FIELD OF THE MOON FLOWER
Disclaimer: Harvest Moon dan karakternya milik Natsume, saya cuma punya plotnya.
Warning: Alternative Universe
Character: From AWL & FOMT: Gray, Claire, Dr. Hardy, Nami, Rock, Hugh, Gotz, OCs
~1~
"Laki-laki Kecil dalam Salju"
.
.
Pagi itu langit masih mendung setelah hujan salju melanda desa Forget-Me-Not Valley semalam. Claire suka melihat salju berjatuhan dari jendela kamarnya, namun nenek sama sekali tidak suka hujan salju semalam. Nenek mengeluh saat pintu rumahnya dibuka pagi hari ini karena salju menumpuk hingga dua puluh sentimeter. Itu berarti ia harus bekerja keras membersihkan jalan depan rumahnya agar bisa dipijak pagi ini.
Claire senang memandangi jalanan yang penuh salju, atap-atap rumah yang putih bersih terselimuti salju, juga pepohonan yang seperti bertopi putih. Di usianya yang delapan tahun, Claire lebih suka main bersama teman-temannya dari pada membersihkan salju. Apalagi pada musim dingin seperti ini, Danau Turtle membeku dan menjadi tempat bermain ski anak-anak desa.
Claire menarik tali leher Molly, anjing kecil Shiba Inu berbulu orange kemerahan-putihnya itu, lalu berlari melewati neneknya. Topi rajut warna merah menutupi rambut pirang panjangnya tampak bergoyang-goyang.
"Claire, mau kemana?!" teriak neneknya.
Claire tak menghentikan larinya, hanya menjawab sambil lalu, "Maiiiin!"
Sang nenek hanya bisa menggelengkan kepalanya pasrah melihat kelakuan cucu perempuannya itu, lalu melanjutkan pekerjaannya menyekop salju.
~000~
Claire melambaikan tangan pada teman-temannya yang sedang meluncur di es. Ia menarik tali leher Molly, tapi Molly tak bergeming. Dicobanya lagi, kali ini lebih keras, sampai Molly terseret, namun Molly malah balik menarik Claire.
"Ayolah, Molly! Kau kenapa sih?"
Molly menyalak dua kali, lalu berlari menyeret Claire masuk ke hutan kecil yang ada di dekat situ.
"Molly! Molly!" teriak Claire sambil berusaha menarik Molly sekuat tenaga. Saat mereka telah masuk cukup jauh ke dalam hutan, tiba-tiba Molly berhenti. Ia mengendus-endus, berputar sekali sambil melompat-lompat kecil, lalu berlari ke semak-semak dan menggali tumpukan salju besar. Ia menyalak sambil melompat-lompat, jelas ingin memberi tahu sesuatu pada Claire. Claire melihat kain wol berwarna hijau dari balik salju yang digali Molly. Pikirannya bekerja cepat, lalu ia ikut menggali salju itu. Di balik lapisan salju tipis itu, ia melihat hidung, mata yang terpejam dengan bulu mata di penuhi butiran salju, dan pipi dari wajah yang sangat putih.
Ah! Seorang anak laki-laki! Tapi bagaimana dia bisa terkubur salju padahal tak ada longsor? Apa dia di sini sejak semalam?
Claire kecil menarik tubuh anak itu, merasakan betapa dia sangat dingin. Memang anak itu menggunakan pakaian berlapis-lapis: topi rajutan, syal wol, baju kulit beruang, namun berada di sini sampai tertimbun salju dan masih hidup adalah prestasi yang luar biasa!
"Kita harus cepat, Molly."
~000~
Dengan susah payah Claire mengangkat anak itu ke atas papan luncurnya, lalu menariknya bersama Molly. Claire mengambil jalan pintas ke rumahnya dengan menyebrangi hutan. Ah, cukup menakutkan. Sebab itulah Claire mempercepat larinya sambil berusaha hanya melihat tanah.
Ia tiba di kebun belakang rumahnya dengan napas terengah-engah. Di sana ia melihat kakeknya yang berjalan cepat ke arahnya, tampaknya ingin mengoceh karena Claire baru saja keluar dari hutan yang tak seharusnya ia masuki, namun sang kakek berhenti, kaget saat melihat anak kecil nyaris mati di papan luncur cucunya.
"Astaga! Claire, kenapa dia?" sergahnya. Ia segera menggendong anak itu masuk ke dalam rumah dan membaringkannya di tempat tidur Claire yang hangat.
"Aku menemukannya di hutan, ehm.. Molly yang menemukan," kata Claire sementara kakeknya sibuk melapisi anak itu dengan selimut tebal berlapis-lapis. "Dia tertimbun salju, tebaaaal sekali.." tambahnya.
Kakek diam sesaat, agak tercengang. "Kalau begitu kita harus panggil Dokter Hardy. Cepat Claire!"
Claire tersenyum dan mengangguk cepat, lalu pergi secepat kilat. Ia kembali dengan menggandeng tangan Dokter Hardy, seorang dokter tua di desanya. Ia tampak tergopoh-gopoh karena Claire berlari menyeretnya seperti anjing menyeret majikannya karena melihat anjing betina saat jalan-jalan pagi.
Kakek Claire lalu meminta Dokter Hardy memeriksa tubuh anak itu. Dokter Hardy geleng-geleng kepala, nampak bertanya-tanya sendiri. "Suhu tubuhnya rendah sekali. Terlambat beberapa menit saja, mungkin dia bisa mati. Kau bilang ia tertimbun salju di hutan, eh, Claire?" Claire mengangguk. "Sedang apa anak sekecil ini di hutan sementara hujan dan udara sedingin es?"
Tak ada yang menjawab pertanyaan dokter Hardy karena semua yang ada di ruangan itu tak punya gambaran sama sekali.
~000~
Hari ini saat bermain salju dengan teman-temannya, Claire bercerita tentang anak yang ia temukan bersama Molly. Ia senang sekali dan sangat antusias karena ia merasa telah melakukan hal yang sangat hebat seperti di dongeng-dongeng yang diceritakan neneknya.
"Jangan-jangan dia makhluk planet?" Rock memberikan idenya.
"Yang benar saja, hal seperti itu tidak ada!" kata Hugh, anak paling kecil dalam gerombolan empat anak itu.
"Aku rasa dia cuma pejalan yang terpisah dari rombongan. Dia seumuran kita, memang apa sih yang mungkin terjadi padanya?" sela Nami cuek. Nami sudah berumur sepuluh tahun dan ia suka bersikap sok dewasa. Ia sedang membuat boneka salju yang sangaaaat besar. Claire memberikan sepotong kayu kering kurus yang dicarinya untuk tangan boneka itu. Diam-diam Claire membayangkan, jika anak itu benar makhluk luar angkasa, bagaimana dong? Tentu Claire ingin bertanya tentang banyak sekali hal padanya. Ia tersenyum, tidak sabar ingin bertanya ini-itu.
~000~
Claire pulang ke rumah dengan semangat. Ia meletakan sepatu bootnya dengan benar, menggantungkan mantelnya dengan benar, semua agar ia bisa melewati omelan neneknya yang selalu memprotes ketidakrapihannya. Ia berlari dengan suara sekecil mungkin menuju kamar pangeran saljunya –baginya kelihatannya begitu.
Claire membuka dan mentutup kembali pintu kamarnya yang ditempati anak itu dan masuk dengan setenang mungkin. Si Pangeran Salju ternyata masih tertidur pulas, membuat Claire sedikit kecewa.
Claire berdiri diam sejenak sambil mengamati anak laki-laki itu. Tadi pagi ia tidak sempat memperhatikannya, tapi sekarang ia bisa melihat betapa putihnya anak ini dengan rambut orange terang lurusnya. Bulu matanya panjang, alisnya panjang, dan hidungnya tirus. Dan dia tertidur seperti pangeran tidur. Claire terus memperhatikannya selama beberapa menit, berpikir apakah ia makhluk luar angkasa seperti yang dikatakan Rock ataukah pengembara yang tersesat seperti kata Nami. Yang manapun menarik bagi Claire, membuat jantungnya berdebar-debar ingin tahu.
Tiba-tiba Claire melihat tangan Si Pangeran Tidur bergerak, lalu matanya terbuka seraya ia bergerak-gerak ngulet.
Claire semakin deg-degan melihat matanya yang biru terang menatapnya tanpa ekspresi. Segera saja Claire berteriak menginformasikan pada kakek dan neneknya bahwa tamu kecilnya telah siuman.
"Kau sudah bangun! Bagaimana perasaanmu?" tanya Claire antusias.
Anak itu menjawab dengan lesu dan sedikit bingung. "Ah… Iya, aku… Baik…"
"Aku yang menemukanmu di hutan," kata Claire. Saat itu kakek dan neneknya tiba di depan pintu. "Itu kakek dan nenekku, kami tinggal bertiga. Oh iya, aku Claire. Siapa namamu? Kamu berasal dari mana?"
Si pangeran kecil yang baru terbangun itu memandang sekelilingnya, merambati lantai kayu, lemari, vas bunga yang kosong, hingga kembali ke wajah Claire, kakek dan neneknya. Ia menggeleng bingung dan datar. "Aku… tidak tahu."
~000~
Wajah Claire berkerut bingung.
"Kau tidak tahu? Bagaimana mungkin kau tidak tahu namamu sendiri? Apa kau tidak punya orang tua yang bisa memberimu nama?" tanya Claire.
Kakek dan nenek yang masih berdiri di depan pintu saling bertukar pandang, lalu tersenyum pengertian.
"Claire, kakek rasa dia masih pusing, kau keluarlah dulu."
"Tapi.. tapi.."
"Sudah, keluar dulu, ayo Claire," sang nenek ikut keluar bersamanya dan membawanya ke ruang depan yang hangat karena api perapian.
"Kok dia begitu sih, Nek?" tanya Claire saat neneknya mendudukannya di bangku kayu.
"Mungkin dia itu hilang ingatan."
"Hilang ingatan apa?"
"Aduh, kau ini cerewet sekali, Claire! Yah, pokoknya dia jadi lupa tentang dirinya di masa lalu, termasuk siapa namanya dan dari mana dia berasal. Nenek pernah dengar penyakit seperti itu, biasanya karena kepalanya terbentur sangat keras. Sangat keras sampai memori otakmu jadi kacau!"
Claire diam dan berpikir. Jadi itu sebabnya dia tidak tahu siapa dan darimana ia berasal. Claire mulai merasa kasihan padanya.
Beberapa saat kemudian, kakek keluar dari kamar, berbicara pada nenek. Claire mengambil kesempatan ini dengan berlari cepat ke kamar Si Pangeran Salju Tidur yang telah bangun itu. Ternyata Si Pangeran sedang duduk memandang keluar jendela, di mana salju mulai turun lagi. Claire mendekat ke arahnya, berdiri tegak di samping ranjang, lalu memasukkan tangan ke sakunya, mengambil beberapa bungkus gula-gula yang didapatnya sebagai hadiah tahun baru dari Bibi Ruby.
"Kalau memang lupa, kau boleh tinggal di sini sampai kau ingat," kata Claire sambil mengulurkan tangannya yang berisi gula-gula.
Si Pangeran menerima gula-gula berbungkus warna-warni itu dengan agak ragu. Ia melihat Claire tersenyum, tapi ia bingung harus berekspresi bagaimana saat ini.
"Terima kasih.."
"Aaaah, coba kamu benar-benar dari luar angkasa…" keluh Claire.
"Luar angkasa?"
"Uhm!" Claire mengangguk dan tersenyum riang. "Tuan Carter bilang di luar angkasa sana hidup makhluk luar angkasa. Mereka memelihara bunga-bunga merah yang sangaat harum dan besar, yang digunakan untuk tidur…"
"Tuan Carter?" tanya Si Pangeran Salju.
"Dia tinggal di dekat tambang. Orangnya baik dan suka bercerita. Nanti kamu boleh main ke sana. Mau?"
"Iya," Si Pangeran Salju tersenyum antusias. Ia penasaran, seperti apa Tuan Carter yang menceritakan tentang kasur bunga itu. Meskipun ia tidak ingat apa-apa, ia tertarik pada gadis kecil yang sangat ceria yang memberinya gula-gula dan cerita tentang kasur bunga ini.
Setelah mereka berdua terbawa dalam kesenangan atas apa yang ingin mereka lakukan, Claire terdiam dan menyuarakan pikirannya.
"Tapi bagaimana aku memanggilmu? Setiap orang punya nama, bahkan Molly anjingku pun punya nama. Kau benar-benar tidak ingat ya?" tanya Claire. Baginya, ini masalah yang sangat penting. Ia senang kalau ada orang yang memanggil namanya saat berjalan di jalan-jalan desa. Kalau tidak punya nama, bagaimana orang memanggilmu?
Si Pangeran melihat sweater rajutan yang dipakainya. Warnanya abu-abu. Blur seperti pemandangan terakhir yang diingatnya.
"Gray.. Panggil aku Gray saja."
"Gray?" Claire merasa itu nama yang aneh. Ia yakin Gray asal comot nama saat melihat sweater abu-abunya sendiri.
"Itu bagus," tiba-tiba Nenek dan Kakek masuk ke kamar Claire, setelah sebelumnya tertawa kecil mendengarkan percakapan anak-anak itu.
"Gray, begitu juga nama yang bagus," tambah Kakek.
Alis Claire mengkerut. Ia membayangkan nama yang lebih mutakhir dari pada nama itu. Yang lebih keren begitu. Apa itu Gray? Seadanya sekali…
Claire menghela napas sok tahu, lalu mengangkat bahunya.
"Ya sudahlah, Gray. Aiihh, nggak bergaya deh," cetus Claire sok tahu.
Kakek dan Nenek cuma tertawa melihat cucunya itu. Sementara Gray, dengan nama barunya itu, tersenyum nyaman, senyaman kamar yang hangat oleh cahaya perapian ini.
.
A/N:
Terimakasih bagi yang telah membaca fanfic ini! Ah, maaf, lagi-lagi Graire… nurufufufu. Mohon maaf sepertinya sequel Hunter and Little Red Riding Hood tak akan segera keluar. Imajinasi saya nggak berjalan dengan baik dan selalu berakhir jadi cerita klise yang kayaknya nggak layak di publish D: Anggap saja ini sequelnya? hihi /author payah.
Lagi-lagi juga genre fantasy romance... Tapi yang ini bakal beda sama yang sebelumnya. Tak ada sihir di sini. Dan, sebelumnya tokoh utamanya selalu Claire, tapi sekarang tokoh utamanya Gray,, mungkin. Semoga perannya gak bakal kepepet sama Claire di chapter-chapter selanjutnya. See you!
Ah, selamat hari raya Idul Fitri bagi yang merayakannya! Mohon maaf lahir dan bathin xDD
