Labirint

Presented by Naurovhy

Disclaimer : Naruto Masashi Kisimoto

Rate : T

Warning : AU, OOC, OC, Typo, Ide pasaran, Alur berantakan , Dll

If you don't like? So, don't read! Happy Reading all

please RnR

Hyuuga Hinata, sekali lagi berdesakan diantara puluhan gadis yang sama dengannya –atau bisa dibilang memiliki kesukaan yang sama dengannya. Datang pagi kesekolah dan mencari posisi paling nyaman untuk melihat si pangeran pujaan.

Tapi pemuda itu bukanlah Prince Charming dengan segudang prestasi, ya dia memang terkenal, hampir seluruh Universitas ini mengenalnya tapi bukan dari hal baik saja melainkan juga dari banyak hal buruk. Dan yang paling menonjol adalah kebiasannya berganti pasangan, hobinya mempermainkan hati gadis-gadis yang mengejarnya. Dibelakang itu ada sederet prestasi buruk lainnya mulai dari membolos, berkelahi, hingga membuat keributan di bangunan temapatnya menimba ilmu ini.

Tapi semua itu tak meurunkan sedikitpun pamornya di mata Hinata, bagi gadis Hyuuga ini, sosok itu adalah segalanya, mataharinya, nafasnya, udaranaya, detakan jantungnya. Pemuda itu adalah senyumannya, tangisannya, kerinduannya.

Ia dapat meningat dengan jelas pertemuannya untuk pertama kali dengan pemuda itu, dan kejadian itu sukses menjerat hatinya pada pesona si Blonde tampan. Kejadian yang sudah terlewat 2 tahun lalu, saat ia pertama kali mempatenkan namanya menjadi salah satu mahasiswi Uiversitas Konoha ini. Saat itu hari terakhir masa orientasi dan karna sekali lagi –warna matanya yang sangat unik. Ia pun menjadi bulan-bulanan objek kejahilan para seniornya dan saat itulah ia melihat pemuda itu dengan gaya acuh kebanggaannya mencegah mereka semua yang hendak mengerjai Hinata untuk yang –entah keberapa kalinya.

Namikaze Naruto, berdiri dengan tangan yang di masukan ke sakunya menghentikan kejahilan mereka dengan kata-kata dinginnya, ia tertawa namun kata-katanya menusuk. Membuat mereka diam seketika dan pergi meninggalkan Hinata.

Saat hendak berterima kasih ia kehilangan sosok pahlawannya itu, pemuda itu langsung pergi tanpa mengatakan apapun. Pergi begitu saja seolah tindakan penyelamatan yang baru saja dilakukannya adalah hal sepele. Tapi Hinata tak menganggapnya seperti itu, tindakan itu membekas penuh arti dalam hatinya.

"Naruto-kun" seseorang berteriak membuyarkan lamunannya, mengnengok kearah gadis yang berteriak tadi dan mendapati sesorang yang sedari tadi ditunggunya tengah memarkirkan mobil kesayangannya.

.

Namikaze Naruto keluar dari mobil Lamborgini kuning-nya, sepatu kulit berwarna coklat muda mengalasi kakinya dari panasnya aspal perkiran, kaos putih pas badan menampilkan dada bidang serta perut sixpacknya, namun tak cukup banyak karna ia juga mengunakan jaket lepis yang senada dengan jeans yang dikenakannya. Pakaian itu menampilkan keindahan warna kulitnya yang sedikit gelap, menonjolkan sisi maskulinnya.

Ia dapat merasakan matahari pagi yang lumayan menyengat saat ia melepas Sunglasess-nya mempertontonkan keindahan sappihirenya pada kerumunan gadis yang sedari tadi menunggunya –selalu, 5 hari dalam seminggu.

Teriakan mereka semakin histeris saat ia menyungingkan senyum alakadarnya pada para fans-grilnya itu. Membuatnya menyeringai mendapati reaksi itu.

Ponselnya bergetar, menandakan sebuah pesan masuk "Jadi siapa?"

Kembali ia menyeringai mendapati pesan yang dikirimkan sahabatnya "Entah, kita lihat saja nanti"

.

Hinata percaya itu hanyalah gossip murahan, rumor yang beredar yang selalu dan selalu bermaksud menjatuhkan nama baik pujaan hatinya.

"Aku sungguh-sungguh Hina, Kau kenal Shion anak ekonomi" Hinata menggangguk menanggapi pertanyaan sahabatnya "Dia adalah salah satu korbannya"

"Tapi tidak mungkin Naruto-kun melakukan hal seperti itu Ino"

"Kau tidak percaya? aku mendegar sendiri dari orangnya Hina"

"Mungkin ia hanya merasa kecewa pada Naruto-kun"

"Ya Tuhan Hinata, Namikaze Naruto itu bukalah pria baik, kau tau ia sangat gemar bergonta-ganti pacar. Dan yang lebih gila lagi aku dengar ia hanya memacari mereka berdasarkan undian. Menurutmu itu tidak keterlaluan?"

"Emmm …." Hinata bimbang, ia memang pernah mendengar rumor itu bahwa Naruto dan sahabat karibnya Sabaku Gaara akan mengumpulkan semua gadis yang mengaku fans-gril sang Namikaze tunggal lalu mengundi nama merek untuk dijadikan pacar pemuda itu. Lalu membuangnya setelah ia bosan atau menemukan pengganti "Aku rasa itu wajar Ino"

"Wajar? kau gila? tidakan itu sangat merendahkan martabat wanita. Aku tidak habis fikir apa yang membuatmu tertarik padanya?" Ino mengeleng-gelengkan kepalannya. Tak habis fikir dengan tingkah pola sahabatnya.

"Kau tau alasanku Ino"

"Ya, tapi tetap saja. Lihatlah tingkahnya selama ini, aku sangat yakin ia tak akan mengingat kejadian itu"

Belum sempat Hinata membalas argumen sahabatnya itu, Morino Ibiki selaku dosen Kalkulusnya sudah memasuki kelas dan melulai pelajarannya, membuat mereka mau tidak mau harus menghentikan obrolan mereka.

.

.

"Tidak ada yang menarik" Naruto menaruh kembali beberapa foto yang disodorkan Gaara padanya.

"Kau yakin? aku rasa mereka lumayan" Gaara sedikit heran dengan selera sahabatnya ini, gadis-gadis ini lebih dari cukup jika kategorinya adalah cantik

Naruto mengengkat bahunya acuh, "Kau tertarik? ambil saja" katanya sekan menawarkan baju.

"Tidak" jujur mereka memang cantik tapi buka selera Gaara, karna hati pewaris Sabaku Corp. itu telah tertambat pada gadis lain, gadis yang mungkin tak pernah meyadarinya.

"Lihat" Ucap Naruto antusias "Kau sendiri tak berminat apalagi aku?" ia mencibir

"Tapi mereka kan sesuai dengan semua mainanmu selama ini" Gaara balas mencibir

"Sial, aku tidak pernah main-main dengan mereka" balas Naruto

"Hn" Gaara menyerngit mendengar jawaban itu

"Hanya saja aku tak pernah serius … hahahahahaa" tawa dari pemuda pirang itu membahana seisi ruang olahraga ini, membuat Gaara memutar jadenya mendengar jawaban semena-mena sahabatnya.

"Sudah aku mau ke kelas" Gaara mulai beranjak, Naruto hanya balas mengangguk.

Ia malas mengikuti kelas pagi ini, pelajaran pertamanya akan diisi oleh Umino Iruka, dosen yang sepertinya sudah merangkap orang tua bagi Naruto. Orang itu selalu saja membuat Naruto kewalahan dengan segala tindakannya, bukannya Naruto tidak berani melawan hanya saja ia tak ingin melawan Iruka adalah satu-satunya guru yang ia hormati di Universitas ini.

Maka ia pun keluar dari ruang olah raga itu dan berjalan tanpa arah menelusuri koridor panjang di gedung berlantai 6 ini. 'Sekaian menebarkan pesonaku' batinnya, tapi bukannya menebarkan pesona justru ia yang terpaku melihat pemandangan di halaman belakang bangunan ini.

Taman itu kecil hanya ada sebuah bangku dan beberapa pohon Willow yang menanungin namun diperindah dengan sebuah airmancur yang berbinar-binar tertimpa sinar matahari. Tapi bukanlah pancuran itu yang menarik perhatian Naruto, melainkan seorag gadis yang tengah duduk di bangku itu, sebuah kuas ditangannya dan didepannya kanvas berukuran sedang yang kini mulai berubah menjadi sebuah lukisan. Naruto tak dapat melihat parasnya, hanya surai gelapnya yang dapat ia lihat tapi entah mengapa hal itu membuatnya sangat tertarik.

Cukup lama ia memandanginya, kemudian ia mengeluarkan ponsel pintarnya dan mengambil beberapa gambar gadis itu. Mendapatkan apa yang ia mau lalu tersenyum puas dan beranjak pergi. Mood-nya benar-benar bagus hari ini.

.

.

.

"Dia? kenapa?" Gaara berbicara saat Naruto dengan tanpa permisi berkunjung ke apartemennya malam itu.

"Entah, aku merasa tertarik saja. Kau kenal dia Gaara-chan?" dan sebuah stik Playstation menghantam kepalanya setelah menambahkan nama Gaara dengan suffix –chan

"Tidak" jawab Gaara beranjak menuju kulkas besarnya dan mengambil 2 kaleng soda untuk mereka

Naruto masih mengusap kepalanya saat Gaara menyodorkan minuman itu. "Tapi kau mau membantuku kan Gaara?"

"Hentikanlah permainan bodohmu itu Naruto" ia menyesap sodanya dan duduk di atas sofa empuknya

"Aku sedang mencari belahan jiwaku Gaara" Naruto merajuk

"Jangan membuatku tertawa Namikaze-san"

"Aku serius Sabaku-sama"

Mempertimbangkan jawabannya cukup lama, mengetahui tidak ada cara lain selain membantunya, tapi mau sampai kapan Naruto bermain-main seperti ini. Bagaimanapun ia sahabatnya dan Gaara perduli pada mahluk pirang bodoh yang duduk didepannya kini.

"Gaara" Naruto kembali memanggil namun tidak menoleh malah mulai memainkan kembali permainan solonya pada Playstation milik sahabatnya itu.

"Baiklah, tapi dengan satu syarat"

"Heee … sejak kapan kau menjadi pria matre Sabaku-san?"

"Mau tidak?"

"Memangnya kau minta apa?'

"Belum aku pikirkan, nanti akan aku beritahukan padamu"

"Baiklah" kata Naruto mengakhiri negosiasi itu.

.

2 hari kemudian …

"Gadis itu" Naruto menunjuk seseorang yang berlalu di depan mereka "aku yakin dia orangnya" Gadis itu terlihat sedikit terkejut melihatnya, walaupun samar Naruto yakin ia melihat semburat merah di pipi chubby-nya.

"Dia kan …." Gaara menggantung kalimatnya

"Kenapa? kau kenal Gaara?" Naruto berkata antusias, tentu saja Gaara mengenalnya. Gadis bersurai Indigo dengan irish bulan yang sangat familiar dimatanya.

"Gaara" Naruto benar-benar tak sabar menunggu kediaman sahabatnya

"Hinata, namanya Hyuuga Hinata"

"Kau benar-benar mengenalnya?"

"Aku rasa dia salah satu fans-grilmu"

Mendengar kabar terbaru dari sahabatnya itu Naruto tanpa Ba-bi-bu lagi segera menghampiri Hinata.

.

"Hinata" panggilnya

Gadis itu menoleh dan merasakan perutnya kram mengetahiu siapa yang memanggilnya

"Hyuuga Hinata kan?" Naruto mengembangkan senyum 1000 watt-nya, membuat Hinata membeku bagaikan orang bodoh

Tak mendapat jawaban dari lawan bicaranya Naruto merasa aneh, ia yakin gadis itu mendengarnya terbukti dari nafas sang gadis yang mulai memburu. Mengambil inisiatif Naruto sedikit membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Hinata dan menyentuh pipinya. "Kau tak apa?"

Hinata, bermimpi pun tak pernah. Namu kini segala hal itu adalah kenyataan pujaan hatinya menyapanya, malah membelai wajahnya. Hinata dapat merasakan tangan hangat pemuda itu, dapat dengan jelas menatap sapphire indahnya karana pemuda itu –dengan sangat manis mensejajarkan wajahnya dengan Hinata, membuatnya merona kian hebat.

"A … d-daijoubu" Naruto kembali tersenyum mendengar jawaban gadis dihadapannya

Ia memiringkan wajahnya, meresapi irish bulan sang gadis mata itu tampak sangat gelisah, membuat Naruto kembali mengulum senyum "Kau manis sekali Hinata-chan" katanya mencubit pipi chubby Hinata

"A-arigato" sungguh Hinata ingin mengatakan banyak hal bukannya menjadi gadis bodoh seperti ini.

"Boleh aku meminta nomer poselmu? supaya kita bisa saling mengirim pesan?" Naruto berkata seraya mengeluarkan ponsel pintarnya, Hinata masih diam tanpa melakukan apapun "Tidak mau ya?" Naruto membuat wajah kecewa

"Bu-bukan" lalu Hinata memberikan nomer ponselnya pada Naruto. Dan sungguh sangat di sayangkan Ino meneleponnya di saat-saat penting itu memberitahunya jika Kurenai-sensei sudah memasuki kelas.

Sebenarnya Hinata tak ingin, namun ia harus mengakhiri acara pribadinya dengan Naruto.

.

08.00 pm … kediaman Hyuuga.

"Moshi-moshi" Hinata mengangkat panggilan ponselnya awalnya ia sedikit malas mendapati nomer baru yang tertera di layar ponselnya. Namun saat mengira kemungkinan itu adalah nomer Naruto ia menjadi sangat bersemangat.

"Hm, suaramu juga manis ya Hinata-chan" suara itu, Hinata harap ….

"Naruto-kun" tebaknya

"Yap, 100 untukmu Hinata-chan hahahhaa" jika saja … jika saja ia tak dididik sebagai seorang Hyuuga yang selalu tenang dan menjaga sikap mungkin ia sudah melompat-lompat diatas kasurnya saat ini.

"Ada apa?" katanya setelah mampu menangani rasa senangnya

"Tidak ada, hanya ingin mendengar suaramu Hinata-chan, hehehee" Naruto ikut tertawa mendengarnya. Tertawa disertai degupan jantung yang semakin meningkat setiap detiknya.

Mereka mengobrol panjang lebar, Hinata lebih banyak mendengarkan sementara Naruto menceritakan segala pengalamannya. Mulai dari mendaki gunung hingga melakukan diving di pulau pribadinya. Pulau pribadinya –Hinata tak dapat membayangkan seberapa kaya pemuda itu, namun ia tak terlalu heran mendapati kerajaan bisnis Namikaze yang sangat luas cakupannnya.

"Rumahmu yang bergaya tradisional itu ya?"

"Um" Hinata menggangguk seakan Naruto dapat melihatnya

"Besok, boleh aku menjemputmu?" Naruto bertanya

"Eh? apa?" Hinata mendengar, hanya saja ia tak yakin dengan pendengarannya

"Menjemputmu"

"Eng …. tak usah reput-repot Naruto-kun aku …"

"Tidak merepotkanku sama sekali Hinata-chan" potong Naruto

"Begitu?"

"Ya … jadi?"

"Ba-baiklah"

"Bagus, emm … Hinata sebaiknya kau tidur, ini sudah malam" Naruto mengusulkan

"Kau mengantuk Naruto-kun?" Hinata meruntuki pertanyaannya, ia benar-benar terkesan seperti gadis manja yang tidak ingin mengakhiri sambungan ini.

"Hahahaha … Tidak Hime, hanya saja aku takut kau mengantuk ini suda pukul 11 malam"

"Souka?" Hinata sedikit terkejut lalu melihat jam dindingnya, benra saja ini sudah pukul 11 malam. Dan itu berarti ia telah mengobrol dengan Naruto selama 3 jam, sungguh waktu yang tidak terasa. "Baiklah, Jaa nee"

"Jaa" Tuttt … Tuuttt …

Naruto memandangi layar ponselnya yang sudah tak terhubung dengan gadis incarannya tersebut. Menyeringai mendapati kenyataan jika sebentar lagi gadis itu akan menjadi miliknya, dan ia akan memenuhi rasa penasarannya pada sang gadis.

Yang tidak pernah Naruto ketahui adalah jika roda itu berputar, maka tak selamanya segala hal akan berjalan sesuai keinginannya.

.

.

Hinata berbeda, Naruto menyadari itu. Gadis itu tak serta merta menuruti segala keinginannya tidak seperti semua mantan pacarnya dulu. Hinata akan menentangnya jika ia merasa keputusan Naruto tidak benar.

Tapi ego Naruto melarangnya untuk membenarkan kenyataan itu, Dan segala kebodohnnya membawanya ke dalam kehancuran untuk kedua kalinya.

Pesta malam tahun baru yang diadakan oleh kampusnya menjadi malam paling bersejarah bagi hidup si gadis Hyuuga, saat itu ia mendengar dengan sangat jelas jika Naruto mengatakan dirinya hanya bermain-main dengan Hinata, jika … bagaimana mungkin dirinya menyukai Hinata?. Setelah segala hal yang pernah mereka lalui bersama, segala kelembutan Naruto, apakah semua itu dusta? apakah itu hanya kebohongannya?

Dan saat Hinata sekali lagi menyangkal akal sehatnya, menanyakan kebenaran ucapan itu pada si pelaku. yang ia dapatkan adalah kebisuan yang membuatnya semakin kacau.

"Kau …. itu bohongkan Naruto-kun?" suaranya berbeda, suara lembut itu bercampur nada kekecewaan, ketidak percayaan.

Naruto diam tak mampu mengatakan apapun, ia sadar akan sangat memalukan jika ia menyangkal –karna semua itu adalah bkebenaran. Tapi bagaimana pun ia memikirkan ia tak akan sanggup mengatakan kebenaran itu pada Hinata. Tidak akan.

Gadis itu membuatnya merasakan perasaan yang ia kira telah mati, mengobati luka lama yang ia kira tak akan pernah sembuh. Tapi perasaan itu tak cukup kuat, tak cukup untuk Naruto mempertahankan perasaan barunya.

Saat ia ingin berbicara sebuah tamparan telak menghantam wajah tan-nya membuatnya merasakan perasaan panas yang menyengat. Emosinya bangkit. Seumur hidup inilah … inilah pertama kalinya seorang gadis memukul wajahnya. Meredam amarahnya dan menatap wajah gadis yang telah melakukan hal itu.

Naruto terpaku hatinya pilu mendapati Hinata menangis dihadapannya, tak ada sedikitpun isakan dari bibir kecilnya –bibir yang selalu menyungingkan senyum untuk Naruto. Lavendernya basah, berkaca-kaca dan memerah, tapi bahu gadis itu tidak bergetar tidak sedikitpun. Hinata menangis dalam diam seolah ia akan hancur jika melakukan gerakan sidikit saja

.

"Hinata kita harus bicara" Naruto menahan bahunya

Tak menghiraukan Hinata tetap berusaha melanjutkan langkahnya. Ia membenci pemuda itu, mencintai pemuda itu.

"Kuussoooo" Naruto berteriak frustasi mendapati Hinata untuk yang kesekian kalinya menghindarinya, mengabaikannya.

Naruto merindukannya, merindukan Hinatanya, senyumannya, suaranya, kelembutannya, tawanya, kehangatannya, segalanya. Segalanya tentang gadis itu.

Sore ini ia menunggu di parkiran … Untuk apa? Gaara pernah menanyakan hal itu padanya dan ia tak menjawab apapun, lebih tepatnya tak dapat menjawab apapun. Kenapa? ia juga tak tau ia hanya ingin gadis itu tak menjauhinya lagi … ia melihat gadis itu berjalan menuju gerbang namun sebuah sepeda motor melintas dan dipastikan menabraknya. Naruto tanpa berfikir dua kali berlari dan mendorong Hinata, tak tak cukup cepat untuk ikut melemparkan dirinya. Ia terjatuh, menggunakan tangannya sebagai penopang berat badannya sementara, aspal itu menggores telapaknya, mengelupas kulitnya, perlahan namun pasti rasa sakit itu menjalar dalam dirinya. Naruto menringis pelan.

.

Hinata terkejut –sangat. Melihat bagaiana pemuda itu berlari dan mendorongnya dengan sangat tidak sopan. Ia hendak berteriak namun terhalangi saat ia menyadari pemuda itu hanya bermaksud menyelamatkannya, bahkan Hinata dapat melihat dengan jelas bagaimana pemuda itu menggunakan tangan kanannya untuk menopang tubuhnya saat benturan itu terjadi. Setelahnya Hinata dapat melihat merahnya darah dan suara ringisan tertahan.

TBC

Mind to Review ?