Disclaimer : Bleach © Tite Kubo

Wishes © Himetarou Ai

Rated : T (bisa berubah sewaktu-waktu)

Warning : GaJe, OOC, aneh, typos, abal


Hari ini lagi-lagi dijalani Rukia dengan datar. Bangun pagi, mandi, sarapan, berangkat sekolah, kerja part time di sebuah cafe, pulang, mengerjakan tugas, lalu tidur. Gadis itu selalu melakukan kegiatan itu dari hari senin sampai sabtu. Lalu pada hari minggu ia akan kerja part time dua kali atau sekedar membantu tetangga flat yang membutuhkan pertolongan Rukia.

Jangan salahkan Rukia kalau ia harus bekerja sebegitu banyaknya dan tidak ada waktu santai. Ia sendiri saja terkadang ingin menyerah dan bunuh diri. Orang mana yang akan tahan hidup sendiri dan mengatur semuanya sendiri dalam umur yang masih muda?

Kedua orang tuanya sudah lebih dahulu menyusul sewaktu ia masih berumur 10 tahun. 4 tahun setelah itu, kakaknya ikut mengikuti orang tua Rukia. Untunglah harta warisan dari orang tua Rukia cukup banyak. Sejumlah uang+sebuah mobil+seunit rumah yang diwariskan –rumah dan mobil sudah ia jual.

"Senna-san, aku pulang dulu." Pamit Rukia seraya keluar dari cafe.

Dengan dibalut mantel tebal, rasanya belum cukup untuk menghambat dinginnya udara di musim gugur ini. Rukia mempercepat langkahnya menuju flat yang pastinya lebih hangat dan nyaman.

Walaupun wajahnya yang sekarang tanpa ekspresi, tapi hati didalamnya jauh berbeda dengan wajah Rukia. Rasanya ingin dia menjerit sekarang, melampiaskan semua masalah yang melekat ditubuh mungil Rukia.

Masalah kehidupan Rukia yang begitu pelik. Tabungan masa depannya yang semakin menipis, teman-teman yang semakin menjauhinya –karena dituduh mengambil pacar orang lain–, dan juga pacarnya sendiri yang selingkuh dengan primadonna sekolah.

Rasanya ia ingin mati sekarang.

Rukia yang sedang asik berdebat dengan otaknya, tiba-tiba berhenti di depan sebuah kios aksesoris. Entah apa yang membuat Rukia berhenti, seakan ada déjà vu. Matanya melihat satu persatu aksesoris dan menghiraukan dompet domo-kun-nya yang menjerit karena menipis.

"Nona, silahkan pilih yang mana." Ujar nenek-nenek yang sepertinya penjaga kios itu pada Rukia. Rukia yang merasa tidak dipanggil, hanya diam tanpa membalas perkataan nenek itu. "Bagaimana kalau ini? Pasti sangat cocok untukmu."

Nenek itu menyerahkan sebuah kalung dengan matahari sebagai liontinnya. Kalung yang sangat sederhana tapi terkesan mewah. Semua orang yang melihat kalung itu pasti tergiur untuk memilikinya, termasuk Rukia.

"Maaf, tapi aku tidak punya cukup uang untuk membelinya. Itu pasti mahal." Balas Rukia. Nenek bersanggul itu tersenyum.

"Tidak perlu dibayar, ini untukmu." Nenek itu masih saja tersenyum. Rukia terlihat ragu untuk mengambil kalung itu. "Ambillah."

"Tapi-" belum sempat Rukia melanjutkan kalimatnya. Nenek itu menggenggam tangan Rukia dan meletakkan kalung itu di telapak tangannya.

"Sudah, ambil saja."

"Ah, arigatou, nek." Rukia membungkukan badannya sedikit lalu melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

.

.

Gelap.

Hanya gelap yang diterima oleh mata violet Rukia. Ketakutan mulai menghinggapi Rukia. Kaki-kaki kecilnya berlagi kemana saja asalkan terbebas dari tempat ini.

Untung usahanya tidak sia-sia. Matanya akhirnya menerima secuil cahaya. Tidak ragu lagi, Rukia mengarahkan kakinya menuju cahaya.

Padang rumput.

Kali ini, matanya menangkap pandang rumput yang luas dengan sebuah pohon rindang. Sejauh mata memandang hanya padang rumput ini yang terlihat –kecuali pohon.

"Kalau kau diberi tiga keinginan, apa yang akan kau minta?" ucap seseorang tiba-tiba.

Rukia mengedarkan pandangannya ke berbagai arah. Tidak ada. Tidak ada siapapun disini kecuali Kuchiki Rukia. Bulu kuduknya terasa meremang. "Si.. siapa ka.. kau!"

"Kalau kau diberi tiga keinginan, apa yang akan kau minta?"

"Pertama, a.. aku ingin diberi kekayaan dan kehidupan yang sempurna–"

"Kau ternyata matre."

Rukia tidak membalas tanggapan 'orang' yang menanyakan hal yang aneh padanya. "Ke.. kedua aku ingin diberi kebahagiaan seumur hidupku–"

"Semua manusia memang ingin seperti itu."

Lagi-lagi Rukia tidak membalas perkataan'nya "Ketiga a..aku ingin ada lelaki yang mencintaiku seumur hidup, tampan, setia, cerdas, ah pokoknya lebih baik dari si Tuan Shiba Kaien –mantan Rukia!"

Emosi Rukia meluap-luap. Dadanya kembang kempis. Rukia kembali kesal kalau mengingat kembali bagaimana brengseknya Shiba Kaien itu. Ingin sekali Rukia membotakkan rambut kebanggaannya dan memotong bibir tipis pria yang sudah seenaknya mengumbar janji palsu.

Tiba-tiba saja didepannya ia melihat Otou-san, Okaa-san dan Onii-san kesayangannya. Mereka tersenyum lembut pada Rukia. Bahkan Otou-san-nya yang terkenal dingin itu pun tersenyum hangat.

"Rukia." ucap perempuan berambut hitam yang kenal Rukia sebagai Okaa-san-nya. "Jaga dirimu baik-baik."

Rasa rindu meledak begitu saja di hati Rukia. Air mata bahagia keluar dari kedua mata violet. Dengan senyum yang lebar, gadis itu berlari menuju tempat Kaa-san. Kedua tangannya ia buka lebar-lebar, bersiap untuk memeluk ibunya itu.

Hilang.

Mereka hilang. Keluarga yang sangat dirindukan Rukia menghilang tiba-tiba, bersamaan dengan angin hangat yang berhembus dipadang rumput itu.

Kaki Rukia terasa lemas, ia jatuh terduduk di rumput itu. Air mata masih saja tumpah dari kedua violet. Kedua tangan Rukia menggenggam rumput disampingnya. Angin berhembus dengan pelan, seakan ikut merasakan kesedihan Rukia.

"Otou-san... Kaa-san... Nii-san..."

.

.

KRIIIIIINGGGG!

Suara alarm yang memekakkan telinga berbunyi. Dengan malas, gadis berusia 16 tahun itu bangun dari tidurnya. Tangannya mencari-cari jam weker yang ada disamping futonnya.

07.00 a.m

"AKU TERLAMBAT!" Teriak Rukia kencang begitu mengetahui jam bekernya berbunyi pukul 7. Ia langsung melesat mandi. Selesai mandi ia berpakaian dan berangkat sekolah. Rukia tidak memperdulikan lagi futonnya yang belum dilipat dan perut yang berdisko. Yang ia fikirkan hanya satu:

Bagaimana caranya supaya ia tidak terlambat.

Baru ia keluar dari area flat-nya, sebuah mobil mahal+mewah+mengkilap terparkir rapi di depan pagar. Oh lihatlah, itu adalah mobil Mercedes McLaren SLR Rukia! Mercedes! Tidak semua orang punya mobil itu Rukia!

Semua orang berbisik melihat Rukia. Gadis itu terlihat bingung. Sampai akhirnya ia mendengar bisikan ibu-ibu yang tertangkap telinganya.

"Anak itu beruntung ya, udah dapat undian yang totalnya 2 milyar, terus jadi kekasih jutawan muda nan tampan lagi! Benar-benar beruntung dia."

"Iya! Tapi kasihan juga dia, orang tuanya dan kakaknya sudah meninggal sudah cukup lama. Mungkin ini hadiah yang diberikan Kami-sama padanya. Ia benar-benar sabar ya!"

Selanjutnya ia tidak bisa mendengar apa-apa. Tapi... tunggu! Apa kata ibu-ibu itu tadi?

Rukia...

Undian... 2 milyar?

Kekekasih... jutawan muda nan tampan?

Rukia tidak mengerti apa maksudnya ini! Otaknya dipompa sedemikian keras agar mengerti ini dari gosipan ibu-ibu tadi. Oh sepertinya virus menyerang otak Rukia karena perutnya berdisko ria.

Ah, nanti saja. Yang penting bagaimana caranya agar ia tidak terlambat berangkat sekolah.

Jarak Rukia antara mobil mewah itu semakin dekat. Seorang pria dengan rambut raven dan berkacamata menyambut Rukia dengan senyuman kecil.

"25 menit lagi bel sekolah akan berbunyi. Kalau tidak sekarang, kau nanti akan terlambat." Ucap pria itu.

Pucuk dicinta ulam pun tiba

Ungkapan itulah yang paling tepat sekarang. Kalau ia tetap meneruskan perjalanannya ke sekolah dengan naik kereta yang memakan waktu 20 menit dan jalan kaki 5 menit, sudah pasti ia akan terlambat. Kalau naik mobil, pasti tidak akan terlambat.

"Ah baiklah." Jawab Rukia yang langsung masuk.

.

.

"Ano..."

"Uryuu Ishida."

"Ah ya, Ishida-san. Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Apa kau pernah ikut undian dengan hadiah 500 juta?"

Alis Rukia bertaut, wajahnya tampak berpikir. "Aku pernah ikut, tapi itu sudah cukup lama. Dan kalau tidak salah pemenangnya sudah diumumkan."

"Dan kau tidak tahu kalau ternyata pemenangnya belum diumumkan dan ditunda dengan menambah nominal hadiah hingga 2 milyar?"

"Aku tidak tahu." Rukia mengalihkan pandangannya kearah samping. "Dan apa maksudnya menjadi kekasih... ah aku tidak tahu namanya."

"Ichigo Kurosaki. Dan sepertinya kau tidak tahu juga kalau pemenangnya adalah wanita muda yang masih single akan menjadi pacarnya?"

Rukia semakin lesu. "Tidak."

Mobil Mercedes yang dibawa Ishida berhenti pelan-pelan tepat di depan gerbang Sekolah Rukia. Karakura Senior High School. Sekolah yang berisi anak-anak berotak encer dan berkantong tebal.

"Arigatou, Ishida-san. Ngomong-ngomong, orang yang jadi kekasihku seperti apa ya?"

"Dia stoberi berambut jeruk. Pulang sekolah nanti, kau akan aku jemput lalu kau akan dinner dengan stoberi berambut jeruk itu. Sampai jumpa." Ishida pergi begitu saja bersama si Mercedes.

Gadis itu mulai masuk menuju kelasnya. Koridor yang dilewati Rukia terasa begitu sesak. Tentu saja sesak kalau mereka yang ada diluar berbisik sambil melihat ke arah Rukia atau istilah lainnya membicarakan Rukia.

"Jadi si Kuchiki itu mencari mangsa lagi ya? Sudah cukup Kaien yang jadi korbannya, jangan sampai ada yang lain lagi."

"Aku dengar, yang jadi pacarnya sekarang itu orang yang jauh lebih kaya daripada Kaien. Seorang Kurosaki loh!"

"Hah! Kurosaki?"

"Iya! Katanya..."

Rukia terus melangkahkan kakinya. Hari ini sudah 2 kali ia mendengar obrolan orang lain tentang Rukia. Setidaknya obrolan ibu-ibu tadi lebih baik daripada para wanita bermake up tebal.

.

.

"Kau sudah mengantarkannya dengan selamat kan Ishida?" tanya seorang pria berambut orange entah kepada siapa, mungkin pada handphone-nya yang menempel ditelinga.

'Sudah kulakukan sesuai permintaanmu, Jeruk.' Kali ini terdengar suara yang berasal dari ponselnya.

"Terima kasih, Ishida." Hening beberapa saat sampai akhirnya pria orange itu kembali melanjutkan kalimatnya. "Sudah berapa bulan istrimu itu?"

Suara dari sebrang sana terkekeh. 'Belum sampai 1 bulan, kalau tidak salah baru 3 minggu. Memangnya kenapa, Ichi? Kau iri, huh?'

"Mungkin iya. Tapi sepertinya, tak lama lagi aku akan menyusulmu." Jemari lentiknya menyentuh kaca bening yang menampakkan pemandangan Karakura. Bibir tipisnya kini berhiasi seringaian bak penjahat kelas kakap.

'Heh? Apa maksudmu?'

"Sepertinya temanku yang memiliki IQ tinggi ini sudah mulai bodoh agaknya." Ejek pria berambut orange.

'HEI! APA MAKSUDMU JE– Tuut... Tuut...'

Tangannya yang memegang handphone itu sekarang sudah berada disaku, sedangkan ponsel itu diatas sebuah meja. Seringaian terpampang jelas di bibirnya. Mata hazel indah hanya terpusat pada satu titik, Karakura Senior High School.

"Selamat datang kembali, Kurosaki Rukia," Lagi-lagi pria orange itu memperlihatkan seriangaian yang menawan –menurut salah satu majalah di Karakura. "Nama yang cocok."

.

.

"Hah~" desahan yang sudah keluar entah berapa kali dari mulut Rukia terdengar. Dengan enggan, Rukia menggerakkan kakinya menuju tempat kerja part time-nya. Wajah putihnya terlihat kusut, bertanda ia sangat kesal sekarang.

Gara-gara mimpi itu, ia bangun terlambat, kelaparan karena belum sarapan, tidak bisa menyerap ilmu yang diberikan guru, hampir ketiduran dipelajaran guru yang killer, kesandung tali sepatu sendiri dan menubruk orang yang berada didepannya.

Mungkin, Rukia terlalu banyak menonton Princess and Angel yang tayang baru-baru ini, sampai-sampai memimpikan hal yang aneh dan tidak masuk akal itu.

Tapi bagaimana kalau yang diminta Rukia terwujud? Walau diwujudkan dalam artian yang berbeda dengan apa dalam bayangannya.

"Ck, sial!" teriak Rukia dalam hati.

Baru sampai di depan gerbang Karakura SHS, sebuah mobil sport Mercedes McLaren SLR yang mengantarkan Rukia tadi terparkir dengan rapi. Tampak pula seorang pria yang dikenalnya adalah Uryuu Ishida berada disisi lain mobil itu.

Rukia ingin menghampiri pria itu kalau saja ia tidak mengingat ada kerja part time. Tapi, begitu melihat mata Ishida yang begitu tajam melihatnya, niat untuk menghasilkan uang ia tunda.

"Kau lama sekali, si jeruk itu bisa marah kalau kau terlambat." Ucap Ishida sambil memasuki mobil Mercy miliknya. "Hei, kenapa kau tidak masuk?"

Rukia yang asik bergelut dengan dunianya tiba-tiba tersadar. "Eh? Apa?" balasnya seperti orang bodoh.

"Kau sebaiknya masuk kalau kau tidak mau besok aku jadi mayat." Melihat ada raut penolakkan dari Rukia, Ishida menambahkan "Tidak ada tapi."

"Baiklah, Ishida-san."

Lagi-lagi, hening menyelimuti mereka. Ishida terlihat serius pada jalanan di depannya, sedangkan Rukia kembali bergelut dengan fikirannya.

Bagaimana kalau pacar –yang belum diakui– Rukia berbentuk seperti stoberi dan berkepala orange seperti yang Ishida bilang?

Bagaimana kalau pacar Rukia ternyata om-om duda anak 10? Atau yang mempunyai cincin batu permata di ke-sepuluh jarinya lalu memegang cerutu di sela-sela jari?

Bagaimana kalau...

"Tidak! Tidak! Tidak!" teriak Rukia dalam hati sambil menggeleng kuat-kuat sehingga menarik perhatian Ishida yang menjadi 'supir' untuk sementara. "Tapi kata ibu-ibu tadi, dia orang yang muda dan juga tampan."

"Hah~" Rukia mendesah dengan keras lagi. Otak Rukia yang memang cerdas itu kembali berfikir.

Bagaimana kalau kejadian yang aneh sekarang berkaitan dengan mimpi terkutuk itu?

"Hah~" Rukia lagi-lagi mendesah. Ishida yang disebelahnya menggelengkan kepala, ini sudah yang ke 2 kalinya Rukia mendesah dan itu sungguh membosankan.

CKIT!

"Kuchiki, diluar nanti ada pelayan yang akan mengarahkanmu. Kau ikuti saja dia. Kalau kau menolak lagi, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada pelayan-pelayan itu." Ucap Ishida panjang lebar. Rukia mengangguk pasrah lalu keluar dari mobil keluaran Mercedes itu.

Rukia yang masih memakai pakaian seragam Karakura SHS berdiam diri ditempatnya. Mata violet indahnya menjelajahi gedung mewah yang ada didepan. Hanya satu yang ia tahu sekarang.

Rukia berada didepan sebuah hotel bintang kejora –ups.. bintang lima bernama Vior.

Dua orang wanita memakai pakaian yang sama membungkuk sedikit. "Kuchiki-san, mari ikuti kami."

Dengan enggan, Rukia mengikuti mereka masuk ke dalam Hotel Vior. Koridor demi koridor ia lewati. Jauh. Rukia merasa sudah cukup jauh berjalan saat ini. Dan akhirnya, ia berhenti di depan sebuah pintu berwarna merah.

"Kuchiki-san, sekarang anda akan 'disiapkan' dulu. Nanti malam, saya akan menjemput anda untuk menemui Ichigo-sama. Permisi." Terang salah satu dari pelayan itu.

Rukia yang mendengarnya sedikit berkidik, apa maksud 'disiapkan' tadi? Ah mungkin saja...

Tidak mungkin, pikir Rukia dalam hati. Lebih baik berfikiran positif daripada memikirkan kemungkinan yang tidak-tidak kan?

.

.

Seorang gadis keluar dari sebuah ruangan bersama dua orang wanita. Gadis itu tampak cantik dengan balutan gaun merah yang hanya mencapai setengah pahanya. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai. Wajahnya yang manis, diberi lipglos merah bak artis hollywood. Make up diwajahnya dibuat senatural mungkin. Kakinya yang jenjang –tetapi pendek– terpasang high heels silver.

Perfect, mungkin hanya kata itu yang tepat untuk mewakili penampilan gadis itu. Tapi, dari raut wajahnya, tampak sekali kalau ia sedang bingung, kesal, dan sebagainya.

Mata violet menangkap pria dengan warna rambut yang mencolok –orange. Wajah gadis itu tiba-tiba terasa memanas melihat seperti apa pria yang ada dihadapannya.

Surai yang orange menyala. Mata hazel yang terkesan dingin tapi hangat bersamaan. Keperawakan yang tinggi. Wajah yang tampan. Badan yang proposional. Rahang yang tegas membuat pria itu terkesan dewasa.

Jatuh cinta? Terlalu berlebih. Terpesona lebih tepatnya.

Tunggu!

Rukia merasa pernah melihat rambut dan mata itu. Tapi kapan dan dimana?

"Sampai kapan kau akan berdiri disitu, Kuchiki?" pria bersurai orange mengeluarkan suara merdunya. Seringaian tipis terpampang jelas di bibir manusia stoberi.

Stoberi...

Jeruk...

Stoberi...

Jeruk...

Stoberi...

Kurosaki Ichigo...

"KAU?"

-To Be Continued-


Halo, saya bawa fanfic baru. Thanks yang udah mau baca. Yang berkenan, silahkan review. Lovelovelove3

SEE YA! ^^