Someone Else

Naruto Mashasi Kishimoto

Kiba Inuzuka x Ino Yamanaka

Warning : typo everywhere, cerita pasaran, bahasa amburadul

Kau tahu ? Di dunia ini ada beberapa hal yang tidak bisa kita paksakan. Seberapa keras pun kita berusaha meraihnya, kalau hal itu tidak ditakdirkan untuk kita, kau tetap tak mampu menggapainya.

Satu hal lagi, jangan pernah berpura-pura bahwa kau tidak terluka. Tunjukkan saja kau yang sebenarnya. Biar dia tahu bagaimana seriusnya perasaanmu selama ini.

Sejak awal aku memang selalu memperhatikanmu. Jangan khawatir, semua itu atas kemauanku sendiri, jadi jangan pernah merasa bersalah. Tersenyumlah !

Di Taman belakang sekolah

"Aku menyukaimu !"…

"Aku sungguh-sungguh"..

"Sak-.."

"Aku tahu, kau sudah mengatakannya. Empat kali, terhitung yang tadi.."

"Maka dari itu, kumoh-…"

"Ku mohon berhenti melakukan hal yang sama. Kau sudah mendengar jawabanku sebelumnya kan. Aku tidak akan merubah keputusanku berapa kalipun kau mengungkapkannya !"

Pemuda itu meremas sedikit ujung seragamnya. Kepalanya tertunduk, menatap sepatu birunya yang sedikit berdebu karena jalan yang dilaluinya tadi. Ia enggan menyela kata-kata yang dilontarkan oleh gadis yang sedari tadi berdiri malas di depannya.

"Aku harap kau bisa mengerti ! Jadi….." Jeda sejenak sebelum gadis itu melanjutkan kalimatnya. Ia menghela nafas lelah.

"Berhentilah mengejarku ! "

Dan dengan begitu, si gadis langsung membalikan badan, melangkahkan kaki jenjangnya kemudian meninggalkan pemuda itu sendirian.

...

"Hmm, ditolak lagi ya". Gadis pirang itu bergumam lirih, kemudian berlalu meninggalkan pemandangan yang baru saja dia lihat dari lantai dua gedung sekolahnya itu.

Kringgggg….

Dering bell yang menginterupsi kegiatan siswa-siswi di salah satu Sekolah Menengah Atas kota Konoha itu berdering lantang, menandakan jam istirahat baru saja berakhir.

Seorang pemuda bersurai cokelat berjalan dengan langkah gontai menuju kelasnya. Raut wajahnya tak terbaca, tapi sekali lihat kau bisa tahu jika pemuda itu sedang tidak baik-baik saja. Iris karamelnya bergulir pelan menyusuri setiap inchi ruangan yang baru saja dimasukinya. Ia bisa melihat teman sekelasnya mulai mendudukkan diri satu per satu di kursi masing-masing. Pemuda itu pun mengambil inisiatif yang sama dengan apa yang dilakukan teman-temannya. Mendekat ke bangkunya, ia menghempaskan tubuhnya kasar, sejurus kemudian kepalanya sudah tergolek lemas di atas meja. Ia memejamkan mata, mencoba mengusir kekacuan yang saat ini mendominasi otaknya.

Pemuda bersurai cokelat itu tidak tahu, ada sepasang aquamarine yang sedari tadi menatapnya intens, iris matanya memancarkan kekhawatiran yang nyata.

Pukul tiga sore lewat empat puluh lima menit. Satu persatu siswa mulai meninggalkan area sekolah yang cukup besar itu. Tak terkecuali si pemuda cokelat yang sedari tadi terus berdiam diri di kelas dengan wajah murung. Ia memasukkan semua buku dan alat tulisnya ke dalam tas, asal. Menarik paksa tubuh kakunya agar segera keluar dari tempat memuakkan itu.

Drap…

Drap…

Drap…

Suara derap langkah kaki seorang gadis dengan surai sewarna bunga musim semi itu memenuhi koridor kelas. Ia nampak terburu-buru melangkah, bibir tipisnya memanggil keras nama seseorang yang tengah berjalan santai di depannya.

"Sasu ! Mate !"

Pemuda yang di panggil itu menghentikan langkahnya, tanpa perlu menengok ke belakang pun dia sudah tau siapa yang memanggilnya.

"Huftt, ayo pulang bersama !" Gadis itu melontarkan ajakan pada pemuda yang tadi dipanggilnya sembari menetralkan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Entah karena dia baru saja berlari-lari atau karena hal lain.

"Aku masih ada urusan dengan Naruto, kau duluan saja !" pemuda itu menyahut cuek, wajahnya tak menampakkan ekspresi apapun seperti biasanya, datar. Ia kemudian berjalan lagi meneruskan langkah kakinya..

Gadis merah muda itu menggigit bibir bawahnya keras, emeraldnya menatap nanar punggung pemuda yang baru saja berlalu dari hadapannya. Tangannya mengepal erat, mencoba menahan air yang menggenang di pelupuk matanya agar tidak tumpah.

Seorang gadis bersurai pirang pucat baru saja melangkahkan kakinya menyusuri koridor, ia terlihat santai. Bibir merahnya sesekali mendendangkan lagu yang keluar dari headphone merah yang menyumpal ke dua telinganya. Matanya menatap lurus ke depan. Sejenak kemudian ia menghentikan langkah kaki yang berbalut sneakers merah bata itu. Matanya menangkap dua sejoli yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu. Ia memutar bola matanya, bosan melihat pemandangan yang sama selalui ditemuinya setiap jam pulang sekolah tiba. Lagi-lagi gadis merah jambu itu, dan pemuda dingin bersurai raven yang kemarin-kemarin dilihatnya tengah melakukan adegan yang sama.

Iris biru terangnya berkilat jengah menatap si pemuda raven yang baru saja berlalu dari hadapan gadis pingky itu. Sejurus kemudian dia melangkahkan kakinya kembali menelusuri koridor panjang yang terhubung langsung dengan areal parkir sekolah. "Kenapa tidak menyerah saja!" Gadis itu bergumam lirih, entah pada siapa.

Yamanaka Ino, si gadis pirang pucat dengan gaya rambut pony tail itu baru saja mengacak-acak kesal isi tasnya. Mencari kontak mobil yang sedari tadi terparkir rapi dihadapannya. "Tck, aku ingat menaruhnya di sini tadi pagi. Kenapa tidak ketemu juga sih" gadis itu berdecak sebal, wajahnya terlihat kesal karena belum juga menemukan benda yag sedari tadi dicarinya itu. "Aha, ini dia. Ketemu .." beberapa detik kemudian aquamarinnya berbinar bahagia, tangannya memegang benda yang dari tadi di carinya. Ia tersenyum ceria memasuki mobil hitamnya. Ah perubahan mood yang luar biasa.

Rumah dengan gaya minimalis itu terlihat sepi. Ino baru saja selesai mengganti sneakers merah batanya dengan sandal rumahan dan menaruhnya kembali di rak agar terlihat rapi. Ia membuka pintu bercat cokleat tua itu pelan dan melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

"Tadaima.."

"Okaeri sayang." Seorang pria paruh baya yang terlihat mirip dengannya menyahut dari dalam sembari menampakkan senyum hangatnya.

"Aku tidak tau tousan pulang lebih awal?" Yamanaka muda itu menatap bingung ke arah tousannya. Tidak biasanya ia mendapati tousannya di rumah pada jam-jam seperti ini.

"Pekerjaan tousan selesai lebih cepat sayang. Kemarilah, ada yang ingin tousan bicarakan denganmu!" Kepala keluarga Yamanaka itu melambaikan tangannya, memanggil putri semata wayangnya agar menyusulnya duduk di ruang keluarga

Ino merebahkan tubuhnya asal ke kasur medium size di kamarnya. Pikirannya terus menerus tertuju pada pembicaraan yang baru saja berakhir beberapa menit lalu. Ada rasa yang mengganjal di hatinya. Dia harus melakukan sesuatu.

"Huh, lima hari lagi ya ? Apa boleh buat."

Gadis itu mengulas senyum sejenak, kemudian bangkit dari kasur dan menyambar handuk menuju kamar mandi. Ia perlu mendinginkan tubuhnya, bukan hanya otaknya. Dia harus menyusun rencana matang-matang. Waktunya tidak banyak, hanya lima hari. Atau semua akan berlalu begitu saja tanpa dia bisa berbuat apa-apa. Gadis itu tidak ingin menyesal di kemudian hari.

Ke-esokan harinya (H-4)

Kicau burung yang bertengger di pohon mapel menjadi pemecah heningnya suasana pagi. Yamanaka Ino baru saja menyambar tas selempangnya dan melangkah tergesa menuju lantai bawah rumahnya, tapi dering ponsel yang menandakan ada pesan masuk membuatnya berhenti sejenak di tengah tangga. Ia buru-buru mengambil ponselnya, melihat siapa yang mengirim pesan pagi-pagi begini.

From : Kepala Nanas

Subject : Apa kau sudah berangkat ?

"Oh, Shika. Aku kira siapa."

Jari-jari lentik gadis itu bergerak lincah menekan tombol-tombol keyboard, ia membalas pesan dari pemuda malas yang menjadi sahabatnya sejak dua tahun lalu itu.

To : Kepala Nanas

Subject : Belum. Kenapa ?

Tak sampai satu menit ponselnya berdering kembali. Shika membalas lagi pesan dari Ino.

From : Kepala Nanas

Subject : Bisa berangkat bersama ? Mobilku sedang di bengkel. Aku tidak mungkin menumpang Chouji. Dia pasti memaksaku mengayuh sepedanya. Aku malas.

"Ha ha ha..Dasar !" Kikik geli keluar dari bibir merah berlapis lip gloss milik gadis Yamanaka itu. I tertawa sembari membalas lagi pesan yang dikirim sahabatnya itu.

To : Kepala Nanas

Subject :Haik.. haik.. Aku akan segera kesana. Tunggu aku !

Setelah itu Ino menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas. Dia bergegas menuju mobilnya yang terparkir rapi di garasi rumahnya. Dia tidak perlu repot-repot berpamitan, sebab tousannya sudah meninggalkan rumah sejak pagi buta.

.

.

Mobil hitam metalik berhenti pelan di depan rumah berpagar rendah, tepatnya di kediaman keluarga Nara. Dari dalam rumah keluar seorang pemuda tinggi dengan tampang malas, Shikamaru Nara. Ia berjalan pelan membuka pagar dan menemui gadis pirang yang baru saja turun dari mobilnya.

"Kau yang menyetir" Ino melemparkan kunci mobil pada pemuda nanas itu. Kemudian dia beralih ke kursi samping kemudi dai pintu mobil yang sebelahnya. Sikamaru sendiri hanya mengangguk, terlalu malas untuk menyahut sepertinya.

Beberapa detik kemudian mobil hitam metalik itu sudah berlalu meninggalkan kediaman keluarga Nara.

.

.

Di dalam mobil (selama perjalanan menuju sekolah)

"Ne Shika, tousan kemarin memanggilku.." Gadis itu membuka percakapan, matanya menatap lurus ke depan. "Dia bilang..."

Pemuda bertampang malas itu sedikit tersentak mendengar penuturan gadis yang duduk di sebelahnya itu itu. Ekor matanya melirik sedikit ke samping kemudi, ada sendu yang menggantung di iris matanya.

"Kapan ?" Akhirnya Shika bertanya setelah hening beberapa detik.

"Lima hari lagi".

"Apa Chouji sudah tau ?"

"Belum, kau orang pertama yang ku beri tahu".

"Lalu... Dia..?" Shikamaru sedikit menggantung tanya.

"Mungkin aku akan mulai berbicara padanya, hari ini" Ino menunduk, sedikit tak yakin dengan apa yang dikatakannya.

"Jangan ragu ! Jangan sampai menyesal !" Shikamaru berujar meyakinkan sahabatnya itu. Sebelah tangannnya terulur menggenggam tangan Ino yang bebas.

"Arigatou Shika!" Ino tersenyum tulus menatap sahabatnya itu. Keraguan yang semula membayanginya seketika sirna.

Shikamaru sendiri hanya tersenyum sekilas, ia tidak tau harus bersikap seperti apa. jauh di dalam hatinya ada rasa yang menyiksa apalagi setelah mendengar cerita gadis itu. Ia tak siap jika harus kehilangan gadis pirang itu.

To be continue

.

.

.

.

Remake sedikit. Ini fic bakalan jadi twoshot atau paling panjang tiga chap aja.

pliss, tinggalin review buat fic ini (authore ngarep bgt XD)

saran dan kritik sangat dibutuhkan. thanks atensinya :)