Hallo semua ^_^ saya kembali lagi

Oh ya, ini aku lagi pusing jadi bikin ini aja

Disclaimer : Len&Rin punya Crypton Future Media, tapi ini adalah ceritaku


Love of an Ordinary People

By: Lin

Chapter 00

The Reason

Normal

Menjelang hari H, Rin masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Rin. Mereka ternyata sama herannya.

"Kenapa?" Tanya mereka di hari Rin mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baiknya sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Rin bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas.

Mulutnya terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah boneka itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua

Rin yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Rin menyampaikan keinginan Len untuk melamarnya.

Arisan keluarga Rin dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

"Kamu pasti bercanda!" kata kakak tertua

Dirinya kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Rin menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatapnya

"Rin serius!" tegas Rin sambil menebak-nebak apa lucunya jika Len memang melamarnya.

"Tidak ada yang lucu, papa hanya tidak mengira DIA berani melamar anak Papa yang paling cantik!" tegas papa-nya

Dirinya tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Rin tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Rin POV

"Tapi kamu tidak serius dengan Len, kan?" Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa,

"Maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?" mama melanjutkan

aku terkesima.

"Kenapa?" kata itu terlontar dari mulutku

"Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik." papa angkat bicara

"Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, Suaramu bagus!" ucap kaka tertua

"Sebab masa depanmu cerah. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Rin sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!" lanjut mamaku

aku memandangi mereka, orang-orang yang amat aku kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan aku lontarkan.

"AKU CUMA MAU LEN" sahutku pendek dengan airmata yang tergenang

aku tahu, keluargaku bukan hanya tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Len. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

"Tapi KENAPA?" tanyaku pada semua yang ada di ruangan itu

Sebab Len cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tuaku mencoba membuka matanya.

"Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Rin!" ucap kakak-ku

Normal

Cukup!

Rin menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi pengukur kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana kepercayaan, di mana usaha hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Rin lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela laki-laki tersayangnya itu. Barangkali karena Rin memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta yang bisa membuat Len tampak 'luar biasa'.

Dirinya Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Rin menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Len. Di sampingnya Rin bahagia.

Dan mereka pun akhirnya menikah.


To Be Continued


A/N : maaf ya kalau jelek, saya lagi boring nih

RnR please ^_^ saya terima semua kritik dan saran, flame tidak di anjurkan