Entry 8
Beautiful .
.
.
Matahari yang bersinar begitu terik di siang hari membuat suhu udara
meningkat drastis, hingga orang-orang memilih untuk tetap di rumah
atau mendinginkan diri di pertokoan. Berbeda dengan sesosok laki-laki
manis dengan rambut yang sewarna dengan permen kapas yang memilih
untuk berjongkok di pinggiran kolam ikan yang berada di taman itu
tanpa menggunakan topi hingga kulitnya memerah karena panas, keringat
tampak membasahi kausnya namun pemuda itu malah asyik melemparkan
remah-remah roti ke dalam kolam dan terkekeh melihat kepala ikan-ikan
koi yang menyembul untuk memakannya.
"Kalian kelaparan sekali ya? Apa Namjoon hyung tidak memberi kalian
makan lagi? Jangan-jangan dia makan gaji buta."
Setelah remah roti yang dibawanya habis, laki-laki itu berdiri dan
mencoba melemaskan otot-ototnya yang pegal karena terlalu lama
berjongkok. Dia mengedarkan pandangan ke penjuru taman yang sepi, dan
pandangannya jatuh pada seonggok tubuh yang tidur telentang
berbantalkan tas ransel disebuah kursi taman yang berada di bawah
pohon. Laki-laki yang bernama Jimin itu mengerutkan dahinya tidak
senang, bukan karena tubuh itu ditutupi berlembar-lembar kertas, tapi
ransel yang dipakai orang itu untuk tidur adalah ranselnya. Sambil
menyeka keringat yang menetes di pelipisnya, Jimin bergerak mendekati
sosok itu dengan maksud mengambil kembali tasnya. Bibir tebalnya yang
sewarna dengan buah cherry menggumamkan kalimat-kalimat rutukan yang
ditujukan pada sosok yang sudah meniduri tasnya itu. Saat Jimin telah
sampai di samping sosok yang ternyata seorang laki-laki itu, dia
mecoba membangunkannya dengan mengguncang tubuh laki-laki itu
perlahan.
"Hei, permisi, bisakah kau bangun sebentar?"
Tubuh yang diguncangnya tidak bergeming sedikitpun malah laki-laki
itu mulai mendengkur halus. Jimin mulai kehilangan kesabaran, hari ini
begitu panas dan dia ingin segera mengambil tasnya dan pulang ke
rumah, namun laki-laki dihadapannya ini memperlama waktunya. Dengan
kesal Jimin mulai menepuk-nepuk pipi putih laki-laki itu.
"Yakk! Kau mati atau tidur sih?!"
Ucapan Jimin hanya dibalas dengan gumaman tidak jelas laki-laki itu.
Jimin akhirnya melakukan percobaan terakhir untuk membangunkannya,
jika tidak berhasil dia akan menarik paksa ranselnya dari bawah kepala
laki-laki berambut hitam itu. Dia mendekatkan wajahnya sehingga hanya
berjarak beberapa senti saja dari wajah laki-laki berkulit putih
dihadapannya. Diam-diam Jimin memperhatikan lekuk wajah laki-laki yang
terkesan sinis tersebut, rambut hitam acak-acakan, kulit seputih
salju, kacamata berframe hitam tampak membingkai kedua bola matanya,
bibirnya tipis sedikit pucat. Jimin buru-buru menggelengkan kepalanya
agar tidak terpikat, saat dia menggelengkan kepala keringat yang
berada di wajahnya menetes tepat di wajah laki-laki dihadapannya itu,
Jimin menyeringai senang saat laki-laki itu mulai bergerak-gerak tidak
nyaman karena tetesan air(keringat) yang mengenai wajahnya. Buru-buru
Jimin menarik wajahnya, kembali ke posisi semula dan berusaha memasang
wajah sepolos mungkin saat mata laki-laki dihadapannya itu mulai
terbuka.
"Kau siapa?"
"Aku? Aku pemilik ransel yang menjadi bantalmu itu."
"Kau meneteskan air ke wajahku, hah?!"
"Hehe, aku mencoba membangunkanmu dari tadi, jadi aku mengambil air
keran dan mencipratkannya ke wajahmu. Mianhae~~"
Tampaknya ucapan Jimin dipercaya oleh laki-laki itu, karena dia hanya
mengusap wajahnya dengan lengan bajunya dan bangkit dari tidurnya. Dia
mengambil ransel milik Jimin dan menyodorkannya kepada sang pemilik.
Wajahnya menampilkan gurat lelah walau tidak mengurangi ketampanannya.
"Ini, aku kira itu tas yang sudah dibuang karena sudah bulukan sekali."
Ucapan sinis dari laki-laki itu sangat menohok hati Jimin, dia tidak
terima tas kesayangannya dikatai oleh mahkluk yang bahkan tingginya
tidak melebihi tinggi dirinya sendiri. Jadi dia hanya menatap kesal
laki-laki yang kini tampak membereskan kertas-kertas yang berserakan
di sekitarnya. Saat mendongak, laki-laki itu mengerutkan keningnya
heran karena Jimin tidak bergerak sesentipun dari tempatnya berdiri,
dia malah menatapnya dengan kesal sambil memeluk erat ranselnya.
"Kau kenapa masih disana?"
"Kau harus minta maaf, tuan."
"Kenapa aku harus?"
"Karena kau sudah memakai ranselku tanpa izin dan membuatku menunggu
sangat lama dan itu membuatku terlambat pulang dan aku menjadi sangat
kepanasan dan—"
Laki-laki itu menoyor kepala Jimin cukup keras hingga dia mengaduh
kesakitan sambil memejamkan matanya menahan sakit, saat membuka
matanya laki-laki itu menatapnya datar sambil memegang kertas-kertas
di belakang kepalanya.
"Intinya kau ingin aku membalas budi, begitu?"
"Bukannn, aku hanya ingin kau minta maaf karena sudah memakai tasku
dan mengatainya."
"Aku tidak salah. Tas itu tergeletak tanpa pemilik di kursi taman ini,
jadi aku tidak tahu dan itu bukan salahku, lagipula memang
kenyataannya kalau tas itu bulukan."
"Tapi kan gara-gara kau sulit dibangunkan aku jadi terlambat pulang ke
rumah, aku kehausan dan uangku habis, jadi ini juga bukan salahku."
Laki-laki itu menghela napas dan menatap Jimin dari atas hingga bawah
yang memang dipenuhi peluh, bahkan kulitnya sudah memerah karena
terlalu lama terkena panas. Dia mengisyaratkan Jimin untuk
mengikutinya menuju sebuah gerai es krim di dekat taman. Jimin yang
mulanya bingung mulai berbinar saat melihat gerai es krim yang sudah
di depan mata, namun kembali meredup saat dia ingat kalau uangnya
habis.
"Tapi tuan, aku tidak punya uangg dan mana kata maafmu~~"
"Jangan merengek, berhenti memanggilku tuan. Namaku Min Yoongi,
panggil aku Yoongi hyung karena kau tampak sangat muda dan kekanakan."
"Enak saja, umurku sudah 23 tahun asal kau tahu saja!"
"Terserah."
Mereka kini sudah berdiri di depan gerai es krim. Si penjual
tersenyum ramah kepada dua mahkluk mini-mini di depannya sekarang.
Penjual dengan nametag 'Jung Hoseok' tersebut menyodorkan menu es krim
kepada Yoongi sambil tetap tersenyum ramah.
"Jadi, kalian mau pesan apa?"
"Aku pesan es krim rasa mint dengan lelehan coklat. Hei bocah, kau mau
pesan apa? Cepat pilih."
"Kau mentraktirku? Seriusan, hyung?!"
"Cih. Cepat pilih atau aku berubah pikiran."
"Oke, oke. Aku mau two scoop vanilla ice cream with melted dark
chocolate and sour cherry."
"Kau bisa bahasa Inggris, bocah?"
"Sudah aku bilang aku bukan bocah dan namaku PARK JIMIN!."
Hoseok terkekeh gemas melihat tingkah dua orang bertolak belakang di
depannya ini. Yang satu berwajah manis menjurus cantik dengan pipi
gempal bersurai merah muda dan berbibir tebal yang semerah cherry,
kulitnya berwarna kecoklatan yang semakin menambah kesan manis pada
dirinya, baju yang digunakannya tipikal anak kuliahan, kaus lengan
pendek berwarna putih dengan kemeja yang diikat melingkari pinggul
berisinya, ditambah ripped jeans biru dongker dan sneakers merah
putih, tidak lupa dengan tas ransel walau tidak disandangnya,
melainkan dipeluk erat. Kesan yang didapat adalah seorang bocah yang
begitu ceria dan penuh 'warna'.
Tatapan Hoseok beralih kepada sosok 'mini' satu lagi yang kini sedang
mendebat sosok di depannya. Laki-laki itu kebalikan dari Park Jimin,
kalau Jimin memiliki kesan ceria maka Min Yoongi memiliki kesan suram.
Yoongi memiliki rambut hitam kelam yang acak-acakan, kulit putih
pucat, pipi tirus, mata sayu, bibir tipis sedikit pucat, kacamata
berframe hitam, dan tarikan wajahnya terkesan sinis. Pakaian yang
dikenakannya hanyalah kaus abu-abu tua yang ditutupi jaket kulit
berwarna hitam dan celana jeans berwarna biru dpngker, ditambah sepatu
kets berwarna biru tua, tidak lupa dengan kertas-kertas entah apa yang
berada di genggaman tangannya. Suram namun menawan di saat bersamaan.
"Hei, tuan, kami sudah memesan, apa kau tidak akan membuatkan pesanan
kami atau hanya akan menatapku seperti itu?"
Hoseok tersentak karena suara serak Yoongi menyadarkannya. Dia
menggaruk tengkuknya karena Yoongi menatapnya dengan tajam sedangkan
Jimin menatapnya penasaran. Hoseok terbatuk sedikit lalu mengulangi
pesanan dua orang didepannya itu.
"Jadi es krim rasa mint dan rasa vanilla? Apa kalian tidak mau mencoba
paket pasangan? Kalian bisa dapat setengah harga."
"Tidak perlu. Kami bukan pasangan dan aku masih mampu untuk membayar
dua es krim walau bocah ini berusaha mengurasku."
"Hyung, kau sendiri yang menyuruhku memilih dan lagi kau tidak sopan,
hyung. Maafkan dia ya emm—Hoseok-ssi."
Hoseok hanya menganggukkan kepala sambil kembali tersenyum ramah, dia
mulai membuat pesanan dua pelanggan 'unik'nya itu sambil
menggeleng-gelengkan kepala saat mendengar mereka mulai berdebat
kembali, kalau tidak salah tadi laki-laki bersurai merah muda dan
bersuara melengking itu menyebut-nyebut soal tas.
'Aku tidak percaya kalau mereka bukan pasangan. Huh, dasar anak zaman sekarang.'
Setelah menunggu selama 15 menit akhirnya pesanan mereka datang dan
Yoongi membayar kedua es krim tersebut dengan wajah masam. Dia memilih
untuk duduk di salah satu kursi panjang yang berada di bawah pohon di
sebelah gerai es krim. Disana Jimin sedang asyik melahap es krimnya
dengan wajah bahagia. Setelah menghempaskan badannya disamping Jimin,
Yoongi menatap wajahnya tanpa berkedip saat objek yang dilihatnya
sedang mempoutkan bibir karena es krimnya belepotan di wajahnya. Wajah
itu begitu polos dan cute yang benar-benar tidak mencermikan pemuda
berusia 23 tahun.
"Es krim itu dibuat untuk dimakan pakai mulut, bukan untuk dioleskan
ke wajah dan jarimu, bocah. Dasar jorok."
"Jangan mengajakku berdebat lagi, hyung, aku sedang bahagia sekarang.
Arrgghh, kenapa es krim ini begitu lengket!"
Pada awalnya Yoongi memilih masa bodoh sambil tetap memakan es
krimnya dan sesekali menuliskan beberapa kata di kertas-kertas yang
berada di tangannya. Lama kelamaan dia risih juga karena Jimin begitu
rusuh memakan es krim, bagaimana tidak setiap dia melahap es krim
pasti ada saja yang menempel di bibir atau pipinya dan tangannya
bergerak-gerak untuk menghapusnya.
"Apa kau tidak bisa tenang, hah?!"
"Kenapa kau sensi sekali, hyung? Yang makan ini kan aku bukan kau."
"Kalau begitu, kau habiskan es krimmu dan biarkan saja belepotan,
tidak usah kau hapus, lalu katakan padaku kalau sudah selesai."
"Tapi ini lengket~~"
"Dengarkan saja kata-kataku, bocah."
Jimin menggerutu pelan tapi menuruti perintah Yoongi, dia kembali
memakan es krimnya, kali ini lebih tenang karena dia membiarkan es
krim itu belepotan di pipi dan bibirnya. Setelah habis, Jimin
buru-buru membuang cone es krim ditangannya dan berbalik menghadap
Yoongi dengan tampang memelas.
"Hyung, es krimku sudah habis. Jadi aku bisa membersihkan wajahku ya?"
"Hm. Tunggu sebentar."
Jimin mengerjapkan matanya bingung saat Yoongi pergi entah kemana.
Perhatiannya teralih kepada tumpukan kertas yang berada di sebelhanya.
Penasaran Jimin mengintip kata-kata yang tertulis disana. Ternyata itu
adalah lembaran kertas yang berisikan beberapa bait kata yang begitu
indah bagi Jimin walau dia tidak tahu itu kata untuk apa, meski begitu
dia tetap asyik membaca tiap baris kata-kata tersebut hingga tidak
menyadari kedatangan Yoongi.
"Dongakkan kepalamu."
"Huh?"
Jimin tersentak kaget, refleks dia mendongakkan kepalanya dan sebuah
benda basah mengenai kulit pipinya. Didepannya, seorang Min Yoongi
yang selalu berkata sinis kepadanya sejak pertama mereka bertemu
sekitar 2 jam yang lalu, kini sedang mengelap wajahnya dengan lembut
menggunakan sapu tangan miliknya yang dibasahi air. Jimin terpaku
melihat betapa seriusnya wajah Yoongi dengan telaten membersihkan
wajah dan tangannya. Tangan Jimin tanpa sadar terulur membetulkan
letak kacamata Yoongi yang merosot, aksinya membuat mereka berdua
terpaku dan untuk pertama kalinya dua pasang mata mereka benar-benar
bertemu pandang, saling mengagumi bola mata masing-masing. Namun
Yoongi buru-buru menarik tangannya dari wajah Jimin dan sedikit
menjauhkan diri darinya, semburat kemerahan muncul di pipi
masing-masing.
"Ah, itu wajahmu sudah bersih."
"O-oh, terima kasih, hyung."
Yoongi dengan canggung duduk kembali di sebelah Jimin yang
menundukkan kepalanya mencoba mentralisir detak jantungnya yang
berpacu. Suasana diantara mereka menjadi canggung, dengan ragu-ragu
Yoongi mengambil salah satu kertas miliknya dan berpura-pura membaca.
Mereka bertahan di posisi itu selama beberapa menit, namun Jimin yang
tidak tahan mencoba mencairkan suasana.
"Emm, hyung, itu di kertasmu puisi ya?"
"Ap—Oh, bukan, ini lirik lagu buatanku."
"Benarkah? Woah, itu sangat bagus, hyung. Sudah lama kau buat ya?"
"Apanya?"
"Itu, lirik lagumu yang ada di tumpukan paling atas."
"Ooh, tidak, aku baru saja membuatnya tadi saat kau sedang makan es krim."
"Eeehhh? Apa judulnya, hyung? Kau pasti terinspirasi dariku kan? Ya kan?"
"Bisa iya bisa tidak."
Jimin terdiam dan menatap Yoongi yang menunjukkan smirk yang tampak
menyebalkan dan tampan di saat bersamaan. Rona merah kembali menyapu
permukaan pipi gempalnya saat Yoongi melanjutkan kata-katanya masih
dengan smirk menyebalkan itu.
"Judul laguku itu adalah 'Beautiful' dan ini baru setengahnya."
It's a beautiful life
Nan neoui gyeote isseulge
It's a beautiful life
Neoui dwie seo isseulge
Beautiful love
Haneurarae neowa issdamyeon
Sumswineungeosmaneurodo joha
It's a beautiful life
Beautiful day
Neoui gieogeseo naega saltende
Beautiful life
Beautiful day
Nae gyeoteseo meomulleojwo
Beautiful my love
Beautiful your heart
It's a beautiful life
(Title: Beautiful , )
"Hei, Park Jimin, aku mempunyai sebuah pengakuan, yaitu aku mengenalmu
sebagai bocah aneh yang selalu berjongkok di pinggir kolam ikan dan
memberi mereka makan setiap matahari sedang terik-teriknya dan itu
sudah terjadi selama sebulan ini."
Napas Jimin tercekat dan mata sipitnya membulat mendengar pengakuan
Yoongi yang terlontar dengan lancar dari belah bibir tipisnya.
Jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendengar tiap patah kata
yang keluar dari belah bibir itu.
"Jadi, tertarik untuk jadi kekasihku? Walau kau baru mengenalku kurang
dari 3 jam dan sudah membuang-buang waktumu untuk pulang ke rumah,
tapi kupastikan akan menggantinya dengan waktu yang lebih berharga."
"H-hyungg—"
"Jawabannya antara ya dan mau."
"Yakk, kau memaksa."
Yoongi hanya mengangkat bahunya santai, berbanding terbalik dengan
keringat dingin yang mulai terjun bebas dari pelipisnya. Hei,
mengutarakan perasaanmu secara lisan tidak semudah menumpahkan
perasaanmu ke dalam secarik kertas. Namun semua rasa gelisah itu
terbayarkan oleh anggukan malu-malu seorang Park Jimin. Tanpa aba-aba
Yoongi meraup bibir tebal Jimin dengan gemas dan terciptalah sebuah
ciuman manis antara dua mahkluk mini bertolak belakang itu. Selang
beberapa menit Yoongi melepaskan tautan mereka dan menyeringai gemas
melihat raut wajah Jimin yang memerah hingga ke telinganya.
"Ingin mengatakan sesuatu tentangku, manis?"
"I-itu, aku memiliki sebuah pengakuan, hyung. Tapi janji jangan marah."
"Katakan saja."
"Pertama, aku berpikir kau mirip dengan es krim yang kumakan tadi,
hyung, putihnya es krim menggambarkan kulitmu, dingin dan manisnya
menggambarkan sikapmu, dark chocolate menggambarkan rambutmu dan
cherry asam melambangkan bibirmu—"
"Waaa, aku terkesan, lalu?"
"N-nah, yang kedua adalah tadi saat aku bilang membangunkanmu dengan
mencipratkan air itu, aku—"
"Ya? Kau kenapa?"
"Itu sebenarnya bukan air keran, t-tapi keringatku, hehehe. Peace, hyung."
Yoongi mencerna semua ucapan Jimin lamat-lamat, dan langsung berlari
menuju keran terdekat untuk mencuci mukanya diiringi dengan seribu
satu umpatan yang terlontar dari bibirnya untuk kekasih barunya yang
manis namun sangat jorok dan menyebalkan itu.
"SIALAAN KAU PARK JIMIN!"
"MIANHAE HYUNGKU SAYANGG!"
Teriakan mereka yang kencang sampai ke gerai es krim yang memang
tidak jauh dari sana. Di sana Hoseok menggeleng-gelengkan kepalanya
sambil mengelap sendok-sendok es krimnya, sebuah cengiran kuda
tercetak di wajahnya saat menyadari bahwa tebakannya tepat.
'Benarkan mereka berpacaran!"
.
.
.
END
