REALIES

"Oke… bilang AAA…"

"AAAA~"

Plash!

"Sekali lagi ya. Wajahnya yang ceria! 1, 2, 3, AAA…"

"AAAA~"

Plash!

Sore yang cerah, cocok sekali untuk pemotertan. Namaku Kuchiki Rukia, siswi senior di Seireitei Gakuen. Meski harus mulai belajar lebih giat untuk persiapan ujian kelulusan nanti, aku tetap tidak menolak jika ada tawaran untuk jadi model pemotretan. Aku bukan model professional, ini pun kulakukan hanya karena aku suka.

Foto kali ini pun hanya untuk mengisi halaman fashion di majalah. Oke, majalah nasional yang cukup terkenal. Meski pernah ditawari untuk jadi model sampul, aku menolak karena terlalu mencolok. Aku tak terlalu ingin banyak yang tahu profesiku sambilanku ini. Profesi utamaku ya jadi pelajar, tentu saja!

Lokasi pemotretan kali ini berada di pusat kota Seireitei, city-walk yang selalu ramai oleh anak-anak muda untuk melepas penat di sore hari. Untuk hari ini mungkin tempat ini akan ramai hingga malam, ini kan Sabtu malam.

"Kalian berdua, terimakasih atas kerjasamanya. Hasilnya bisa kalian lihat awal bulan depan," ucap fotografer kami sambil lalu. Dia melambaikan tangan dan pergi ke sisi lain city-walk ini untuk melihat pemotretan yang lain.

Oh, ya! Aku bilang kami karena aku tadi berfoto bersama temanku, Hinamori Momo. Momo satu sekolah denganku dan dia sahabatku yang sangat bisa diandalkan. Karena tubuh kami yang mungil, kami sering dipasangkan untuk pemotretan. Fashion yang sering kami kenakan saat difoto kebanyakan bertema fresh atau lolita. Kata produser itu sangat cocok untuk kami –fresh dan lolita maksudku. Jika ada mode baru kami sudah pasti bakal jadi langganan untuk mengisi halaman fashion yang berjudul 'Fresshion'. Selain tema yang benar-benar hidup aku sendiri pernah jadi model untuk fashion gothic. Dan hasilnya lumayan.

"Momo… aku mau pulang. Ngantuk.." rajukku.

"Tunggu sebentar Rukia. Rangiku-senpai belum selesai. Dia akan mengantar kita nanti," kata Momo sambil memperhatikan sisi lain city-walk tempat rangiku-senpai melakukan pemotretan. Kulempar pandanganku keseberang jalan yang lenggang, lampu lalu lintas sedang merah rupanya. Ada seorang pemuda berambut nyentrik senyentrik bajuku –orange, sedang berjalan lambat-lambat menyeberang jalan. Dan, oh.. ini buruk ada pengemudi ugal-ugalan dari arah berlawanan dengan lampu lalu lintas. Pengemudi itu gila! Ini kan jalan satu arah!

Entah apa yang merasuki ku, aku mendapati diriku berlari kea rah pemuda berambut nyentrik tadi dan ku lemparkan tubuhku sekuat mungkin kearahnya!

"Awas!" gawat! Tidak akan sempat, ini mustahil!

Dan… BRAAAK!

.

.

Disc : BLEACH © TITE KUBO

WARNING! : AU, OOC, typo, susunan kalimat kacau, etc, etc.

REALIES

"Awas!"

BRAAAK!

Suaranya benar-benar keras dan mengerikan. Rukia merasa seluruh tubuhnya mati rasa. Sempat ia berfikir mungkinkah dia akan segera melihat malaikat? Tapi ternyata masih belum waktunya bertemu malaikat karena dia masih dengan jelas mendengar suara Momo dan suara-suara yang lain. Dan sekonyolnya rasa sakit mulai merambat keseluruh tulangnya.

"Rukia sadarlah!" itu suara Momo. Perlahan Rukia berusaha membuka kelopak matanya.

"Aduh.. pusing…" erangnya sambil berusaha banggun dibantu beberapa kru pemotertan. Disela-sela rasa pening yang mendera kepalanya Rukia ingat tadi dia menolong sesorang. Kemana orang itu?

"Tuan Muda, Anda tidak apa-apa?" Rukia melihat beberapa orang bertubuh tegap dan berjas hitam nampak cemas mengerubungi pemuda yang tadi dia tubruk. Pemuda itu terlihat agak sempoyongan, tapi masih sanggup berjalan untuk menjauh dari lokasi yang membuatnya nyaris meregang nyawa. Atau patah tulang paling tidak.

Pemuda itu terus berjalan secepat yang ia bisa, dan orang-orang berpakaian serba hitam itu masih mengikutinya dari belakang. Apa dia orang penting, tanya Rukia dalam hati. Dilihat dari manapun pria-pria berjas hitam itu nampak seperti bodyguard. Menyaksikan kejadian langka itu membuat Rukia lupa dengan rasa sakitnya.

Sesaat kemudian Rukia dengan jelas melihat salah seorang bodyguard –walau Rukia sendiri tak yakin mereka bodyguard atau hanya model foto- tadi berlari tergopoh-gopoh ke arahnya.

"Nona! Anda tak apa-apa kan? Terimakasih telah menolong Tuan Muda," pria berjas itu membungkuk dalam. Ooo… rupanya pemuda tadi memang orang penting. 'Tuan Muda' katanya.

"E..eee.. Eh! Aku baik-baik saja.." gugup Rukia.

"Baiklah. Kalau begitu saya permisi, nona," setelah membungkuk pria itu pun berlalu sambil setengah berlari.

"Huh! Apa-apaan penuda itu. Oke, kalau dia orang kaya dan terkenal, tapi dia sama sekali tidak tahu sopan santun. Harusnya dia yang berterimakasih bukan bodyguardnya!" celetuk Rangiku plus nyerocos.

"Sudahlah, senpai. Kita antar Rukia ke rumah sakit dulu. Takutnya ada yang patah," Momo berusaha membantu Rukia berdiri bersama beberapa kru.

"Baiklah. Kuantar ke rumah sakit. Tapi awas, kalau dia berani muncul lagi! Kupatahkan lehernya!" sungut Rangiku berjalan kearah mobilnya. Dibelakangnya Momo dan seorang penata rias memapah Rukia. Rukia terlalu linglung untuk mencerna apa yang teman-temannya bicarakan. Padahal tadi dia masih tersenyum ke arah kamera, tapi sekarang dia akan pergi ke rumah sakit.

Saat menengok ke belekang –ke tempat ia mendarat tadi tepatnya-, Rukia melihat beberapa sepeda ambruk, berantakan. Rupanya dia tadi mendarat di area parkir sepeda. Pantas sakitnya bukan main.

.

.

.

"Aku benar-benar tidak apa-apa kok. Hanya sedikit memar dan nyeri, janagn terlalu khawatir Momo," Rukia berusaha menjelaskan kepada sahabatnya yang sedari tadi terus khawatir karena Rukia nekat masuk sekolah setelah insiden kemarin, bahwa dirinya 'memang' baik-baik saja. Tidak ada perban atau obat merah, yang ada hanya salep pereda nyeri.

"Kau yakin?" Momo masih tidak percaya kalau Rukia baik-baik saja. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri seberapa keras Rukia melemparkan dirinya ke arah pemuda tak tahu diri itu, dan kemudian menabrak belasan sepeda yang terparkir rapi. Itu pasti sakit sekali! Terutama saat membentur sepeda-seped yang tentu saja bkan terbuat dari bahan yang empuk.

"Sangat yakin! Lagi pula sayang kan kalau aku harus bolos, kita sudah kelas 3. Selain akan ketinggalan pelajaran-pelajaran penting, aku tidak ingin ada keterangan izin tidak mengikuti pelajaran di laporan hasil belajarku nanti," cerocos Rukia dengan sikap dewasa yang dibuat-buat, yang malah terlihat konyol.

"Ada-ada saja! Omonganmu sok sekali. Sekarang aku yakin kau baik-baik saja," ucapa Momo dengan wajah yang juga dibuat sok dewasa, tapi berhubung dia sedang menhahan tawa, tampang terlihat lebih konyol dari Rukia. "Kalau begitu akau duluan ya! Aku piket hari ini. Sampai nanti!"

"Sampai nanti!" Rukia melambaikan tangannya ke Momo yang sudah mulai berlari memasuki gedung sekolah.

Seireitei Gakuen. Adalah sekolah terbaik di Seireitei dan satu-satunya sekolah yang sudah bertaraf internasional di kota ini. Memang bukan sekolah nomor satu di Jepang, tapi paling tidak masih berada diperingkat 10 besar. Dahulunya ini sekolah khusus putri, namun semanjak 6 tahun yang lalu sekolah ini mulai menerima siswa laki-laki. Dan sekarang jumlah siswa laki-laki dan perempuan sudah bisa dibilang seimbang.

Seireitei sendiri adalah kota yang cukup besar dan maju yang terletak di daerah pantai. Pantai di Seireitei sangat indah dan ombaknya bagus untuk berselancar, rata-rata panatinya terkenal hingga manca negara.

Rukia sendiri bukan penduduk asli di sini. Rukia berasal dari kota besar dan maju bernama Karakura. Disanalah keluarga besarnya berada. Sebenarnya segala sesuatu yang ada di Karakura jauh lebih baik di banding di sekolah peringkat pertama se-Jepang pun ada di sana.

Selain menyukai laut, tujuan Rukia bersekolah di Seireitei adalah untuk mengurangi rasa terkekangnya ketika berada di kota kelahirannya, Karakura. Di sana terlalu banyak orang yang tahu tentang dia, dan ada banyak pengawal dari keluarganya tersebar di sepenjuru kota. Rukia sering merasa tak nyaman setiap pergi keluar bersama teman-temannya.

Di Seireitei, yang lumayan jauh dari Karakura, Rukia bisa sedikit menemukan kebebasan dan rasa nyaman. Meski tak dipungkiri masih ada beberapa pengawal keluarganya yang berkeliaran hanya untuk memastikan Rukia baik-baik saja. Paling tidak jumlahnya tak sebanyak di Karakura.

Di sini hampir tak ada yang tahu identitas asli Rukia, termasuk Momo. Momo bukan orang yang rewel tentang asal-usul seseorang. Saat Rukia keceplosan berkata bahwa kakaknya memiliki seorang pengawal yang sangat kaku, Momo hanya menanggapi dengan 'Ya, ampun! Apa pengawal kakakmu itu persendiannya sudah mati?' lalu tertawa lepas. Hanya itu saja, -tanggapan dari Momo maksudnya. Dan tanggapan yang 'hanya itu saja'lah Rukia merasa tenang. Kalau seandainya dia keceplosan di depan Rangiku sudah pasti lain lagi ceritanya. Senpai-nya itu pasti akan membombardirnya dengan puluhan-deret pertanyaan.

.

.

.

"Hari ini Black Devils akan mengadakan konser, kau mau nonton?" ucap seorang siswi kelas Rukia kepada kepada siswi lain. Ini sudah memasuki jam istirahat pertama, yang biasanya hanya dimanfaatkan para siswa untuk ngobrol. Kecuali untuk mereka yang sudah cukup lapar dan akan segera menyerbu kantin yang masih lumayan sepi saat istirahat pertama.

"Huwaaa! Di mana? Aku mau nonton!" histeris seorang siswi lain.

"Tapi… tiketnya pasti mahal," keluh siswi yang lain lagi. Rukia hanya mendengarkan sambil lalu obrolan temannya itu. Jujur Rukia kurang tahu mengenai band-band lokal, itu pun jika Black Devils –atau apalah namanya- memang sebuah band. Mungkin saja itu grup vokal! Rukia tidak tahu, dia lebih suka musik barat.

"Tidak. Tiketnya tidak begitu mahal, karena ini untuk promosi album," Senna berkata dengan bangga, entah apa yang membuatnya bangga. Mungkin karena dia merasa paling update soal band tersebut.

"Sungguh?" girang siswi lain.

"Rukia-chan mau ikut nonton?" tanya Nel menawari, karena dari tadi Rukia hanya diam menontoni teman-temannya.

"Eh! Aku? Eee.. Bagaimana ya?" gagap Rukia.

"Ikut saja! Kau jarang kan pergi nonotn konser," Senna menimpali.

"Tapi… aku tidak tahu band yang sedang kalian bicarakan," kata Rukia terlalu berterus terang yang berefek pada diamnya Senna, Nel, Soi Fon, dan beberapa siswi lain.

"Yah… memang seperti itulah dirimu. Kami bisa maklum kok," ucap Soi Fon sambil mengelus bahu Rukia seolah Rukia adalah gadis yang benar-benar culun dan ketinggalan zaman, diikuti tatapan iba oelah yang lain. Yang tentu saja dibalas Rukia dengan tatapan –jangan-keterlaluan-aku-tidak-separah-itu-.

Dan ucapan-ucapan iba berdatangan dari teman-teman Rukia. Reaksi Rukia hanya wajah tertekuk dan tatapan dongkol. Dan terus seperti itu hingga jam pelajaran selanjutnya dimulai.

.

.

.

Bel pulang sekolah. Tak ada yang lebih indah untuk kau dengar ketika rasa suntuk akibat pelajaran terakhir yang selalu terasa dijejalkan paksa ke dalam otak. Tuntut aku kalau kau tidak setuju!

Meski kegiatan klub menanti di luar ruang kelas, mereka tidak ambil pusing soal itu. Bukankah klub yang mereka ikuti adalah klub yang mereka sukai? Oh, tidak ternyata bagi bebrapa siswa yang mendapat masalah dengan klub mereka.

Merasa dirinya juga harus bersiap-siap pergi ruang 'Student Council' alias Ruang OSIS, Rukia segera membereskan buku-bukanya. "Rukia-san! Gawat! Di-diaa... ada di sini dan dia mencarimu." Rukia hanya mengangkat sebelah aliasnya, tak mengerti dengan apa yang di ucapkan laki-laki bermata sayu yang merupakan salah satu dari temannya yang menjabat sebagai pengurus OSIS : Yamada Hanatarou, bagian Kesehatan dan Kualitas Jasmani. Untuk bagian 'Kualitas Jasmani' Rukia sedikit sanksi dengannya. Lihat saja tubuhnya, sama sekali tak ada kesan berkualitas, taraf sehat wal afiat pun sepertinya Hanatarou belum sampai.

Dari pada itu ada hal yang lebih mengusik pikirannya, "Kamu ngomong apa sih? Dia itu siapa? Tolong diperjelas."

"Di-di-dia... i-itu.. aa... Ku-"

"Kyaaaaa! Black Devils!"

Telinga Rukia berdenging. Itu tadi seperti suara seluruh siswi di sekolahnya. Rukia hanya merutuki apa pun yang membuat para gadis itu berteriak sambil memukul telinganya untuk meredakan sensasi berdenging yang menyakitkan. Tatapannya terarah ke Hanatarou untuk menuntut penjelasan lebih lanjut tentang 'Dia'. Tapi niatnya langsung kandas dan berubah menjadi tatapan iba saat melihat Hanatarou yang memang sejak tadi masih berdiri di luar pintu kelas Rukia –mereka beda kelas-, terseret oleh... apa ya? Di mata Rukia seluruh kerumunan di koridor depan kelasnya terlihat seperti... entahlah... sulit dijelaskan.

Dengan berbekal rasa penasaran Rukia berjalan menuju pintu kelasnya untuk sekedar melihat apa atau siapa yang membuat kegaduhan di sekolahnya. Karena itulah tugasnya. Kuchiki Rukia, sekretaris OSIS merangkap bagian Kedisiplinan.

Selangkah sebelum ia benar-benar keluar dari kelasnya entah ada apa mendadak semua gadis yang sejak tadi berkerumun dengan sangat tidak tertibnya, peerlahan menepi.

Dan dengan jelas Rukia dapat melihat sosok yang dengan logikanya ia duga sebagai penyebab kegaduhan ini. Tinggi, tegap, berwajah 'agak' seram, dan rambut orange.

"Kau, Kuchiki Rukia?" suara beratnya terdengar –entah kenapa-, terdengar sangat jelas di telinga Rukia. Detik itu juga Rukia baru sadar bahwa keadaan di sekitarnya sunyi. Terbalik seratus delapan puluh derajat dari setengah menit lalu.

Ah! Itu tak penting. Yang lebih penting lagi siapa sosok menjulang di depannya?

Dan mau apa dia?

Apakah yang disebut Hanatarou sebagai 'Dia' tadi adalah orang ini?

Apakah orang ini adalah perwakilan dari bodyguard yang lagi-lagi dikirim oleh keluarganya untuk –apalah itu-, yang jelas Rukia tak akan menurutinya.

Ya! Pasti orang ini pasti salah satu bodyguard dari keluarganya. Lihat saja posturnya!

~TBC~

A/N :
hisashiburi~~~ hahahahahaaa... pasti pada gak tau. Saya author lama yang hiatus sejak -mmm, let's see : hampir 1 tahun mungkin.

Penname choco purple. Ada yang ingat?

Fic ini saya buat dengan modal nekat. Entah bakal berlanjut dengan cepat atau mlempem seperti biasa.

Judul fic ini adalah perpaduan atau mungkin plesetan dari kata REAL dan LIE yang dengan seenak jidat saya, saya jejalkan huruf S dibelakangnya. Mungkin memang melanggar aturan berbahasa Inggris yang baik dan benar, tapi berhubung saya gak baca soal aturan tentang judul di guidelines, ya... saya pake aja judul ngawur itu. Jika tidak suka, ya itu urusan Anda.*gak enak banget cara ngomongnya*

Nee... sayounara di chap selanjutnya~~

PS :kalo ada typo, harap maklum ini saya ketik tengah malem, malem jum'at pula... XP