Aku benci pada diriku ini, tidak memberikan reaksi banyak ketika manusia setengah zombie itu mendekat, mengoleskan darah manusia yang ada di wajahnya pada wajahku. Aku juga tidak menolong supir mobil dan Ino yang berteriak ketakutan, juga tidak menolong Sakura yang dimakan oleh para zombie itu.

.

Naruto Masashi Kishimoto

Make Me Alive

.

-A Strange Little City-

.

Terinspirasi dari filem zombie dengan judul warm badis yang ada si ganteng eR dan si cantik JuliE #plak

Warning : zombie fic, OOC, alur kecepatan, aneh, gaje, dan sobatnya

.

Mobil minibus yang kami tumpangi sudah sampai di Sunagakure, sebuah kota kecil yang sangat jauh dari kota lainnya. Kota ini juga terletak di antara dua gunung, jadi wajar kalau kota ini terlihat seperti terisolasi.

Kami mendapat jatah liburan musim panas dari asrama kami selama sebulan. Aku, Sakura, dan Ino memutuskan untuk menghabiskan liburan bersama di Sunagakure selama beberapa hari lalu pulang ke rumah masing-masing. Jujur saja, kami memang belum pernah ke Sunagakure, ada yang bilang kalau tempat itu eksotis dan sebagainya. Aku tidak mau kesana, tentu saja. Tempatnya tidak jelas. Namun, jiwa pertualang Sakura dan Ino yang membara membuat aku ikut dengan mereka.

Memang, selama perjalanan menuju Sunagakure, alam yang kami temui sangat indah. Aku semakin yakin kalau Sunagakure akan indah juga seperti pemandangan di jalan. Begitu aku dapat melihat Sunagakure dari jauh, aku semakin meragukan pendapatku.

Kota ini benar-benar sepi. Tidak ada seorang pun yang aku lihat begitu memasuki kota ini. Namun kata supir yang membawa kami, Asuma-ji kota ini memang sepi.

"Mungkin ada tradisi di sini kalau harus mengurung diri di rumah. Hahaha, benar 'kan teman-teman?" Sakura mencoba bergurau, walau gurauannya itu tidak lucu sama sekali. Aku tahu ia cemas, sebab ketika kami berhenti di pom bensin dekat gerbang masuk Sunagakure, tidak ada petugas pom bensin yang melayani kami.

Baiklah, ini benar-benar aneh. Sangat.

Kami turun dari mobil, aku berdiri di sekitar sana sambil memandang kejauhan, mencari setidaknya satu orang manusia yang bisa ditemui dan meminta bantuan. Sementara Sakura dan Ino sibuk berbincang sambil sesekali meminum coke persediaan kami. Tiba-tiba suara Ino bergetar.

"Sakura-chan, Hinata-chan..."

Aku tetap diam, memandangi Ino yang tampak ketakutan dengan jari yang menunjuk sesuatu.

"H-Hantu, b-bukan. M-mayat b-berjalan..."

Apa?

"Itu... Banyak... Di sana... M-mendekat..."

Segera aku memutar pandangan, melihat sesuatu yang di tunjuk Ino.

Ya Tuhan...

Apa yang terjadi disini?

"Lari teman! Lari!"

Aku mendengar suara Sakura yang berteriak pada aku dan Ino, sementara dia sendiri sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari. Tapi aku masih diam, aku terlalu bingung apa yang terjadi saat ini.

Apa itu? Apa mereka zombie?

"Lari Hinata!"

Aku tetap mematung. Suara Sakura terasa berdengung di telingaku. Mereka semakin mendekat ke arahku. Lalu Sakura menghalangi pandanganku, lalu, lalu...

Mereka mencakar Sakura, menggigitnya, menelan dagingnya, hingga yang aku dapat melihat tulang, darah, dan tubuh yang hancur.

Otakku berteriak untuk lari. Aku lari menjauhi mereka. Seorang dari kawanan itu menyadari kepergianku dan mengikutiku, hingga aku terjebak diantara makhluk aneh itu dan dinding besar yang ada di belakangku.

"Ja-jangan... Takut."

Dia berbicara dengan nada yang berat dan lambat kemudian mendekatiku.

"Aman."

Manusia itu mengelap bibirnya dan membelai pipiku, meninggalkan darah Sakura yang tadi dimakannya di pipi. Tangannya dingin. Dengan jarak yang sedekat ini, aku dapat merasakan hembusan napasnya yang dingin di wajahku, lalu ia mengendus bauku.

Napasku semakin memburu, jantungku semakin memompa cepat, pandanganku tertutup dengan air mata yang mulai muncul. Ya Tuhan... Siapapun yang normal dan hangat, tolong aku.

"Aku Sasuke... Setengah zombie."

Berarti mereka adalah... zombie?

.

.

Aku ditarik Sasuke lalu dia menyuruhku berjalan dengan gaya berjalan seperti mereka. Sasuke membawaku ke sebuah rumah kumuh di pinggir kota yang dikelilingi beberapa pohon yang lebat. Jujur saja aku takut kalau Sasuke diam-diam akan membunuhku... seperti Sakura. Aku tidak sanggup membayangkan kemungkinan terburuk yang Ino dan supir itu alami.

Sasuke membuka pintu dengan perlahan, ruangan yang cukup bersih walaupun perabotannya jelek langsung menyapaku. Apa ada yang merawat rumah ini?

Seorang pemuda berambut kuning cerah datang dengan wajah penuh darah yang mungkin sama sepertiku. Ia melihatku seolah-olah aku adalah berlian termahal di dunia yang baru saja dia dapatkan.

"Ya ampun..." Dia menghampiriku, memegang kedua bahuku dan memelukku, "Akhirnya, ada manusia normal lain selain kita, Shion!"

Seorang lagi datang, kali ini seorang gadis, mirip dengan pemuda yang sebelumnya. Ia terkejut. Gadis itu juga dipenuhi darah di wajahnya.

"Hai, siapa namamu?" Pemuda itu bertanya, kali ini dengan senyum yang cerah.

"H-Hyuuga Hinata."

"Nama yang manis, Hinata-chan," Sekali lagi Naruto tersenyum. Sementara gadis yang bernama Shion tadi pergi entah kemana kemudian membawakan tiga cangkir air putih.

"Namaku Uzumaki Naruto, sedangkan dia Shion," ucap Naruto dengan senyuman. Aku membalas senyumannya.

"Aku tahu kau bingung dengan situasi di sini, terutama tentang Sasuke." Naruto menunjuk Sasuke. Aku baru menyadari pemuda setengah zombie itu duduk agak jauh dari kami dan diam saja. "Sepertinya kau sudah tahu kalau Sasuke setengah zombie. Benar kan?"

"Ya... Aku tahu."

"Kita akan terjebak selamanya disini." Kini Shion yang berbicara, wajahnya berubah kalut.

Tunggu dulu, selamanya?

"Selamanya?"

"Benar," Shion mengambil napas pelan, "Ada beberapa orang yang selamat dari kejaran para zombie, mereka jalan kaki keluar, namun tidak ada kota yang sangat dekat dengan Sunagakure, alhasil mereka mati di tengah jalan. Ada cara lain untuk keluar, kita harus menunggu sampai ada bantuan, tapi itu mustahil. Tapi aku rasa, menjelang mendapatkan bantuan, otak kita telah dimakan para zombie," Shion menjelaskannya dengan panjang lebar,

Aku terdiam. Ini... akan sulit.

"Apa mereka akan m-makan kita?"

"Tidak. Mereka tidak akan mengenali bau manusia kalau tubuh manusia itu telah dilumeri darah manusia yang telah mereka makan. Tapi seperti parfum, bau darah ini hanya bertahan untuk sementara."

Aku jadi mengerti kenapa Sasuke memberi darah bekas Sakura padaku.

"Saat mereka memakan manusia, mereka dapat melihat memori orang yang mereka makan." Naruto berbicara lagi, "Sebenarnya, aku tidak terlalu tahu banyak. Mendapatkan informasi seperti ini saja aku membutuhkan waktu satu hari untuk mendengarkannya dari Sasuke."

Ya, aku tahu. Sasuke saja bicaranya lambat, pelan dan terdengar seperti gumaman. Aku saja harus menajamkan pendengaran agar bisa mendengar suaranya.

Sasuke bangkit dari duduknya, mengambil sebuah piringan hitam entah dari mana lalu memasangnya pada gramophone di sudut ruangan. Suara The Beatles mengalun lembut, Let It Be.

"Sasuke suka mendengarkan lagu. Seperti itu," ucap Naruto. Sepertinya ia sudah lama terjebak di sini.

Pemuda setengah zombie itu keluar, meninggalkan kami bertiga dan entah pergi kemana.

"Kau mau membantuku mencari persediaan makanan, Hinata?" Ucap Shion, mengulurkan tangannya padaku.

"Ya. Terima kasih dan maaf merepotkan."

Mulai sekarang aku harus berhadapan dengan kematian. Diselamatkan Sasuke bukan menjadi jaminan aku tetap bernapas, hidup, dan hangat.

.

-TBC-

.


A/N:

Saya tahu, saya nelantarin Sweet Sins dan malah mempublish fanfic gaje nan aneh ini. Saya tahu. Saya tahu...

Oke, sepertinya masih banyak yang membingungan, sebab saya sendiri bingung :3 #plak

Ada kemungkinan ini akan didiscontinued mengingat saya nulis tergantung mood dan stock ide yang dijual di kamar *geceditendang*

Terima kasih yang berminat membaca, kritik, tanggapan, flame, dan teman-temannya silahkan tinggalkan di review.

Review? :3

Salam Angelina Jolie,

Gece