Disclamer: Shingeki no Kyojin © Hajime Isayama.
Warning: AU, OOC, Shounen-ai
Unforgivable Love
.
.
Ini hanyalah sepenggal kisah cinta yang berbeda.
Sang malaikat dengan seorang anak manusia.
Merasakan cinta yang tidak sepatutnya mereka rasakan.
Layaknya meminta buah terlarang.
.
.
Suasana pagi hari di sebuah kota besar memang terasa padat, banyak sekali manusia-manusia yang berlalu lalang untuk melakukan aktivitas mereka. Tanpa mereka sadari ada makhluk lain yang selalu mengawasi mereka setiap waktu yaitu malaikat.
Malaikat dikenal oleh manusia sebagai sosok suci yang dekat dengan Tuhan dan selalu taat dalam menjalankan perintah-Nya. Dan begitu juga dengan sosok malaikat bersayap putih dengan rambut hitamnya ini, ia juga selalu taat dengan perintah Tuhan dan selalu menjalankan tugasnya yaitu mencabut nyawa manusia. Itulah tugasnya sebagai malaikat maut.
"Jadi manusia yang harus aku awasi saat ini adalah Eren Jaeger ya." gumamnya.
Sosok malaikat berambut hitam dengan warna mata yang senada ini memperhatikan ke arah gedung rumah sakit yang berada di tengah kota. Ia berdiri di atas atap rumah sakit itu dan berusaha mencari sosok manusia bernama Eren Jaeger. Di dalam catatan miliknya bahwa 40 hari ke depan Eren Jaeger akan meninggal dalam kecelakaan dan ia harus mengawasi Eren selama 40 hari ini untuk mencabut nyawanya.
Malaikat ini bernama Sariel atau ia memiliki nama lain sebagai Rivaille. Ia berbeda dari malaikat yang lain, ia adalah Seraphim yang memiliki tiga pasang sayap di kiri dan kanannya. Ia sering sekali pergi ke dunia untuk mencabut nyawa manusia yang telah mencapai masa akhir hidupnya, mengingat dirinya akan mengabdi pada Tuhan membuatnya harus bekerja dengan suka rela.
Mata hitamnya tertuju pada sosok dua manusia yang baru saja keluar dari sebuah rumah sakit, ada seorang wanita yang tersenyum pada remaja laki-laki di sampingnya. Rivaille langsung terdiam melihatnya.
'Itu Eren Jaeger.' batin Rivaille.
.
.
.
Sosok pemuda berambut coklat tampak tersenyum kepada wanita disebelahnya, ia adalah Eren Jaeger dan disebelahnya adalah sang ibu, Carla Jaeger. Mereka datang ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi kesehatan Carla yang mengidap penyakit. Eren tersenyum bahwa kondisi ibunya sekarang sudah lebih baik.
"Terima kasih kau mau menemani ibu, Eren." ujar Carla.
"Iya. Aku juga senang saat tahu bahwa ibu baik-baik saja." jawab Eren sambil tersenyum.
Carla tersenyum pada Eren dan mereka berjalan pulang menuju rumah. Sekilas terdengar suara kepakan sayap, Eren mencari asal suara itu dan mata emeraldnya tertuju ke arah seberang rumah sakit. Ia sampai terdiam dan tidak mengedipkan mata, berusaha memastikan sosok yang ia lihat disana.
'Sayap?' batin Eren tapi sedetik kemudian ia tidak melihat sosok itu.
"Eren."
Tidak ada sahutan dari Eren, mata Eren masih tertuju ke arah seberang rumah sakit. Tadi ia sekilas melihat sosok seseorang yang memiliki sayap. Manusia yang memiliki sayap? Tidak mungkin, lalu apa nama sosok itu? Malaikat kah?
"Eren."
Eren terkejut saat merasakan pundaknya ditepuk dan ia menoleh, Carla menatapnya dengan pandangan khawatir dan membelai wajah Eren dengan lembut. Mata Carla menunjukkan raut khawatir khas seorang ibu kepada anaknya.
"Ada apa Eren? Apa kau melihat sesuatu disana?" tanya Carla.
"Ah, bukan apa-apa." jawab Eren.
Carla tampak bingung tapi ia tidak bicara apa-apa lagi, ia mengajak Eren pulang ke rumahnya. Sedangkan Eren berusaha memikirkan tentang sosok yang ia lihat tadi, ia memang tidak melihatnya dengan jelas tapi ia melihat sayap putih yang ada pada punggung seseorang yang ia lihat tadi. Sayap putih yang indah dan ia tertarik untuk melihatnya.
Sedangkan Rivaille yang tadi berdiri di seberang rumah sakit tersenyum tipis saat ia bertatapan mata dengan Eren, tadi ia memang sengaja mengepakkan sayapnya dan tanpa sengaja menarik perhatian Eren. Manik hijau itu menatapnya tapi ia langsung menghilangkan sosoknya agar Eren tidak melihatnya.
'Mata yang indah.' batin Rivaille yang memperhatikan Eren yang mulai menjauh dari pandangannya.
.
.
Dua warna yang berbeda saling bertemu.
Memiliki kesan tersendiri dalam pandangan itu.
Manik hijau yang indah dan dilihat sang malaikat.
Lalu sang manusia melihat sayap putih yang memikat.
.
Sang malaikat merasakan hal lain pada anak manusia bermanik hijau.
Tidak seharusnya ia merasakan perasaan itu.
Ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Lalu mulai membuka kotak terlarang yang tidak boleh dibuka.
.
.
Pagi telah tiba dan Eren berangkat ke sekolah seperti biasa. Di sekolahnya ia bertemu dengan Mikasa dan Armin, teman sekelas sekaligus sahabatnya sejak kecil. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan santai di dalam kelas sebelum pelajaran dimulai.
Sekali lagi sosok Rivaille selalu mengikuti Eren, dan ia berdiri di atas pohon sambil merentangkan sayap putihnya. Memang sudah tugasnya untuk mengawasi Eren selama 40 hari ke depan hingga ajal menjemput Eren. Tidak ada seorangpun yang bisa melihatnya kecuali Eren sendiri, ia memang sengaja melakukannya agar Eren tahu bahwa waktunya tinggal sebentar lagi.
Eren, Mikasa dan Armin sedang berbincang dan sesekali tertawa. Rivaille mengawasi dan melihat senyuman si manik hijau, senyuman yang indah. Tampaknya malaikat satu ini telah jatuh cinta kepada seorang manusia yang sebentar lagi akan meninggal.
Apakah hal itu diperbolehkan? Tentu saja tidak.
Seorang malaikat tidak boleh mencintai manusia. Mereka jauh berbeda dan tidak berhak memiliki perasaan itu, mereka harus mengabdikan diri pada Tuhan untuk selalu menyebut nama-Nya. Jika melanggar tentu sebuah hukuman akan mereka terima dan bisa saja mereka diusir dari surga, mereka akan menjadi seorang fallen angel yang tidak memiliki apa-apa di dunia dan tidak bisa masuk ke dalam surga.
Rivaille tahu betul dengan hal itu, sudah ada contohnya yaitu Lucifer. Ia diusir dari surga oleh Tuhan karena membangkang terhadap-Nya. Situasi saat itu memang sangat sulit, bahkan sang malaikat perang yang memiliki posisi tertinggi yaitu Michael sampai kewalahan dalam menghadapi Lucifer, tapi pada akhirnya Michael berhasil mengalahkan Lucifer dan mengirimnya ke neraka.
'Lagi-lagi teringat masa itu.' batin Rivaille dan ia kembali memperhatikan Eren.
Sepertinya takdir senang mempertemukan kedua makhluk ini, lagi-lagi pandangan mata mereka bertemu. Hijau dengan hitam yang masing-masing memiliki arti. Eren terkejut melihat sosok seseorang berambut hitam dengan sayap putih yang ada di punggungnya. Ia sampai berdiri dari kursinya dan matanya masih tertuju ke arah jendela.
Rivaille yang menyadari pandangan mata Eren tertuju ke arahnya tetap terdiam dan menatap sosok Eren. Mikasa heran melihat Eren yang tiba-tiba terbangun seperti itu, ia langsung menepuk pundak Eren.
"Ada apa, Eren? Kenapa kau berwajah seperti itu?" tanya Mikasa.
"Ah? Eh? Kalian tidak melihat sesuatu disana?" tanya Eren yang menunjuk ke arah luar jendela.
Armin dan Mikasa tampak bingung mendengar ucapan Eren, mereka saling berpandangan dan menatap ke arah jendela yang Eren tunjuk. Armin dan Mikasa menggelengkan kepala mereka, Eren semakin bingung.
"Eh? Tapi aku melihat ada sesuatu disana. Ah, seseorang tapi memiliki sayap putih." ujar Eren.
"Ah? Kenapa kesannya angker begitu?" tanya Mikasa.
"Mungkin itu halusinasimu, Eren. Manusia kan tidak punya sayap, kecuali dia malaikat," ujar Armin langsung. "Dan malaikat tidak memperlihatkan wujudnya pada manusia."
Eren terdiam dan ia memandang ke luar jendela, ia melihat dengan jelas sosok seseorang itu. Jika Armin dan Mikasa tidak bisa melihatnya berarti sosok yang Eren lihat bukan manusia. Eren yakin dirinya tidak memiliki indera keenam yang bisa melihat iblis atau sejenisnya. Ia tidak mengerti kenapa bisa melihat sosok itu. Bolehkah ia menyebutnya malaikat sekarang?
Tidak lama terdengar bunyi bel pertanda jam masuk telah dimulai. Eren langsung duduk di kursinya, begitu juga Mikasa dan Armin. Mereka akan memulai pelajaran hari ini. Tapi pikiran Eren tidak terlepas dari sosok yang ia lihat itu, sosok malaikat berambut hitam dengan sayap putih yang indah.
'Kenapa aku bisa melihat malaikat?' batin Eren bingung.
.
.
.
Jam istirahat siang telah tiba dan Eren beserta kedua temannya memilih untuk makan siang di kelas. Seperti biasa mereka kembali bercerita tentang banyak hal sambil menikmati bekal yang mereka bawa.
Eren hanya terdiam saat ia tidak ingin bicara dan memperhatikan makanan dengan datar. Armin dan Mikasa yang masih berbicara mulai berhenti dan melirik ke arah teman mereka yang diam sedari tadi.
"Eren kau baik-baik saja? Apa kau sakit?" tanya Mikasa.
"Tidak, aku baik-baik saja." jawab Eren dan ia mulai makan.
Armin dan Mikasa tidak banyak bertanya dan mereka melanjutkan makan siang. Eren yang sudah selesai makan langsung bergegas ke luar kelas, entah pergi kemana. Ia terus melangkahkan kakinya dan sampai di taman sekolah, mata hijaunya terus menerawang ke arah langit lalu melihat sekeliling. Ia tidak melihat sosok tadi, entah kenapa ia merasa ingin lebih dekat dengan sosok itu.
'Dimanakah dirinya?' batin Eren.
Rivaille yang menatap Eren dari kejauhan hanya tersenyum tipis, belum saatnya ia berbicara dengan manusia itu. Ia masih ingin melihatnya dari jarak seperti ini. Lagipula ini baru hari keduanya berada di dunia untuk mengawasi Eren, masih ada waktu. Tapi memang tidak banyak waktu yang tersisa. Ia langsung pergi meninggalkan Eren, ia ingin kembali ke surga sejenak.
Sekilas Eren mendengar seperti suara kepakan sayap yang terbang. Ia melihat sekeliling tapi tidak ada siapa-siapa, hanya sinar matahari yang bersinar dengan terang. Ia memejamkan matanya karena merasa silau tapi ia tersenyum tipis.
'Aku ingin bertemu dengannya.'
.
.
Anak manusia yang masih polos.
Ia tidak tahu arti bertemu dengan malaikat sepertinya.
Hanya menghitung hari sebelum ajal menjemputnya.
Tidakkah ia menyadari hal itu?
.
.
Rivaille telah melangkahkan kakinya menuju surga dan ia telah sampai di tempat asalnya ini, ia memang ingin kembali sejenak ke surga sebelum kembali ke dunia manusia. Ia terus berjalan dan melihat sosok seorang malaikat yang bersayap putih dengan rambut pirangnya.
"Aku pulang." ujar Rivaille.
"Ah? Kau kembali? Padahal kau masih memiliki tugas di dunia, bukankah begitu Sariel?" terdengar suara sosok itu dan menatap ke arah Rivaille.
"Rivaille. Sudah kubilang panggil namaku saja. Jangan nama itu, Irvin."
"Tolong panggil aku Michael di saat seperti ini. Kita akan melakukan doa untuk Tuhan. Tapi jika kau kembali kemari, berarti kau bisa ikut serta."
"Bagaimana dengan tugasku? Aku hanya kemari untuk memberi laporan padamu."
Sosok malaikat bernama Michael atau ia memiliki nama untuk dirinya sendiri sebagai Irvin hanya tersenyum menatap Rivaille. Rivaille menghela napas dan mengeluarkan catatannya, ia memperlihatkannya dan Irvin membaca catatan itu.
"Tugasmu seperti biasa lancar dan kau harus melakukan dengan lebih baik lagi, Sariel." ujar Irvin yang mengembalikan catatan itu pada Rivaille.
"Iya iya. Aku tidak tahu kenapa kau selalu saja memanggilku dengan nama itu. Padahal kau bisa memanggilku Rivaille." gumam Rivaille datar.
"Nama aslimu adalah Sariel dan Rivaille adalah namamu ketika di dunia. Aku juga begitu, nama Irvin akan aku gunakan jika aku turun ke dunia."
"Baiklah, Michael."
Irvin tersenyum dan melihat Rivaille akan pergi meninggalkannya. Irvin terdiam dan ia berdehem pelan sengaja agar Rivaille menoleh ke arahnya. Rivaille menatap Irvin dengan tatapan datar.
"Kurasa aku tidak perlu mengingatkanmu lagi, tapi ini untuk berjaga-jaga saja," ujar Irvin. "Lakukan tugasmu dengan benar dan kita para malaikat tidak berhak memiliki rasa cinta pada manusia. Rasa cinta kita harus seutuhnya untuk Tuhan."
Entah kenapa mendengar kata-kata Irvin tadi membuat Rivaille sedikit tersindir. Ia tahu bahwa ia memang harus memprioritaskan Tuhan, tapi mendengar ucapan tadi entah kenapa rasanya ada rasa tidak suka dalam hatinya. Ia merasa tidak nyaman dan tidak setuju, hanya itu saja. Ia mengangguk dan pergi meninggalkan Irvin untuk kembali ke dunia manusia.
'Jika Raguel menyadari ada yang salah dengannya aku pasti menyadarinya.' batin Irvin dan ia melakukan kembali pekerjaannya.
Seminggu telah berlalu sejak saat itu, Eren masih penasaran dengan sosok yang ia lihat. Tapi ia berusaha menjalani hidupnya dengan baik, ia melakukan kegiatan sebagai pelajar pada umumnya. Ia menikmati waktu bersantai dengan Mikasa dan Armin, terkadang bersitegang dengan Jean yang heboh. Ia menikmati masa-masa itu.
Rivaille selalu mengawasi Eren, mata hitamnya selalu tertuju pada sosok itu. Ia melihat kehidupan Eren sebagai manusia, hidup dengan damai dan tenang seperti remaja pada umumnya. Ia memejamkan matanya sejenak dan tersenyum tipis. Semakin lama rasa ini semakin tumbuh di hatinya.
'Kemana dia?' batin Rivaille.
Sekarang hari telah sore dan waktunya Eren pulang sekolah, ia berpisah dari Mikasa dan Armin lalu berjalan santai. Tentu saja Rivaille mengikutinya tanpa Eren sadari. Tidak lama langkah kaki Eren berhenti pada sebuah gereja yang terletak tidak begitu jauh dari sekolahnya.
Gereja itu tampak didominasi oleh warna coklat dengan desain ala Eropa yang menambah kesan indah pada bangunan itu, apalagi ada beberapa patung malaikat yang menghiasi dinding gereja ini. Gereja ini memang gereja terbesar di kota yang Eren tempati, karena dekat dengan sekolah ia bisa mendatangi gereja ini kapanpun ia mau.
Eren masuk ke dalam gereja dan sejauh mata memandang hanya berisi kursi panjang yang kosong. Di depannya terdapat sebuah salib besar yang disebut juga dengan salib Corpus. Beberapa jendela di dalam gereja juga dipenuhi hiasan dinding yang memiliki arti masing-masing.
Eren berjalan menuju kursi paling depan dan duduk di salah satu kursi itu. Ia menatap ke arah salib Corpus yang berdiri tegak di hadapannya, ia memejamkan mata dan mulai berdoa. Rivaille yang memperhatikan hal itu hanya tersenyum, ternyata manusia yang ada di hadapannya ini mengingat akan Tuhan.
Tidak lama Eren telah selesai berdoa dan mendengar langkah kaki yang mendekat, ia menoleh dan melihat seorang pemuda berambut hitam dengan pakaian serba putih yang berjalan mendekatinya. Pemuda itu yang tampak lebih tua darinya itu berada di sampingnya, tapi ia masih berdiri.
"Kau kemari untuk berdoa?" tanya pemuda itu.
"Iya Sir. Saya kemari untuk berdoa," jawab Eren sopan. "Anda juga kemari untuk berdoa?"
"Iya."
Lalu hening menemani mereka, pemuda itu memperhatikan Eren yang hanya duduk dengan santai. Sepertinya Eren sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan dan hanya tersenyum. Pemuda itu terkejut melihat senyuman Eren yang menghiasi wajah manis itu.
"Apa ada sesuatu di wajah saya?" tanya Eren.
"Tidak." jawab pemuda itu.
Eren menatap ke arah pemuda itu, ia merasa pemuda itu lebih tua darinya karena terlihat dari wajahnya. Tapi entah kenapa Eren merasa aneh, ia seperti tidak asing dengan warna rambut dan mata bagai malam itu. Ia merasa ada sesuatu dengan pemuda di sampingnya ini, sesuatu seperti menenangkan hatinya.
'Ah? Apa yang aku pikirkan?' batin Eren.
"Rivaille." gumam pemuda itu.
"Eh?" Eren tampak bingung.
"Namaku Rivaille dan aku sering sekali ke gereja ini. Mungkin kita tidak pernah bertemu karena aku selalu datang pada malam hari."
"Ah? Sa-saya Eren Jaeger. Salam kenal Sir Rivaille."
"Salam kenal, Eren."
Eren tidak menyangka pemuda itu menyebutkan nama depannya dengan mudah, wajah Eren sedikit memerah karena malu dan ia memilih untuk menunduk. Rivalle tersenyum melihatnya, ia tidak menyangka bahwa ia telah berani untuk muncul di hadapan Eren. Memang ia sedang menyamar menjadi manusia saat ini, tapi tetap saja rasa tertariknya terhadap remaja ini semakin tinggi. Apalagi sekarang ia bisa berada sedekat ini.
Bukan Rivaille saja yang merasa tertarik tapi Eren juga. Eren tertarik dengan mata hitam Rivaille dan ia merasa nyaman berada disampingnya. Demi Tuhan, belum ada satu jam mereka saling kenal tapi Eren sudah merasakan hal seperti ini. Memikirkan hal itu membuatnya semakin malu.
"Sa-saya permisi dulu. Sudah sore." ujar Eren yang langsung pergi meninggalkan Rivaille sendiri.
Rivaille tersenyum melihat Eren yang telah pergi dan pintu gereja ini tertutup. Tiga pasang sayap putih itu kembali terlihat beserta senyuman tipis dari sang Seraphim. Ia merasa puas telah berbicara pada anak manusia yang ia awasi itu, seorang manusia yang menarik perhatiannya.
'Aku ingin berada disampingnya lebih lama lagi.' batin Rivaille.
.
.
Pertemuan pertama mereka yang manis.
Saling berpandangan, saling tersenyum.
Sang malaikat telah mengambil keputusan.
Mencintai anak manusia yang sudah mendekati ajalnya.
.
Rasa cinta yang dirasakannya bukan fana.
Membuatnya melupakan fakta bahwa ia adalah malaikat.
Helai-helai sayap putih menjadi saksi bisu.
Keinginan terpendam yang membawa kehancuran.
.
.
.
.
.
Eren menikmati makan malamnya dan setelah selesai makan ia memutuskan untuk ke kamarnya. Ia memikirkan kembali tentang sosok pemuda yang ia temui di gereja, pemuda berambut hitam dengan pakaian serba putih itu menarik perhatiannya. Ia merasa tenang berada disamping pemuda itu. Wajahnya sedikit memerah memikirkan hal itu.
'Apa-apaan aku ini?' batin Eren malu.
Tapi ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia mulai tertarik kepada pemuda berambut hitam itu, ia penasaran dengan sosok itu. Sosok pemuda yang ia temui di gereja, sosok itu mengingatkannya kepada malaikat yang ia lihat. Ia juga tidak tahu pasti apakah ia benar-benar melihat malaikat atau tidak.
'Apakah aku bisa bertemu dengannya lagi?'
Sekarang Eren memiliki kebiasaan untuk pergi ke gereja setiap pulang sekolah, karena setiap sore ia pasti bertemu dengan Rivaille. Memang baru satu minggu lebih mereka berkenalan dan saling berbincang dengan santai, tapi Eren selalu merasakan perasaan tenang tiap kali ia berada di dekat Rivaille. Ia tidak tahu perasaan apa yang ia rasakan.
Cinta?
Apakah mungkin ia jatuh cinta kepada seseorang yang baru satu minggu ia temui? Apalagi orang itu adalah seorang pemuda juga seperti dirinya. Apakah ada yang salah dari dirinya? Apakah cinta itu bisa datang begitu saja?
"Eren, apa kau menjalani hidupmu dengan benar?" tanya Rivaille tiba-tiba.
"Eh? Apa maksudnya, Sir?" tanya Eren bingung.
"Iya. Apa kau rajin berdoa dan berbuat baik? Tidak ada seorangpun yang tahu kapan ajal datang untuk menjemput. Saat menjelang kematianmu, banyak yang bilang kau bisa melihat sesuatu yang harusnya tidak kau lihat."
Eren terdiam mendengar ucapan Rivaille, entah kenapa ia merasa bahwa hal yang Rivaille katakan seolah-olah kenyataan. Ia merasa seperti diawasi oleh seseorang atau sesuatu, ia menganggap dirinya bisa melihat sosok malaikat. Tapi ia memang tidak pernah bertemu langsung dengannya, hanya melihat sayap putih yang indah itu lalu manik dan rambut hitam yang indah bagai malam.
Ia tahu malaikat memang selalu mengawasi manusia. Tapi untuk apa malaikat itu memperlihatkan sosoknya pada Eren? Sejak saat itu ia tidak pernah melihat sosoknya lagi dan semakin penasaran untuk bisa bertemu dengannya.
"Sir Rivaille, mungkin ini terdengar gila tapi aku... aku melihat malaikat." ujar Eren.
Rivaille terdiam dan memasang wajah datarnya saat mendengar Eren bicara seperti itu. Ia tidak menyangka Eren akan menceritakan hal itu padanya, ia menghela napas dan menatap Eren yang ada disampingnya. Mereka berdua duduk di kursi paling depan, tidak ada siapa-siapa di dalam gereja ini karena sang Pastur sudah keluar dari gereja.
"Benarkah? Malaikat seperti apa yang kau lihat?" tanya Rivaille.
"Aku hanya bisa melihat sayapnya, indah sekali. Lalu warna rambutnya yang hitam bagai malam." ujar Eren yang menoleh ke arah Rivaille. Ia terdiam dan menatap wajah Rivaille.
Entah kenapa kata-kata yang Eren ucapkan itu membuat Rivaille tersenyum, ia memang tidak perlu mengatakan yang sebenarnya kepada Eren. Tidak untuk saat ini. Biarkan Eren menganggapnya masih manusia seperti sekarang.
Waktu cepat sekali berlalu dan tinggal 24 hari lagi menjelang ajal Eren. Rivaille sudah tahu dengan cara apa Eren akan meninggal dan ia akan menjadi malaikat yang mencabut nyawa Eren. Seharusnya ia melakukan tugas seperti itu. Tapi apa yang ia lakukan sekarang? Ia malah menyamar menjadi manusia untuk bisa berbicara dengan Eren, bahkan ia merasakan perasaan terlarang ini.
Malaikat itu memang dilarang untuk jatuh cinta kepada manusia, apalagi yang sejenis. Bukankah hal itu adalah hal tabu yang seharusnya tidak boleh dilakukan? Tapi Rivaille tidak peduli dan ia menatap manik hijau Eren. Hanya tinggal 24 hari lagi ia akan melihat manik hijau itu bersinar sebelum pada akhirnya akan tertutup untuk selamanya. Ia langsung saja merengkuh Eren dalam pelukannya, membuat yang lebih muda terkejut dengan rona merah di wajahnya.
"Sir Rivaille?" panggil Eren.
"Biarkan seperti ini sebentar saja, Eren." ujar Rivaille.
Eren tidak menolak dan membiarkan Rivaille memeluknya dengan erat seperti ini, ia merasa tenang dan hangat ketika tubuh itu memeluknya. Entah kenapa tangannya bergerak untuk membalas pelukan Rivaille. Di dalam gereja mereka saling berpelukan dan membiarkan perasaan masing-masing yang berbicara. Entah debaran jantung siapa yang terdengar paling kencang, hanya mereka yang tahu.
Tanpa mereka sadari ada sosok malaikat bersayap putih yang menatap mereka dengan tatapan datar. Rambut pirang pendeknya terlihat indah dan ia hanya menghela napas saja melihat kedua orang yang berpelukan itu.
'Sudah kuduga.' batinnya.
Dialah sang malaikat pengawas, Raguel. Raguel memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka dan hendak melaporkan apa yang ia lihat kepada sang malaikat agung. Ia memang diberi tugas untuk mengawasi malaikat lain dan curiga dengan perilaku Sariel yang berbeda akhir-akhir ini. Setelah ia menemukan jawaban atas kecurigaannya itu, ia langsung melaporkannya.
Lalu disinilah sosok Michael yang mendengarkan ucapan Raguel dengan penuh wibawa. Sebut saja sosok Raguel ini adalah Nanaba karena itulah nama dirinya sendiri. Irvin yang sudah selesai mendengarkan semua ucapan Nanaba hanya mengangguk dan menatapnya.
"Ternyata Sariel sudah..." gumam Irvin.
"Apa Anda akan langsung memanggilnya?" tanya Nanaba.
"Kau awasi saja Sariel hingga akhir waktu Eren Jaeger telah habis. Jika ada kejadian yang mencurigakan kau laporkan saja padaku. Sekarang kembalilah bertugas, Raguel."
Nanaba menatap Irvin dan pergi meninggalkannya, sekarang Irvin hanya bisa menatap ke sekelilingnya. Di tempat suci seperti ini memang sulit dipercaya jika ada seorang pengkhianat, tapi Lucifer saja berkhianat. Bukan tidak mungkin jika ada malaikat lain yang akan berkhianat dan memilih jalan untuk berpisah dari Tuhan.
'Apakah aku harus bertarung denganmu suatu saat nanti, Sariel?' batin Irvin.
To be Continued
A/N: Hai semuanya, kembali lagi dengan Yami-chan...^^
Sebelumnya maaf banget kalau ada deskripsiku yang tidak jelas atau tidak sesuai terhadap beberapa hal, soalnya membuat cerita yang seperti ini menurutku agak sulit. Tapi aku berharap kalian yang membaca dapat menikmati cerita ini...
Sampai jumpa di chapter berikutnya...^^
