Believed You
Haruno Sakura adalah gadis yang amat sempurna, namun, kini kesempurnaan itu telah sirna. Sampai kelas 3 SMA Sakura menjalani hari-harinya yang monoton. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang pemuda di bawah pohon sakura. Sejak saat itu, takdirnya mulai bergerak. Sakura ditunangkan dengan pemuda bersurai blonde. Namikaze Naruto namanya. Tentu saja pertunagan mereka akan bertemu dengan yang namanya pernikahan. Banyak sekali rahasia Sakura yang mesti dikuak. Kini langkah apa yang dapat Naruto lakukan?
XOXOXOXOXOXO
Kelopak-kelopak bunga sakura menari di udara. Udara musim semi begitu terasa di indera penciuman sang pemuda yang kini sedang merebahkan tubuhnya di bawah pohon sakura. Baru beberapa menit ia memejamkan kedua matanya ia terusik karena sebuah bola basket mengenai dahinya dengan semprna.. Membuat sang empu mengaduh sambil memegangi dahinya. Selang beberapa detik sesosok gadis berambut soft pink yang mirip dengan bunga sakura datang menghampirinya.
Sapphire dan Virdian bertemu, sejak saat itulah, derit-derit terdengar karena roda gigi cinta yang sebelumnya berhenti kini kembali berputar. Kini, segalanya bagaikan ilusi.
"Kau, harusnya bila ingin bermalas-malasan jangan di tempat seperti ini." Ucap si gadis dengan nada dingin yang terselip dalam kalimatnya. Pemuda berambut blonde itu kemudian mengernyitkan dahinya. Pertanda bingung. Melihat ekspresi sang pemuda gadis tersebut segera menghela napas kesal.
"Kau tahu, tempat ini berpapasan langsung dengan lapangan. Jadi, jangan salahkan aku. Ini semua salahmu sendiri." Terangnya dengan ketus sambil menatap tajam pemuda yang ada di hadapannya.
Beberapa detik telah berlalu, sang pemuda tak ada niatan melakukan sesuatu. Hal ini membuat gadis bersurai soft pink menggeram pelan. Ia segera mendekati pemuda tersebut. Tangan kanannya terjulur untuk mengambil bola basket yang letaknya tepat di samping pemuda blonde tersebut. Tinggal beberapa senti lagi tangan si gadis ditarik oleh sang pemuda. Membuat gadis tersebut terhuyung karena kehilangan keseimbangan. Tangan lain pemuda yang sedang menganggur digunakan untuk menahan pinggang si gadis. Karena aksi tersebut kedua kening mereka menyatu. Keduanya tak ada yang berani mengambil napas.
Kedua iris mereka melihat satu sama lain.
Keduanya... nasib keduanya kini tak akan tahu apa yang akan terjadi di depannya. Namun, hal yang pasti, takdir mereka telah bertemu.
.
.
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pair : Narusaku
Genre : Drama/Romance
Warning : Fast plot, OOC, Typo(s), etc
.
.
.
XOXOXOXOXOXO
"Oi, forehead, lama sekali sih?!" kata gadis yang rambutnya diikat twintail. Sakura hanya tersenyum tipis melihat sahabatnya yang satu itu.
"Oh, ayolah, pig, kalau kau ingin segera bermain lagi harusnya kau membantuku tadi." Timpal Sakura sambil melempar sebuah bola oranye ke arah temannya. Ino kemudian segera menangkap lemparan dadakan dari Sakura sembari mendengus keras mendengar timpalan sahabat pinknya.
"Sudahlah, ayo kembali ke lapangan. Aku yakin mereka semua sudah menunggu kita." Ino dengan iseng mulai men-dribble bola tersebut dengan lincah. Sakura hanya diam dan mengikutinya di belakang. Tangan kirinya terjulur untuk memegang tangan kanannya. Entah kenapa, kini Sakura merasa ia sudah menemukan sesuatu unutk mengisi hatinya yang telah lama kosong, walau bukan berarti ia tahu apa itu.
"Hei, Sakura." Panggil Ino yang masih saja sibuk men-dribble bola basket. Sakura lalu menyamakan langkahnya dengan langkah Ino. "Apa kau merasa gugup?" tanyanya dengan wajah polos. Sakura hanya diam dan mengendikkan kedua bahunya pelan. Melihat reaksi sahabatnya itu Ino langsung memukul pelan pucuk kepala Sakura.
"Apa-apaan reaksimu itu?" tanya Ino sambil meruncingkan bibrnya. Sakura hanya tersenyum tipis, lalu ia menjawab "begitulah".
"Haah, kau ini bagaimana sih Sakura?! Malam ini kan kau akan bertemu dengan calon tunanganmu. Apa kau tak merasa gugup sedikitpun?" kini Ino menambahkan satu oktaf dalam kalimatnya.
"Begitulah."
"Apa kau yakin tak apa-apa? Bagaimana pun juga pertunangan itu bisa jadi cikal bakal pernikahan lho."
"Begitulah."
Ino menatap Sakura dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Ia adalah gadis baik dan penurut. Namun, ia tak akan menyangka sahabatnya tak akan memberontak sedikit pun. "Apa... apa kau yakin kau tak apa-apa?"
"Begitulah."
"Ugh, apa tak ada jawaban lain?" Ino mendengus keras mendengar jawaban Sakura yang selalu sama.
Sakura tersenyum tipis sambil menatap langit biru. "Begitulah."
Ino hanya tersenyum pahit melihat raut wajah Sakura. Mereka berdua berjalan dalam keheningan. Hanya ada suara langkah kaki dan pantulan bola basket. Tak ada yang memulai pembicaraan.
"Karena... begitulah hidupku, Ino." Ucap Sakura lirih. Berharap gadis yang ada di sebelahnya tak mendengar apa yang barusan ia ucapkan.
"Kau tahu, Sakura. Kupikir pertunangan bukanlah hal yang buruk." Ujar Ino tiba-tiba sambil menghentikan dribble-nya.
"Kenapa?"
"Karena, kau tahu, sebagai sahabat tetap saja aku khawatir padamu. Kau tak pernah berpacaran dengan siapapun, jadi, aku pikir pertunangan ini tak buruk juga. Jadi kau tak akan jadi perawan tua sakura." Jelas Ino panjang lebar sambil memberikan sebuah cengiran jahil ke arah Sakura.
"Kau memang menyebalkan seperti biasa, pig." Timpal Sakura pelan.
"Begitulah." Lanjut Sakura sambil menyelipkan nada menggodanya.
"Kau memang menyebalkan."
XOXOXOXOXOXO
Begitu sampai di rumah, atau mungkin bisa kita panggil mansion, Sakura langsung disambut oleh para maid. Sakura segera menuju kamarnya untuk mengerjakan beberapa tugas sekolah yang masih belum rampung. Dilemparnya tas sekolah dengan asal, napasnya memburu, matanya terasa panas. Bukan seperti ini yang ia inginkan. Sakura tak ingin seperti ini. Namun, apa daya. Ia tak bisa menolak. Ia tak berhak.
Sakura lalu mendekati meja belajarnya. Ditatapnya sebuah pigura kecil yang menampilkan seorang anak perempuan berusia 7 tahun dengan kedua orang tuanya. Sakura hanya mendecih pelan. Mood-nya mengerjakan pekerjaan rumahnya mendadak menguap. Ia menuju kamar mandi. ia memerlukan air dingin untuk menyegarkan pikirannya.
Di tempat lain, seorang wanita yang telah lanjut usia sedang menyesap teh dengan tenang. Ia benar-benar menikmati afternoon tea-miliknya. Tangan kirinya kini sedang memegang sebuah foto seorang pemuda yang sedang menampilkan cengirannya. Seringaiannya kini makin melebar dan tatapannya kini makin menajam.
Ditatapnya beberapa pigura besar yang merupakan karya lukis dari pelukis terkenal. Terdapat gambar dari anggota-anggota keluarga yang sudah melebarkan nama Haruno sampai ke luar negeri.
Diletakkannya cangkir teh mewah miliknya dan juga foto di tangan kirinya. Ia berjalan mendekati lukisan-lukisan tersebut. Tangan kanannya terjulur untuk menyentuh lukisan tersebut. Pandangannya masih sama, tetap tajam dan berbahaya. Kegiatannya terhenti saat mendengar ketukan nyaring di pintu. Ditatapnya pelan jam tangan yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. Sudah waktunya bersiap-siap.
Dirapikannya pakaian mahal miliknya dan mulai melangkah mendekati pintu. XOXOXOXOXOXO
"Tou-chan, apa kau yakin tentang pertunangan ini?" tanya pemuda blonde sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tentu saja. Aku harap kau tak mencoba kabur." Jawab pemuda paruh baya yang mirip dengan putra semata wayangnya itu.
"Tapi Tou-chan apa ini tak terlalu cepat?" elak pemuda tersebut sambil memainkan jari-jari tanganya.
"Sama sekali tidak."
"Tou-chan-mu benar, kau berada di usia yang pas. Lagipula Kaa-chan juga ditunangkan saat seumuran denganmu." Ucap seorang wanita paruh baya yang duduk tepat di sebelah suaminya.
"Ugh, Kaa-chan, tapi-tapi,..."
"Lagipula, bukankah tambah bagus kalau kita bisa mendapat cucu?" tambah wanita paruh baya tersebut dengan beberapa rona merah di pipinya. Pasalnya putra semata wayangnya ini sama sekali tak memiliki pujaan hati. Sebenarnya mereka tak ingin putra mereka mengikuti acara pertunangan ini. Namun, apa daya, mereka terlanjur satu hati kepada putri semata wayang dari mendiang Haruno Mebuki dan Kizashi.
Sambil menghela napas pelan pemuda blonde tersebut mulai memainkan smartphone kesayangannya. Membosankan sekali mengikuti acara konyol seperti ini.
Pemuda tersebut jadi ingat temannya yang ada di Sunagakure. Sejak kandungan ia sudah dijodohkan dengan putri dari klan terkemuka di Konoha. Temannya pernah bercerita tentang perjodohannya. Katanya memang tak menyenangkan di awalnya. Namun temannya itu mencoba mengerti dan akhirnya cinta melingkupinya dengan pasangannya.
Namun, ia tak yakin apa ia bisa seperti sahabatnya yang satu itu. Apalagi saat ibunya mengatakan kata "cucu". Oh, yang benar saja. Bertemu saja belum apalagi mau minta cucu. Selain itu ia tak yakin dari pihak perempuan mau menerima perjodohan ini. Tapi, pernah suatu malam ia curi-curi dengar dari ruangan orang tuanya. Katanya pihak perempuan menerimanya langsung. Malahan pihak perempuan yang menawari duluan.
Pemuda tersebut kembali menghela napas dan menyimpan kembali smartphone miliknya. Berharap acara ini tak selama dugaannya.
XOXOXOXOXOXO
Sakura kini mematut dirinya di depan cermin. Mengagumi apa yang baru saja ia lihat. Surai soft pink-nya yang panjangnya sepunggung di tata dengan sedekimian rupa. Kini surainya dikelabang setengah dan diberi aksen pita berwarna putih.
Tubuh rampingnya dibalut mini dress berwarna mint dengan beberapa renda dan juga satin serta payet di beberapa bagian. Wajahnya dibalur dengan make up natural yang kebanyakan berwarna nude kecuali untuk bagian blush on dan juga lipstick.
Ia mencoba tersenyum manis, tapi, yang ia tunjukkan malah sebuah senyuman tanpa ekspresi. Ia duduk di tepi ranjangnya yang berukuran king size. Ia mengambil smartphone miliknya, mencoba menghubungi Ino, sahabatnya.
Tapi, ia mengurungkan niatnya, ia tak ingin membebani orang lain. Terdengar ketukan pintu. Sakura segera bersiap ia mencoba menarik napas dan menghembuskannya kembali, berharap detak jantungnya dapat berdetak normal.
Setelah semenit lamanya ia memutar kenop pintu dan bersiap menemui calon tunangannya.
Baru saja Sakura menutup pintu kamarnya ia sudah disambut oleh neneknya. Sakura tersenyum tipis sebagai pengganti kalimat "aku siap". Dilangkahkan kedua kakinya dengan pelan. Kedua tangannya mengepal dengan sempurna. Digigitnya bibir bagian bawahnya yang sudah dipoles lipstick berwarna primrose.
Tangga demi tangga telah ia lewati, kini, tinggal beberapa anak tangga lagi sebelum ia bertemu dengan calon tunangannya. Neneknya yang sudah berada di bawah membiarkan lengan kiri Sakura mengamit miliknya.
Rangan menantu wanita dan pria dipisahkan oleh sebuah pintu besar berwarna putih susu dengan beberapa ukiran berwarna emas.
Tinggal selangkah lagi sebelum seorang maid membuka pintu untuk mereka berdua. Jantung Sakura kembali bertalu-talu tak karuan lagi. Nenek Sakura yang menyadarinya hanya tersenyum tipis. Ia jadi ingat bagaimana ia pertama kali bertemu dengan mendiang suaminya.
"Apa tak apa?" tanya Sakura dengan suara bergetar yang disembunyikan. Nenek sakura mengelus pelan pundak Sakura dengan lembut. "Saat aku muda, aku juga sepertimu. Tapi, semuanya pasti berjalan dengan baik-baik saja." Sakura mengernyit bingung.
"Bagaimana mungkin, maksudku..." Sakura tak melanjutkan kalimatnya dan memilih menahan kalimatnya. Nenek Sakura tersenyum melihat cucunya yang sudah beranjak dewasa. "Kau tak perlu tahu, karena... aku yakin kau pasti mengerti setelah kau memahami dirinya."
Sakura tersenyum pelan ia mengangguk pelan. "Mungkin Obaa-san benar." Setelah memberi isyarat kepada seorang maid yang berjaga di depan pintu. Sakura menghela napasnya pelan. Ia tak tahu apakah ia akan bahagia bersama tunangannya. Namun, yang ia tahu, ia tak bisa menolak takdirnya.
XOXOXOXOXOXO
Naruto menahan napasnya, ia sama sekali tak dapat mengalihkan pandangannya darinya. Tubuhnya menegang dan kedua tangannya terkepal kuat dan erat. Keadaan Sakura juga tak jauh berbeda dengan Naruto.
Kushina langsung mendekati Sakura yang masih mengamit lengan neneknya. Sedangkan Minato menepuk pelan pundak putranya.
"Sakura-chan, kau cantik sekali." Puji Kushina menangkup kedua pipi Sakura. Sakura tersenyum malu-malu kemudian ia mengangguk pelan. Minato berdehem pelan sebelum mengusulkan acara makan malam dan perkenalan keduanya.
Makan malam hari ini berupa masakan tradisional Jepang. Kedua keluarga makan dengan khidmat dan juga santai. Tak jarang acara makan diselingi dengan beberapa pertanyaan serta lelucon yang dilontarkan.
Kecuali untuk Sakura dan juga Naruto, mereka berdua makan dalam diam dan menjawab bila ditanya. Jawaban mereka pun terkesan singkat dan tanpa basa-basi. Wajar saja kalau mereka berdua canggung.
Kushina tak henti-hentinya menggoda Naruto, Minato pun juga. Nenek Sakura juga bicara banyak tentang cucunya. Tak jarang juga Sakura maupun Naruto meringis malu mendengar ucapan mereka.
"Oh ya, apa kalian sudah bertemu sebelumnya?" tanya Kushina sembari memberikan cengiran ke arah Naruto. Sakura terdiam dan tersenyum manis. Kedua iris Kushina langsung berbinar-binar.
"Benarkah? Kapan itu Naruto-kun?" tanya nenek Sakura. Naruto memberikan cengirannya sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya rak gatal sama sekali.
"Ah itu, kami baru saja bertemu tadi di sekolah." Jawab Naruto sambil berusaha menyembunyikan suaranya yang bergetar.
"Apa itu benar Sakura?" tanya Minato sebelum ia memberikan cengiran khas miliknya ke arah Naruto. "Iya, itu benar." Jawab Sakura dengan sedikit rona di kedua pipinya.
"Hm... kalau begitu kami menyerahkan Naruto padamu, Sakura." Kata Minato yang diikuti anggukan Kushina. "Kami juga, kuserahkan Sakura padamu, Naruto-kun." Timpal nenek Sakura.
Naruto yang mendengar kalimat tersebut langsung tersenyum kikuk. "Tenang saja, aku pasti akan menjaga Sakura-chan, dattebayo."
"Itu baru putraku, dattebane." Kata Kushina lirih sambil menyembunyikan air matanya yang mulai menggenang.
Sakura tersenyum tipis sebelum mengucapkan mohon bantuannya. Kushina langsung tersenyum, inato pun juga. Nenek Sakura menyesap ocha miliknya dengan khidmat.
Mereka berdua tahu, kalau pertunangan ini pasti akan sampai ke jenjang berikutnya. Namun, keduanya sama sekali tak ingin menyesal karena telah membuat keputusan. Karena keduanya kini akan mulai belajar untuk saling melengkapi.
XOXOXOXOXOXO
Acara makan malam sudah selesai beberapa menit yang lalu. Naruto dan Sakura kini duduk di tepi kolam renang. Bila ditanya kenapa mereka berduaan sekarang, hal ini terjadi karena ide Kushina. Wanita paruh baya itu mengatakan kalau ia ingin Naruto lebih mengenal Sakura agar keadaan tak canggung karena itu Kushina menyuruh Naruto mengajak Sakura jalan-jalan. Katanya sekalian mencari tanggal yang cocok saat acar pertukaran cincin.
Pastinya tak ada penolakan di mata Kushina. Alhasil, di sinilah mereka sekarang. Duduk dalam keheningan dan juga kecanggungan.
"Hei, aku..."
Rona merah menghiasi kedua pipi Naruto. Untungnya karena malam hari rona merah itu sedikit tersamarkan. Tapi penglihatan Sakura dengan jelas dapat menangkap rona merah itu.
"Aku takkan meminta maaf." Lanjut Naruto sedikit cepat. Rona-rona merah kini menjalari kedua pipi Sakura juga. Gadis bersurao soft pink itu langsung menundukkan kepalanya.
"Kenapa?" tanyanya lirih namun masih dapat didengar oleh Naruto.
"Karena, kau sepertinya sedang dilanda dengan keputus asaan dan juga dendam."
Sakura lalu mendongakkan wajahnya. Ia mendengus geli ke arah pemuda yang duduk di sampingnya itu. "Itu hanya menurutmu saja bukan, tunanganku." Tanyaya sarkastik tanpa mengalihkan pandangannya dari pemuda itu.
"Kau tak boleh meremehkanku Sakura. Dasar ibu dari anak-anakku di masa depan." Sakura hnya bisa terdiam mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Naruto. Wajahnya kini memerah dengan sempurna. Kalimat "Dasar ibu dari anak-anakku di masa depan" sukses membuat Sakura merona hebat.
Gadis musim semi itu mulai mengerutkan dahinya. Ia bingung dengan perasaannya. Dari pagi hingga sekarang pemuda itu sukses memporak-porandakan ketenangan yang selama ini ia jaga mati-matian.
"Yang benar saja." Gumam Sakura sambil membuang mukanya ke arah lain.
"Apa ini karena insiden 11 tahun yang lalu?"
Tubuh Sakura langsung membeku. Insiden 11 tahun yang lalu. Ya. Itu adalah insiden di mana kehidupan Sakura sudah takkan pernah sama lagi seperti sebelum-sebelumnya. Sampai sekarang pun memori tersebut masih melekat jelas di benaknya.
"Kau tak perlu tahu akan hal itu. Lagipula ini bukan urusanmu." Timpal Sakura dingin sambil menatap iris Naruto lekat-lekat dan juga tajam.
Naruto terkekeh pelan sebelum ia membalas tatapan tajam milik Sakura. "Kau benar-benar dingin sekali. Tak kusangka tunanganku memiliki sifat sedingin ini. Mungkin, mungkin kau bisa mengatakannya dengan mudah." Sakura menyeringai pelan sambil menatap rendah Naruto.
"Tapi aku takkan pernah memaafkanmu bila kau mengatakannya sampai dua kali, Sakura."
Tatapan mengejek Sakura kini telah luntur. Mulu5t mungilnya terbuka kecil, ingin mengatakan sesuatu yang tak kalah sarkastiknya. Tapi, ia tak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Seluruh emosinya serasa diserap oleh iris sapphire milik pemuda tersebut.
"Bagaimana pun juga, sekarang tak ada kata "kamu" dan "aku". Sekarang ini hanya ada kata "kita" walau kita belum menikah, Sakura."
Sakura tertegun. Bahkan, kini napasnya tercekat dengan sempurna. Namun buru-buru ia buang jauh-jauh kalimat Naruto dari memorinya.
"Apa kau punya hobi mencampuri privasi orang, Naruto." Tanya Sakura dengan nada sarkastik yang sengaja ia perlihatkan.
"Begitulah, apalagi, orang itu adalah calon istriku." Jawabnya sambil memberikan cengiran khas miliknya.
Lagi. Wajah Sakura merona dengan cepat. Ia benci saat-saat seperti ini. Karena menurutnya ia terlihat amat lemah, dan, ia tak ingin hal itu terjadi.
"Menurutmu, apa yang kau dapat dari sebuah hubungan?"
Tanya Sakura sambil menatap kolam renang yang berada di hadapannya. Naruto tersenyum miring. Ia kemudian mengelus pelan pucuk kepala Sakura degan lembut. Tentu saja hal ini membuat Sakura risih, tapi, gadis itu memilih diam saja dan menerima perlakuan Naruto.
"Bagimu?" tanya balik Naruto yang disusul oleh kekehan kecil darinya.
"Saat kita menyayagi atau menyukai orang terlalu dalam hanya rasa sakit yang kita dapatkan." Jawab Sakura.
Elusan yang awalnya berada di pucuk kepala Sakura kini turun untuk membelai pipi Sakura dengan lembut. Pandagan Naruto pun juga ikut melembut. Ditariknya sebuah cengiran.
"Mungkin kau benar. Tidak. Kau memang benar. Kau tak salah akan hal itu, tapi, aku yakin dalam sebuah hubungan lebih banyak perasaan bahagia, bukan begitu?"
Sakura tertegun. Dadanya terasa bergemuruh dan kedua netranya terasa panas. Sakura menggigit pelan bibir bagian bawahnya, ia tak peduli dengan lipstick yang menempel di bibir ranumnya.
"Karena kebahagiaan itu kau takkan membenci sebuah hubungan. Kurasa aku tak terlalu membenci pertunangan ini. Malahan aku menyukainya. Karena orang itu adalah kamu Sakura-chan."
"Baka."
"Apa kau membenciku?" tanya Naruto tiba-tiba. Tatapannya kini begitu intens terhadap Sakura. Membuat gadis musim semi itu menahan napasnya.
Sakura menggeleng lemah. Naruto menyeringai pelan melihat reaksi Sakura yang terlihat manis di matanya.
"Lalu, apakah kau membenciku?"
Sakura diam. Ia sama sekali tak menggeleng atau pun menganggukkan kepalanya.
"Kurasa aku tak membenci..." gumamnya pelan dan lirih.
Naruto langsung memeluknya lembut. Sakura dapat merasakan hangatnya tubuh tunangannya. Dekapan Naruto makin mengerat. Sakura sama sekali tak menolak. Namun ia juga tak membalas. Tapi, bagi Naruto, itu sudah cukup.
"Kenapa kau bersikeras masuk ke dalam kehidupanku?" Naruto dapat merasakan detak jantung Sakura yang bergemuruh. Ia diam saja dan meletakkan dagunya di pucuk kepala Sakura.
"Apa karena aku tunanganmu? Apa karena aku calon istrimu? Apa karena aku ibu dari anak-anakmu di masa depan?" tanya Sakura bertubi-tubi. Dadanya terasa panas. Matanya pun juga terasa panas.
"Bukan. Aku melakukannya. Karena kau adalah Haruno Sakura. Gadis yang baru saja aku temui. Ternyata dialah tunanganku. Dan aku telah jatuh cinta padanya hari ini, di bawah pohon sakura yang bermekaran."
Mendengar hal itu Sakura menarik ujung bibirnya untuk membuat lengkungan. Ia mendengus geli pelan. "Itu bodoh sekali."
"Aku tahu."
"Apa kau masih tak mau menceritakannya padaku."
Tubuh Sakura kembali menegang. Tatapan matanya kini menjadi sendu. Kedua tangannya mengepal kuat.
"Begitulah."
"Sakura, saat kau berusaha memendam semuanya ulurkan saja tanganmu padaku, katakan saja apa keinginanmu padaku. Kau dapat mempercayaiku."
Sakura menjauh tubuhnya dari Naruto. Memandang kedua iris sapphire milik Naruto. Sakura langsung terbius oleh pesonanya. Sapphire bak samudra luas dan dalam, kini tengah menatapnya begitu dalam dan intens.
"Kenapa kau melakukannya sampai sejauh itu?"
"Aku melakukannya bukan karena kau ingin membuatmu jatuh cinta padaku, tapi, aku melakukannya karena aku menyukaimu. Karena, mungkin saja di masa depan aku menunggu dan menginginkanku untuk menyelamatkanmu."
"Dasar baka."
Naruto terkekeh pelan melihat wajah Sakura yang sedikit merona. Padahal wajahnya juga merona karena kalimat yang barusa ia lontarkan tanpa berpikir dulu.
Keheningan kembali menemani mereka berdua. Terlihat anak Adam dan Hawa kini sedang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Apa kau yakin akan menikahiku setelah mengetahui semua rahasiaku?"
"Tentu saja."
"Aku ini orangnya keras kepala dan aku yakin kau tak akan tahan denganku."
"Tenang saja, kau sudah seperti Kaa-chan-ku kok, jadi aku sudah kebal."
"Aku orangnya cerewet."
"Itu artinya kau perhatian kepadaku, Sakura-chan. Lagipula rumah akan sepi kalau tak mendengar celotehanmu."
Sakura menghela nafas pelan. Sepertinya ia memang tak punya pilihan lain selain percaya kepadanya.
"Sakura-chan." Panggil Naruto dengan nada serius yang membuat jantung Sakura berdetak abnormal.
"Apa?" tanyanya dengan nada ketus terselip.
"Aku menyukaimu."
Tentu saja Sakura langsung membelalakkan kedua matanya. Tak percaya denan kalimat yang barusa ia dengar. Pipinya kembali memerah hanya karena kalimat gombal dari pemuda blonde di hadapannya.
"Percayalah padaku. Jangan memikul beban itu sendirian. Kau masih mempunyaiku yang akan selalu bersamamu sampai maut memisahkan kita. Janjiku seumur hidup."
Tanpa melakukan pinkish swear Sakura dapat mengerti kalau pemuda di hadapannya bersungguh-sungguh dengan kalimatnya.
Sakura hanya diam dan Naruto merengkuh tubuh mungil Sakura ke dalam pelukannya yang hangat. Perasaan hangat memenuhi dada Sakura. Perasaan nyaman dan tentram mengisi seluruh tubuhnya.
"Aku percaya." Batin Sakura sebelum kehangatan ia dapat di keningnya.
XOXOXOXOXOXO
TBC...
XOXOXOXOXOXO
Terima kasih bagi yang mau membaca fic abal dan geje ini. Maafkan saya kalau masih banyak typo. Di sini settingnya Sakura dan Naruto berumur 18 tahun. Masalah Sakura banyak sekali dan tentunya makin membingungkan. Mulai sekarang Mohon bantuannya ya...
