My Angel

SasuSaku

Chapter 1

Hari makin larut dan angin malam mulai berhembus menusuk tubuhnya. Namun hal itu tak membuat langkahnya terhenti. Dirapatkan jaket hitam miliknya agar ia dapat menghangatkan tubuhnya walau hanya sesaat. Sasuke kembali melirik jam tangannya. Jarum jamnya menunjukkan tepat pukul 12 malam. Ia menghela nafas panjang dan kembali mempercepat langkahnya. Perasaannya bercampur aduk ketika mendengar Ayahnya kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di ruang UGD. Apa ia harus ditinggal oleh Ayahnya juga? Apa ia harus siap menerima kenyataan yang mungkin sampai kapanpun ia tak dapat menerimanya? Apa ia harus sendirian lagi? Cepat, ia menggelengkan kepalanya. Ia tak akan membiarkan semua itu terjadi.

Pukul 12 lebih 45 menit. Akhirnya Sasuke sampai di rumah sakit. Ia segera berlari ke tempat Ayahnya di rawat. Tampak seorang lelaki berumur 30 tahunan berdiri di depan pintu UGD.

"Iruka-san..." panggil Sasuke pada lelaki itu yang tidak lain adalah rekan kerja Ayahnya, Uchiha Fugaku. "Bagaimana dengan keadaan Ayah?" tanya Sasuke cemas.

Yang ditanya hanya diam, tertunduk lemas lalu mengalihkan pandangannya dari Sasuke. Sasuke terperanjat, seakan tahu apa yang akan dijawab oleh Iruka.

"Ayahmu...sudah tidak ada. Maaf, seharusnya aku menyelamatkannya lebih cepat. Maafkan aku," jawab Iruka dengan suara serak dan segera memeluk Sasuke. Tubuh Sasuke bergetar dengan hebat saat itu juga, menahan sakit yang amat sangat. Ditahannya air matanya yang mulai mengalir jatuh membasahi kemeja yang dikenakan Iruka. Sudah kedua kalinya ia ditinggal oleh orang yang sangat ia cintai. Dan hal itu cukup untuk membuat seorang Uchiha Sasuke shock.

"Sekarang kamu pulanglah. Istirahat. Kamu pasti lelah sekali hari ini. Kamu tidak perlu khawatir dengan administrasi rumah sakit. Biar aku yang menanggungnya. Atau mau aku antar kamu pulang sampai rumah?" setelah sekian lama mereka diam membisu terdengar suara Iruka memecah keheningan, menawarkan tumpangan untuk Sasuke.

"Tidak usah, aku bisa sendiri," balas Sasuke lesu lalu pergi meninggalkan Iruka yang hanya bisa menatap Sasuke kasihan.

Sasuke mengepalkan tangannya keras. Dipukulnya tangan yang sudah terkepal itu ke arah tembok pembatas jalan untuk melampiaskan semua kekesalan dan kesedihan yang ada. Bohong...! Semuanya pembohong? Umpat Sasuke dalam hati. Padahal Ayah, Ibu dan kakaknya sudah berjanji akan terus berada disisinya tapi apa? Yang ia dapat hanya bentuk kekecewaan atas kebohongan mereka. Sasuke berlari, berlari dengan kencangnya. Ia ingin segera sampai dirumahnya dan melupakan kejadian yang ia alami malam ini.

BRRAAAKK

Tanpa sengaja Sasuke menabrak sesuatu. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang sebenarnya ia tabrak.

"Aduh, sakit!" rintih seorang gadis mungil berambut panjang merah muda dengan pakaian serba putih menempel ditubuhnya.

"Kalau lihat pake mata dong!" ucap Sasuke ketus.

"Sumimasen*" gadis tersebut menundukkan kepalanya, meminta maaf pada Sasuke karena sudah menabraknya. (*Maaf : formal)

Sasuke segera berdiri dan membersihkan pakaiannya dari debu. Lalu pergi meninggalkan tempat itu tanpa memperdulikan gadis yang ia tabrak tadi.

"Matte*!" cegat gadis itu membuat Sasuke terpaksa membalikkan badannya enggan. (*Tunggu)

"Kenapa? Kamu mau minta ganti rugi hanya karena tabrakan kecil itu?" sindir Sasuke dengan tatapan sinisnya.

"Bukan, Aku ingin minta bantuanmu."

Sasuke mengangkat sebelah alisnya. Ia tak mengerti dengan ucapan gadis itu yang tiba-tiba meminta bantuannya.

"Kamu tahu dimana aku bisa menemukan kebahagiaan?" tanpa menunggu jawaban Sasuke, ia meneruskan kalimatnya. Sasuke mendengus kesal. Pertanyaan bodoh, pikirnya.

"Mana aku tahu," jawab Sasuke singkat lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Matte!"

"Ada apa lagi!" sahut Sasuke dengan nada agak tinggi. Ia kesal karena gadis itu tetap ngotot mencegahnya pergi dari tempat itu.

"Ano...aku butuh bantuanmu. Aku sedang mencari kebahagiaan. Mau tidak kamu membantuku mencarinya?"

"Apa peduliku."

"Matte!" untuk yang ketiga kalinya gadis itu berusaha menyegatnya dan sukses membuat Sasuke naik darah.

"APA MAUMU?" bentak Sasuke tanpa menoleh padanya.

"Eng...aku hanya ingin minta maaf karena sudah mengganggumu," ucapnya ragu-ragu.

Sasuke mengerutkan keningnya. Menatap heran gadis yang ada di hadapannya. Lalu mengalihkan pandangannya.

"Cepatlah pulang, keluargamu pasti mencarimu. Tidak baik seorang perempuan keluar larut malam seperti ini."

Entah apa yang membuat Sasuke mengatakan hal itu. Tapi satu hal yang ia tahu, kata-kata itu keluar secara tiba-tiba dari mulutnya tanpa ia sadari. Dan dengan secepat kilat Sasuke berjalan menjauh dan kali ini ia benar-benar pergi dari tempat itu. Sang gadis tersenyum sumringah mendengarnya. Sambil tetap menatap punggung Sasuke yang hilang di gelapnya malam, ia melambaikan tangannya ke arah Sasuke walau ia tahu Sasuke tidak mungkin melihatnya.

Sasuke menatap langit-langit kamarnya kosong. Sudah beberapa kali ia mencoba menutup matanya untuk tidur, tapi hasilnya nihil. Sampai fajar menyingsing pun, ia tetap tak dapat tidur. Kejadian tadi malam selalu membayangi pikirannya tanpa kenal waktu. Sasuke menghembuskan nafasnya berat. Diraihnya sebuah bingkai foto yang terletak tepat di samping tempat tidurnya. Didalamnya terdapat potret dirinya bersama Ayah, Ibu dan kakaknya sewaktu ia masih kecil. Ia kembali teringat akan masa-masa bahagianya saat keluarganya masih utuh, tidak hancur berantakaan seperti saat ini. Tak sanggup melihatnya lagi, Sasuke melempar bingkai yang ada di genggamannya hingga retak. Tidak peduli, Sasuke sudah tidak peduli lagi dengan kehidupannya yang makin lama kian memburuk ini.

KRIIIINGG!

Jam beker milik Sasuke berbunyi. Pukul delapan pagi. Sudah saatnya ia berangkat sekolah. Ia bahkan belum sempat sarapan. Dengan berat hati Sasuke bangkit dari tempat tidurnya dan segera bersiap-siap.

"Ohayou*, Sasuke-kun!" sapa gadis yang ia temui kemarin malam ketika Sasuke membuka pintu apartemennya. (*Selamat pagi)

"K-Kamu kan? Kenapa kamu ada disini? Dan kenapa kamu tahu nama dan alamat rumahku?" tanya Sasuke bertubi-tubi.

"Ehm...aku tahu darimana ya?" katanya mencoba mengingat-ingat "Ah, aku tahu! Itu HI-MI-TSU*!" ucapnya riang seraya menempelkan telunjuk dibibirnya. Sasuke menyipitkan matanya, mencerna kembali kata-kata gadis itu. (*Rahasia)

"Namaku Sakura, Haruno Sakura." ujarnya kemudian sambil terkekeh-kekeh. Lalu tangannya merogoh sesuatu dari saku bajunya.

"Ini, kemarin terjatuh." Sakura menyodorkan sebuah kartu pada Sasuke yang tidak lain adalah kartu pelajar miliknya. Sasuke tersenyum simpul. Pantas saja dia tahu siapa dan dimana Sasuke tinggal. Di kartunya jelas-jelas tertera hal itu. Tampaknya Sakura tidak bisa menjaga rahasianya sendiri terhadap orang lain. Sakura memandang mata hitam Sasuke heran, dan seketika itu juga matanya membesar ketika menyadari hal yang ada dipikiran Sasuke.

"Wasureteta*..." ucapnya polos. Ternyata memang benar dugaan Sasuke. Sakura tidak dapat menyimpan rahasia dengan baik. (*Aku lupa)

"Sasuke-kun belum makan kan?" tanya Sakura mengalihkan pembicaraan "Aku sudah membawakanmu makan. Di ma..."

"Tidak usah," sahut Sasuke cepat lalu membalikkan badan hendak pergi.

"Sasuke-kun!" panggil Sakura dari kejauhan. Sama seperti kemarin malam, Sakura menghentikan langkahnya. Hanya saja cara memanggilnya berbeda. Sasuke pun menolehkan kepalanya ogah. Apa lagi sekarang?

"Iterashai*!" seru Sakura disertai lambaian tangannya. Cewek aneh, batin Sasuke. Setelah itu, ia kembali melangkahkan kakinya tanpa menjawab seruan Sakura. (*Hati-hati di jalan)

Sasuke kembali terlelap kedalam lamunannya. Tak dihiraukannya suara gaduh yang ditimbulkan oleh teman-teman sekelasnya. Ditatapnya langit biru yang bersinar cerah dari luar jendela kelas. Sasuke menutup matanya pelan, menghirup angin semilir yang menerpa kedua pipinya. Berharap hal itu dapat meringankan beban pikirannya.

"Sasuke...!" panggil Ino membuyarkan lamunan Sasuke.

"Apa?" Sasuke menoleh ke arah Ino yang merengut. Kesal karena merasa tak diangggap. Ino mendengus kesal melihat tingkah laku temannya itu.

"Kok malah tanya apa? Aku memanggilmu dari tadi, tapi kamu tidak dengar juga. Ternyata pikiranmu melayang kemana-kemana," komentar Ino lalu menatap Sasuke dengan pandangan khawatir.

"Bagimana?" tanya Ino menimbulkan tanda tanya besar di kepala Sasuke.

"Apanya?"

"Bagaimana dengan keadaan Ayahmu?" Ino mengulang kembali pertanyaannya. Sasuke mengalihkan pandangannya keluar jendela. Ia sudah enggan membicarakan tentang Ayahnya.

"Sudah tidak ada."

"Apa maksudmu?"

"Dia sudah meninggal," dengan suara lirih Sasuke mengatakannya.

"Oh, Gomen*. Aku benar-benar tidak tahu," Ino menyesal sudah menanyainya tadi. Mulut mereka seakan terkunci. Tak ada yang berani mengeluarkan sepatah kata pun. Masing-masing sibuk bergulat dengan pikirannya, diam membisu. (*Maaf : non formal)

"Oi Ino, Sasuke! Sedang apa?" suara berat Naruto berhasil membuyarkan lamunan mereka.

"Naruto...bisa kita bicara sebentar," Ino memberikan isyarat kepada Naruto untuk menjauh. Setelah dirasa aman, Ino menceritakan kabar buruk yang sudah menimpa Sasuke. Naruto terperanjat, tak menyangka sahabatnya akan tertimpa masalah yang beratnya bukan main.

"Sasuke, sepulang sekolah kau tidak acara kan?" seru Naruto yang menghampiri Sasuke.

"Tidak."

"Bagus, kalau begitu kau mau kan kalau nanti kita mampir dulu? Mumpung pulang siang nih," tawar Naruto.

"Aku ingin langsung pulang," balas Sasuke tanpa menoleh ke arah Naruto sedikitpun.

"Jangan begitu!" Naruto menepuk punggung Sasuke keras. Hingga Sasuke terbatuk-batuk dibuatnya. "Sekali-sekali refreshing kan tidak apa-apa? Ya kan Ino?" Naruto mengedipkan sebelah matanya ke arah Ino, meminta persetujuan darinya. Mengerti maksud Naruto, Ino pun menganggukkan kepalanya pelan.

"Iya, apa yang dikatakan Naruto benar. Ikutlah Sasuke," tambah Ino.

"Terserah kalian saja," kata Sasuke pasrah. Ino dan Naruto tersenyum senang. Setidaknya cuma itu yang bisa mereka lakukan untuk menghibur sahabatnya.

Kini mereka telah sampai pada pusat perbelanjaan. Ino langsung berlari ke arah toko yang menjual berbagai macam pakaiaan diikuti oleh Naruto dan Sasuke di belakangnya.

"Sasuke! Naruto! Hayaku! Hayaku!*" panggil Ino kegirangan. Matanya berbinar-binar melihat dress berwarna ungu dengan model tanpa lengan terpajang di etalase toko. (*Cepat!)

"Hey, menurut kalian aku cocok tidak memakai gaun ini?" tanya Ino sembari membayangkan dirinya memakai gaun tersebut.

"Bagus kok, cocok sekali denganmu Ino!" sanggah Naruto seraya mengacungkan jempolnya kearah Ino.

"Bagaimana denganmu Sasuke?"

"Hm, cocok," jawab Sasuke singkat.

"Baiklah kalau begitu kalian tunggu disini ya. Aku mau kedalam untuk membelinya dulu," ucap Ino lalu bergegas menghampiri penjaga toko tersebut.

Sasuke menghela nafasnya. Ia menatap Ino yang kegirangan mencoba gaun barunya. Sasuke mengulum senyum. Tanpa sadar harapannya yang sempat hilang tumbuh bagaikan musim semi. Mungkin ia bisa mencintai seseorang lagi. Mungkin...

"Kalau begini sih, Ino saja yang bersenang-senang," komentar Naruto. "Setelah ini, kita pergi ke game center ya? Aku bosan kalau cuma mengantar Ino berbelanja."

"Terserah," Sasuke mengalihkan pandangannya dari Naruto. Seketika itu juga matanya menangkap sosok yang tidak asing lagi baginya. Sasuke menyipitkan matanya agar ia bisa lebih jelas melihat orang itu. Dia kan? Tidak salah lagi itu pasti dia, batin Sasuke.

"Naruto, kamu tunggu disini dulu. Aku mau ke toilet sebentar."

"Oh...Ok," balas Naruto sambil menatap Sasuke yang pergi meninggalkannya.

Sasuke berjalan ke arah supermarket yang menjual bahan-bahan makanan. Disitulah ia melihat seorang gadis yang tidak lain adalah Sakura sedang memunguti barang-barangnya yang terjatuh di jalan.

"Sasuke-kun, Konnichiwa*!" sapa Sakura ketika menyadari Sasuke membantunya mengambil barang miliknya. (*Selamat siang)

"Aku sudah pernah bilang kan, kalau jalan hati-hati," nasihat Sasuke lalu menyerahkan barang-barang Sakura. Sakura berdiri dari tempatnya dan mengambil barangnya.

"Arigatou*..." (*Terima kasih)

"Dou itashimashite*," balas Sasuke singkat (*Sama-sama)

"Sasuke-kun sedang apa disini?" tanya Sakura bermaksud basa-basi.

"Menemani teman berbelanja."

"Oh...Sebenarnya aku sedang bingung mau membeli apa. Terlalu banyak makanan yang dijual disini," cerita Sakura "Malam ini Sasuke-kun mau makan apa?"

Sasuke mengernyitkan dahinya, heran dengan pertanyaan yang dilontarkan Sakura.

"Udon," jawab Sasuke akhirnya. Sakura cekikikan, merasa ia sudah menemukan apa yang dicarinya.

"Oh, kalau begitu aku akan membeli bahan untuk membuat udon. Sekali lagi arigatou!" kata Sakura.

Kini mata hijau Sakura tertuju pada bahan makanan yang dijual di supermarket tersebut. Setelah memilih apa yang akan dibelinya, tangan kecil Sakura menyerahkan belanjaannya kepada penjaga toko dan mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayarnya.

"Sasuke...!" panggil Ino dan Naruto serempak dari kejauhan.

"Temanmu sudah memanggilmu. Kelihatannya mereka sudah selesai berbelanja. Aku juga harus pergi sekarang," ujar Sakura "Mata aimashou*." Sakura melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Sasuke. (*Sampai ketemu lagi)

"Yang tadi siapa? Manis sekali? Pacarmu ya?" goda Naruto diserati pelototan mata Ino.

"Hush! Kalau ngomong jangan sembarangan!" komentar Ino.

"Ya, gomen...gomen... Aku kan cuma bercanda."

"Sekarang kita mau kemana? Bukannya tadi kau bilang mau ke game center?" sela Sasuke.

"Oh iya, benar." Naruto spontan menepuk dahinya "Ya sudah kalau begitu tunggu apa lagi, ayo berangkat!" ajak Naruto.

Hari ini tubuh Sasuke terasa penat. Semuanya karena Naruto mengajaknya bermain di game center selama berjam-jam. Sempat Ino menegurnya, tapi tidak membuahkan hasil. Naruto tetap ngotot dengan pendiriannya, sementara Ino pun terpaksa angkat tangan. Dasar maniak game!

Baru saja Sasuke berencana untuk merebahkan tubuhnya di kasur, lagi-lagi ia melihat Sakura berdiri di depan apartemennya.

"Okaerinasai*, Sasuke-kun!" ucap Sakura. (*Selamat datang)

"Sedang apa kamu disini?" tanya Sasuke heran.

"Mengantarkan makan malammu, udon!" Sakura menyodorkan sekantung plastik berisi makanan kepada Sasuke.

"Tidak per..." belum sempat Sasuke meneruskan kalimatnya, matanya menangkap sesuatu yang ganjal. Tangan Sakura banyak meninggalkan luka goresan. Tampaknya Sakura mendapatkan luka itu ketika ia memasak udon untuk Sasuke. Sasuke jadi tidak tega menolaknya.

"Arigatou," Sasuke langsung meraih kantong plastik yang dikeluarkan oleh Sakura tadi.

"Dou itashimashite," Sakura tersenyum senang.

Sasuke mengorek saku celananya untuk mengambil kunci. Dibukanya pintu apartemennya dengan kunci itu.

"Masuklah," tawar Sasuke. Sakura pun mengangguk pelan dan mengikuti perintah Sasuke.

Ini pertama kalinya Sakura masuk kedalam apartemen milik Sasuke. Apartemennya tidak terlalu besar, atau bisa dibilang sederhana dengan bercatkan warna biru laut. Ruangannya juga rapi untuk ukuran seorang cowok. Sakura duduk disebuah sofa yang terletak tak jauh dari pintu.

"Enak?" tanya Sakura pada Sasuke yang saat ini sedang melahap udon pemberiannya.

"Hm, enak"

"Yokatta*, aku sempat khawatir kamu tidak suka." Sakura menghela nafasnya lega. (*Syukurlah)

"Kenapa nggak ikut makan?" Sasuke balik bertanya pada Sakura.

"Nggak usah, tadi sebelum kemari aku sudah makan duluan."

"Ooh..." Sasuke hanya ber-oh ria mendengar jawaban Sakura dan kembali menyantap makanannya.

"Eng...Sasuke-kun, soal kemarin aku benar-benar butuh bantuanmu," ucap Sakura membuat Sasuke menghentikan makannya.

"Tentang kebahagiaan yang kamu tanyakan waktu itu?" tanya Sasuke memastikan. Sebagai jawaban, Sakura mengangguk pelan. Matanya menatap Sasuke serius.

"Tidak mau," jawab Sasuke singkat.

"Kenapa?"

"Karena tidak ada urusannya denganku."

"Tapi aku benar-benar butuh bantuanmu."

"Aku tidak tertarik. Cari orang lain saja."

"Tidak bisa, cuma kamu yang bisa membantuku saat ini."

"Kenapa harus aku?"

"Karena kamu berbeda."

"Berbeda bagaimana?"

Setelah melalui perdebatan sengit, Sakura menarik nafasnya dalam-dalam. Ia beranjak dari tempat duduknya. Pelan, Sakura menutup mata dan didekapkan telapak tangannya di depan dadanya. Sasuke terkejut seketika itu juga. Ia tak percaya saat melihat dua buah sayap menjuntai dari balik punggung Sakura.

"Karena aku...malaikatmu, Sasuke-kun! Aku kemari untuk memberimu sebuah kebahagiaan. Dan kamu satu-satunya orang yang bisa membantuku," jelas Sakura.

Sakura menghampiri Sasuke yang masih diam membatu. Tapi tidak dengan berjalan seperti orang pada umumnya, kakinya melayang di atas lantai. Kedua sayap Sakura dikepakkan dengan anggunnya bagaikan bidadari turun dari kahyangan.

"Bagaimana? Masih perlu bukti?"

"P-Paling cuma cosplay," bantah Sasuke tak mau mempercayainya. Sakura menggembungkan pipinya kesal. Keras kepala, pikir Sakura.

"Sasuke-kun tahu tidak dongen tentang pangeran kodok?" tanya Sakura.

"Hah?"

"Tahu tidak?" ulang Sakura.

"Iya tahu, memangnya kenapa?"

"Sekarang aku akan mewujudkannya jadi nyata," balas Sakura penuh arti.

"Apa?" Sasuke menatap Sakura bingung. Sampai akhirnya otak miliknya menangkap apa yang ada di kepala Sakura.

"Jangan coba-coba," peringat Sasuke.

"Kenapa? Takut? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak percaya bahwa aku malaikatmu? Jadi kamu tak perlu takut kalau aku merubahmu menjadi kodok. Toh, aku tidak mungkin bisa menyulapmu karena aku cuma manusia biasa yang punya seribu tipuan untuk menipumu agar kamu percaya bahwa aku malaikatmu," ujar Sakura membolak-balikkan fakta.

Kali ini Sasuke tak dapat mengelak. Gadis itu sudah membuatnya kehabisan kata-kata. Harus diakui ia takut kalau Sakura tidak berbohong.

"Bagaimana dengan keputusannya Sasuke-sama*?" desak Sakura. (*Sebutan untuk tuan)

"Ya, ya. Aku percaya," Sasuke mendengus kesal. Merasa kalah dengan Sakura. Sedangkan Sakura tertawa penuh kemenangan.

"Gitu dong, bilang dari tadi! Kalau begitu aku mau siap-siap dulu," Sakura berlari menaiki tangga dan memasuki sebuah kamar kosong yang terletak di sebelah kamar Sasuke. Sasuke melongo, menduga-duga apa yang akan dilakukan Sakura sekarang. Namun ia segera tersadar dan menyusul Sakura.

"Oi, kamu mau ngapain?" tanya Sasuke terengah-engah mengejar Sakura.

"Ngapain? Tentu saja beres-beres. Kan mulai hari ini aku akan tinggal disini. Jadi kita bisa lebih sering bertemu. Bukannya itu bagus?" jawab Sakura dengan tampang tanpa bersalah.

Sasuke terperangah. Ia tidak bisa menerima keputusan Sakura yang satu ini. Mana mungkin ia membiarkan dirinya tinggal satu atap dengan Sakura. Apalagi, ia baru mengenal Sakura kemarin. Tidak! Tidak bisa!

"Tidak! Pokoknya kamu tidak bisa tinggal disini!" seru Sasuke dengan nada agak tinggi. Tapi Sakura tetap menanggapinya dengan tenang.

"Lagipula keluargamu pasti mengkhawatirkanmu," lanjut Sasuke.

"Ternyata kamu memang belum sepenuhnya percaya padaku ya? Aku kan sudah bilang kalau aku ini malaikatmu. MA-LA-I-KAT. Jadi otomatis aku tidak punya keluarga," jelas Sakura.

"Tapi tetap saja tidak boleh. Aku ini laki-laki dan kamu perempuan. Tidak mungkin tinggal satu rumah," bantah Sasuke tak mau kalah.

"Kenapa tidak boleh? Asal tidak melakukan hal-hal yang dilarang, menurutku boleh-boleh saja. Lagipula aku lihat orang tuamu sedang tidak ada di rumah. Jadi tidak masalah kan? Tenang saja, aku cuma tinggal di sini sementara," tutur Sakura panjang lebar.

"Memangnya kenapa sih? Kok kamu sebegitu tidak inginnya aku tinggal di rumahmu. Oh, pasti kamu memikirkan hal yang nggak-nggak ya? Dasar Sasuke-kun piktor!" tuduh Sakura. Muka Sasuke memerah seketika itu juga.

"Ap..." belum sempat Sasuke melanjutkan kalimatnya, Sakura berjalan menghampirinya dan meletakkan jari telunjuknya tepat dibibir Sasuke.

"Sst, udah nggak usah bahas lagi. Pokoknya mau tidak mau kamu harus menerimaku disini. Atau kamu lebih suka jadi kodok?" ancam Sakura. Tentu saja Sasuke tidak mengelak. Siapa coba yang mau membiarkan dirinya diubah menjadi seekor kodok. Sudah jelas tidak ada.

Sebuah senyum manis tersungging di bibir Sakura. Tanpa menunggu jawaban Sasuke, Sakura membalikkan badannya dan kembali beres-beres.

"Oya, apa Sasuke-kun tidak punya kasur lebih? Aku tidak mungkin tidur tanpa kasur kan?" Sakura menelengkan kepalanya ke arah Sasuke yang masih berdiri di depan pintu.

"Di gudang. Ambil sendiri." Sasuke mendengus untuk kesekian kalinya lalu pergi meninggalkan Sakura yang masih sibuk dengan kamar barunya.

To be continued...