Sudah dua tahun lamanya sejak kejadian itu. Sejak rumah besar nan megah itu secara resmi menjadi miliknya. Sejak rumah itu kehilangan sosok lelaki yang menjadi kepalanya. Sejak…

Ah. Yixing sudah tidak mau mengingat-ingat hal itu. Itu sudah lama sekali.

Semua sudah berubah.

.

.

.

Kazuma House Production present…

Yuán

® 2014

.

.

.

"Janji tidak akan pergi diam-diam lagi?"

Bocah lelaki berseragam sekolah dasar itu mengangguk. "Yakseok." Cengiran lebar terlihat di wajahnya. Cengiran yang sama dengan milik Sang Ayah. "Ma…" Ia merajuk ketika melihat wajah ibunya nampak masih tak percaya. "Aku sudah besar, oke? Sembilan tahun."

Tangan-tangan lentik itu menangkup wajah putranya. "Tapi bagiku kau masih putra kecilku." Ia mengecup pipi putranya sekalipun bocah itu mengelak. "Nah, sekarang masuk ke kelas. Belajar yang baik, ne?"

"Ne!" Bocah itu keluar lalu melambai dan berbalik menuju gedung sekolah yang berdiri megah di belakangnya.

Yixing melihat punggung putra sematawayangnya. Putra tunggal hasil perkawinannya dengan suaminya terdahulu. Bocah yang dulu pemalu itu sudah tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih ceria. Sekali-sekali Jong Dae—atau Chen, namanya sekarang—ijin pergi untuk mengerjakan tugas di rumah temannya.

Wanita berusia 30 tahun itu segera menginjak pedal gas. Membawa mobil kuning tersebut kembali melaju di jalanan padat Kota Beijing. Ia harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan dia dan anaknya. Meskipun mantan suaminya tetap memberi tanggungan sebanyak tiga puluh ribu dolar perbulan, Yixing tidak mau tergantung pada lelaki itu.

"Hai!" sapa seorang lelaki berkulit putih pucat itu ketika Yixing menginjakkan kaki di dalam lift.

Senyum Yixing mengembang. "Hai!" Ia memperhatikan penampilan rapi dan modis lelaki itu. "Kau terlihat siap sekali untuk meeting hari ini."

Lelaki itu pura-pura merapikan rambut pirang platinanya—tentu saja hasil cat. "Harus. Siapa yang tidak antusias untuk dapat bonus?"

Yixing tertawa.

Namanya Wu Shi Xun, salah satu bawahan Yixing yang juga merupakan adik dari atasannya. Awalnya memang canggung mendapati bawahan barumu adalah adik dari Presiden Direktur. Tapi pemilik Long Group selalu mewanti-wanti semua anak buahnya untuk memperlakukan Shi Xun layaknya staff biasa. Tidak ada toleransi. Hal itu juga terjadi pada Presiden Direktur mereka dulu.

"Omong-omong, maaf kemarin aku tiba-tiba membawa Chen pergi," katanya penuh penyesalan. "Kau tidak marah, kan?"

Walau terlihat dingin dan pasif di hari pertama kerja, Shi Xun telah menjelma menjadi anak yang manis. Dia berperilaku sangat baik, hanya kadang masih ragu dalam mengambil keputusan dan masih harus dibimbing. Dia juga sangat cepat belajar.

"Jujur aku marah saat tahu kau membawa Chen tanpa bilang-bilang," aku Yixing. Mereka melangkah keluar ketika elevator sampai di lantai empat belas, ruang kerja Presdir. "Tapi karena kau sudah minta maaf, tidak ada alasan bagiku untuk marah."

Senyum Shi Xun melebar. Refleks ia memeluk Yixing. "Xiexie, Jie!"

Yixing menahan dada Shi Xun agar tidak merapat padanya. "Wu Shi Xun, tolong jaga sikapmu. Ini masih di kantor, dan aku atasanmu."

Shi Xun melepas pelukannya sambil tetap tersenyum. Matanya menyipit. Mereka sama-sama melangkah menuju ruangan berlapis kaca buram di ujung lorong. Tanpa diminta, sekretaris presdir membukakan pintu untuk mereka.

"Hai, Ge," sapa Shi Xun santai dan hal itu langsung mendapat sikutan dari Yixing.

Yi Fan berdeham sebentar. "Tolong jaga sikapmu, Wu Shi Xun." Untungnya di ruangan itu hanya ada mereka bertiga. Entah hukuman apa yang akan menimpah Shi Xun kalau ayahnya sampai tahu hal ini. "Silahkan mulai presentasinya."

Yixing hanya memberikan garis besar dari presentasi yang akan mereka lakukan hari itu. Sisanya dikerjakan oleh Shi Xun. Lelaki 23 tahun itu menjelaskan secara rinci pendapatan mereka bulan ini dan strategi yang akan mereka lakukan bulan depan.

"Tinggal menunggu jawaban dari Perusahaan Xing dan kita bisa mulai memasang alat seminggu setelahnya," ucap Shi Xun.

Sekalipun ia melakukan presentasi di depan wajah garang kakaknya yang ia temui tiap hari, Shi Xun tetap tidak dapat menyembunyikan wajah gugupnya. Berulang kali ia menjilat bibir, kebiasaannya.

Yifan di kursi besarnya mengangguk-angguk memahami presentasi Yifan. "Menurutmu, berapa besar presentasi Perusahaan Xing menerima barang kita? Bukannya jelas, Korea tidak menerima barang luar?" Ia ingin menguji adiknya.

"Sembilan puluh persen. Karena sudah jelas barang kita lebih murah dan kualitasnya lebih baik daripada barang Korea sendiri," ucap Shi Xun percaya diri.

"Bagaimana dengan teknisi yang menangani pemasangan? Minimal kita harus mengirim dua orang ke Korea. Apa itu sudah termasuk dalam biayanya?" Pertanyaan Yifan seakan menjadi pukulan telak bagi Shi Xun yang awalnya sudah mendapat kepercayaan dirinya.

"A- aku…" Shi Xun tidak berani melanjutkan kalimatnya.

Mata tajam Yifan beralih pada Yixing. "Berapa total biaya bila ditambah teknisi?"

"Dua puluh ribu dollar," ucap Yixing tenang.

"Wu Shi Xun," suara berat Yifan terasa seperti palu godam yang menghantam Shi Xun hingga tubuhnya tenggelam di tanah. "Bonusmu bulan ini ditangguhkan."

.

.

.

.

.

Berada bersama Shi Xun berasa memiliki seorang anak lagi yang sudah tumbuh dewasa. Kadang-kadang Yixing berkhayal, apa kalau sudah besar, Chen akan seperti Shi Xun? Masih manja dan kekanakan? Yixing tahu, kelak Chen juga akan memimpin perusahaan seperti yang dilakukan remaja dewasa ini.

"Yifan menyebalkan!" keluh Shi Xun.

Selalu seperti ini. Bila ia memiliki masalah, Shi Xun akan meluapkannya pada makan. Ia akan mengajak Yixing pergi bersamanya, makan jajanan pinggir jalan apapun yang berhasil matanya tangkap sejak keluar dari gedung perusahaan.

"Artinya kau harus lebih teliti lagi," kata Yixing menenangkan. "Presdir hanya ingin kau tidak menjadi orang sembrono saat kelak menggantikannya."

"Tapi itu bonusku! Hasil kerja kerasku semester lalu. Dia tidak harusnya menangguhkan begitu saja. Bonus ya bonus. Itu hakku." Shi Xun masih mendumal sebal sementara mulutnya terus mengunyah makanan yang baru ia beli.

Yixing tertawa melihat pipi Shi Xun yang tirus tiba-tiba membola karena menyimpan banyak makanan di sana. "Tapi kau pasti senang mendengar hal ini." Shi Xun menaikkan alis tidak mengerti. "Perusahaan Xing sudah setuju memasang barang kita."

"Kau serius?" tanya Shi Xun takjub. Ia memeluk Yixing erat tanpa ada penolakan dari wanita itu seperti tadi pagi. "Ya ampun. Aku senang sekali!"

Yixing tidak bisa menahan senyumnya melihat laki-laki ini senang. Ia senang melihat Shi Xun kembali semangat seperti ini. Baginya, Shi Xun mirip seperti Chen. Sama-sama manja dan masih butuh banyak pengalaman.

.

.

.

.

.

Di akhir pekan adalah waktu emas bagi Yixing yang hanya boleh ia habiskan dengan putranya setelah selama lima hari kemarin ia tidak memiliki waktu. Biasanya mereka akan diam di rumah sambil menikmati masakan buatan Yixing sambil menonton kartun kesukaan putranya.

"Chen, bisa tolong bukakan pintu?" tanya Yixing memanggil putranya yang sedang asyik duduk di depan TV ruang tengah.

Tanpa disuruh dua kali, Chen menurut dan membukakan pintu ganda rumah itu. "Hai, Ge!" panggilnya ceria.

Shi Xun merendahkan dirinya, menyamakan tinggi mereka. "Hai jagoan kecil. Sedang apa?" tanyanya.

"Main." Chen membuka pintu lebih lebar. "Ayo masuk. Mama membelikanku mainan baru kemarin sore. Dan kami baru saja akan makan malam. Aku tahu sekali, kau kesini karena ingin makan, kan?"

Shi Xun tertawa mendengar pernyataan Chen. "Aku memang selalu merindukan masakan ibumu. Boleh tidak kalau kapan-kapan ibumu kubawa ke rumah supaya dia bisa memasak untukku tiap hari?"

Chen langsung cemberut. "Jangan harap aku ingin berbagi ibu denganmu. Ibuku hanya untukku."

Kadang Shi Xun akan datang ke rumah besar itu. Ia dan Chen sudah saling mengenal dengan baik. Sekali-sekali ia membelikan Chen makanan dan mainan kesukaan bocah 9 tahun itu, tentunya secara diam-diam. Yixing tidak suka Shi Xun terlalu memanjakan putranya.

"Oh, kau datang?" kata Yixing sambil memindahkan sepanci sup ke meja makan.

"Tentu saja. AKu tidak ingin melewatkan waktu makan makanan enak secara gratis," canda Shi Xun.

Yixing hanya memutar mata. "Jangan melebih-lebihkan. Koki di rumahmu pasti bisa memasak yang lebih enak dari ini." Ia menyendokkan nasi ke mangkuk untuk Chen, dirinya, dan Shi Xun. "Bukan begitu?"

"Tapi bagiku masakanmu yang paling enak. Kedua setelah ibuku, tentunya," ujar Shi Xun tanpa tahu air wajah Yixing berubah.

Di masa lalu, seorang juga mengatakan hal yang serupa. "Masakanmu yang kedua terenak setelah masakan ibuku. Aku pasti akan selalu makan masakanmu setiap hari." Janji yang menjadi sekedar janji sekarang.

"Ayo makan," kata Yixing tidak ingin siapapun mendapati dirinya kembali memikirkan hal itu. Itu hanya masa lalu. Masa lalu sudah seharusnya dilupakan untuk terus bisa memandang ke depan.

Yixing tidak mau percaya sekalipun teman-teman kantornya sering menggodanya dengan mengatakan Shi Xun menyimpan perasaan padanya. Tidak mungkin. Umurnya dan Shi Xun terlampau jauh. Lagipula, ia juga tidak menginginkan pendamping hidup yang kekanakan. Iapun yakin Shi Xun hanya menganggapnya sebagai seorang kakak.

Yixing mengulum senyum senang melihat keakraban Shi Xun dan Chen di ruang tengah.

"Lanjutkan saja aktivitas kalian," kata Yixing saat tiba-tiba telefon rumah berbunyi nyaring. Ia melangkah menuju meja di pojok sofa dan meraih wireless. "Halo?"

"Lay-ah?" Suara berat dan khas itu terdengar lembut di pendengaran Yixing.

Tanpa Yixing sadari ia menggenggam wireless lebih erat dari sebelumnya. "Ne, Oppa?" suaranya pelan, nyaris berbisik. Ia melirik Chen yang masih asyik main dengan Shi Xun.

"Aku akan ke Beijing besok." Lelaki itu diam. "Boleh aku…"

Yixing mengerti. "Rumah ini tetap terbuka untukmu, Oppa. Chen pasti akan sangat senang mendengar kau mau ke sini." Yixing menelan ludahnya gugup. "Lagipula sudah lama kan kau tidak bertemu dengannya?"

"Ya. Sudah dua tahun."

.

.

.

.

.

To Be Continue…

1.472 words

Selamat hari Jumat Agung~

Aku bawa FF baru lagi. FF yang ini nggak bakal panjang, kok. Cuma threeshot. Untuk ngobatin rasa sedih saya ngeliat crackpair semakin merajalela. Saya butuh asupan official pairing lebih banyak =w=. I miss MAMA era T^T

Lupakan curcol abal-abal saya.

Yuán = The Circle

Sign,

Uchiha Kazuma Big Tomat

Finished at :

April 14, 2014

08.43 P.M.

Published at :

April 18, 2014

08.36 P.M.

Yuán © Kazuma House Production ® 2014