
"A...ya, senang bertemu denganmu."
Rukia tersenyum lagi. Membuat Ichigo semakin tidak tahan dengan pikiran menjijikannya sendiri. Yang benar saja? Dia baru saja tergoda dengan gadis 16 tahun. Tidak, itu tidak mungkin Ichigo. Kau Pria dewasa paling diincar. Tidak mungkin sekonyong-konyong kau berubah menjadi predator anak kecil penghisap permen itu.
'Oh Tuhan, tolong sadarkan anakmu ini.' ucap Ichigo miris dalam hati namun masih tidak berhenti menatap lapar pada wajah cantik gadis di depannya yang berangsur-angsur mengeluarkan ekspresi sakit yang Ichigo tidak tahu mengapa otak brengseknya malah membayangkan sebuah rasa sakit dari adegan erotis yang muncul di ruang persepsinya. Mereka, Ichigo dan Rukia berbagi desah dengan sentuhan-sentuhan dan gerakan-gerakan erotis. Rukia yang memasang wajah kesakitan namun menggairahkan karena rangsangan hebat yang Ichigo berikan. Bukan dari hal menyedihkan yang membuatnya terluka. Mungkin kali ini Ichigo benar, dia sudah tidak waras.
Namun Ichigo malah tersenyum menanggapi pikiran terakhirnya. Ya, dia tidak waras.
.
.
Beberapa minggu belakangan ini Ichigo seperti kehilangan fokusnya secara drastis. Dia suka melamun tiba-tiba. Dia juga suka tidak peduli ketika orang berbicara serius dengannya. Dan yang lebih penting lagi, dia sering lupa mengenai dokumen-dokumen kasusnya. Dan dia banyak mendapat masukan dari orang-orang sekitar untuk lebih banyak beristirahat melihat kondisinya yang cukup mengkhawatirkan. Memang menjadi pengusaha sekaligus jaksa adalah hal yang berat. Tapi ini adalah ambisi Ichigo. Dia benar-benar sudah terbiasa dengan semua resiko hidupnya. Setidaknya sejauh ini dia bisa menjalaninya dengan sangat baik. Tapi entah kenapa gangguan-gangguan menyebalkan itu berdatangan secara tiba-tiba dan itu sungguh menyebalkan. Dan tidak Ichigo banget. Dan Ichigo benar-benar melamun seharian sampai panggilan dari Ishida membuatnya meloncat.
"Ichigo, dimana kau sekarang?" Sahut Ishida di seberang sana.
"Di kantor percetakan. Kenapa?"
"Syukurlah, Ichigo tolong sekarang kau ke Rumah Sakit Karakura. Barusan pihak Rumah Sakit meneleponku mengatakan Rukia mengalami kecelakaan. Dan dia sedang adaa di UGD. Kondisinya sih tidak parah tapi aku sangat cemas. Tolong aku mohon bantu akul."
"Aku? Memang kau sedang dimana? Memang dia tidak punya keluarga lagi?"
"Aku sedang ke Osaka, Ichigo! Kenapa kau banyak bertanya? Orang tua anak itu baru saja meninggal. Keluarganya sebagian besar tinggal di luar negeri, yang dia punya hanyalah pelayan di rumahnya dan rumahnya tidak sedekat kantormu ke Rumah Sakit, Ichigo! Mereka juga sedang dalam perjalanan ke sana tapi aku sangat khawatir, tidak bisakah kau mengerti Ichigo?!" Ishida sudah benar-benar tidak bisa menahan suaranya. Jujur, Ichigo kali ini adalah sosok Ichigo yang paling dia benci.
"Oke. Aku akan ke sana. Dan aku akan menagih imbalan untuk ini, lihat saja!" Ancam Ichigo sebelum menutup teleponnya dengan cepat dan berlari seperti seolah-olah dia yang begitu cemas. Atau memang dia cemas sungguhan?
.
.
Ichigo langsung berlari ke ruangan UGD dan menyambar dokter yang sedang berlalu di depannya. Wajahnya agak sedikit kacau karena sedari tadi dia belum berhenti berlari.
"Kuchiki Rukia. Aku ingin bertemu Kuchiki Rukia, dia mengalami kecalakaan beberapa saat yang lalu. Pihak Rumah Sakit bilang dia sedang di UGD." Ujar Ichigo cepat.
"Dan kau?"
"Aku pengacaranya. Bukan, temanku pengacaranya. Tapi dia sedang di luar kota dan dia menyuruhku kemari." Sahut Ichigo panik.
"Baik, mari ku antar."
Ichigo mengikuti langkah Dokter hampir tua tersebut menuju ranjang perawatan Rukia.
"Nona Kuchiki, ada yang berkunjung untukmu."
Rukia tersentak begitu melihat siapa yang datang. Ada perasaan tidak nyaman yang dia rasakan. Bukan, bukan perasaan risih karena berduaan dengan pria asing. Atau perasaan cemas yang semacam itu. Namun hal itu malah membuat Rukia bingung. Apa ada yang salah dengan otaknya?
"Lukanya tidak parah, dia bisa pulang setelah cairan infusnya habis. Hanya beberapa luka luar di kaki dan tangan." Papar dokter tersebut sebelum meninggalkan Rukia sendirian dengan Ichigo.
"Apa yang terjadi?" ujar Ichigo sambil mengambil tempat duduk di sisi Rukia.
"Kenapa kau ke sini?" bukannya menjawab Rukia malah balik bertanya dengan ekspresi ketakutan yang Ichigo tidak bisa hindari. Seolah dirinya adalah orang berbahaya yang begitu ditakuti. Ini tidak nyaman.
"Ishida mengirimku. Dia sedang di luar kota. Hei, kau tidak apa-apa?" balas Ichigo berusaha bersikap baik dan manis. Karena bersikap manis bukanlah perangai Ichigo.
"Tapi aku sudah menghubungi Unohana-san untuk ke sini." Jawab Rukia lagi. Masih dengan keadaan tidak bisa menerima Ichigo yang datang. Bukan, bukan karena Rukia tidak suka kehadiran Ichigo. Dia hanya tidak ingin merasakan perasaan asing yang hadir begitu saja ketika dia melihat kehadiran Ichigo. Sebenarnya perasaan aneh ini yang Rukia takuti. Bisa dibilang Rukia nyaman dan tenang begitu melihat Ichigo.
"Ya, Ishida bilang itu. Tapi kantorku sangat dekat dengan Rumah Sakit ini, jadi disinilah aku. Karena Ishida yang mengirimku. Ishida mengkhawatirkanmu. Itu saja. dan sebagai teman yang baik, aku membantunya mengurangi kekhawatirannya padamu dengan melihat keadaanmu secara langsung." Penjelasan Ichigo dipenuhi dengan penekanan karena sambutan Rukia akan dirinya benar-benar tidak menyenangkan. Rukia merasakannya. Dan untuk itu Rukia merasa tidak enak pada Ichigo.
Sementara Ichigo sudah akan mengucapkan sesuatu melihat kebisuan Rukia akan penjelasannya saat telepon genggamnya berdering.
"Ini Ishida." Ichigo dengan lantang menunjukkan layar telepon genggamnya ke depan wajah Rukia.
"Ya Ishida? Ya, dia baik-baik saja. tenang, aku akan menjaganya. Kau ingin bicara dengannya langsung? Oh, baiklah."
Rukia masih menatap Ichigo dalam diam bahkan setelah beberapa saat Ichigo menutup teleponnya. Dia bahkan terlihat begitu kaku dalam selimutnya, memandang Ichigo dengan tatapan takut dan hati-hati seolah Ichigo monster yang bisa menelannya hidup-hidup.
"Apa kau ingin sesuatu? Jus mungkin? Atau ayam goreng?" ichigo tahu, pertanyaannya konyol tapi dia hanya tidak tahan dengan anak itu. Yang benar saja, memang dia penjahat apa? Asal dia tahu, tidak ada yang takut dengannya. Dia malahan dicari.
"Terima kasih telah datang untuk menemaniku." Akhirnya Rukia mengucapkan sesuatu yang tidak menyebalkan dan Ichigo benar-benar seperti ingin langsung tersenyum girang. Untung dia tidak lupa bahwa dia adalah Kurosaki yang keren.
"Ya, tidak masalah."
Dan lagi-lagi terjadi keheningan di antara mereka. Namun bukan Ichigo namanya jika tidak bisa menguasai kedaan.
"Apa yang terjadi?" tanya Ichigo di tengah keheningan yang tiba-tiba.
Rukia masih hanya menatap Ichigo dalam seolah menelaah apakah Ichigo adalah salah satu dari orang yang dapat dia percaya, karena sejak kecil Rukia diajarkan untuk tidak terlalu banyak bicara dengan orang asing. Dan itu dia lakukan sekarang. Karena baginya Ichigo tetaplah orang asing terlepas bagaimana terkenalnya orang itu. Bagaimana seringnya dia masuk koran dengan berbagai prestasi. Rukia hanya melakukan antisipasi pada umumnya demi keselamatan dirinya sendiri. Tapi sudah beberapa waktu berlalu semenjak kedatangan Ichigo, Rukia sama sekali tidak menemukan keasingan tersebut. Dia bersikap waspada memang tapi seoalah itu hanya dia lakukan semata-mata hanya memang itulah yang diajarkan kepadanya sejak kecil,namun untuk benar-benar waspada, jujur saja dia tidak bisa melakukannya. Dan perasaan ingin menjaga jarak seolah tidak ada. Beberapa saat Rukia mencoba mencari-cari perasaan itu tapi dia tetap tidak menemukannya. Jujur, Rukia juga ingin waspada dan merasa takut pada Ichigo seeperti normalnya seorang remaja perempuan takut dengan laki-laki asing tapi hanya saja dengan perangai tegas dan angkuh Ichigo, Rukia malah tidak menemukan perasaan itu. Bahkan sejak awal Ichigo datang sebenarnya Rukia ingin menghambur ke dalam pelukan Ichigo dan menceritakan segalanya sambil menangis tapi dia tahu bahwa itu sangatlah tidak mungkin. Rukia, sepertinya kau tidak normal.
"Kuchiki?"
Rukia tersentak dengan panggilan Ichigo. Sebenarnya Rukia tersentak akan 2 hal. Yang pertama panggilan Ichigo dan yang kedua adalah wajah Ichigo yang tiba-tiba muncul di hadapannya dan membuat jantungnya berebdar hingga seolah mau copot.
"Ya? Itu, aku tidak melihat-lihat saat menyebrang dan sebuah mobil menyerempetku. Dia sih tidak ngebut. Makanya aku hanya luka-luka sedikit." Ucap Rukia agak gugup. Karena bayangan betapa dekatnya wajah tampan Ichigo tadi dengan wajahnya tadi sangat mengganggu pikiran Rukia. Jantungnya berdegup tidak normal. Dan itu membuatnya tidak nyaman. Rukia kan hanya remaja 16 tahun, dia tidak mungkin menyukai pria dewasa yang keren seperti Ichigo. Rukia bahkan tidak berani menyukainya.
"Lalu dimana orang yang menabrakmu? Dia tidak bertanggung jawab?" sentak Ichigo tiba-tiba.
"Dia tanggung jawab kok. Dia membawaku ke rumah sakit ini. dia juga membayar pengobatanku tapi karena dia memang sedang buru-buru jadi dia segera pamit."
Ichigo memicing sesaat sebelum kembali menatap sungguh-sungguh ke arah Rukia. Menatapnya lekat dengan jarak yang begitu dekat. Bahkan lebih dekat dari sebelumnya.
"Sungguh?" bisik Ichigo.
Rukia menarik napasnya dalam. Sangat dalam bahkan dia hampir lupa untuk menghembuskannya kembali karena terlalu fokus pada betapa tampannya wajah Ichigo. Begitu proporsional dan indah. Membuat Rukia tidak tahan untuk tidak terpesona.
"Ya." Jawab Rukia pelan sambil menganggukkan kepala.
Ichigo tersenyum singkat. Dan hal itu membuat kepala Rukia kembali pusing melihat betapa indahnya bibir Ichigo tersungging.
"NONA RUKIA!"
Ichigo dan Rukia sama-sama tersentak mendengar suara teriakan seorang wanita di belakang Ichigo. Itu Unohana. Pelayan Rukia. Wanita yang paling dia sayangi nomor dua setelah Ibunya. Unohana telah menjadi pelayan di rumahnya sejak Rukia bahkan belum bersekolah.
"Apa yang terjadi?! Kau membuatku takut setengah mati tahu! Kau tidak apa-apa? Apa kepalamu pusing? Ada yang sakit?" Cecar Unohana begitu dia sampai tepat di hadapan Rukia.
"Aku keserempet mobil." Ujar Rukia sambil tersenyum. Mencoba meyakinkan Unohana bahwa dirinya baik-baik saja.
"APA?! Kenapa bisa?!" Unohana menjerit panik hingga membuat Ichigo tersentak mendengarnya.
"Dia kurang hati-hati." Sambung Ichigo mencoba menyadarkan Unohana bahwa ada orang lain di sekitar mereka jadi kalau bisa Unohana jaga suaranya agar tidak mengganggu.
Unohana memicing ke arah Ichigo sejurus kemudian menatapnya sinis seakan siap menerkamnya seperti singa kelaparan.
"Kau yang menabrak Nona Rukia? Seenaknya saja kau menyebut Nonaku tidak hati-hati. Nona adalah orang yang sangat hati-hati tidak mungkin dia bisa terserempet mobilmu kalau bukan kau yang memang ugal-ugalan, ya kan?!"
Mata Ichigo membulat. Benar-benar tidak bisa berkata-kata akan ucapan Unohana. Sementara Rukia tampak terkesiap sementara.
"Basan, bukan. Bukan dia yang menabrakku."
Unohana memandang tidak percaya ke arah Rukia. Memasang tampang seakan ingin berkata 'Yang benar saja?'
"Lalu dia siapa?" Tanya Unohana masih dengan tatapan sebalnya ke arah Ichigo.
"Dia teman Ishida-san, Kurosaki Ichigo. Ishida-san menyuruhnya ke sini karena dia khawatir padaku." Papar Rukia sambil melempar tatapan bersalah ke arah Ichigo. Ya, sungguh. Dia merasa sangat tidak enak terhadap Ichigo. Ichigo sudah repot-repot menyempatkan diri melihatnya hingga meninggalkan pekerjaannya, tapi dia malah dituduh sebagai orang yang mencelakakan Rukia. Dan itu pasti akan sangat menyebalkan bagi Ichigo.
Unohana terkesiap begitu mendengar jawaban Rukia. Dia segera menundukkan kepalanya tanda permintaan maaf.
"Maafkan saya, Kurosaki-san. Aku benar-benar menyesal."
"Ya, tidak apa-apa. Aku tahu kau panik." Balas Ichigo. Ya, walau tampangnya kejam Ichigo adalah orang yang baik sesungguhnya. Dan dia begitu paham betapa khawatirnya Unohana terhadap Rukia.
Selang beberapa saat kemudian seorang perawat menghampiri mereka dan mengatakan bahwa Rukia bisa pulang.
"Kau bisa berdiri?"
Rukia diam beberapa saat sebelum mencerna perkataan Ichigo. Ichigo khawatir padanya kah? Oh, ya. Rukia rasanya terlalu pede.
"Ya, Aku bisa."
"Baiklah. Ingin ku antar pulang?" lagi-lagi ucapan Ichigo membuat konsentrasi Rukia kacau.
"Terima kasih, tapi tidak perlu. Kami dengan supir." Balas Unohana.
"Oke. Kalau begitu, aku kembali ke kantor dulu ya. Hati-hati. Semoga lekas sembuh ya Rukia. Nanti kalau aku ada waktu aku akan menjengukmu." Pamit Ichigo.
"Ya. Terima kasih." Ujar Rukia mlau-malu. Dia tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang bersemu. Dan jantungnya benar-benar tidak berdetak dengan normal. Serasa ingin melompat dari tempatnya saja.
"Terima kasih, Kurosaki-san."
"Ya, sama-sama. Sampai jumpa, Rukia, Unohana-san."
Rukia terpaku. Tunggu, barusan Ichigo memanggilnya Rukia? Apa ini artinya akan ada kedekatan lainnya yang akan terjadi. Tidak, ini terlalu indah untuk terjadi.
Unohana tersenyum sambil melirik Rukia dari ekor matanya. Dia paham bahkan sangat paham bagaimana reaksi Rukia jika melihat hal yang disukainya. Dan kali ini Unohana dapat melihat ketertarikan itu Nonanya pada Ichigo. Nona mudanya sedang tertarik terhadap Ichigo.
"Dia pria yang baik." Ucap Unohana masih merangkul lengan Rukia.
"Ya."
"Dia juga tampan." Sambung Unohana lagi.
"Ya." Kata Rukia secara spontan sebelum akhirnya menyadari ucapan Unohana. "Apa?!"
"Tidak apa-apa, Nona. Tidak ada salahnya kan suka dengan pria yang lebih dewasa. Itu bukannya sedang trend?"
"Kau mengada-ada saja. Aku tidak menyukainya. Tidak mungkin." Bantah Rukia dengan gugup. Bahkan dia tidak bisa menyebunyikan gelagat gelapannya.
"Lalu kenapa sejak tadi bersemu begitu?"
"Aku begitu?"
Unohana tertawa dan kembali merangkul Rukia. Menyisakan Rukia yang bahkan masih berkutat dengan pikirannya mengenai apakah Ichigo menyadari wajah konyolnya yang terus bersemu semenjak tadi seperti kata Unohana.
.
.
TBC.
Sorry ga jelas. Tadinya mau bikin oneshot tapi tiba-tiba di tengah jalan memutuskan untuk bisa 2 shots deh. Hehe. Biar pada kepo.
Terima kasih, semua.
