First fic from me..

Osu~

Saya author baru disini..

/heh

Miyu-chan desu~

Yoroshiku onegaishimasu.!

.

Humph, untuk yang pertama Miyu mau angkat dari Vocaloid. Sedikit based on real story juga sih..

Riwayat sebelumnya cuma jadi reader pasif, tapi setelah melihat kesaktian (?) para senpai malah jadi tertarik untuk buat sendiri. Soalnya kadang gak puas sama fic discontinued atau ending fail.

.

Yaaah, bukan maksud diri lebih baik sih, ini hanya curahan hati seorang reader..

#PLAK

.

Perkenalan disambung nanti.

Silahkan dinikmati~

Warning : Fict ampas dan meragukan. Don't like don't read.

Disclaimer : Vocaloid © Yamaha, and other companies © UTAUloid ©

.

Watashi ni Kasei o Misete (Tunjukkan Mars Padaku).

.

Chapter 1 : Rutinitas, Awal yang Membosankan.

.

.

.

Ini adalah kisah masa mudaku. Kisah yang bahkan aku tidak tahu apakah harus kusyukuri atau kusesali. Hei-hei, bukan berarti aku sudah tua. Dan jangan samakan aku dengan karakter protagonis di anime fantasy atau karakter game RPG, aku tidak mempunyai keahlian super. Ya, anggap saja hidupku ini adalah hidup dengan keseharian yang biasa.

.

.

.

Oke kuralat, hidupku ini terlalu biasa bahkan oleh kebanyakan orang. Membosankan kan?

.

Aku mengawali hari dengan sarapan, pergi ke sekolah lalu belajar di sana hingga jam pulang dan kembali ke rumah untuk kemudian mengulangi hal yang sama keesokan harinya. Yah, walau sebenarnya aku sudah tidak peduli lagi dengan pelajaran membosankan di sekolah sih. Hei, diriku tidak sedang menyombongkan diri disini, jadi jauhkan pandangan aneh kalian itu.

.

Salah satu keseharianku yang sulit untuk dilewatkan adalah mengunjungi konbini di seberang sekolahku hanya sekedar untuk membeli sekaleng minuman bersoda. Apa? Kalian bilang itu tidak sehat? Tsk, persetan dengan itu. Ayolah aku sudah mengkonsumsi ini sejak dua minggu terakhir dan itu tidaklah buruk.

"Konnichiwa, Len-kun."

Ah, ini dia salah satu alasan utama aku memasuki konbini ini.

"Len-kun?"

Seperti biasa,wajahnya selalu memancarkan cahaya bak mentari. Oke, itu kalimat yang berlebihan. Siapa yang menambah jumlah lampu disini?! Silau tau!

.

"Oi Len-kun?! Kau sehat?"

"Yup, aku tidak pernah sesehat ini," jawabku reflek, namun masih belum bergerak.

"Ayolah, jangan kesurupan di sini," katanya dengan nada yang...

Ah,walau aku mengerti itu nada yang pekat unsur kesal, tetapi entah kenapa itu terdengar 'mengundang' di telingaku. Jangan menyebutku mesum, ini hal wajar bagi remaja dalam masa pubertas.

.

Wait, aku berpikiran apa?

.

"Ah sudahlah, terserahmu mau apa. Tetapi setidaknya jangan halangi pintu masuk."

"Iya deh iyaaa aku paham, Miku. Jangan cerewet," balasku tak kalah judes.

"Siapa yang kau sebut cerewet hah?!" Oke, aku dapat melihat dark aura disekelilingnya. Oops, tsun-tsun Miku mulai keluar.

.

Ohoho. Aku tau cara untuk menang disituasi ini.

"Hontou ni gomennasai ne, Hime-sama~" kataku sambil memasang posisi bersujud.

"E-eh apa-apaan kau ini?!" Ucapnya dengan ekspresi yang...

Ah, kuserahkan saja pada imajinasi kalian.

.

Suara bisik-bisik mulai terdengar dari seisi konbini.

"Hei lihatlah, pemuda itu sampai dipaksa bersujud di kaki perempuan itu."

"Heh, dasar remaja zaman sekarang."

"Pssst...pssst...pssst." Yah, walau bagaimanapun sifat gossip para ibu-ibu di sekitar sini memang yang terbaik, terutama untuk hal seperti ini. Nice job madam.

.

Aku yakin muka Miku pasti sudah memerah berat. Walau kuharap itu bukan memerah karena nafsu membunuh sih.

"L-Len ayolah bangun, malu tauuu."

"Tidak mau," jawabku langsung.

"Jadi maumu apa?!" Yak, dia mulai kesal. Setauku jika kugoda lebih jauh lagi dia akan marah dan aku akan bernasib sama seperti temanku yang dilemparnya keluar konbini hingga membentur tong sampah di luar bangunan ini tiga hari yang lalu.

.

Catatan penting untuk kalian : jangan main-main dengan Hatsune Miku, walaupun dia siswi tahun pertama di SMA, dia adalah bendahara OSIS pada periode kami. Kekejamannya (oke, mungkin kata 'brutal' lebih cocok) pada hal berbau keuangan menjadikan program OSIS tahun ini sukses melebihi generasi sebelumnya. Bahkan namanya sendiri lebih populer daripada ketua OSIS. Tetapi ada hal yang hanya aku seorang yang mengetahui tentang rahasia seorang Hatsune Miku, dibalik sifat blak-blakan dan super tegasnya,dia lemah pada godaan seperti yang kulakukan tadi.

.

Tolong jangan bertanya dulu bagaimana aku bisa tau kelemahannya karena mau bagaimanapun, Miku masih bertanya apa mauku.

.

"Ya baiklah aku berdiri, dasar pecinta negi," ucapku sarkastik dan memilih mengalah dengan mulai berdiri dari posisi bersujudku tadi.

"Apa katamu pisang shota?!"

.

Twitch...!

.

Guratan urat empat siku muncul di kepalaku.

"SIAPA YANG KAU SEBUT SHOTA?!" Teriakku.

"Hei-hei jangan ribut di sini, kalau kalian mau melanjutkannya silahkan di luar saja," tegur seseorang dari belakangku. Eh? Kalau tidak salah itu kepala staff di konbini ini. Atau mungkin manager? Ah entahlah, tapi apapun itu berarti dia yang bertanggungjawab atas kelangsungan bisnis ini. Dengan kata lain, dia atasannya Miku.

.

"Jadi bagaimana? Kalian ingin melanjutkannya?" Tanya sang kepala staff (atau mungkin manager?) di sini.

"Ehehehe, hontou ni gomennasai ne oji-san," balasku gugup. Sial, aura intimidasi pria ini luar biasa.

"Dan kau, Miku? Masih ingin melanjutkannya?" Kini giliran Miku yang 'diintrogasi'.

"Tidak," tegasnya begitu saja. Hei Miku, kau tidak takut dengan atasanmu sendiri ya?

Ah, mungkin sikap selalu tenangnya itu menjadi nilai tambah baginya sebagai salah satu pentolan sekolah kami.

.

"KALAU BEGITU BUBAR SEKARANG!" Amuk sang –ah apapun itu– nya Miku.

"SIAP PAK!" Balas kami bersamaan. Yah, mungkin memang suatu saat nanti kami bisa akur.

.

Orang tadi pergi dari hadapan kami, sepertinya dia orang yang memiliki banyak urusan.

"Baiklah, aku akan mencari minumanku yang biasa dulu," ucapku lalu mulai berkeliling.

"Minuman itu sudah habis kemarin dan kami belum membeli stock yang sama hingga minggu depan."

"Eh?"

"Yang kau minum siang lalu adalah yang terakhir."

.

JDUAAAR..!

.

Perkataannya membuatku syok.

"Jadi untuk apa aku ke sini?" Jawabku sambil meratapi nasib di pojokan kosong terdekat.

"Hei ayolah, jangan murung begitu. Masih banyak minuman yang lain."

"Jangan menghiburku sekarang, Miku. Kau tidak tau esensi dibalik minuman itu. Rasanya aku bisa melayang dan gembira walau hanya minum satu teguk."

"Tunggu, kenapa aku merasa seperti mendengarkan penjelasan orang yang habis merasakan ekstasi?" Herannya.

"Hah, lupakan. Aku pulang saja karena minuman it – AH INI DIA!" Teriakku bersemangat karena menemukan satu kaleng terakhir di bagian paling pojok lemari pendingin.

"Kau menemukannya?Baguslah, sekarang kemari dan bayar lalu pulanglah," seperti biasa,dia selalu begini kalau soal penagihan dana.

"Hn," jawabku singkat lalu mulai berjalan menuju tempatnya berada-kasir.

.

Aku mulai berjingkrak gembira menuju kasir tempatnya bekerja. Namun..

.

"Eh? Loh kok? Uangku mana?!" Oke aku mulai kembali shock.

"Ara-ara Len-kun, jadi kau ke sini tanpa membawa uang ya? Hm?"

"Umm... Sepertinya uangku terjatuh saat perjalanan kemari," elakku gugup, padahal aku baru ingat kalau jatah uang saku milikku minggu ini sudah habis untuk membayar tagihan kas kelas yang sudah menggunung.

"Waaah berarti kau tidak bisa membelinya ya? Aku prihatin."

.

APA-APAAN TAMPANG INNOCENT ITU?!

.

Oke, sepertinya dia mau balas dendam padaku.

"Permisi, apakah kau ingin membeli minuman itu?" Tegur seorang pria berambut pink (sangat aneh menurutku) dan memakai kacamata yang sepertinya pelanggan di sini juga.

"Silahkan saja, Tuan~" respon Miku dengan nada yang dibuat imut.

"Hueee Miku! Jangan begitu, tolong perbolehkan aku berhutang di sini atau setidaknya pinjamkan aku uaaang," rengekku memelas.

"Maaf saja ya Len-kun, dalam dunia jual-beli, pembeli adalah raja. Dan karena kau tidak membeli, maka aku hanya melayani pembeli yang sebenarnya. Jadi cepat berikan itu pada tuan ini."

.

Catatan penting hari ini : jangan pernah berdebat masalah keuangan dengan Miku karena dunianya berbeda kalau menyangkut hal ini.

.

Maka dengan pasrah aku memberikan minuman kaleng itu pada sesosok tukang tikung (?) disebelahku.

Hah~

.

"Maaf ya, sahabatku di luar sedang kehausan dan aku harus membelikannya minuman sebagai sahabat yang baik," ucap sang tukang tikung (?).

"Kau dengar itu, Miku? Sebagai sahabat yang baik harusnya kau membelikanku minuman."

"Oh ya? Lalu bagaimana dengan 'sahabat yang baik tidak akan mempermalukan di depan keramaian dengan cara bersujud sehingga menebar gossip dan merusak nama baik'?" Oke,dia memang berniat balas saja kau Miku.

.

.

.

Hemph..

Sepertinya aku sedang sial berat hari ini. Perjalanan pulangku menuju rumah terasa kosong tanpa sekaleng penuh air karboksinasi itu.

.

Jalanan yang sama. Gang yang sama. Bahkan suasana rumahku masih sama seperti saat kutinggal pergi.

.

"Tadaima," salamku. Lagi-lagi kosong. Sepertinya Kaa-san akan lembur hari ini. Ah biarlah, dia memang selalu lembur jika hari rabu dan kamis.

.

.

.

Tunggu dulu...

BUKANNYA INI HARI SELASA?! Yah, kalau begitu pasti dia dapat tugas tambahan atau mendadak. Wajar sih, namanya juga pegawai baru.

.

Kalau dia tidak ada, berarti makan malam kali ini tidak ada.

AAAH..! Berapa sial nasibku hari ini. Bisakah ini jadi lebih buruk?

.

Aku menjatuhkan diriku pada kehangatan (yah,walau kenyataannya dingin) futon di kamarku, melemaskan otot-otot tubuh dan mengatur napas. Tanpa terasa, mataku mulai terpejam. Entah mengapa rasanya aku sangat mengantuk, padahal ini masih jam empat sore. Ah biarlah, toh aku juga sedang kosong.

"Hmmm." Aku menggeram ketika aku merasakan sensasi seperti ada tangan yang memegang erat kakiku.

Eh? Tunggu dulu..!

TANGAN?!

.

.

.

To be Continued.

.

.

.

.

*Kicep

ASTAGA INI AMPAS BANGET.!

Yah, mau gimana lagi, Miyu bingung gimana cara buat awalan yang bagus.

Haaaah, tapi nantinya bakal usaha buat yang lebih bagus kok.

.

Jangan lupa kritik dan sarannya ya minna..

.

Ja ne