Ansatsu Kyoshitsu © Matsui Yūsei / AU, BL, Typo, positif OOC, dan lain-lain.

.

Mereka berdua tapi satu. Isogai dan Maehara. Seperti dua cawan yang saling berpasangan. Namun jika disuruh memilih, Maehara akan melimpahkan semua yang baik-baik pada Isogai. Dia yang kotor, tak apa. Karena Maehara menyayangi Isogai.

Saat Isogai memecahkan guci di panti asuhan yang mereka tinggali kala itu, ia akan mulai meraung dan menangis terseduh-seduh. Anak manis itu akan mengatakan jika ia tak punya uang untuk mengganti guci yang pecah ketika salah satu anak lain mengacungkan tangan sambil menuduhnya dengan mulut terbuka. Maka Maehara akan maju selangkah dan merentangkan tangan lebar-lebar. Ia akan menjadi pagar yang melindungi tanaman dari musang dan tangan-tangan nakal. Ia akan berteriak dan membela Isogai yang hanya bisa terdiam menyaksikan. Tak apa kalau Maehara yang disalahkan, karena ia menyayangi Isogai.

Bahkan kalau Isogai melakukan kejahatan, Maehara akan tetap berpihak padanya.

Maehara tersenyum. Ketika pikirannya berlabuh jauh sedang yang dilihatnya hanya bayangan kabur dari manusia yang lalu lalang di peron kereta, khayalannya hanya dipenuhi dengan Isogai. Koran yang dipegang hanya dilihat sekejap sebelum terlipat dan dianggurkan di atas paha.

Lima menit sebelum gerbong-gerbong itu berangkat. Maehara yakin Isogai akan terlambat. Matanya terus melirik pergelangan tangan, entah sudah yang ke berapa kali. Semuanya semakin memadat. Sepatu hak tinggi ataupun hak rendah telah melewatinya sampai ia bosan. Isogai lama sekali.

Ia baru akan mengangkat ponsel ketika yang ditunggu tiba-tiba muncul di sampingnya. Tangannya bertumpu di lutut. Pemuda itu barusan berlari entah dari mana, peluhnya terlihat jelas. Pasti bukan suatu yang menyenangkan karena kerutan di dahinya yang tertutup rambut bergoyang masih tercetak jelas. Mungkin kesal, mungkin juga marah. Entahlah.

"Syukurlah." Isogai perlahan mengangkat wajah dan memandang Maehara dengan senyum ceria. "Kukira tak akan sempat."

Maehara berdiri dan mengapit koran dengan sebelah tangan. "Kau jalan kaki?"

Tebakan Maehara meleset. Isogai menggeleng dan menunjukkan dompetnya yang hanya berisi uang receh. "Aku naik taksi di tengah perjalanan."

Tanpa bersapa atau berbincang barang sekejap, pengumuman keberangkatan terdengar di seluruh penjuru stasiun. Isogai lantas berwajah murung, begitu pula Maehara. Raut pura-pura ceria telah dilahap api yang tiba-tiba berkobar dari pengeras suara. Koper ditarik dan diseret dibarengi dengan langkah kaki yang tergesah-gesah.

Isogai bersiap akan menangis. Lengan Maehara diremasnya kuat-kuat ketika sepasang kaki mulai menapak pada lantai benda besi yang meluncur pada rel. Salah satunya berdiri di dalam kereta, menghalangi pintu masuk yang tak dilewati lagi beberapa detik terakhir. Satunya lagi berdiri pada beton yang sejajar, menunduk dan menyembunyikan wajahnya yang nyaris mendekati kesempurnaan.

Tiga puluh detik, Isogai menghitung mundur dalam hati. Lelehan bening sudah menggenang di mata meski sudah ia tahan sebisanya.

Maehara dan Isogai, seperti satu pasang tak kembar yang tak akan saling meninggalkan. Ketika salah satu pecahannya akan terbang jauh ke kota di ujung selatan, pecahan yang lain akan terabaikan dan rusak perlahan. Perpisahan memang tak menyenangkan.

"Jaga dirimu," ucap Maehara. Tangannya mengusap kepala Isogai pelan. Mulutnya tertarik ke atas, membingkai raut wajah yang menyembunyikan kepiluan.

Isogai mendongak dan mengamati wajah Maehara yang terpaut beberapa senti. Ia condong ke depan, memberikan kecupan singkat di pipi tanda perpisahan , lantas berkata pelan, "Kau juga. Jaga dirimu, Maehara."

Dan ketika kereta mulai berjalan, Maehara berteriak lantang, "Aku akan kembali ..."

"... karena aku mencintaimu, Isogai."

END

Dan aku ini nulis apa *hiks*. Jujur nggak tau ini masuk genre apa. Ada yang bisa bantu?

VEE

08-02-16