.
Rock With Me
.
Pengarang: Kristen Proby
.
.
.
Oh (Do) Kyungsoo
Kim Jongin
.
.
Ini BUKAN karya Cactus93, Cactus93 hanya ingin me-remake dan berbagi cerita yang Cactus93 sukai. Cactus93 hanya mengganti nama pemeran, mungkin dialog yang sesuai dengan keadaan. Setting cerita ini tidak di Korea.
.
.
.
Hope u will enjoy this remake^^
Sorry for typos
Happy reading!
.
.
.
Kyungsoo POV
"Kau tahu," Tao mengumumkan pada semua orang. "Kalian semua tidak perlu datang membantu. Aku tidak punya barang yang banyak. Jongin dan Yifan bisa mengurus barang-barang yang besar."
Kami berkumpul di rumah Kim Yifan, membantu pacarnya Zitao, pindah bersamanya. Aku menyayangi orang-orang ini. Saudara laki-lakiku menikah dan masuk ke dalam keluarga Kim dan itu mungkin hal terbaik yang pernah dilakukannya.
Sialan Sehun, dia selalu melakukan sesuatu yang benar. Aku memandang sekilas ruang tamu mengesankan milik Yifan di mana aku sedang mencoba untuk memutuskan di mana salah satu lukisan Tao yang berwarna cerah harus digantung dan memandang adikku saat ia mencium istri cantiknya yang berambut coklat di pipi. Luhan adalah yang terbaik, dan aku sangat senang dia memaafkanku karena bersikap menjengkelkan padanya ketika aku pertama kali bertemu dengannya. Bukannya aku menyesal atas perbuatanku. Aku punya alasan sendiri. Tapi Luhan fantastis.
Dia sahabatku.
"Terima kasih banyak untuk jadi relawanku," Jongin, kakak Tao, bergumam. "Kenapa tidak kita menyewa sebuah perusahaan lagi?"
Aku menyeringai dalam hati dan memunggungi ruangan, fokus pada dinding dan karya seni di tanganku. Aku satu ruangan dengan Kim Jongin. Kim Jongin. Dia satu-satunya bintang rock paling terkenal di negeri ini. Dan dia seksi sekali.
Dan dia telah mengamatiku sepanjang hari.
Yifan dan Jongin terus menggerutu karena harus mengangkat semua barang berat apalagi mereka dipelototi oleh Tao. Ya Tuhan, dia lucu.
Dan aku menjamin tak ada satupun dari kami para gadis akan mengeluh untuk menonton Jongin, Chanyeol dan Kim bersaudara mengangkat barang berat. Para pria yang seksi.
"Jadi, Kyungsoo," Jongin berjalan pelan ke arahku. Aku bisa merasakan dia bergerak di belakangku, hanya beberapa meter jauhnya, dan terkutuk jika aku tidak bisa mencium aroma keringat jantannya dan bau sabun sehabis mandi. "Apa yang kau lakukan nanti?"
Aku mengambil napas dalam-dalam dan menjaga ekspresiku tetap kosong. Aku belajar cukup lama untuk menjaga emosiku tetap terjaga.
"Aku tidak akan melakukannya denganmu," gumamku dan memukul paku ke dalam dinding. Setertarik apapun aku kepadanya, dan sungguh, siapa yang tidak akan tertarik, Jongin adalah pria terlarang. Dia kakak Tao.
Dia terkenal.
Dia sombong sekali.
"Uh, aku juga tidak menawarimu, sayang." Aku berbalik dan melihat Jongin tersenyum puas. "Aku ingin tahu apakah kau ingin aku mencabut keluar tongkat dari pantatmu -mendeskripsikan orang yang terlalu ketat, tegang, tanpa humor-."
Para gadis terkesiap, dan mata Sehun berubah sekeras batu.
Oke, ini menyakitkan.
Jangan menyentuh tongkat di pantatku, brengsek.
Sebelum adikku mencabik-cabik Jongin dan meskipun sikap Sehun biasanya manis, aku tidak ragu bahwa ia akan melakukan itu dalam sekejap, aku memasang senyum di wajahku dan tertawa.
"Tidak, aku suka tongkatku tetap berada pada tempatnya."
"Beritahu aku kalau kau berubah pikiran." Jongin menyeringai dan memasukkan tangannya ke dalam kantong celana jeans lusuhnya yang tergantung rendah di pinggul.
"Kau akan menjadi orang yang pertama tahu." Aku berbalik menghadap dinding dan menggantung lukisan itu. "Tapi yang perlu kau ketahui," aku kembali berbicara padanya, "Aku tidak berkencan orang terkenal."
"Aku juga tidak." Dia mengedipkan mata dan berjalan pelan ke dapur, mengambil bir dari kulkas dan meneguk. Bisepnya mengembang di bawah tato menakjubkan yang menutupi kulitnya saat ia mengangkat dan menurunkan botol itu ke bibirnya. Dia meneguk dan tersenyum ke arahku, matanya bersinar penuh minat, dan untuk pertama kalinya dalam lima tahun aku menyesal pada aturanku untuk tidak berkencan dengan selebriti.
Terkutuklah dia.
.
OoooO
.
"Kau baik-baik saja?" Sehun berbisik di telingaku saat ia memelukku sebelum kami meninggalkan rumah Yifan.
"Tentu saja, kenapa tidak?" Aku menyeringai saat aku menatap dengan pandangan menantang ke dalam mata kecoklatan milik Sehun.
"Jongin sebenarnya bukan orang yang brengsek." Dia mengerutkan kening dan melirik kembali ke dalam rumah.
"Dia bersikap lucu, Sehun. Aku bisa diajak bercanda." Aku melambai ke arah dia dan masuk ke dalam mobil Mercedesku yang berwarna putih. "Kita akan bertemu di rumah ibu dan ayah pada hari Minggu?"
"Ya, kita akan bertemu di sana." Dia melambaikan tangan dan bergabung dengan Luhan yang ada di dalam mobil lalu mereka pergi. Semua orang telah meninggalkan rumah Yifan, kecuali Jongin yang kembali untuk membantu Yifan mengangkat beberapa kotak, dan aku merasa lega untuk menjauh darinya.
Dia terlalu tampan untukku.
Oke, bukan itu masalahnya. Aku keluar dari jalan masuk dan menuju kondominium milikku di pusat kota.
Aku melihat sesuatu pada diri Jongin yang menggangguku. Tidak menakutkan, apa sih yang ada di dalam pikirannya, tetapi semua itu karena dia begitu... perkasa. Dia membuatku tertarik dengan cara yang belum pernah kualami sebelumnya. Ini tidak ada hubungannya dengan band atau uangnya, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan mata abu-abu dan senyum manis miliknya.
Dia pasti punya beban masalah, dan mungkin dia seorang bintang rock yang sedikit brengsek. Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengan sikap arogannya.
Aku punya masalah sendiri untuk kutangani.
Tiba-tiba, beberapa mil jauhnya dari rumah Yifan dan Tao, aku tersentak ke depan.
Sial, ban mobilku kempes.
Aku menepi ke sisi jalan dan melompat keluar dari mobil. Hujan mulai turun dengan deras dan udara menjadi dingin, Settle terkenal dengan udara dingin yang menggigit di musim dingin. Terima kasih Tuhan aku berpakaian sangat pas untuk pekerjaan ini yaitu, jins dan sepatu kets dan hoodie.
Ini bukan pakaian harianku.
Aku berdiri di tengah hujan, hoodie merah menutupi rambutku dan aku menatap ke arah ban. Ini adalah akhir yang sempurna minggu ini. Aku menghela napas dan melihat ke atas dan ke jalan di sekitarku dan kemudian menendang ban dengan cepat, dan membuat jari kakiku tertusuk.
Sial! Aku melompat sambil berputar-putar dan kemudian menatap lagi ke arah ban dengan kesal.
Ban sialan.
Yah, aku bisa menelepon jasa derek, tapi ini hanya ban kempes, dan aku bisa menggantinya sebelum orang ke sini untuk membantu.
Aku membuka bagasi kecil dari mobil dan mengeluarkan ban cadangan, dongkrak dan kunci roda. Aku tidak tahu sebutan dari alat-alat itu, tapi aku bersyukur sekali bahwa ayahku telah mengajariku bagaimana menggunakannya.
Ketika aku bersandar pada mobil dan mengatur dongkrak di bawah as roda, ada mobil yang telah kukenal berhenti di belakangku dan aku mendesah dalam-dalam.
Jongin.
Keparat.
Tubuh rampingnya keluar dari mobil warna hitam dan berjalan ke arahku, sepatu Converse hitamnya berderak di atas kerikil, tampaknya terpengaruh oleh hujan. Dia mengenakan jaket kulit, terbuka di bagian depan, terlihat kaos putih dan celana jeansnya yang longgar. Dia menutupi kepalanya dengan topi rajut hitam.
"Ada masalah?" Dia bertanya dengan setengah tersenyum, bibirnya yang ditindik menarik perhatianku.
Mengapa aku tertarik pada tindik yang di bibir?
Aku tidak tahu, tapi aku tertarik.
"Hanya ban kempes. Aku akan menggantinya. Kau pergi saja." Aku mulai bekerja melepaskan baut.
Jongin belum bergerak.
" Kau pergi saja," aku ulangi lebih tegas dan melihat ke wajahnya yang tampan.
"Apakah kau benar-benar berpikir bahwa aku akan meninggalkanmu di sini, di pinggir jalan, untuk mengganti ban sendirian?" Dia bertanya, matanya dingin, dan Aku mengerutkan kening.
"Aku bisa menanganinya."
Alih-alih segera kembali ke mobilnya dan pergi, dia malah bersandar di mobilku, menyilangkan tangan di dada, dan memandangku matanya gelap sama dengan warna awan mendung yang siap menumpahkan air.
"Terserah." Aku mengangkat bahu dan kembali ke tugasku. Ya Tuhan, hujannya dingin dan angin bertiup kencang, membuat tanganku gemetar dan aku berharap ada sarung tangan, tetapi tidak akan kubiarkan Jongin melihat ketidaknyamanan ini. Beberapa baut dengan mudah dilepas dan sampai baut yang terakhir, yang terlalu keras.
Aku berjuang melepaskan, mendengus, dan aku terjatuh duduk.
Baut tidak bergerak.
"Sialan," gumamku menatap pada ban.
Tangan yang kuat membungkus lenganku dan mengangkatku berdiri. "Ya Tuhan, kau sungguh mungil," gumamnya lalu bergerak ke samping. Dia jongkok di samping ban dan dengan mudah mengendur baut yang keras.
"Aku sudah melonggarkan untukmu." Aku mengatakan padanya sambil mengangkat dagu dengan keras kepala.
"Tentu saja," ia terkekeh dan menarik ban kempes dari poros roda. "Apakah kau selalu keras kepala?"
Aku bersedekap, menempelkan tanganku ke tulang rusuk untuk menghangatkan telapak tangaku. "Kurang lebih begitu."
Dia tertawa dan menggeleng, jemarinya yang bertato memasang ban baru dan mengencangkan baut roda. Aku tidak bisa berpaling dari tangannya, warna terang dari tinta.
Tatonya sungguh indah.
Aku ingin tahu apa yang dia punya di bawah pakaiannya? Dia biasanya bertelanjang dada dipertunjukannya jadi aku tahu dia memiliki otot di lengannya, tato di dadanya, bintang di pinggul, tapi aku ingin melihat di bawah celananya.
Aku menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata, dan membuang gambaran dia bertelanjang dada keluar dari kepalaku seperti ia menurunkan dongkrak, mengumpulkan peralatan dan menyimpan di bagasi termasuk ban yang kempes.
"Kau tidak perlu melakukan itu, kau tahu." Aku mengatakan dengan setengah tersenyum dan kemudian tertawa terbahak-bahak ketika ia merengut padaku.
"Kyungsoo, aku tidak akan meninggalkanmu di sini di pinggir jalan sendirian untuk mengganti ban di tengah hujan. Adikmu akan menendang pantatku."
Tentu saja. Dia hanya bersikap baik karena Sehun. Sama seperti orang lain.
Secara sistematis aku kembali pada gayaku, kanvas yang kosong, aku meluruskan bahu dan membangun dinding itu kembali.
Aku tidak akan membiarkan orang bisa menyakitiku.
"Kau mungkin benar." Aku mundur dan berjalan ke mobil putihku dan melarikan diri. "Aku akan pastikan untuk memberitahu padanya bahwa Kau telah memberiku bantuan. Terima kasih."
"Sebenarnya apa yang baru saja terjadi?" Matanya menyipit melihatku, ibu jarinya terselip di saku celana jinsnya.
"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."
"Ya kau telah melakukan. Kau sedikit rileks dan kemudian tiba-tiba kau kembali menjadi ratu es."
Aku bukan Ratu es! Aku manusia, tapi aku tidak akan pernah membiarkan kau atau orang lain melihatku sebagai wanita rentan!
"Semoga harimu menyenangkan, Jongin."
"Hei." Dia menghalangiku di pintu pengemudi, dan mengangkat daguku untuk menatap mataku. "Apa yang telah kukatakan?"
Aku menggeleng dan mundur, membutuhkan ruang. Ya Tuhan, dia seperti magnet.
Dia memandangku dengan tajam sesaat kemudian mengangkat bahu. "Oke. Hati-hati mengemudi. Bawa ban kempes itu ke toko besok." Dia berjalan kembali ke mobilnya, masuk dengan anggun di belakang kemudi dan menungguku untuk berjalan lebih dulu.
Siapa yang tahu bahwa bintang rock yang begitu terkenal, bisa bersikap gentleman?
Aneh.
Aku melambaikan tangan padanya dan menjalankan mobilku, menghembuskan napas untuk pertama kalinya dalam tiga puluh menit terakhir. Itulah pengaruh dari salah satu pria perkasa. Tidak heran dia begitu terkenal.
Dan aku tidak akan pernah menuju ke jalan itu lagi.
.
OoooO
.
Ziyu mungkin bayi paling sempurna yang pernah lahir, dan dia mewarisi semua pesona, kecerdasan dan kecantikan dari bibinya Kyungie.
Dan tidak ada orang lain di muka bumi ini yang lebih baik memanggilku Kyungie kecuali dia.
Aku tidak biasa memeluk bayi, tapi oh betapa aku memuja gadis kecil ini. Kita semua berkumpul di rumah orangtuaku, seluruh anggota keluargaku. Semua keluarga Kim di sini dengan anak-anak mereka, Sehun, Luhan dan Ziyu, adik bungsuku, Taeyong. Bahkan Minseok dengan anak-anaknya.
Yifan dengan Tao duduk di pangkuannya di sofa dan mereka sedang tertawa dengan intim. Dia mendongak ke arahku dan mengedipkan mata dan aku merasakan cahaya di perutku. Berpikir bahwa dua tahun yang lalu makan malam keluarga terdiri hanya lima dari kita. Bagaimana membosankan! Sekarang kita memiliki keluarga yang indah ini. Aku tidak akan mengubah apa pun, meski aku telah kehilangan pekerjaaku minggu lalu.
"Ziyu, kau gadis yang paling indah di dalam ruangan ini. Itulah kamu." Bayi manis berumur sembilan bulan ini cekikikan ketika aku memberikan tiupan raspberry di lehernya dan dia mencengkeram rambutku dengan tangan mungilnya. "Uh oh... lepaskan rambutku, sayang."
Dia cekikikan lagi dan beberapa helai rambut hitamku masuk ke dalam mulutnya. "Ew. Apakah kau tahu berapa banyak produk yang kupakai di rambutku, sayang. Ini jelas tidak bisa dimakan."
"Belakangan ini apapun akan dimasukan ke dalam mulutnya." gumam Luhan yang duduk di sampingku di lantai, punggung kami bersandar pada sofa. "Dia juga sering mengeluarkan air liur. Kurasa dia akan tumbuh gigi."
Seperti diberi aba-aba, Ziyu tersenyum lebar, bangga menunjukkan kepada kami empat gigi depannya dan kami menertawakannya.
"Dia begitu manis." Aku mencium pipinya.
"Ya, memang." Mata Luhan bersinar saat ia menatap putrinya kemudian ke arahku. "Aku berharap yang berikutnya juga," bisiknya.
Apa? Aku terkesiap dan hampir menjatuhkan bayinya. "Kau tidak...?" Bisikku kembali padanya dan dia tersenyum kecil dan mengangguk, dan kemudian tersenyum penuh cinta ke arah Sehun yang telah mengawasi kami.
"Kapan kau akan mengumumkannya?" Aku bertanya. Bayi lagi!
"Aku pikir setelah makan malam," jawabnya saat Sehun duduk di sebelahku di sisi yang lain dan mengambil Ziyu dari pelukanku.
"Hai sayang," ia mencium kening dan Ziyu gembira saat melihat ayahnya. "Jadi, apakah dia memberitahumu?" Tanyanya lirih sehingga hanya aku yang bisa mendengar.
"Ya. Sehun, aku sangat bahagia untukmu."
Mata kecokelatannya yang lembut menatapku dan aku bisa membaca pikirannya. Dia telah menunggu begitu lama untuk kebahagiaan ini. Dia layak menerima setiap senyuman, setiap momen indah yang membawa dia pada keluarganya.
"Terima kasih," bisiknya dan mencium kepala Ziyu lagi. "Aku tidak bisa menunggu hal ini lagi, sayang."
Luhan cekikikan. "Silakan saja."
"Semuanya, aku punya kabar." Sehun berdiri dengan bayi bersandar di lengannya dan menatap seluruh ruangan. Semua orang tenang dan mengalihkan perhatian mereka kepadanya.
Pandanganku menangkap Jongin dari seberang ruangan. Ini adalah acara keluarga pertama, Tao telah membujuknya untuk hadir. Aku bertanya-tanya bagaimana dia menghadapinya.
Dia mengedipkan mata padaku, tapi aku dapat melihat ketegangan di sekitar matanya.
Kami adalah satu keluarga sangat besar, bahkan lebih jika kalian terbiasa dengan keluarga besar, keluarga ramai, dan aku tahu dia tidak terbiasa dengan itu.
Ibuku sudah mulai menangis, mengantisipasi berita ini. Begitulah dia, seperti biasa.
"Luhan dan aku," Sehun menarik tangan Luhan sehingga dia berada di sisinya. "Akan punya bayi lagi."
"Astaga!" Jongdae yang pertama berseru, dan ruangan meledak menjadi ramai, saling pelukan dan sorak-sorai.
"Ya Tuhan, apa kalian pabrik bayi?" Baekhyun bertanya dengan mata berlinang dan ia melompat memeluk Luhan. "Inilah yang terjadi jika kau terus melakukan semua hal kotor."
"Ya, kami ingin punya banyak anak," gumam Luhan sambil tersenyum, matanya bahagia. Sehun tertawa pada Baekhyun dan mencium Luhan hanya untuk kebaikan istrinya.
"Ew," Dia cemberut dan mundur.
Saat semua orang terus merayakan kabar baik, aku memutuskan untuk menyelinap keluar ruangan untuk mendapatkan udara segar.
Aku mencintai mereka semua, tetapi terlalu banyak yang mereka lakukan sehingga aku mulai merasakan kebisingan dan aku perlu mengambil 90% waktuku untuk sendiri.
Aku mengambil sweater dari serambi dan pergi keluar ke teras belakang rumah orangtuaku, menarik napas dalam-dalam, dan bersandar di pagar melihat ke arah hutan di belakang perumahan.
"Kau butuh istirahat juga?"
.
OoooO
.
Jongin POV
"Astaga!" Dia melompat kaget dan berbalik melihat ke arahku, tangannya menyilang di dada, mata bulatnya yang hitam terbelalak, dan aku berpegangan pagar di sekitar pinggulku, tetap di tempatku dan berseberangan dengannya dan aku mencium amarah keluar dari dirinya.
"Maaf, tidak bermaksud menakut-nakutimu." Aku tersenyum padanya dan melihat apa yang akan diucapkan olehnya. Apakah dia akan tersenyum? Merengut? Menegakkan bahunya?
Aku akan senang mencoba menghilangkan sifat mudah tersinggungnya.
"Aku hanya perlu satu menit jauh dari kebisingan." Dia menelan ludah dan melihat kembali ke pepohonan. "Apakah kau bersenang-senang?"
Aku menyeringai dan menyilangkan tangan di depan dada. "Kau memiliki keluarga besar, tapi itu aktivitas yang terlalu banyak bagiku."
"Kau terbiasa dengan lima puluh ribu penggemar berteriak-teriak dalam satu ruangan, Jongin. Aku tidak bisa membayangkan jika ini terlalu banyak untukmu."
"Itu berbeda. Ini pekerjaanku." Inilah hidupku.
"Well, banyak hal yang dilakukan oleh keluarga ini. Terutama pada satu waktu." Dia tersenyum lembut padaku dan kemudian teringat untuk menenangkan diri lalu memalingkan muka.
Menarik.
"Tao ingin aku datang, jadi di sinilah aku." Itu benar, dan aku akan melakukannya lagi. Sekarang Tao menjadi milik keluarga ini, jadi aku akan melakukan apa yang aku bisa, untuk menyesuaikan diri dan membuatnya bahagia.
Selain bandku, satu-satunya keluargaku hanya Tao.
"Kau baik sekali." Dia menyeringai saat mengucapkan kata 'baik' dan aku tidak bisa menahan tawa dan berjalan ke arahnya.
"Percaya atau tidak, aku bisa bersikap baik."
Dia mengangkat bahu dan menatap tanganku yang mencengkeram pagar lagi. Dia telah melihat tanganku pada hari lain juga, dan aku tidak bisa menahan diri ingin tahu apakah tato membuat dia bergairah atau membuatnya jijik.
Biasanya tidak ada jalan tengah di sana, dan aku tidak peduli yang manapun.
Dia menarik napas dalam-dalam hingga gemetar dan menatap wajahku, matanya sedikit lebih terang dan bibir merah muda sedikit terbuka. Jelas dia bergairah...
Aku dapat menanganinya.
Aku mengangkat tanganku untuk menyentuh pipinya tapi dia tersentak dan aku tidak bisa menghindar dari luapan reaksi amarah atas reaksinya. Siapa yang telah menyakiti dirinya?
"Tenang." Aku menarik beberapa helai dari rambutnya dan menunjukkan padanya sebelum membiarkan jatuh ke tanah.
"Maaf," bisiknya.
"Jadi, apa yang kau lakukan untuk bersenang-senang?" Tanyaku.
"Kenapa?" Jawabnya, mata bulatnya menyipit.
"Karena aku tidak mengenalmu dengan baik, dan kita sedang berbagi tempat di teras, jadi sebaiknya kita melakukan percakapan." Ya Tuhan, dia begitu dingin.
Apa yang harus dilakukan agar dia bersikap hangat?
"Aku lari." Dia mengangkat bahu.
"Lari?" Kataku.
"Ya, kau tahu, di mana kau memakai sepatu kets dan bergerak cepat ke arah depan?"
Dia begitu manis ketika dia bersikap sinis. Dia hebat, suaranya parau, lebih rendah bagi seorang wanita.
Dia tidak melengking sama sekali. Aku tidak bisa membayangkan dia pernah berteriak, "Wooot!" Ketika dia mabuk.
Suaranya menakjubkan.
"Aku tahu cara berlari, tapi jenis olahraga lari apa yang kau lakukan?"
"Maraton."
Mataku menatap tubuhnya yang kecil, ramping. Dia lebih kurus dari yang biasanya kusukai, tapi dia terlihat kencang. Aku ingat bagaimana lengan yang ramping terasa di tanganku pada waktu itu dan bagaimana mudahnya ia menarik dirinya untuk berdiri.
Dia suka olahraga lari.
Begitu juga aku.
Mungkin kita memiliki kesamaan yang lain juga. Aku ingin tahu apa jenis musik yang ia dengarkan.
"Sudah berapa lama kau lari maraton?" Aku bertanya dan dia bergerak untuk duduk di sampingku di tangga.
"Sejak SMA. Aku lari di lintasan, dan ada beberapa acara maraton besar di sini di Seattle sepanjang tahun."
"Aku tahu, aku pernah lari bersama beberapa orang dari mereka." Aku mengangguk dan bersandar pada siku.
"Kau berlari juga?" Matanya lebar dan bahagia, dan aku melihat dinding pertahanannya perlahan-lahan mulai turun.
"Saat aku punya waktu, ya. Aku lebih suka berlari di luar ruangan, tapi ketika kami sedang tur, aku memanfaatkan tempat gym yang ada di hotel."
"Aku juga berlari di luar. Berlari di atas treadmill bukanlah hal yang sama." Dia mengangguk dan aku setengah tersenyum dan aku seakan tak bernapas. Oh Kyungsoo cantik, dengan rambut hitam legam dan mata hitam besar, tapi ketika dia tersenyum, dia bisa membuat para dewa menangis.
Aku mungkin harus menulis sebuah lagu tentang senyumnya.
"Aku biasanya berlari di pagi hari sebelum isi kota ini terbangun," tambahnya dan aku mengerutkan kening ke arahnya.
"Di mana kau tinggal?" Aku bertanya.
"Pusat kota," jawabnya samar-samar.
"Pusat kota di bagian mana?" Tanyaku semakin tak sabar.
"Seattle," dia menjawab dan merengut padaku. "Kenapa?"
Aku harus mengambil napas dalam-dalam sebelum aku berteriak padanya. "Apakah kau bermaksud mengatakan bahwa kau berlari di pusat kota Seattle di pagi hari? Apakah ada yang menemanimu?"
"Ya, aku lari pagi. Sendirian."
Aku menggeleng dan mengusap wajahku, mencoba menekan keinginan untuk melindungi si pemarah kecil ini.
"Itu berbahaya," gumamku.
"Apa? Kau akan menjadi pengawalku, Tuan Bintang Rock yang terkenal?" Dia bertanya, suaranya berat dengan nada menyindir, dan aku tidak bisa menahan untuk tertawa. Dia lucu, dan cerdas.
"Sebenarnya, ya, kupikir aku akan melakukannya." Yah, seringai di wajahnya menghilang, dan dia tertegun untuk beberapa saat, mulutnya menganga dan kemudian ditutup, tidak yakin apa yang harus dikatakan, sampai akhirnya dia menarik diri sambil menatapku hati-hati.
"Tentu. Oke, baiklah kalau kau ingin berlari bersamaku. Tapi aku tidak akan memperlambat kecepatanku untukmu, supaya kau tahu. Kau harus mengikutinya."
"Oke." Aku tersenyum lembut padanya dan mendekatinya.
"Aku biasanya lari pagi pada 06:00, tapi," Dia lupa apa yang sedang dipikirkan saat matanya menatap bibirku yang ditindik. Ya, dia menyukai tato dan logam.
Dan aku suka dia. Sangat.
"Tapi?" Aku bertanya padanya.
"Hah?" Dia memandangku, dan kemudian berdeham dan aku tidak bisa menghentikan senyum lebar di wajahku ketika aku melihat pipinya memerah. "Tapi karena aku sedang tidak bekerja, kupikir aku akan berlari sekitar jam tujuh. Apakah itu terlalu dini untukmu? Kupikir mungkin kau pergi tidur sekitar jam segitu."
"Tidak, aku biasa bangun pagi," Aku membelai pipinya, senang karena kali ini ia bersandar kepadaku bukannya menjauh. "Aku akan berada di tempatmu pukul tujuh. SMS aku alamat rumahmu."
"Aku tidak punya nomormu," bisiknya.
"Aku punya nomormu," bisikku. "Aku akan SMS kamu jadi kau punya nomorku."
"Bagaiman kau bisa punya nomorku?" Matanya kembali menatap bibirku, napas kami tidak teratur.
"Aku bertanya pada Tao. Waktu itu aku akan meneleponmu untuk memeriksa mobilmu."
"Oh."
Dia menjilat bibirnya dan aku tidak tahan lagi. Aku tangkup leher mulusnya di tanganku, jempolku tertanam kuat di dagunya, dan menggigit sisi mulutnya, menyapu bibir merah muda yang padat dan menggigit sisi lain dan bertanya-tanya apakah bibir vaginanya pink juga.
Dia mendesah dengan erangan rendah saat aku tenggelam ke dalam dirinya, membujuk mulutnya dengan lidahku dan menikmati dirinya. Dia adalah sinar mentari yang seksi dan aku menghisapnya, menikmati setiap tarikan napas, setiap jentikan lidahnya bibirku.
Dia mencengkeram pinggulku, menahan dirinya terhadapku, dan aku melingkarkan lenganku lain di sekitar punggungnya, menariknya erat.
Putingnya mengeras di dadaku dan aku menyeringai saat aku memperlambat ciuman, menggosok hidung pada bibirnya, dan mencium dahinya, masih memeluknya.
"Tadi itu apa?" Bisiknya.
"Jika kau bertanya, aku tidak melakukannya dengan benar."
Dia terkekeh, menyandarkan dahinya ke dadaku dan kemudian bersandar untuk melihat ke arahku.
Dia begitu kecil.
"Kau tahu apa yang kumaksud."
Aku mengangkat bahu, tiba-tiba merasa tidak nyaman. Semua laki-laki yang ada di dalam rumah akan menendang pantatku jika mereka melihat aku memeluknya, mencium habis dirinya, dan aku tidak bisa menyalahkan mereka.
Tapi aku tidak bisa menjauh darinya.
"Kau terlihat enak dicium."
"Kau juga!"
Kami melompat terpisah merasa bersalah saat mendengar suara Tao di ambang pintu. Dia tersenyum gembira, sama sekali tidak marah ketika menemukanku dalam posisi sangat dekat dengan sahabatnya, dan aku menghembuskan napas lega.
"Makan malam sudah siap," Tao memberitahu kami.
"Baik, aku kelaparan." Aku mengedipkan mata pada Kyungsoo, menikmati warna merah pipinya. "Besok, jam tujuh."
"Jam tujuh," gumamnya saat aku berjalan masuk ke dalam, menantikan untuk besok.
.
.
ooOoo
TBC
ooOoo
.
.
A/N
Bagi kalian yang sudah membaca remake seriku sebelumnya, sasuai setting disini Kyungsoo sebagai kakak Sehun. Jadi Kyungsoo bermarga Oh. Aku harap kalian tidak bingung mengapa aku mengganti marga Kyungsoo dengan Oh, karena aku ingin seri remake ini berkesinambungan seperti seri aslinya^^
Tak seperti seri lain yang POV-nya banyak si pemeran wanita, disini POVnya begonta-ganti. Semoga tak membingungkan kalian^^
Aku tak bisa berjanji next chapter akan aku post 3 hari sekali seperti seri remake ini sebelumnya, kerena projek akhir bulan masih menumpuk Q.Q) tapi aku usahakan g nyampe seminggu. Semoga :')
Aku harap kalian mengerti penderitaanku ini #plak hahaha
Jujur aku belum mengedit lengkap full remake ini, aku masih awang-awangan dalam menentukan sinopsis dari sudut pandangku dan walaupun aku juga sudah membaca total novel ini, tapi aku lupa total kisahnya TAT aku bacanya udah dari dua tahun yang lalu apalagi aku orangnya pikun #curcol. Saat ini aku memakai sinopsis novel aslinya, jika suatu saat sinopsisnya berubah, jangan terkejut ya~ kkk
makasih mrsbunnybyun yang udah ngingetin ngedit judul wkwk.. maafkan aku yang luput dari typo xD
Sampai jumpa next chapter~^^
