Untuk ulang tahun Suiko [5/5], happy birthday~

I don't own Cardfight! Vanguard


Secangkir kopi. Hanyalah sebuah produk dari biji-biji hitam yang dibungkus dalam sebuah plastik kecil, yang kemudian disiram dengan air panas dan diminum selama masih hangat dan berbau menggoda. Sesuatu yang sederhana, namun memiliki makna dan kenikmatan tersendiri dalam diri seorang penggemar minuman ber-kafein tersebut.

Suiko Tatsunagi mungkin satu dari mereka. Dia menyukai secangkir kopi dalam sebuah mug putih sambil menyaksikan air hujan menampar kaca jendela kantornya yang besar. Wangi hujan yang berbaur dengan kopi, diikuti dengan alunan lembut musik klasik yang berpendar di ruangannya merupakan sebuah surga tersendiri di tengah hari-hari sulit yang selalu ia lalui. Entah karena manajernya yang selalu memarahinya karena hal-hal kecil yang tidak penting, atau Rekka yang tidak henti-hentinya mempermasalahkan rambutnya yang aneh—walaupun sejak awal rambut anak itu memang selalu aneh—ataupun masalah lain yang, mengingatnya saja sudah membuat Suiko pusing sendiri.

Perempuan berambut biru itu melirik jam di atas mejanya, sudah pukul dua belas dan Rekka belum datang. Aroma kopi dari mug merah muda yang terbengkalai di atas nampan di meja kecil mulai menghilang, dan pasti dia akan mengeluh karena kopi miliknya sudah tidak enak karena dingin. Sudah cukup dia mendengar tentang ocehan bocah itu tentang kopinya yang tidak manis, dia pasti sudah memukul anak itu dengan nampan jika dia berkata lebih.

(Padahal kopi sendiri lebih enak jika terasa pahit, bukan?)

Dia menyesap minuman hangat itu, membiarkan rasa pahit yang familiar membasahi kerongkongannya, membawa rasa lelah yang sejak tadi ia rasakan turun dan menghilang. Sekali lagi dia memandangi langit gelap di luar—angin sepertinya makin kencang. Kalau tahu begini, mungkin Suiko tidak akan repot-repot menyiapkan kopi untuk Rekka, berhubung anak itu juga tidak akan repot-repot datang ke tempatnya di hari seperti ini.

Pernah Suiko berharap, dia memiliki seorang teman yang lebih muda darinya dan lebih penurut, tidak seperti Rekka itu. Kalau bisa, mungkinkah teman itu tergabung dalam Ultra Rare sepertinya? Grup penyanyi yang terdiri dari tiga orang wanita—terdengar begitu indah di telinganya sendiri. Seperti itu pasti lebih menyenangkan. Lebih baik lagi, kalau teman itu suka meminum kopi buatannya dan tidak banyak mengeluh akan hal-hal kecil yang tidak berguna.

Suiko tersenyum kecil dan kembali menyesap kopinya, baru menyadari kalau dia baru saja meminum tetes terakhir dari minuman adiktif tersebut. (Tidak, dia tidak tertarik dengan kopi yang terbengkalai milik Rekka, tentu tidak).

Bibirnya terkulum rapat, berusaha membayangkan rupa seorang teman perempuan yang sejak tadi ia impi-impikan; dia menginginkan seorang adik dengan rambut pirang, dan berhubung mereka akan menjadi seorang idola, pastilah dia seorang yang rupawan. Mata hijau dan kulit pucat juga mungkin pas dengannya. Badan ramping yang bisa membuat iri wanita manapun—ya, mungkin seperti itu.

Suiko menatap mug kopinya yang kosong. Terlalu banyak berpikir membuat kepalanya sakit, rupanya.

Sepertinya dia membutuhkan segelas kopi yang baru.

.

.

.

End.