"Hei—apa yang bisa aku berikan untuk balas budi padamu?"
"Apa?"
"Aku—aku—"
"Hei... aku memikirkan sesuatu. Bagaimana kalau tubuhmu saja."
"Apa?"
"Satu kali bercinta hutangmu mengurang 9000¥—"
.
.
.
.
Gadis itu memunguti pakaian nya yang terhampar di lantai marmer putih dingin yang diinjak oleh kaki telanjangnya. Jejak air mata yang menjalur di pipinya terlihat mengering. Mata Aquarimanenya terlihat kosong. Hatinya berselimut kacau dan gundah. Hawa dingin dari pendingin ruangan yang dipasang di kamar itu membuat bulu romanya berdiri. Dingin yang benar-benar menusuk tulangnya. Membuat perasaan nya semakin kacau.
Tidak ada isakan. Tidak ada lelehan air mata. Tidak ada getaran di tubuhnya yang menandakan bahwa ia baru saja menangis. Tidak ada. Yang ada hanyalah gumaman kecil bernada pilu yang teruntai dengan lirih dari bibir ranum gadis itu—sedikit miris dan getir terkandung di dalamnya. Meski tidak ada lelehan air mata yang tergenang di matanya yang indah—nyatanya hatinya tengah menangis saat ini. Jauh di dalam lubuk hatinya—nurani kecil dengan perasaan tergurat itu menjerit tidak rela. Tidak menerima takdir yang tengah dijalaninya sekarang.
.
.
.
Tawa pelan yang meluncur dengan indah dari bibir tipis itu membuat sepasang mata Aquarimane yang melihatnya merasa menghangat. Tidak dapat dipungkiri ada kilatan bahagia yang tercipta dari sepasang iris yang sedari tadi menatap kearah gadis bermanik berbeda dengan nya itu. Gadis yang tengah duduk bersila di ranjang rumah sakit dan cemilan apel di tangan nya. Sementara bibirnya terus menerus menceritakan tentang pengalaman barunya di rumah sakit yang dia tempati seminggu yang lalu itu.
Gadis berambut pirang terurai dan bermata kelabu itu mengepalkan tangan nya semangat—tawa ceria kembali meluncur dengan indah dari bibirnya yang tipis dan agak kering. Wajahnya yang manis dan cantik membuatnya tampil begitu anggun. Tidak dapat dipungkiri hal itu.
"Kau tau Ino—dia bahkan sudah mengajakku kencan ketika kita baru bertemu! Dia benar-benar gila!"
Dan tawa indah yang terbahak keras keluar begitu saja dari bibir wanita itu. Mau tidak mau membuat sudut bibir wanita yang dipanggil Ino itu tertarik—membentuk senyum lebar yang manis. Meski saat itu hatinya menangis—meski saat itu jiwanya berteriak—meski saat itu mulutnya kelu harus mengeluarkan kalimat apa. Ia tidak tau. Ia hanya tersenyum dengan arti pilu yang sesungguhnya. Seolah bibir itu adalah kunci dimana malapetaka terjadi.
Mata kelabu itu menatapnya. Membuatnya mengerutkan keningnya dengan apa yang dilakukan oleh saudara pirangnya tersebut. Tidak dapat dikatakan apa maksud dari wanita itu menatapnya. Intimidasi? wanita itu bukan seorang gadis yang pintar untuk mengorek informasi lewat tatapan mata. Dia lebih senang menggalinya dengan sikap dan tingkah lakunya yang terkadang kasar.
"Ngomong-ngomong—darimana kau mendapatkan uang untuk operasiku?"
.
.
.
"Uchiha-san."
"... Ya?"
"Tolong—tolong—tolong aku."
"Hei, tenanglah. Apa yang bisa aku tolong?"
"Operasi kakakku."
.
.
.
Bibir tipis itu tergurat. Senyum tipis penuh makna yang membuatnya terlihat amat sangat tampan. Tidak ada yang dapat meragukan hal itu. Kecuali seseorang tuna netra yang bertemu dengan nya. Selain itu—tidak. Raut puas yang ditampakkan oleh wajahnya membuat wanita menjerit-jerit. Namun sayangnya, tidak ada wanita disekitarnya kini.
Kamar.
Itulah yang tengah ditempati oleh sang Uchiha bungsu sekarang. Dengan piyama berwarna merah maroon dan celana katun berwarna sama—dia kembali menjadi sosok yang memukau. Uchiha Sasuke yang bukan sekedar tampan. Itulah yang tercap dalam setiap langkah dan penghargaan nya. Bukan sekedar tampan dan bukan pula sekedar pintar. Nyatanya ia adalah lelaki yang mempesona. Tidak ada yang dapat luput dari dirinya.
Kecuali gadis itu.
Yamanaka Ino.
Gadis yang lebih memilih bersama Sabaku no Gaara dibandingkan dengan nya. Gadis yang dengan tingkah lakunya yang energik dan bersemangat telah membiusnya. Gadis berambut pirang dan bermata Aquarimane yang telah membuatnya terhipnotis—sehingga enggan untuk sekedar melirik kearah lain dimana semua wanita berjejer rapi untuknya.
Wanita yang selama ini membuatnya seolah anjing yang dengan setia mengikuti langkah tuannya. Gadis yang selama ini tidak dapat membuat dirinya berpaling kearah lain. Hanya dirinya. Tidak dapat dibayangkan apa yang akan ia lakukan jika saja gadis itu tidak datang padanya.
Datang dengan air mata yang bercucuran. Membuatnya merengkuh gadis itu dalam satu dekapan erat dan posesif. Membiarkan air mata gadis itu jatuh berlinang. Saat itu ia hanya dapat menyeringai—pikiran nya tertuju pada gadis bungsu Yamanaka itu yang hubungan nya sudah berakhir dengan pria bermarga Sabaku. Dan ternyata dugaan nya salah.
Kakak gadis itu tengah sakit dengan usus buntu yang tengah dialaminya.
Namun setelah itu seringainya berkembang dengan pesat. Itu akan lebih mudah membuat gadis itu bersama dengan nya. Tanpa harus ada yang lain. Singkirkan Sabaku no Gaara? Itu mudah. Sangat mudah untuk ukuran nya. Tidak perlu ada campur tangan orang lain. Hanya jemarinya sendirilah yang harus ia gunakan untuk dapat membuat Sabaku terakhir itu hilang dari hati si gadis Yamanaka.
.
.
.
"Uchiha-san!"
"Hn?"
"Arigatou—Arigatou Gozaimasuta!"
"Apa?"
"Kakakku berhasil selamat."
.
.
.
Jemari agak kurus itu meremas seprai putih yang sudah tidak karuan di bawahnya. Rintihan-rintihan kecil terurai dari bibirnya yang agak sedikit terbuka. Deru nafasnya yang naik turun membuat dadanya terlihat semakin membusung. Rambut pirangnya telah terurai. Tanpa ikatan lain.
Gerakan demi gerakan itu berlalu. Kenikmatan syahwat dirasakan oleh keduanya. Meski batin gadis itu tidak rela. Menyangkal apa yang dilakukan nya. Namun itu tetaplah terjadi. Pengkhianatan yang dilakukan nya dari kekasihnya—seperti seorang jalang yang beraksi atas ranjang dengan bos dari kekasihmu sendiri.
Lantunan demi lantunan desahan manis itu kembali terurai. Membuat hati pria itu bergemuruh hebat mendengarnya. Lagi-lagi kesenangan merajai dirinya. Entah selimut tebal dengan bahan apa yang kini menghangatkan hatinya—getaran demi getaran kembali dirasakan olehnya. Membuat erangan kecil bernada puas terurai dari bibirnya yang tipis.
Deru nafas yang bergemuruh dirasakan oleh keduanya. Membuat sesuatu lain yang terasa. Tidak dapat dikatakan bahwa itu menyakitkan. Tidak. Tidak pula menyenangkan. Tidak. Mereka sama-sama bergelung di atas ranjang dengan menutupi kebenaran yang selama ini sudah tersaji di depan mereka.
Seolah mereka menutup muka dan berkata bahwa semuanya baik-baik saja. Mereka yang melakukan nya tanpa berpikir bahwa kenyataan yang mereka jalani sekarang akan kecewa pada nantinya. Sesuatu hal lain yang membuat mereka menangis pada akhirnya. Mereka seorang pendusta yang mengingkari kenyataan.
Gadis Yamanaka itu yang menutup muka dan melakukan apa saja untuk hutang budinya meski dia tau bahwa dia telah menyakiti hati lelaki lain. Status berpacaran yang disandangnya tidak berpengaruh jika sudah dalam kuasa lelaki Uchiha itu. Sepenuh hati ia akan melakukan nya. Pikiran nya hanya terporos pada saudara perempuan yang dimilikinya. Tidak ada hal lain setelah itu. Pernyataan sederhana dengan kata aku setuju adalah kedok belaka ketika menilik hati kecilnya yang tersedu. Sebuah kemunafikan yang teruntai dengan poker face.
Geraman dan geraman itu menjadi awal titik dimana kelakuan mereka akan berakhir. Melepas sebuah cairan dari masing-masing kenikmatan yang telah mereka lalui. Dengan itu, semuanya berakhir. Hanya tinggal menghitung berapa kekurangan dari hutang yang telah ia miliki.
Tubuh mereka ambruk. Dengan kelelahan terhadap apa yang mereka rasakan. Namun tidak dengan jiwa mereka—jiwa mereka kembali menangis. Membodohi diri mereka sendiri bahwa itu adalah hal baik dari pengkhianatan jahat yang mereka lakukan. Dengan satu tujuan tertentu mereka melakukan nya.
Tindak tanduk yang membuat sepasang manusia itu menggigit bibir bawah mereka getir. Tidak ada hubungan khusus yang mereka jalani selain dua orang asing yang saling memiliki tujuan terhadap masing-masing diri mereka. Rencana yang telah tersusun sempurna itu hancur begitu saja ketika kenyataan tidak sesuai dengan pikiran mereka.
Tidak ada pembuktian khusus dengan itu. Sesuatu yang perih menyerang dan membuat batin kecil di dalam lubuk hati mereka menangis tersedu ketika kenyataan kembali memukul relung hati mereka.
.
.
.
Mata sewarna kelabu itu memandang kearah depan. Tangan nya memegang pulpen bertinta biru itu dengan erat. Sedangkan bibirnya mengulas senyum tipis namun sarat akan makna. Bola matanya bergulir. Mengarah kearah tag name yang terpasang di kemeja pemuda itu. Kepalanya mengangguk. Seolah mengerti dengan keadaan yang tengah dijalaninya sekarang.
"Kau tau apa yang membuatmu kemari?"
Gadis manis itu mengangkat satu alisnya dengan senyum tipis yang tergurat. Wajahnya yang tenang dan penuh wibawa membuat orang lain segan padanya. Ruangan yang di isi dengan sofa, tv, dan meja kerja itu membuat ruangan santai tersendiri di perusahaan besar—dengan nama Uchiha yang disandang. Gadis itu dapat memasukkan apapun di ruangan nya.
Kepala bersurai merah itu menggeleng. Membuat tawa mulus meluncur begitu saja di bibirnya yang tipis dan ranum. Agak disayangkan di dalam hatinya kenapa pemuda yang terlihat pintar dan menawan itu tidak mengetahui maksud sebenarnya ia berada disini. Meski hatinya menimbang-nimbang, berapa harga yang cocok untuk dapat berada satu malam di ranjang bersamanya.
"Uchiha Sasuke menyuruhku untuk memindahkan dirimu kemari. Dia menyayangkan kenapa perusahaan nya penuh dengan orang-orang pintar—termasuk kau. Makanya dia menyuruhku untuk memasukkan dirimu ke perusahaanku saat ini. Jadi—selamat bekerja."
Wanita itu tersenyum sekilas sebelum menyerahkan sebuah dokumen kepada lelaki bernama Sabaku no Gaara itu. Matanya yang kelabu kembali menelusuri wajah pria di depan nya. Garis rahang yang tegas, mata jade pucatnya yang datar, dan kharismanya yang tidak dapat dilunturkan membuatnya terlihat benar-benar mempesona. Pikiran nya kembali menghitung—berapa uang yang akan cukup untuk membayar pelayanan pria itu? Apa pula yang harus ia lakukan untuk dapat seranjang dengan pria bermarga Sabaku itu.
Sepertinya ia harus berterima kasih kepada adiknya itu—Uchiha Sasuke—karena telah memasukkan pria itu dalam perusahaan nya.
.
.
.
"Onee-sama."
"Hmm?"
"Aku ingin memasukkan seseorang dalam perusahaanmu."
"Tsk—apa-apaan itu."
"Aku jamin kau akan tertarik dengan orang ini. Lagipula, dia telah mengambil milikku."
"Terserah kau saja. Tapi awas saja jika dia mengacaukan keuanganku."
"Tenang saja."
.
.
.
~Masashi Kishimoto~
