Judul: Blue Heart

Cast: Jimin, Yoongi (Suga) dan lainnya

Genre: Romance, Hurt

Btw, saya bukan army dan ini pertama kali juga bikin cerita dengan pair JiminSuga, kalau ada kesalahan penulisan nama dan tempat saya mohon maaf. Jika ada kemiripan jalan cerita juga saya mohon maaf karena itu sama sekali ga disengaja.

Enjoy!

Ketika kenyataan memaksanya membuka mata.

Yoongi mendapatkan rasa pahit yang teramat sangat di lidahnya.

Rasa pahit yang bila ia telan akan tersangkut ditenggorokkan dan menjelma menjadi rasa sakit.

Nafasnya terasa sulit berpacu.

Ia tidak akan mati sekarang...ia hanya akan kehilangan separuh dirinya.

Hatinya.

Dan cintanya.

Sejak awal Jimin memang tidak pernah menyerahkan hatinya, meski Yoongi berjanji akan menerima seutuhnya. Berjanji, benar-benar berjanji, sungguh berjanji menerima Jimin seutuhnya bersama dengan sisa-sisa rasa sakit yang mungkin akan menular padanya.

Yoongi tak keberatan walau hati Jimin hanya tinggal kepingan. Ia akan berusaha menyusunnya kembali dan melengkapi dengan kepingan hatinya sendiri.

Tapi nyatanya Jimin tidak tertarik. Entah berapa lama pemuda itu bersahabat dengan rasa sakit hingga memilih untuk tetap mempertahankannya. Semanis apa pun ketulusan yang Yoongi tawarkan, Jimin sama sekali tidak tergiur.

"Jangan pergi Jimin-ah." Yoongi tak ingin melepasnya, sungguh ia tak ingin melepas tangan Jimin.

Ia tak ingin ini menjadi kali terakhir menggenggam tangan Jimin.

Rasanya berat untuk tidak menundu,kan kepala, sosok pemuda dihadapannya menjadi lebih menakutkan daripada badai yang melanda. Badai yang akan pergi setelah meluluh-lantakkan isi hatinya.

"Maaf, Yoongi-yah."

Dengan perasaan hancur Yoongi menatap tangan Jimin yang pelan-pelan membebaskan diri, mencampakan begitu saja uluran tangannya. Nafas tercekat, nada yang bersembunyi kala Jimin membawa dirinya berlari tepat setelah genggaman tangan mereka terlepas, menghilang dibalik derasnya hujan dengan membawa separuh hati Yoongi yang bahkan mungkin tak kan pernah disadarinya.

"Jimin-ah..."

Dan langit mendapatkan teman dihari kelabu ini...seorang lelaki manis yang terisak diiringi suara derai hujan.

. . .

Sebuah asap pesawat membelah langit ibu kota tepat ketika siang menjelang, disusul dengan suara bising burung besi yang menjadi ciri khas kawasan bandar udara. Sebuah mobil mewah dari brand ternama benua biru menepi di depan pintu masuk bandara, berjajar dengan kendaraan lain seperti taksi atau bus yang menjemput penumpang. Seorang supir berlari kecil untuk membukakan pintu bagi penumpangnya yang duduk di jok belakang, sosok pria bertubuh tinggi dan mengenakan setelan formal serta tatanan rambut yang rapi. Keduanya berjalan –sang supir berjalan dibelakang, tentu saja─ melewati pintu masuk bandara dan langsung mengedarkan pandangan untuk mencari sosok yang menjadi tujuan mereka datang, menjemputnya.

"Jimin-ah!" panggil Chanyeol ─sang pria tinggi─ saat mendapati sosok yang dicarinya tengah duduk di kursi tunggu seraya memainkan ponsel.

Pria lain bernama Jimin itu menoleh pada sang pemanggil yang saat ini tengah melambaikan tangan memintanya datang. Jimin langsung berdiri dan menghampiri Chanyeol seraya menyeret kopornya.

"Maafkan aku datang terlambat, rapatnya berlangsung lebih lama dari perkiraan." Chanyeol menepuk pundak Jimin "Apa kau ingin kita makan siang terlebih dahulu? Kau sudah makan?"

"Tidak apa, Hyung. Aku sudah makan selagi menunggumu datang." Jimin mengikuti langkah Chanyeol yang mulai membawanya menuju pintu keluar sementara kopornya ia biarkan ditangani oleh supir "Aku langsung menuju resto terdekat sesampainya disini, makanan pesawat tidak membuatku kenyang sama sekali."

"Ah, sayang sekali kita tidak bisa makan siang bersama. Lagi pula mengapa Yoochun-hyung memintamu untuk langsung datang ke rumah sakit setibanya dari Amerika, dia bahkan tidak membiarkan adiknya istirahat terlebih dulu."

"Itu bukan masalah, hyung. Aku hanya duduk selama perjalanan, aku tidak selelah itu." Jimin menyikut pelan pinggang Chanyeol.

"Yaudah kalau begitu, kita langsung jalan?" Jimin hanya mengangguk dan memasuki mobil bersama Chanyeol duduk di jok belakang.

Mobil meninggalkan kawasan bandara dan memasuki jalan utama. Dalam pandangan Jimin yang telah meninggalkan Korea Selatan selama delapan tahun untuk menempuh pendidikan bisnis di Harvard, Seoul tidak banyak berubah...tetap kota metropolitan padat penduduk yang dilambangakan dengan bertambahnya gedung pencakar langit serta bangunan ber-arsitektur unik dan tidak biasa.

"Bagaimana? Sangat merindukan Seoul rupanya." Tanya Chanyeol yang menyadari kalau Jimin sangat menikmati pemandangan yang mereka lewati dari jendela.

Jimin hanya tersenyum tipis sambil mengangguk, beberapa gedung terlewati sampai akhirnya ia terpaku menatap sebuah gedung sekolah, sekolah menengah atas lebih tepatnya, tempat ia menimba ilmu delapan tahun lalu. Meski hanya beberapa detik namun mampu menarik kembali sebuah kenangan yang sangat membekas baik dihati maupun pikirannya.

Ia masih dapat merasakan hangatnya tangan pemuda itu dihari ketika ia meninggalkannya.

Aroma hujan juga isak tangis yang masih coba ia lupakan hingga detik ini.

Dan itu sulit.

"Kita sudah sampai, Jimin-ah."

Suara Chanyeol memaksa Jimin meninggalkan kenangannya sejenak untuk memandang kedepan dan menemukan sebuah gedung yang merupakan rumah sakit milik keluarganya, keluarga Park. Rumah Sakit Park Soo-jong, salah satu rumah sakit terbesar dan terlengkap di Korea Selatan, memiliki beberapa cabang di kota besar lain seperti Busan dan Daegu, departemen serta fasilitas terbaik dibidangnya masing-masing.

Di rumah sakit inilah Jimin akan memulai kesehariannya sebagai Direktur Utama.

"Aku sudah meminta salah seorang dari jajaran direksi untuk membawamu berkeliling dan bertatap muka dengan karyawan lain, termasuk beberapa dokter senior. Aku sudah lapar dan akan langsung mendatangi kafetaria, tidak apa bukan kalau aku tidak ikut?"

Jimin mengangguk mantap "Tidak masalah, hyung."

"Bagus kalau begitu." Kemudian Chanyeol menepis rambut blonde Jimin yang nyaris menutupi kening "Model dan warnanya terlalu urakan, besok kau harus sudah merapikannya."

"...all right." Jawabnya lesu. Ia suka model dan warnanya ngomong-ngomong.

Beberapa orang, lebih tepatnya pria paruh baya dan beberapa dokter senior menyambut kedatangan mereka. Setelah basa-basi dan perbincangan singkat, Chanyeol pamit meninggalkan Jimin bersama petinggi rumah sakit lain untuk menjemput makan siangnya di kafetaria.

Jimin menghela nafas berat menatap bangunan dihadapannya, ia bukannya tidak siap untuk ini. Penerus keluarga Park memang dididik untuk meneruskan bisnis keluarga, hanya saja pemuda itulah yang membuatnya merasa kurang siap...ini Seoul dan mereka bisa bertemu kapan saja, dimana saja. Jimin tidak siap...ia tidak siap untuk menghadapi penyesalan terbesarnya.

"Lewat sini, Park-sajangnim."

Pria tersebut mengangguk kecil dan mengenakan kacamata hitamnya, tidak ada alasan khusus untuk itu, hanya ingin. Mumpung tidak ada Chanyeol yang sudah pasti tidak akan mengijinkannya, orang asia itu telalu kaku menurut Jimin.

Memasuki gedung rumah sakit, Jimin disambut oleh pemandangan yang cukup indah, modern dan yang terpenting bersih, sangat sangat bersih. Jika ia menengadah, Jimin akan menemukan sebuah monitor layar datar berukuran besar menggantung dilangit-langit, menampilkan acara kesehatan mengenai gaya hidup sehat yang dipandu oleh seorang dokter, dokter laki-laki berparas menawan dengan doe-eyes dan kulit putih bersih yang membuatnya nampak bagaikan boneka porselen.

Mereka berencana membawa Jimin ke-ruang rapat dimana para petinggi lain telah siap menyambutnya. Ruangan tersebut berada dilantai lima dan mengharuskannya menggunakan eskalator untuk sampai ke sana, beberapa orang sempat menyarankan untuk menggunakan lift, namun Jimin menolak dengan alasan ingin mengamati lingkungan rumah sakit dari atas. Sesampainya di lantai lima yang baru ia ketahui juga merupakan lantai bagi Departemen Kesehatan Anak-anak, Jimin dipandu melewati lorong karena ruang yang dituju berada sedikit lebih ke dalam.

"Ayo, ayo! Kita jemput Dokter Min!"

"Aku ikut! Aku ikut!"

"Ayo cepat!"

Suara melengking dan nyaring khas anak-anak menyapa indera pendengaran Jimin dan membuatnya menoleh kebelakang. Beberapa anak berpakaian pasien berlari kecil kearahnya ─lalu melewatinya dan memasuki sebuah ruangan tak jauh didepan Jimin, dasar anak-anak memang tidak pernah peduli sekitar, mengetuk pintunya saja asal-asalan.

"Mari, sajangnim."

"Ah, baik."

Jimin kembali menatap kedepan dan melangkah, ia melihat pintu itu terbuka, dua orang anak menampakan diri dari dalam disusul oleh sosok dewasa mengenakan jas putih seorang dokter yang menggandeng seorang balita dan dibelakangnya ada tiga anak lain dengan sengaja mendorongnya, memintanya berjalan lebih cepat.

"Aku tahu, aku tahu. Pelan-pelan saja nanti jatuh."

"Tidak mau! Ayo lewat sini, Dokter Sugar."

Kempok dokter muda dan anak-anak itu melewati Jimin setelah sang dokter sempat menundukan kepala, nampaknya ia menyadari para senior dihadapannya. Suara tawa sang dokter terdengar merdu dan menjadi suara paling indah yang didengar Jimin hari ini. Pandangan keduanya saling berbenturan, meski hanya beberapa detik Jimin dapat melihat sepasang mutiara hitam milik sang dokter, yang baru ia sadari pula ternyata sangat menarik.

Setelah itu Jimin melepas kaca mata hitamnya dan tersenyum tipis.

.

Yoongi memandang foto kelulusannya saat SMA, selembar foto lama yang sengaja ia letakkan dibawah kaca yang melapisi meja kerjanya, ia memang suka meletakan foto kenangannya disana, ada juga foto bersama kedua orang tuanya, bersama rekan sesama pekerja medis juga fotonya berdua bersama Baekhyun, sahabatnya sejak kuliah yang kini juga menjadi rekan kerjanya, hanya saja Baekhyun bergelut dibidang Kardiovaskuler (Jantung). Ngomong-ngomong ini sudah lama sejak terakhir kali ia memandang intens foto kelulusannya tersebut, dan perhatiannya langsung terpaku pada sosok yang berdiri dibarisan tengah, Park Jimin. Entah bagaimana kabar pemuda itu sekarang, terakhir kali Yoongi tahu, Jimin melanjutkan pendidikannya di Amerika.

Sejak Jimin memilih meninggalkannya saat hari hujan, mereka tak pernah lagi bertegur sapa padahal jelas-jelas statusnya saat itu adalah kekasih Jimin. Sesungguhnya Yoongi sadar kalau Jimin mengajaknya berhubungan hanya untuk melupakan perasaanya pada Taemin, sahabatnya sejak kecil yang juga ia sukai diam-diam. Yoongi tahu betapa hancurnya hati Jimin ketika sahabat sejak kecilnya itu memutuskan untuk berpacaran dengan Minho, karena itu tanpa pikir panjang ia menerima perasaan Jimin dan menjadi kekasihnya.

Sama halnya dengan Jimin yang mengalami cinta bertepuk sebelah tangan dengan Taemin, Yoongi mengalaminya dengan Jimin sendiri. Ia telah menyukai Jimin sejak lama, tanpa berani mengutarakannya karena pemuda itu jelas-jelas menaruh perhatian lebih pada teman kecilnya.

Namun semuanya berakhir ketika Jimin melepaskan tangannya ketika hujan dihari itu, delapan tahun lalu.

Ia tahu kalau usahanya selama ini sia-sia. Usahanya untuk membuat Jimin melupakan Taemin sama sekali tidak ada guna nya. Tak peduli seberapa besarnya ia mencintai pemuda itu, Jimin tidak tersentuh sedikit pun.

Kenangan delapan tahun lalu yang tidak pernah ia lupakan.

Saat dimana ia benar-benar menyukai seseorang dan orang itu mencampakannya begitu saja.

Suara getar ponsel meruntuhkan lamunan Yoongi. Diambilnya ponsel dari dalam saku jas dokternya untuk membaca pesan yang masuk, pesan dari Baekhyun.

From: Baekhyun

Hari ini direktur yang baru akan datang. Chanyeol bilang itu adalah adik sepupunya.

"Oh, benar juga." Gumam Yoongi menyimpan kembali ponselnya dalam saku.

Kekasih sahabatnya itu merupakan anggota keluarga yang memiliki rumah sakit ini, Park Chanyeol namanya. Hanya saja Chanyeol-hyung, begitu Yoongi memanggilnya, tidak bekerja di rumah sakit ini melainkan mengurus perusahannya yang lain. Keluarga Park itu salah satu yang terkaya di Korea Selatan, memiliki lebih dari satu perusahan dengan bidang yang berbeda, belum lagi cabang-cabangnya itu.

"Haha, direktur yang baru itu tidak mungkin Park Jimin bukan." Guraunya yang kemudian berdiri dan melangkah menuju pintu. Hari ini jadwalnya membacakan cerita untuk para pasien anak-anak.

Namun belum sempat ia menggapai gagang pintu, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras, kemudian benda itu terbuka dan munculah beberapa anak yang merupakan pasiennya.

"Dokter Min selamat siang." Sapa beberapa anak dengan riang.

"Dokter Syugar." Kali ini yang bersuara adalah balita laki-laki bernama Haeji yang telah lebih dulu menarik jasnya.

"Ah, kalian mengapa kemari? Bukankah sudah kubilang jangan meninggalkan kamar?"

"Tidak dokter, kami hanya ingin menjemputmu lagi pula tidak jauh bukan."

Yoongi berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak-anak, ia mengusap kepala Haeji yang mana balita itu masih saja sibuk menghisap ibu jari kanannya.

"Baiklah aku mengerti." Yoongi meraih tangan Haeji agar balita itu tak lagi menghisap ibu jarinya, sekalian untuk menggandengnya karena ia yang paling kecil "Ayo kita kembali ke kamar dan membaca cerita, apa kalian sudah memilih judulnya?"

"Sudah, Dokter Sugar." Jawab anak-anak secara serempak. Yoongi terkekeh geli mendengar panggilan kesayangan mereka untuknya.

"Ayo kita pergi." Yoongi berdiri dan membuka pintu, dua anak keluar lebih dulu lalu ia melangkah keluar sambil menggandeng Haeji sementara tiga anak lain mendorongnya dibelakang menginginkan agar ia berjalan lebih cepat.

Sepertinya sudah tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Dokter Sugar kesayangan mereka.

"Aku tahu, aku tahu. Pelan-pelan saja nanti jatuh."

"Tidak mau! Ayo lewat sini, Dokter Sugar."

Yoongi berjalan sambil mengawasi anak-anak takut jika nanti ada yang tersandung atau apa, tapi ia menyadari kalau didepannya para petinggi rumah sakit tengah berjalan ke arah yang berlawanan. Ia pun dengan sopan menundukkan kepala sebelum mengiring anak-anak agar berjalan lebih kepinggir memberikan jalan bagi para petinggi untuk lebih leluasa melangkah.

Saat akhinya mereka berpapasan, perhatian Yoongi teralih untuk beberapa detik pada seorang pemuda yang melangkah diatara para petinggi. Bersurai blonde sedikit ikal yang terkesan sedikit urakan, matanya tidak terlihat karena pemuda itu mengenakan kacamata hitam.

Untuk apa pula kacamata hitam didalam rumah sakit?

Entahlah.

Yoong memilih melanjutkan perjalannya bersama anak-anak, sambil sesekali tertawa melihat wajah imut mereka.

Sesampainya dikamar pasien, Yoongi meminta anak-anak yang menjemputnya untuk kembali ke ranjang masing-masing. Khusus untuk Haeji, ia perlu membantunya karena anak itu tidak bisa melakukannya sendiri. Dikamar ini, dikamar pasien yang telah dihiasi berbagai ornamen ceria khas anak kecil seperti tirai motif Mickey Mouse, tempelan dinding berbentuk bintang warna-warni dan benda lain yang membuat kamar ini terkesan meriah, telah dihuni oleh delapan orang anak, jadi yang menjemput Yoongi tadi belum semuanya.

"Nah, apakah kalian sudah duduk manis di tempat tidur masing-masing?" ucap Yoongi seraya menarik kursi dan membawanya ketengah ruangan dimana ia akan duduk agar lebih mudah didengar oleh semua anak.

"Sudah Dokter Sugar!"

"Bagus!" Yoongi jadi terbawa suasana dan menjawab dengan semangat begitu mendengar seruan anak-anak "Ceria hari ini berjudul Serigala dan Tiga Babi Kecil! Yeeay!"

Semuanya bertepuk tangan sebelum akhirnya sang Dokter Sugar mulai membacakan cerita, perawat wanita yang mengawasi mereka dan turut mendengarkan cerita hanya tertawa melihat sikap Yoongi yang sangat mudah berbaur dengan anak-anak.

Biasanya meluangkan waktu untuk pasien anak-anak kesayangannya dapat menghabiskan setidaknya 45 menit dalam sekali pertemuan, namun untuk hari ini baru hanya 20 menit terlewat ketika Yoongi baru saja selesai membacakan ceritanya, Sandeul yang merupakan rekan sekaligus teman dalam departemen yang sama, datang untuk menjemputnya karena Dokter Shin, salah seorang doktor senior, memerintahkan mereka untuk berkumpul diruang kerja karena pimpinan direksi hendak memperkenalkan direktur mereka yang baru.

"Anak-anak, aku akan kembali lagi nanti." Seru Yoongi yang lalu berlari kecil menyusul Sandeul setelah berpamitan pada perawat yang mengawasi anak-anak.

Sesampainya di kantor, telah berkumpul rekannya yang lain. Ada Nayeon, Minhyun, Changsub dan Seulgi. Lengkap enam orang bila ditambah Sandeul dan dirinya.

"Apa mereka belum tiba?" tanya Yoongi sedikit tersengal.

"Belum, mereka belum─" ucapan Changsub tiba-tiba saja berhenti dan langsung menepuk pundak Yoongi agar pemuda itu segera menempatkan diri diantara mereka.

Yoongi yang menyadari hal tersebut segera mengambil tempat diantara Changsub dan Seulgi, lalu segera membungkuk hormat bersama yang lain saat Dokter Shin datang.

Begitu Yoongi menegakkan tubuh, bertepatan dengan terdengarnya suara langkah kaki lain yang memasuki ruangan. Sosok itu hadir dan tanpa diinginkan langsung menarik perhatian Yoongi sepenuhnya. Bukan karena wajahnya yang rupawan, bukan karena rambut blondenya yang menarik perhatian atau pun pakaian mahal yang digunakannya.

Tapi karena sosok itu adalah...

"Rekan sekaligus anak didikku sekalian. Perkenalkan, beliau adalah direktur baru kita yang menjabat mulai hari ini."

Sosok itu membalas tatapan Yoongi sambil tersenyum tipis.

"Direktur Park Jimin."

.

TBC